HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN FUNGSI KELUARGA
DENGAN PENGENDALIAN HIPERTENSI PADA LANJUT
USIA DI KELURAHAN CISALAK PASAR
CIMANGGIS KOTA DEPOK
TESIS
M A U L I N A
1106122612
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
DEPOK
HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN FUNGSI KELUARGA DENGAN
PENGENDALIAN HIPERTENSI PADA LANJUT
USIA DI KELURAHAN CISALAK PASAR
CIMANGGIS KOTA DEPOK
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan
M A U L I N A
1106122612
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
hidayah-Nya berupa kekuatan, kesabaran, kesehatan dan juga kesempatan sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Tesis ini
berjudul “Hubungan Karakteristik Dan Fungsi Keluarga Dengan Pengendalian Hipertensi
Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Kota Depok”. Penulisan tesis ini disusun bertujuan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Keperawatan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Penyusunan tesis ini tersusun dengan adanya bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dewi Irawaty, MA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
2. Dra. Junaiti Sahar, S. Kp., M.App. Sc., Ph.D selaku pembimbing I yang dengan sabar telah banyak memyediakan waktu dan memberikan arahan, bimbingan, dan dukungan serta pemahaman selama proses penyusunan tesis.
3. Astuti Yuni Nursasi, MN sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan dan juga selaku pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan dan motivasi di setiap pembelajaran semester sampai dengan penyusunan tesis.
4. Wiwin Wiarsih, SKp., MN selaku penguji yang telah banyak memberikan arahan dan saran serta dukungan selama proses penyusunan tesis.
5. Ns. Poppy Fitriyani, M.Kep., Sp.Kep.Kom selaku pembimbing II yang juga telah banyak memberikan waktu, arahan, bimbingan, dan dukungan serta pemahaman selama proses penyusunan tesis.
6. Ns. Ati Nuraeni, S.Kp., M. Kep., Sp. Kom selaku penguji yang telah banyak memberikan arahan dan saran selama proses penyusunan tesis.
7. Segenap staf pengajar Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah memberikan berbagai ilmu pengetahuan dan arahan mulai dari awal perkuliahan sampai dengan penyusunan tesis ini.
perkuliahan dan surat menyurat selama pendidikan.
9. Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok, yang telah memberikan izin untuk penelitian. 10. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Dan Politik Kota Depok, yang telah memberikan surat
rekomendasi untuk penelitian.
11. Lurah Cisalak Pasar, yang telah memberikan izin tempat untuk penelitian.
12. Masyarakat Kelurahan Cisalak Pasar, yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
13. Suami (Nisful Hamdi), anakku (Nashara Assyifa), dan keluarga besar yang tak pernah berhenti selalu memberikan doa, dukungan dan motivasi sehingga tetap penulis tetap kuat, sabar dan bersemangat dalam menempuh pendidikan selama ini.
14. Rekan-rekan angkatan 2011 Magister Ilmu Keperawatan khususnya Keperawatan Komunitas yang selama ini selalu hadir, berjuang bersama-sama dan membantu disetiap saat.
Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu bimbingan, arahan dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga tesis ini bisa bermanfaat bagi kita semua dan Allah SWT selalu melimpahkan rahmat, berkah dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin
Depok, 17 Juli 2013
Nama : Maulina
Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Komunitas, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.
Judul : Hubungan Karakteristik Dan Fungsi Keluarga Dengan Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Kota Depok
Pengendalian hipertensi pada lansia dengan berbagai keterbatasan dan kelemahan yang dimiliki, dapat diperkuat dengan fungsi keluarga. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan karakteristik dan fungsi keluarga dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia. Desain deskriptif korelasi dengan pendekatan cross
sectional, dengan sampel 90 responden dipilih dengan teknik cluster random sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan fungsi afektif, fungsi
ekonomi, dan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia (p = 0,012;0,005; dan 0,003). Berdasarkan penelitian ini, pengendalian hipertensi pada lansia dapat ditingkatkan melalui peningkatan fungsi keluarga. Direkomendasi agar pengambil kebijakan terkait kesehatan lansia dapat memberdayakan keluarga dengan meningkatkan fungsi keluarga.
Kata kunci : karakteristik keluarga, fungsi keluarga, pengendalian hipertensi, lanjut usia
Name : Maulina
Study Programme : Master of Nursing, Community Health Nursing Specialisation, Faculty of Nursing, Indonesia University
Title : The Relations of the Characteristics and Functions of Family with the Control of Hypertension in the Elderly in Cisalak Pasar, Cimanggis, Depok City
Control of hypertension in the elderly with its various limitations and weaknesses, can be reinforced with family functions. The purpose of the study was determined the relations of the characteristics and functions of family with the control of hypertension in the elderly. Descriptive correlation design with cross sectional approach, with a sample of 90 respondents were selected using cluster random sampling technique. The results of the study show that there is a correlation of affective, economic, and family health care functions with the control of hypertension in the elderly (p = 0.012; 0.005, and 0.003). According to this study, control of hypertension in the elderly can be reinforced through improved family functions. It is recommended that the policy makers related to the elderly’s health can empower the members of the family by improving the family functions.
