• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 33-44)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia

Lanjut usia adalah individu yang telah berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi (Mubarok, Santoso, Rozikin & Patonah, 2006). Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 (dalam Notoatmojo, 2007) tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dengan batasan usianya adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut teori Miller (2004) tentang Functional Consequences Theory, perubahan dan konsekuensi akibat penuaan dapat tejadi pada fungsi psikososial dan fungsi fisiologis, dan usia yang semakin bertambah dan

terjadinya proses menua merupakan salah satu akibat konsekuensi negatif yang terjadi pada sistem kardiovaskular sehingga menimbulkan penyakit kronik seperti hipertensi (Miller, 2004).

Brunner dan Suddarth (2002) menjelaskan tentang pengertian hipertensi yaitu tekanan darah dimana tekanan sistoliknya 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi, merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung koroner, gagal ginjal dan stroke yang dikenal sebagai "silent killer" karena biasanya tidak memiliki gejala dan sering hilang sebelum diketahui penyebabnya (Mault, 2005).

Pendapat yang sama yang dikemukakan oleh Giudice dan Pompa (2010) yang menjelaskan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko utama kardiovaskular yang berkaitan dengan tekanan darah tinggi, stroke, dan kardiovaskular (CV) yang menyebabkan kematian pada semua kelompok umur. Pada lanjut usia tekanan darah sistolik meningkat karena adanya kekakuan arteri yang dihasilkan oleh perubahan struktural dinding arteri yang terjadi dengan penuaan. Menurut Tambayong (1999) hipertensi yang sering terjadi pada lanjut usia dikarenakan adanya peningkatan tekanan sistole tanpa disertai peningkatan tekanan diastol. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudoyo, dkk (2006) yang menjelaskan tentang peningkatan tekanan darah sesuai dengan peningkatan usia. Sekitar dua pertiga pasien usia 60 tahun dengan hipertensi mempunyai hipertensi sistolik.

Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri besar. Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan penambahan volume intravaskuler yang sedikit menunjukan kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar,

resistensi perifer yang tinggi, pengisian diastolik abnormal, dan bertambah masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik (Darmojo & Martono, 2006). Lanjut usia yang menderita hipertensi dipengaruhi oleh tekanan sistolik dan diastolik output jantung, volume intravaskuler, dan aliran darah ke aktivitas ginjal plasma renin yang lebih rendah serta terjadinya resistensi perifer. Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik sehingga berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri , 2008).

Pendapat yang sama yang dikemukakan oleh Sudoyo dkk (2006) yang menjelaskan bahwa tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dengan tekanan darah diastol > 90 mmHg disebut sebagai hipertensi sistolik terisolasi yang diakibatkan oleh kehilangan elastisitas arteri karena proses menua. Kekakuan aorta akan meningkatkan tekanan darah sistol (TDS) dan pengurangan volume aorta, dan akhirnya menurunkan tekanan darah diastol. Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi yang terjadi pada lanjut usia sering disebabkan oleh berbagai perubahan-perubahan dengan adanya pertambahan usia. Batasan tekanan darah tinggi untuk lanjut usia adalah lebih dari 140 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan diatas 90 mmHg untuk tekanan darah diastolik.

2.2.2 Komponen Pengendalian hipertensi

Pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Mayo Clinic Staff (2012) upaya nonfarmakologi untuk

mengendalikan hipertensi selama di rumah dapat berupa mengotrol berat badan, berolah raga secara teratur, makan makanan yang sehat, mengurangi garam/diet rendah garam, menghindari alkohol, menghindari asap rokok, mengurangi kafein, mengurangi stress, memonitor tekanan darah dan adanya dukungan keluarga.

Sedangkan menurut Edelman dan Mandle (2010); the Seventh Report

of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (2004) gaya hidup atau

upaya yang dapat dilakukan dalam pengendalian hipertensi terhadap lanjut usia selama dirumah dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu :

2.2.2.1 Pemantauan tekanan darah

Menurut Mault (2005) pemantauan tekanan darah tinggi di rumah merupakan kunci utama dalam mengendalikan tekanan darah sehingga tidak berakibat pada penyakit yang lebih parah seperti penyakit jantung atau stroke. Pengukuran tekanan darah dirumah biasanya lebih rendah dibandingkan di klinik, hal ini disebabkan kebanyakan dari penderita hipertensi merasa cemas saat berada di klinik dokter (Stowasser, 1999). Menurut Darmojo (2011) target penurunan tekanan darah pada lanjut usia yang sehat adalah sistolik ≤ 130 mmHg, diastolik ≤ 70 mmHg, namun yang lebih nyata tekanan darah dapat diturunkan sampai dengan ≤ 140/80-85 mmHg.

2.2.2.2 Melakukan diet

Badan kesehatan dunia yaitu World Healt Organization (WHO) juga merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Sedangkan menurut Martin (2008); Lionakis, Mendrinos, Sanidas (2012); Mayo Clinic Staff (2012) diet rendah garam

tidak lebih dari 2.300 mg per hari atau kurang akan menurunkan tekanan darah 5-10 mmHg.

Menurut Petter (2008) konsumsi natrium yang berlebihan akan menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkan cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. Pengaturan menu bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu (1) Diet rendah garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari). (2) Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas. (3) Diet tinggi serat. (4) Diet rendah energi bagi mereka yang kegemukan (Naturindonesia, 2013).