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
LEMBAR PENGESAHAN... iv
KATA PENGANTAR... v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii
ABSTRAK... viii
DAFTAR ISI ... ... x
DAFTAR TABEL... ... xii
DAFTAR SKEMA... ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB 1 PENDAHULUAN... . 1 1.1 Latar Belakang ……….…... 1 1.2 Rumusan Masalah... 10 1.3 Tujuan Penelitian………... 12 1.4 Manfaat Penelitian………... 13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….... 14
2.1 Populasi Lanjut Usia Sebagai Kelompok Rentan... 14
2.2 Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia... 18
2.3 Karakteristik Keluarga... 29
2.4 Fungsi Keluarga... 30
2.5 Kerangka Teori... 34
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL... 36
3.1 Kerangka Konsep... 36
3.2 Hipotesis Penelitian... 37
3.3 Definisi Operasional... 38
BAB 4 METODE PENELITIAN………... 44
4.1 Desain Penelitian... 44
4.2 Populasi Dan Sampel Penelitian... 44
4.3 Teknik Pengambilan Sampel... 47
4.4 Tempat Penelitian... 49
4.5 Waktu Penelitian... 49
4.6 Etika Penelitian... 49
4.7 Alat Pengumpul Data... 54
BAB 5 HASIL PENELITIAN... . 64
5.1 Analisis Univariat... 64
5.2 Analisis Bivariat... 66
5.3 Analisis Multivariat... 69
BAB 6 PEMBAHASAN... 75
6.1 Interpretasi Hasil Penelitian... 75
6.2 Keterbatasan Penelitian... 87
6.3 Implikasi Hasil Penelitian... 87
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN... . 91
7.1 Simpulan... ... 91
7.2 Saran... 93
DAFTAR PUSTAKA………..………... 95
Tabel 3.1 Definisi Operasional... 38
Tabel 4.1 Proporsi Sampel Penelitian... 47
Tabel 4.2 Sampel Penelitian... 49
Tabel 4.3 Analisa Data... 63
Tabel 5.1 Distribusi Keluarga Yang Merawat Lanjut Usia Hipertensi Menurut Pendidikan Dan Penghasilan Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Kota Depok... 64
Tabel 5.2 Distribusi Keluarga Yang Merawat Lanjut Usia Hipertensi Menurut Fungsi Afektif, Fungsi Sosialisasi, Fungsi Ekonomi, Dan Fungsi Perawatan Kesehatan Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Kota Depok... 65
Tabel 5.3 Distribusi Keluarga Menurut Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Kota Depok... 66
Tabel 5.4 Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Depok... 66
Tabel 5.5 Hubungan Fungsi Keluarga Dengan Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Depok... 67
Tabel 5.6 Seleksi Bivariat Antara Karakteristik Keluarga Dan Fungsi Keluarga Dengan Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Kota Depok.... 69
Tabel 5.7 Pemodelan Multivariat Antara Karakteristik Keluarga Dan Fungsi Keluarga Dengan Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Kota Depok... 70
Tabel 5.8 Perbandingan Perubahan Nilai OR... 72
Tabel 5.9 Hasil Uji Interaksi Antara Fungsi Afektif, Fungsi Ekonomi, Dan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga Dengan Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Kota Depok... 73
Skema 2.1 Kerangka Teori... 35
Lampiran 1 : Rencana Kegiatan Penelitian Lampiran 2 : Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 3 : Lembar Pernyataan Persetujuan Responden Lampiran 4 : Kisi-kisi Intrumen Penelitian
Lampiran 5 : Kuesioner Penelitian
Lampiran 6 : Surat Permohonan Ijin Uji Instrumen Penelitian Lampiran 7 : Surat Keterangan Lolos kaji Etik
Lampiran 8 : Surat permohonan Ijin Penelitian
Lampiran 9 : Surat Izin Dinas kesehatan Untuk Penelitian
Lampiran 10 : Surat Pengantar Penelitian Untuk RW Kelurahan Cisalak Pasar Lampiran 11 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang melandasi dilakukannya penelitian tentang hipertensi pada kelompok lanjut usia yaitu latar belakang berupa fenomena dan prevalensi kejadian yang terkait dengan hipertensi, permasalahan yang diteliti, tujuan dilakukan penelitian, dan manfaat yang diperoleh setelah penelitian selesai dilaksanakan.
1.1 Latar Belakang
Menua merupakan proses terjadinya berbagai perubahan dengan seiringnya perjalanan waktu dan bertambahnya usia. Perubahan tersebut meliputi perubahan biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Hayflick, 1994 dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Perubahan tersebut menyebabkan lanjut usia mengalami penurunan fungsi tubuh sehingga akan menimbulkan berbagai macam penyakit dan keterbatasan sehingga kehidupan lanjut usia menjadi kurang sejahtera. Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, menyebutkan batasan usia lanjut usia adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo, 2007).
Proporsi penduduk lanjut usia di Indonesia terus meningkat, hal ini dapat dilihat pada hasil sensus penduduk tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia berjumlah 7,79 % dari jumlah total penduduk 231 juta jiwa, sedangkan tahun 2010 jumlah penduduk lanjut usia berjumlah 7,82 % dari jumlah total penduduk 237.641.326 jiwa, jumlah ini meningkat sekitar 7,93 % dari tahun 2000, dan diperkirakan jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun (Badan Pusat Statistik, 2010). Penduduk lanjut usia di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2010 berjumlah 7, 04 % dari jumlah total penduduk 43.053.732 jiwa dan khususnya di Kota Depok jumlah penduduk lanjut usia berjumlah 4,74 % dari jumlah total penduduk 1.736.565 jiwa (BAPPEDA, 2010). Kelurahan Cisalak Pasar merupakan salah satu kelurahan yang berada di
wilayah kecamatan Cimanggis Kota Depok Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebanyak 17.919 jiwa dengan perincian penduduk laki-laki berjumlah 9.417 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 8.502 jiwa yang tersebar dalam 9 RW (Laporan Tahunan Kelurahan Cisalak Pasar, 2012). Jika dilihat dari jumlah penduduk tersebut, penduduk lanjut usia yang ada di Kelurahan Cisalak Pasar untuk usia ≥ 60 tahun adalah 909 jiwa (5,07 %). Besarnya jumlah penduduk lanjut usia yang ada di Kelurahan Cisalak Pasar akan mempengaruhi status kesehatannya, dimana lanjut usia membutuhkan perhatian khusus baik dari keluarga maupun lingkungan disekitarnya dalam meningkatkan derajat kesehatannya.
Sejalan dengan bertambahnya usia, akan terjadi penurunan fungsi-fungsi dari sistem tubuh dan terjadi berbagai faktor risiko disertai timbulnya beberapa penyakit kronis yang dapat dialami oleh lanjut usia. Menurut Darmojo dan Martono (2006), penyakit yang umumnya dialami oleh lanjut usia adalah hipertensi, reumatik, stroke, dan penyakit jantung. Kondisi yang dialami oleh lanjut usia sesuai dengan pertambahan usia dan perubahan-perubahan fungsi tubuh menyebabkan lanjut usia dikategorikan dalam kelompok populasi rentan (Vulnerable populations).
Populasi rentan (Vulnerable populations) dapat diartikan sebagai kelompok sosial yang berhubungan dengan keterbatasan sumber daya dan relative berisiko tinggi terhadap angka kesakitan dan kematian yang lebih cepat (Flaskerud & Winslow, 1998 dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Sedangkan menurut Atkinson (2000) populasi rentan merupakan kelompok yang mengalami risiko yang lebih tinggi dari kemiskinan dan pengucilan sosial dari populasi umum lainnya. Menurut Allender dan Spradley (2010), dalam Alvita (2013) kerentanan manusia merupakan suatu kondisi yang digambarkan oleh faktor income, pendidikan, umur yang disertai penyakit kronik, HIV, penyakit mental, alkohol, familial abuse, ataupun immigrant.
Swanson dan Nies (1997) mendefinisikan populasi rentan sebagai kondisi dimana terpapar atau tidak terlindungi dari masalah kesehatan dan lingkungannya dengan karakteristik rentan terhadap fisik, psikologis, sosial dan ekonomi yang bersumber dari penyakit. Faktor lingkungan yaitu sosial dan ekonomi terjadi karena berkurangnya pendapatan dan pensiunan sehingga berkurangnya penghasilan untuk melakukan pengobatan, selain itu kesepian karena ditinggal oleh pasangan dan adanya isolasi sosial akibat keterbatasan untuk bersosialisasi dengan masyarakat yang lain, perubahan psikologis akibat stres yang timbul karena perubahan dalam hidup sehingga menimbulkan kecemasan, kemarahan dan depresi (Miller, 2004; Mubarok, Santoso, Rozikin & Patonah, 2006).
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kerentanan sehingga bersifat multidimensi meliputi : keterbatasan sumber daya, status kesehatan, risiko kesehatan, dan marjinalisasi. Penuaan yang terjadi pada lanjut usia mengakibatkan ketidakmampuan untuk menjadi produktif, sehingga terjadi penurunan pendapatan dan tergantung dengan orang lain. Seseorang yang tidak memiliki sumber dana untuk membayar pengobatan akan menurunkan minat dan terbatasnya kemampuan untuk mendapatkan sumber dana atau memperoleh pekerjaan guna memperbaiki keadaan yang dialaminya. Pendidikan juga sangat berperan penting dalam status kesehatan. Tingkat pendidikan yang tinggi akan mendapatkan informasi yang lebih banyak tentang gaya hidup yang sehat (Stanhope & Lancaster, 2004). Usia yang semakin bertambah dan terjadinya proses menua, menurut Miller (2004) merupakan salah satu akibat konsekuensi negatif yang terjadi pada sistem kardiovaskular sehingga menimbulkan penyakit kronik seperti hipertensi.
Hipertensi merupakan suatu penyakit yang terjadi pada lanjut usia dan tidak menular serta dapat berisiko timbulnya penyakit yang lain seperti penyakit jantung, penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dengan semakin tinggi tekanan darahnya, maka makin besar resikonya (Price & Wilson, 2003). Menurut Giudice, Pompa, dan Aucella (2010) hipertensi merupakan faktor
risiko utama kardiovaskular yang berkaitan dengan tekanan darah tinggi, stroke, dan kardiovaskular (CV) yang menyebabkan kematian pada semua kelompok umur. Pada lanjut usia tekanan darah sistolik meningkat karena adanya kekakuan arteri yang dihasilkan oleh perubahan struktural dinding arteri yang terjadi dengan penuaan.
Meiner dan Lueckenotte (2006) menjelaskan bahwa dampak masalah atau gangguan hipertensi pada lanjut usia dapat berupa gangguan fungsi fisik, psikologis, dan sosial ekonomi. Gangguan fungsi fisik yang dapat terjadi seperti tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari, menderita suatu penyakit dan mengalami gangguan tidur. Gangguan psikologis seperti merasa tidak senang dan bahagia dalam masa tuanya karena berbagai kebutuhan hidup dasar tidak terpenuhi, merasa sangat sedih, dan cemas terhadap keadaan lingkungannya. Dampak sosial dapat menyebabkan kurangnya hubungan sosial antara lanjut usia dengan masyarakat dan dampak ekonomi yaitu berupa kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Penyakit tidak menular yaitu hipertensi, pada tahun 2005 telah menyumbangkan kematian sebesar 28% dari seluruh kematian yang terjadi di kawasan Asia Tenggara (WHO, 2001). Penyakit yang sering dijumpai dan meningkat seiring dengan pertambahan usia adalah hipertensi dengan prevalensi nasional penyakit hipertensi berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan yaitu 7,2%. Sedangakan prevalensi penyakit hipertensi pada lanjut usia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah usia 55-64 tahun sebesar 17,2%, usia 65-74 tahun sebesar 22,3% dan usia 75 tahun lebih sebesar 23,3%. Prevalensi penderita hipertensi di Jawa Barat sebesar 8,8 % dan perilaku meminum obat hipertensi sebesar 9,1 % (Laporan RISKESDAS, 2007).
Data Dinas Kesehatan Kota Depok menyebutkan prevalensi hipertensi pada lanjut usia di daerah Depok sebesar 24,9%, sedangkan lanjut usia yang melakukan perawatan dan pengobatan hipertensi sejak bulan Juni – Juli 2012
di Puskesmas Cimanggis berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Depok sebanyak 137 lanjut usia dengan kategori usia pralanjut usia dan lanjut usia. Hasil laporan kegiatan posbindu pada tahun 2012 di Kelurahan Cisalak Pasar didapatkan penderita hipertensi pada lanjut usia sebanyak 140 orang, sedangkan menurut Nuraini (2012) penderita hipertensi pada lanjut usia di kelurahan Cisalak Pasar sebanyak 145 orang (15 % dari jumlah penduduk lanjut usia 941 jiwa yang berusia diatas 60 tahun). Berdasarkan data Posbindu Kelurahan Cisalak ± 3 bulan terakhir yaitu bulan Januari-Maret 2013 jumlah lanjut usia yang mengalami hipertensi sebanyak 172 lanjut usia (19% dari jumlah penduduk lanjut usia 909 jiwa). Sedangkan jumlah keluarga yang merawat lanjut usia hipertensi dirumah adalah 165 keluarga. Berdasarkan data diatas dapat dilihat adanya peningkatan jumlah penderita hipertensi per tahunnya. Lanjut usia dalam meningkatkan derajat kesehatannya membutuhkan bantuan keluarga sebagai orang terdekat dalam hal mengendalikan hipertensi selama dirumah, sehingga angka kesakitan dan kematian akibat hipertensi di komunitas dapat berkurang.
Pencegahan primer merupakan salah satu cara untuk mengendalikan hipertensi di masyarakat khususnya dalam keluarga. Pencegahan primer dari hipertensi esensial terdiri atas mempertahankan berat badan ideal, diet rendah garam, mengurangi stres dan latihan aerobik secara teratur (Stanley & Beare, 2007). Pengendalian hipertensi yang dikemukakan oleh Edelman dan Mandle (2010) mengacu pada konsep intervensi promosi kesehatan dapat dilakukan dengan cara pemantauan tekanan darah, diet, olah raga, dan manajemen stress. Hal ini serupa dengan pendapat dari the Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (2004) bahwa modifikasi gaya hidup untuk
mengendalikan hipertensi dapat dilakukan dengan cara menurunkan berat badan, diet (lemak dan natrium/sodium), aktivitas fisik, dan menghindari alkohol.
Menurut Santoso (2012) penurunan tekanan darah 2 mmHg bisa mengurangi 7 % serangan jantung dan 10 % risiko kematian akibat stroke, oleh karena itu perlu adanya kedisiplinan dalam mengontrol tekanan darah secara rutin. Pengontrolan tekanan darah dapat dilakukan di rumah atau di klinik, hal ini sesuai dengan pendapat Mault (2005) yang menjelaskan bahwa pemantauan tekanan darah tinggi di rumah merupakan kunci utama dalam mengendalikan tekanan darah sehingga tidak berakibat pada penyakit yang lebih parah seperti penyakit jantung atau stroke.
Menurut Heller (2013) diet bagi penderita hipertensi dengan program the
Diaetary Approaches to Stop Hypertension (DASH) telah terbukti menurunkan tekanan darah hanya dalam 14 hari, bahkan tanpa menurunkan asupan sodium, selain itu diet DASH dapat membantu meningkatkan respon terhadap obat-obatan, dan membantu menurunkan tekanan darah pada orang yang tekanan darahnya cukup tinggi, termasuk orang-orang dengan prehipertensi. Program DASH dapat menurunkan tekanan darah sistolik 8-14 mmHg. Diet rendah garam tidak lebih dari 2.300 mg per hari atau kurang akan menurunkan tekanan darah 5-10 mmHg (Martin, 2008; Lionakis, Mendrinos, Sanidas, 2012; Mayo Clinic Staff, 2012).