2.2.2.3 Aktivitas fisik/Olah raga

Aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan kualitas hidup lanjut usia walaupun terjadi proses menua. Aktivitas fisik maupun olah raga dapat dilakukan lima kali atau lebih selama 30 menit per minggunya. Latihan tersebut dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah dan dapat menurunkan tekanan darah seseorang pada level hipertensi yang lebih ringan. Hasil penelitian yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi, dengan berolah raga secara rutin 3 kali setiap akhir pekan selama 30-60 menit dapat menurunkan tekanan darah sampai 9 mmHg (Martin, 2008; Muliyati, Syam, Sirajuddin, 2011).

pengendalian hipertensi nonfarmakologi yang disebut sebagai pencegahan primer dari hipertensi esensial adalah dengan latihan aerobik secara teratur. Penelitian lain yang dilakukan di Belgia menyimpulkan bahwa latihan aerobik dapat diterapkan sebagai manajemen hipertensi bukan hanya untuk pencegahan saja (Veronique & Robert, 2005).

2.2.2.4 Manajemen stress

Wellmark (2009) menjelaskan bahwa bila sistem saraf terkena rangsangan stress, tubuh akan melepaskan hormon stress yang meningkatkan tekanan darah sehingga menimbulkan stressor. Keberhasilan manajemen stress dapat memperbaiki kualitas hidup dengan meningkatkan kesehatan, koping yang efektif, dan mengurangi konsekuensi yang tidak sehat. Proses ini menghasilkan interaksi yang dinamis terhadap diri sendiri, tubuh, dorongan yang efeknya tidak hanya terjadi pada kesehatan fisik, melainkan juga perilaku emosional (Edelman & Mandle, 2010).

Menurut Stanley dan Beare (2007) pengurangan stress dapat mencegah terjadinya hipertensi esensial, hal ini merupakan salah satu upaya dalam pengendalian hipertensi secara nonfarmakologi. Manajemen stress yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi yaitu dengan latihan fisik, tidur yang cukup, dukungan sosial, mengembangkan kesadaran diri, perubahan perilaku kognitif, komunikasi yang asertif, empati, praktek spiritual dan kesenangan atau humor (Edelman & Mandle, 2010; Wellmark, 2009).

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia

Menurut Darmojo (2011), ada beberapa faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia yaitu :

akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus : hipertensi glomerelo sklerosis hipertensi yang berlangsung terus menerus.

2.2.3.4 Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.

2.2.3.5 Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.

2.2.3.6 Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.

Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:

2.2.3.1 Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol : a. Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Proses ini terus berlanjut dimana hormone estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian yang dilakukan Anggraini di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang kabupaten Riau, didapatkan hasil lebih dari

setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5% (Anggraini, 2009).

b. Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Berdasarkan data yang dilaporkan RISKESDAS (2007) terdapat prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur diatas 18 tahun adalah 29, 8 %.

c. Keturunan (Genetik)

Adanya factor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan

hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).

2.2.3.2 Faktor resiko yang dapat dikontrol : a. Obesitas

Pada usia sekitar 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Obesitas dapat memperburuk kondisi lanjut usia. Kelompok lanjut usia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti arthritis. jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).

Tingkat tekanan darah tergantung pada resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung. Cardiac output tubuh adalah refleksi dari volume stroke, ukuran volume darah yang dipompa oleh jantung dan denyut jantung (HR). Cardiac output dari tubuh bertambah seiring bertambahnya berat badan dan menyebabkan hipertensi (Mitra kesehatan, 2013). The Seventh Report of the

Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (2004)

merekomendasikan untuk menurunkan berat badan bagi penderita hipertensi, hal ini dikarenakan kehilangan berat badan 10 Kg akan menurunkan tekanan darah 5-10 mmHg. Indeks massa tubuh (BMI) yang normal bagi lanjut usia hipertensi adalah 18,5-24,9 kg/m2, sehingga dapat membantu terkontrolnya tekanan darah.

b. Kurang olahraga

Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga yang teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena

adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikkan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekakuaan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008).

c. Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh Bowman (2005) dari Brigmans and Women’s

Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang

awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).

d. Mengkonsumsi garam berlebih

Penelitian Sobel et al (1999); Muliyati, Syam, dan Sirajuddin (2007) menyatakan terdapat kaitan antara asupan natrium yang berlebihan dengan tekanan darah tinggi pada individu, dimana tubuh akan meretensi cairan sehingga meningkatkan volume darah. Penelitian yang dilakukan oleh Nunung (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada usia lanjut di wilayah kerja puskesmas Bojongsari kabupaten Brebes menyebutkan bahwa

ada hubungan yang erat (p = 0,004) antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi.

e. Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alcohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007). Menurut The

Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (2004) dalam Martin (2008) minum

minuman berakohol lebih dari 2 gelas per hari akan meningkatkan tekanan darah, bagi laki-laki batas meminum alkohol adalah kurang dari 2 gelas per hari, sedangkan untuk wanita hanya diperbolehkan 1 gelas per hari.

f. Minum kopi

Menurut Elsanti (2009) faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75–200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martiani dan Lelyana (2012) tentang faktor risiko hipertensi ditinjau dari kebiasaan minum kopi yaitu subjek yang mengkonsumsi kopi 1-2 cangkir per hari, meningkatkan risiko hipertensi 4,11 kali lebih tinggi (p=0,017) dibandingkan dengan subjek yang tidak minum kopi.

g. Stress

Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara tidak menentu. Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah

menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini (2009) stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 33-44)

Dokumen terkait