Geffken et all (2001) dalam Edelman dan Mandle (2010) menjelaskan bahwa aktivitas fisik secara teratur dapat membantu menjaga independensi fungsional dan meningkatkan kualitas hidup seluruh proses penuaan dengan memberikan manfaat pada orang dewasa tua yang sehat dan sakit kronis. Hasil penelitian menjelaskan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi, dengan berolah raga secara rutin 3 kali setiap akhir pekan selama 30-60 menit dapat menurunkan tekanan darah sampai 9 mmHg (Martin, 2008; Muliyati, Syam, Sirajuddin, 2011).
Wellmark (2009) menjelaskan bahwa bila sistem saraf terkena rangsangan stres, tubuh akan melepaskan hormon stres yang meningkatkan tekanan darah sehingga menimbulkan stressor. Manajemen stress yang dapat dilakukan oleh
penderita hipertensi yaitu dengan latihan fisik, tidur yang cukup, dukungan sosial, mengembangkan kesadaran diri, perubahan perilaku kognitif, komunikasi yang asertif, empati, praktek spiritual dan kesenangan atau humor (Edelman & Mandle, 2010; Wellmark, 2009).
Menurut survey yang telah dilakukan oleh Nuraini (2012) saat praktik aplikasi Keperawatan Komunitas pada 86 lanjut usia yang mengalami hipertensi pada bulan Oktober 2012 di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Depok didapatkan hasil yaitu tentang pengendalian hipertensi pada keluarga dengan lanjut usia menunjukkan masih kurangnya perilaku/tindakan perawatan hipertensi pada lanjut usia hipertensi (44,2 %), makan makanan yang berlemak sebesar 25,6 %, sering makan makanan yang mengandung garam sebesar 30,2 %, sering makan makanan yang diawetkan sebesar 15,1%, sering minum kopi sebesar 20,9 %, tidak melakukan olahraga secara teratur sebesar 26,7 %, dan sering marah-marah saat stres sebanyak 34,9%. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Nuraini (2012) di Kelurahan Cisalak Pasar tentang perilaku perawatan hipertensi sebesar 36 % kurang baik terhadap perawatan hipertensi (n = 136 responden).
Keluarga sebagai orang yang terdekat dengan lanjut usia berfungsi untuk memberikan asuhan dan pemenuhan kebutuhan sehari-hari lanjut usia khususnya dalam upaya mengendalikan hipertensi yang dialami oleh lanjut usia. Menurut Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, dan Hanson (2010) perubahan yang terjadi pada perilaku kesehatan keluarga berhubungan dengan karakteristik keluarga yang meliputi status sosioekonomi dan pendidikan keluarga. Status sosioekonomi berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam keluarga. Status sosioekonomi keluarga yang baik akan meningkatkan kemampuan dalam memodifikasi gaya hidup yang lebih baik.
Tingkat pendidikan keluarga dan pekerjaan merupakan hal yang juga dapat berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Tingkat pendidikan yang tinggi mempermudah seseorang untuk
menerima informasi dan mengubah gaya hidup yang sehat (Stanhope & Lancaster, 2004). Karakteristik keluarga yang beraneka ragam, akan sangat mempengaruhi perilaku keluarga dalam mengendalikan hipertensi pada anggota keluarganya khususnya lanjut usia selama berada di rumah.
Menurut Turner (1970), dalam Friedman, Bowden, dan Jones (2003) keluarga merupakan sebuah perkumpulan dari berbagai fungsi yang saling berinteraksi dan saling bergantung dalam keadaan keseimbangan yang dinamik. Menurut ahli struktural-fungsional, keluarga merupakan suatu fungsi dasar lembaga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini. Fungsi keluarga didefinisikan secara umum sebagai hasil akhir dari struktur keluarga, dengan kata lain fungsi keluarga sebagai apa yang dilakukan oleh keluarga (Freidman, Bowden, & Jones, 2003). Terdapat lima fungsi keluarga yang saling berhubungan erat dalam pelaksanaan pengkajian dan intervensi keluarga yaitu ; fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, dan fungsi perawatan kesehatan. Namun dalam penelitian ini hanya empat fungsi keluarga yang diteliti yaitu fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan kesehatan. Sedangkan fungsi reproduksi tidak diteliti karena tidak sesuai dengan fenomena yang ada di wilayah penelitian.
Fungsi afektif merupakan fungsi internal yang dilakukan keluarga dalam memberikan perlindungan psikososial dan memenuhi sosioemosional anggota keluarga (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Menurut Murwani (2007), keluarga melaksanakan fungsi afektif dengan cara saling mengasuh, cinta kasih, saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang, saling menghargai, dan adanya ikatan serta terindentifikasinya ikatan keluarga.
Fungsi sosialisasi adalah proses perkembangan atau perubahan yang dijalani seseorang sebagai hasil interaksi sosial dan pembelajaran sosial (Gecas, 1979 dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Stevens (2001) dalam McMurray (2003) menjelaskan bahwa proses beradaptasi dengan penuaan berkaitan
dengan hubungan sosialnya, keluarga diharapkan mampu membantu lanjut usia dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
Menurut Friedman, Bowden, dan Jones (2003) fungsi ekonomi dalam keluarga yaitu bertanggung jawab dan membantu anggota keluarga memperoleh sumber-sumber komunitas yang sesuai serta dapat memberikan informasi, pekerjaan, konseling dan bantuan keuangan yang dibutuhkan. Keluarga yang produktif dapat membantu dan menghasilkan uang untuk menyokong kegiatan finansial didalam keluarga (Notoatmojo, 2007).
Fungsi perawatan kesehatan merupakan fungsi yang dilakukan keluarga dalam memberikan promosi kesehatan dan perawatan kesehatan preventif, serta berbagi perawatan terhadap anggota yang sakit yang terjadi khususnya melalui lingkungan dan modifikasi gaya hidup dan komitmen personal ( Pratt, 1982 dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Menurut Ali (2006) keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan asuhan kesehatan untuk anggota keluarganya.
Menurut BKKBN (2007) dengan memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak dan mempunyai hubungan serasi, seimbang dan selaras antar anggota keluarga serta anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya, serta menerapkan fungsi-fungsi yang seharusnya berjalan didalam kehidupan keluarga merupakan cerminan dari suatu keluarga yang sejahtera. Salah satu cara untuk menggambarkan aspek fungsional keluarga adalah dengan melihat unit yang terdiri dari kedekatan seseorang, interaktif, dan saling tergantung dengan beberapa nilai, tujuan, sumber daya, tanggung jawab, keputusan, dan komitmen dari waktu ke waktu (Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo & Hanson, 2010).
Hasil studi pendahuluan terhadap 10 keluarga yang merawat lanjut usia yang menderita hipertensi di RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cisalak Pasar, didapatkan data-data sebagai berikut : Enam keluarga berpendidikan rata-rata
rendah dan memiliki pendapatan yang kurang dari UMR Kota Depok. Tujuh keluarga masih menyediakan makanan yang asin untuk lanjut usia dan jarang memotivasi atau menemani lansia untuk berolah raga. Empat keluarga menyisihkan sebahagian uang untuk lanjut usia dan menemani lanjut usia ketika ada masalah. Delapan lansia sering mengontrol tekanan darahnya di posbindu, bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, dan melakukan sosialisasi dengan orang lain saat kegiatan posbindu dan pengajian.
Berdasarkan data diatas masalah pelaksanaan fungsi keluarga dalam pengendalian hipertensi pada lanjut usia masih belum optimal. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan karakteristik keluarga serta masih kurangnya keperdulian keluarga menjalankan fungsi-fungsi keluarga dalam memberi asuhan perawatan terhadap pengendalian hipertensi kepada anggota keluarga khususnya lanjut usia selama di rumah. Pengendalian hipertensi oleh lanjut usia dengan didukung oleh keluarga selama di rumah sangat penting agar dapat mengurangi angka kesakitan atau kematian akibat dari penyakit hipertensi di komunitas.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan kajian tentang “Hubungan antara karakteristik dan fungsi keluarga dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak Pasar
Cimanggis Depok”.
1.2 Rumusan Masalah
Data Dinas Kesehatan Kota Depok melaporkan bahwasanya adanya peningkatan prevalensi hipertensi pada lanjut usia di daerah Depok sebesar 24,9%. Menurut laporan posbindu Kelurahan Cisalak Pasar penyakit yang banyak diderita oleh lanjut usia adalah penyakit hipertensi. Kejadian hipertensi yang ada di Kelurahan Cisalak Pasar meningkat dari 15 % dari 941 lanjut usia tahun 2012 menjadi 19 % pada akhir Maret 2013 dengan jumlah penduduk lanjut usia 909 jiwa. Selain itu, masih ada lanjut usia hipertensi yang tinggal terpisah dengan keluarganya. Keluarga yang merawat lanjut usia
hipertensi di Kelurahan Cisalak Pasar hanya berjumlah 165 keluarga dari 172 lanjut usia yang menderita hipertensi.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan terhadap 10 keluarga dengan lanjut usia yang menderita hipertensi di RW 01 dan RW 02 Kelurahan Cisalak Pasar didapatkan bahwa masih banyak keluarga yang belum menjalankan fungsinya secara optimal. Hal ini terjadi karena masih kurangnya kepedulian keluarga terhadap anggota keluarga lain khususnya lanjut usia dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Begitu juga dengan lanjut usia yang masih kurang dalam mempraktekkan gaya hidup yang sehat dalam menangani masalah kesehatan khususnya penyakit hipertensi. Hal ini juga didasari dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nuraini (2012) di Kelurahan Cisalak Pasar bahwa perilaku perawatan kesehatan khususnya pada penyakit hipertensi masih kurang baik yaitu 36 % (n = 136 responden).
Penelitian ini terkait dengan karakteristik keluarga yang mempengaruhi perawatan kesehatan di rumah yaitu pendidikan dan pendapatan keluarga, selain itu juga diteliti tentang fungsi keluarga berupa fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan kesehatan dalam pengendalian hipertensi pada lanjut usia. Hasil survey peneliti, menyimpulkan bahwa belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya tentang fungsi keluarga dengan pengendalian hipertensi sehingga dalam upaya pelaksanaan program promosi kesehatan oleh petugas kesehatan dengan pemberdayaan keluarga masih belum optimal dilakukan, hal ini dikarenakan belum adanya motivasi dan kepedulian keluarga dalam upaya pengendalian hipertensi selama di rumah. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti dan
mengetahui “Apakah ada hubungan antara karakteristik dan fungsi keluarga
dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak Pasar
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan antara karakteristik dan fungsi keluarga dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Depok.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah agar dapat diketahuinya : 1.3.2.1 Karakteristik keluarga meliputi pendidikan, dan pendapatan
keluarga.
1.3.2.2 Fungsi keluarga mencakup fungsi afektif, fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi perawatan kesehatan.
1.3.2.3 Gambaran pengendalian hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak pasar Cimanggis Depok.
1.3.2.4 Hubungan pendidikan keluarga dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Depok. 1.3.2.5 Hubungan pendapatan keluarga dengan pengendalian hipertensi
pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Depok. 1.3.2.6 Hubungan fungsi afektif keluarga dengan pengendalian
hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak pasar Cimanggis Depok.
1.3.2.7 Hubungan fungsi sosialisasi keluarga dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Depok.
1.3.2.8 Hubungan fungsi ekonomi keluarga dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak pasar Cimanggis Depok.
1.3.2.9 Hubungan fungsi perawatan kesehatan keluarga dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak pasar Cimanggis Depok.
1.3.2.10 Komponen karakteristik dan fungsi keluarga yang paling dominan berhubungan dengan pengendalian hipertensi pada lanjut usia di Kelurahan Cisalak pasar Cimanggis Depok
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak yang terlibat baik dalam pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan komunitas maupun untuk pelayanan keperawatan.
1.4.1 Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Dan Pelayanan Kesehatan
1.4.1.1 Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar pengembangan praktik dan pembelajaran keperawatan dalam hal riset ilmu keperawatan khususnya keperawatan komunitas pada aggregat lanjut usia tentang faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi keluarga dalam merawat lanjut usia dengan hipertensi.
1.4.1.2 Hasil penelitian diharapkan berguna bagi pelayanan keperawatan di puskesmas sebagai upaya promosi kesehatan yang bersifat home care dengan pemberdayaan keluarga terkait dengan pengendalian penyakit hipertensi.
1.4.2 Bagi Masyarakat
1.4.2.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kesehatan masyarakat pada lanjut usia sehingga adanya perhatian dan keaktifan masyarakat dalam upaya promosi kesehatan khususnya untuk penyakit hipertensi dalam komunitas.
1.4.2.2 Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi gambaran bagi keluarga dalam menjalankan fungsi-fungsi dalam keluarga terhadap penanganan hipertensi selama di rumah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan tentang konsep-konsep yang terkait dengan variabel-variabel dalam penelitian, antara lain : konsep lanjut usia termasuk didalamnya konsep lanjut usia sebagai kelompok rentan, konsep hipertensi pada lanjut usia, dan konsep karakteristik dan fungsi keluarga. Penjabaran konsep-konsep tersebut akan memberikan gambaran dan pemahaman tentang variabel-variabel penelitian yang akan membantu dalam pembahasan hasil temuan penelitian.
2.1 Populasi Lanjut Usia Sebagai Kelompok Rentan 2.1.1 Pengertian
Kelompok rentan merupakan suatu kelompok yang kurang mampu untuk meningkatkan kesehatan dan menimbulkan akibat yang lebih serius dari paparan beberapa resiko. Akibat yang buruk dari paparan faktor resiko terhadap populasi rentan diantaranya : kesehatan yang buruk, penyakit kronik, dan keputusasaan (Smedley, Stith, & Nelson, 2002; Lundy & James, 2010). Sedangkan menurut Atkinson (2000) populasi rentan merupakan kelompok yang mengalami risiko yang lebih tinggi dari kemiskinan dan pengucilan sosial daripada populasi umum lainnya.
Menurut Roger (1997), dalam Mary (2002) kerentanan dipengaruhi oleh persepsi pribadi dan dapat ditentukan oleh beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, ras, etnis, dukungan sosial, pendidikan, penghasilan, dan perubahan kehidupan, sehingga perawat dapat mengembangkan alat untuk mengukur kerentanan guna meningkatkan pencegahan atau prediksi masalah kesehatan. Selanjutnya Aday (2001), dalam Stanhope dan Lancaster (2004) menjelaskan bahwa populasi lanjut usia memiliki peluang yang lebih besar mengalami suatu penyakit karena proses penuaan menjadi kelompok rentan dan dipengaruhi oleh multidimensi dimana terdapat beberapa faktor yang berkontribusi didalamnya.
Populasi rentan dapat diartikan sebagai kelompok sosial yang berhubungan dengan keterbatasan sumber daya dan relative berisiko tinggi terhadap angka kesakitan dan kematian yang lebih cepat. Populasi rentan memiliki karakteristik tersendiri sehingga dapat dinilai adanya masalah yang merugikan kesehatan (Flaskerud & Winslow, 1998 dalam Stanhope & Lancaster, 2004).
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, populasi lanjut usia sebagai kelompok rentan merupakan kelompok yang kurang memiliki sumber daya dan sangat berisiko tinggi terjadi suatu penyakit yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia lanjut, kurangnya penghasilan, perubahan kehidupan sehingga interaksi dari beberapa faktor tersebut menjadikan lanjut usia mengalami kerentanan terhadap status kesehatan yang lebih besar. Kerentanan tidak hanya dialami oleh kelompok lanjut usia tersebut, namun akan mempengaruhi keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
2.1.2 Karakteristik vulnerable pada lanjut usia
Menurut Swanson dan Nies (1997) populasi rentan sebagai kondisi dimana terpapar atau tidak terlindungi dari masalah kesehatan dan lingkungannya dengan karakteristik rentan sebagai berikut :
2.1.2.1 Kondisi fisik
Kondisi fisik berhubungan dengan faktor biologis yang mencakup genetik dan fisiologi (Cronin et all, 2011; Stanhope & Lancaster, 2004; Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, & Hanson 2010). Menurut Swanson dan Nies (1997) penyakit koardiovaskular berkaitan dengan genetik atau fisiologi yang dapat diturunkan pada generasi berikutnya di dalam keluarga. Kejadian arterioskerosis dan perubahan pada sistem kardiovaskular terkait dengan proses penuaan dapat meningkatkan risiko seorang lanjut usia mengalami penyakit jantung dan hipertensi (Stanhope & Lancaster, 2004; Miller, 2004).
2.1.2.2 Kondisi psikologis
Keadaan psikologis keluarga dengan lanjut usia yang rentan dinilai dari pengalaman, kondisi kesehatan atau adannya dinamika disfungsional keluarga, keadaan stress, koping yang digunakan keluarga, tingkat kemampuan diri ketika terjadi perubahan hidup, dan kemampuan dalam menghadapi kecemasan (Berne et al, 1991 dalam Stanhope & Lancaster, 2004; Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, & Hanson, 2010).
2.1.2.3 Kondisi sosial ekonomi
Faktor lingkungan yaitu sosial dan ekonomi terjadi karena berkurangnya penghasilan dan pensiunan sehingga berkurangnya penghasilan untuk melakukan pengobatan, selain itu kesepian karena ditinggal oleh pasangan dan adanya isolasi sosial akibat keterbatasan untuk bersosialisasi dengan masyarakat yang lain, perubahan psikologis akibat stress yang timbul karena perubahan dalam hidup sehingga menimbulkan kecemasan, kemarahan dan depresi (Miller, 2004; Mubarok, Santoso, Rozikin & Patonah, 2006).
Menurut Flaskerud dan Winslow (1998), dalam Stanhope dan Lancaster (2004) populasi lanjut usia sebagai kelompok rentan dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :
2.1.2.1 Sumber Sosial Ekonomi
Penelitian terdahulu telah membuktikan adanya hubungan atau saling keterkaitan antara indikator status sosial ekonomi seseorang dengan indikator status kesehatan. Penilaian status kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari tindakan yang dilakukan dalam sosial ekonomi saja, akan tetapi juga berhubungan dengan ukuran dari level populasi itu sendiri. Seseorang yang tidak memiliki sumber dana untuk membayar pengobatan dianggap sebagai orang fakir. Anggapan tersebut akan menurunkan minat dan terbatasnya kemampuan untuk mendapatkan sumber dana atau memperoleh pekerjaan guna
memperbaiki keadaan yang dialaminya.
Status sosial ekonomi lanjut usia dipengaruhi oleh karena hilangnya pekerjaan atau berkurangnya penghasilan serta terputusnya hubungan dengan masyarakat luar. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia tidak memungkinkan mereka untuk memelihara kesehatan secara mandiri sehingga tidak optimalnya dalam pemeliharaan kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Allender dan Spradley (2010) yang menjelaskan bahwa lanjut usia seharusnya sehat apabila mampu memelihara dan memaksimalkan tingkat kesehatan baik dari segi kekuatan fisik, mental, maupun sosial.
2.1.2.2 Status Kesehatan
Perubahan keadaan fisik yang normal pada seseorang akan menjadikan orang tersebut rentan tehadap berbagai penyakit. Kondisi atau masalah kesehatan yang terjadi pada lanjut usia, disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan yang terjadi terkait usia. Perubahan yang terjadi pada lanjut usia ini dapat berupa perubahan fisiologi, psikologi, dan sosial. Perubahan fisiologi terjadi pada seluruh sistem-sistem organ yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi, sehingga berdampak pada kondisi psikososial lanjut usia (Miller, 2004). Lanjut usia memiliki kesulitan dalam memelihara suatu penyakit karena sistem-sistem terutama sistem kekebalan tubuh untuk melindungi tubuh telah hilang keefektifannya dalam menjaga kondisi tubuh.
2.1.2.3 Risiko Kesehatan
Populasi rentan bukan hanya perkumpulan dari berbagai risiko kesehatan saja, akan tetapi juga dianggap sebagai penerima efek-efek dari kejadian berisiko tersebut. Lanjut usia dengan kondisi tubuh yang semakin lemah, tidak mampu melakukan aktivitas
secara mandiri. Lanjut usia dengan sedikit kekuatannya berusaha melakukan suatu tindakan mandiri tanpa memperdulikan akan kemampuan dan keselamatannya misalnya lanjut usia dengan hipertensi dalam melakukan aktivitas yang disenanginya sering mengabaikan kondisi tubuhnya saat itu.
2.1.2.4 Marginalisasi
Keadaan tersebut bukan hanya karena luasnya daerah suatu komunitas, melainkan adanya keterbatasan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan suatu sumber yang mereka butuhkan. Salah satu aspek dari letak yang terpinggirkan adalah tidak memiliki hak untuk memilih. Tanpa memiliki hak, kelompok rentan tersebut tidak memiliki dukungan sosial yang efektif dalam mengelola keadaan kesehatan fisik dan emosional dalam kehidupannya. Kelompok rentan ini memiliki keterbatasan sumber sosial dan ekonomi untuk menangani masalah kesehatannya. Model ketahanan keluarga yang ada memungkinkan bahwa keluarga yang memiliki akses ke sumber daya yang memadai dapat lebih efektif menghadapi stress yang timbul (McCubbin & McCubbin, 1991 dalam Stanhape & Lancaster, 2004).
2.2 Pengendalian Hipertensi Pada Lanjut Usia 2.2.1 Pengertian
Lanjut usia adalah individu yang telah berusia diatas 60 tahun, pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial dan ekonomi (Mubarok, Santoso, Rozikin & Patonah, 2006). Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 (dalam Notoatmojo, 2007) tentang Kesejahteraan Lanjut Usia dengan batasan usianya adalah penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut teori Miller (2004) tentang Functional Consequences Theory, perubahan dan konsekuensi akibat penuaan dapat tejadi pada fungsi psikososial dan fungsi fisiologis, dan usia yang semakin bertambah dan
terjadinya proses menua merupakan salah satu akibat konsekuensi negatif yang terjadi pada sistem kardiovaskular sehingga menimbulkan penyakit kronik seperti hipertensi (Miller, 2004).
Brunner dan Suddarth (2002) menjelaskan tentang pengertian hipertensi yaitu tekanan darah dimana tekanan sistoliknya 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi, merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung koroner, gagal ginjal dan stroke yang dikenal sebagai "silent killer" karena biasanya tidak memiliki gejala dan sering hilang sebelum diketahui penyebabnya (Mault, 2005).
Pendapat yang sama yang dikemukakan oleh Giudice dan Pompa (2010) yang menjelaskan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko utama kardiovaskular yang berkaitan dengan tekanan darah tinggi, stroke, dan kardiovaskular (CV) yang menyebabkan kematian pada semua kelompok umur. Pada lanjut usia tekanan darah sistolik meningkat karena adanya kekakuan arteri yang dihasilkan oleh perubahan struktural dinding arteri yang terjadi dengan penuaan. Menurut Tambayong (1999) hipertensi yang sering terjadi pada lanjut usia dikarenakan adanya peningkatan tekanan sistole tanpa disertai peningkatan tekanan diastol. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sudoyo, dkk (2006) yang menjelaskan tentang peningkatan tekanan darah sesuai dengan peningkatan usia. Sekitar dua pertiga pasien usia 60 tahun dengan hipertensi mempunyai hipertensi sistolik.
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan usia terjadinya penurunan elastisitas dan kemampuan meregang pada arteri besar. Tekanan aorta meningkat sangat tinggi dengan penambahan volume intravaskuler yang sedikit menunjukan kekakuan pembuluh darah pada lanjut usia. Secara hemodinamik hipertensi sistolik ditandai penurunan kelenturan pembuluh arteri besar,
resistensi perifer yang tinggi, pengisian diastolik abnormal, dan bertambah masa ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik (Darmojo & Martono, 2006). Lanjut usia yang menderita hipertensi dipengaruhi oleh tekanan sistolik dan diastolik output jantung, volume intravaskuler, dan aliran darah ke aktivitas ginjal plasma renin yang lebih rendah serta terjadinya resistensi perifer. Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan bertambahnya norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem reseptor beta adrenergik sehingga berakibat penurunan fungsi relaksasi otot pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri , 2008).
Pendapat yang sama yang dikemukakan oleh Sudoyo dkk (2006) yang menjelaskan bahwa tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dengan tekanan darah diastol > 90 mmHg disebut sebagai hipertensi sistolik terisolasi yang diakibatkan oleh kehilangan elastisitas arteri karena proses menua. Kekakuan aorta akan meningkatkan tekanan darah sistol (TDS) dan pengurangan volume aorta, dan akhirnya menurunkan tekanan darah diastol. Lanjut usia mengalami kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang membawa darah dari jantung menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh darah dan tingginya tekanan darah.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi yang terjadi pada lanjut usia sering disebabkan oleh berbagai perubahan-perubahan dengan adanya pertambahan usia. Batasan tekanan darah tinggi untuk lanjut usia adalah lebih dari 140 mmHg untuk tekanan darah sistolik dan diatas 90 mmHg untuk tekanan darah diastolik.
2.2.2 Komponen Pengendalian hipertensi
Pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Mayo Clinic Staff (2012) upaya nonfarmakologi untuk
mengendalikan hipertensi selama di rumah dapat berupa mengotrol berat badan, berolah raga secara teratur, makan makanan yang sehat, mengurangi garam/diet rendah garam, menghindari alkohol, menghindari asap rokok, mengurangi kafein, mengurangi stress, memonitor tekanan darah dan adanya dukungan keluarga.
Sedangkan menurut Edelman dan Mandle (2010); the Seventh Report
of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (2004) gaya hidup atau
upaya yang dapat dilakukan dalam pengendalian hipertensi terhadap lanjut usia selama dirumah dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, yaitu :
2.2.2.1 Pemantauan tekanan darah
Menurut Mault (2005) pemantauan tekanan darah tinggi di rumah merupakan kunci utama dalam mengendalikan tekanan darah sehingga tidak berakibat pada penyakit yang lebih parah seperti penyakit jantung atau stroke. Pengukuran tekanan darah dirumah biasanya lebih rendah dibandingkan di klinik, hal ini disebabkan kebanyakan dari penderita hipertensi merasa cemas saat berada di klinik dokter (Stowasser, 1999). Menurut Darmojo (2011) target penurunan tekanan darah pada lanjut usia yang sehat adalah sistolik ≤ 130 mmHg, diastolik ≤ 70 mmHg, namun yang lebih nyata tekanan darah dapat diturunkan sampai dengan ≤ 140/80-85 mmHg.
2.2.2.2 Melakukan diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Healt Organization (WHO) juga merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Sedangkan menurut Martin (2008); Lionakis, Mendrinos, Sanidas (2012); Mayo Clinic Staff (2012) diet rendah garam
tidak lebih dari 2.300 mg per hari atau kurang akan menurunkan tekanan darah 5-10 mmHg.
Menurut Petter (2008) konsumsi natrium yang berlebihan akan menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkan cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. Pengaturan menu bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu (1) Diet rendah garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari). (2) Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas. (3) Diet tinggi serat. (4) Diet rendah energi bagi mereka yang kegemukan (Naturindonesia, 2013).
2.2.2.3 Aktivitas fisik/Olah raga
Aktivitas fisik dapat membantu meningkatkan kualitas hidup lanjut usia walaupun terjadi proses menua. Aktivitas fisik maupun olah raga dapat dilakukan lima kali atau lebih selama 30 menit per minggunya. Latihan tersebut dapat mencegah terjadinya peningkatan tekanan darah dan dapat menurunkan tekanan darah seseorang pada level hipertensi yang lebih ringan. Hasil penelitian yang menjelaskan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi, dengan berolah raga secara rutin 3 kali setiap akhir pekan selama 30-60 menit dapat menurunkan tekanan darah sampai 9 mmHg (Martin, 2008; Muliyati, Syam, Sirajuddin, 2011).
pengendalian hipertensi nonfarmakologi yang disebut sebagai pencegahan primer dari hipertensi esensial adalah dengan latihan aerobik secara teratur. Penelitian lain yang dilakukan di Belgia menyimpulkan bahwa latihan aerobik dapat diterapkan sebagai manajemen hipertensi bukan hanya untuk pencegahan saja (Veronique & Robert, 2005).
2.2.2.4 Manajemen stress
Wellmark (2009) menjelaskan bahwa bila sistem saraf terkena rangsangan stress, tubuh akan melepaskan hormon stress yang meningkatkan tekanan darah sehingga menimbulkan stressor. Keberhasilan manajemen stress dapat memperbaiki kualitas hidup dengan meningkatkan kesehatan, koping yang efektif, dan mengurangi konsekuensi yang tidak sehat. Proses ini menghasilkan interaksi yang dinamis terhadap diri sendiri, tubuh, dorongan yang efeknya tidak hanya terjadi pada kesehatan fisik, melainkan juga perilaku emosional (Edelman & Mandle, 2010).
Menurut Stanley dan Beare (2007) pengurangan stress dapat mencegah terjadinya hipertensi esensial, hal ini merupakan salah satu upaya dalam pengendalian hipertensi secara nonfarmakologi. Manajemen stress yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi yaitu dengan latihan fisik, tidur yang cukup, dukungan sosial, mengembangkan kesadaran diri, perubahan perilaku kognitif, komunikasi yang asertif, empati, praktek spiritual dan kesenangan atau humor (Edelman & Mandle, 2010; Wellmark, 2009).
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia
Menurut Darmojo (2011), ada beberapa faktor yang mempengaruhi hipertensi pada lanjut usia yaitu :
akibat proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus : hipertensi glomerelo sklerosis hipertensi yang berlangsung terus menerus.
2.2.3.4 Peningkatan sensitivitas terhadap asupan natrium. Dengan bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan atau penurunan kadar natrium.
2.2.3.5 Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang mengakibatkan hipertensi sistolik.
2.2.3.6 Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.
Menurut Elsanti (2009), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat dikontrol, antara lain:
2.2.3.1 Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol : a. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Proses ini terus berlanjut dimana hormone estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Dari hasil penelitian yang dilakukan Anggraini di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang kabupaten Riau, didapatkan hasil lebih dari
setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar 56,5% (Anggraini, 2009).
b. Umur
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari orang yang berusia lebih muda. Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Hal ini disebabkan pada usia tersebut ginjal dan hati mulai menurun, karena itu dosis obat yang diberikan harus benar-benar tepat. Peter (2009) mengemukakan bahwa kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari arteri-arteri utama terutama aorta, dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Berdasarkan data yang dilaporkan RISKESDAS (2007) terdapat prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur diatas 18 tahun adalah 29, 8 %.
c. Keturunan (Genetik)
Adanya factor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium. Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga (Anggraini dkk, 2009). Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan
hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).
2.2.3.2 Faktor resiko yang dapat dikontrol : a. Obesitas
Pada usia sekitar 50 tahun dan dewasa lanjut asupan kalori mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya aktivitas. Obesitas dapat memperburuk kondisi lanjut usia. Kelompok lanjut usia dapat memicu timbulnya berbagai penyakit seperti arthritis. jantung dan pembuluh darah, hipertensi (Rohendi, 2008).
Tingkat tekanan darah tergantung pada resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung. Cardiac output tubuh adalah refleksi dari volume stroke, ukuran volume darah yang dipompa oleh jantung dan denyut jantung (HR). Cardiac output dari tubuh bertambah seiring bertambahnya berat badan dan menyebabkan hipertensi (Mitra kesehatan, 2013). The Seventh Report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (2004)
merekomendasikan untuk menurunkan berat badan bagi penderita hipertensi, hal ini dikarenakan kehilangan berat badan 10 Kg akan menurunkan tekanan darah 5-10 mmHg. Indeks massa tubuh (BMI) yang normal bagi lanjut usia hipertensi adalah 18,5-24,9 kg/m2, sehingga dapat membantu terkontrolnya tekanan darah.
b. Kurang olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga yang teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu. Kurangnya aktivitas fisik menaikkan risiko tekanan darah tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula kekakuaan yang mendesak arteri (Rohaendi, 2008).
c. Kebiasaan Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort prospektif oleh Bowman (2005) dari Brigmans and Women’s
Hospital, Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang
awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun. Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari (Rahyani, 2007).
d. Mengkonsumsi garam berlebih
Penelitian Sobel et al (1999); Muliyati, Syam, dan Sirajuddin (2007) menyatakan terdapat kaitan antara asupan natrium yang berlebihan dengan tekanan darah tinggi pada individu, dimana tubuh akan meretensi cairan sehingga meningkatkan volume darah. Penelitian yang dilakukan oleh Nunung (2007) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada usia lanjut di wilayah kerja puskesmas Bojongsari kabupaten Brebes menyebutkan bahwa
ada hubungan yang erat (p = 0,004) antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi.
e. Minum alkohol
Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung dan organ organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum alcohol berlebihan termasuk salah satu faktor resiko hipertensi (Marliani, 2007). Menurut The
Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) (2004) dalam Martin (2008) minum
minuman berakohol lebih dari 2 gelas per hari akan meningkatkan tekanan darah, bagi laki-laki batas meminum alkohol adalah kurang dari 2 gelas per hari, sedangkan untuk wanita hanya diperbolehkan 1 gelas per hari.
f. Minum kopi
Menurut Elsanti (2009) faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi mengandung 75–200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Martiani dan Lelyana (2012) tentang faktor risiko hipertensi ditinjau dari kebiasaan minum kopi yaitu subjek yang mengkonsumsi kopi 1-2 cangkir per hari, meningkatkan risiko hipertensi 4,11 kali lebih tinggi (p=0,017) dibandingkan dengan subjek yang tidak minum kopi.
g. Stress
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikkan tekanan darah secara tidak menentu. Stress yang berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah
menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Rohaendi, 2003). Menurut Anggraini (2009) stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan karakteristik personal.
2.3 Karakteristik Keluarga
Keluarga merupakan dua orang atau lebih yang berkumpul bersama oleh suatu ikatan yang saling berbagi dan mempunyai kedekatan emosional dan mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Menurut Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, dan Hanson (2010) perubahan perilaku keluarga dalam mengubah gaya hidup yang lebih sehat dipengaruhi oleh karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan dan penghasilan keluarga.
2.3.1 Pendidikan keluarga
Pendidikan merupakan salah satu aspek dari status sosial yang sangat berkaitan dengan kesehatan karena pendidikan sangat penting untuk membentuk pengetahuan dan perilaku kesehatan keluarga (Hanson, Gedaly-Duff, & Kaakinen, 2005; Friedman, Bowden & Jones, 2003). Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Putri dan Permana (2011) terdapat hubungan antara tingkat pendidikan keluarga dengan fungsi keluarga. Pendidikan yang tinggi dalam suatu keluarga dapat berpengaruh positif, dimana seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan mudah menerima informasi dan mengubah gaya hidup yang sehat (Stanhope & Lancaster, 2004).
2.3.2 Penghasilan keluarga
Status ekonomi diidentifikasi sebagai anggapan keluarga terhadap penghasilan yang diperoleh, jenis pengeluaran utama keluarga, jaminan kesehatan yang dimiliki oleh keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2003). Putri dan Permana (2011) menyimpulkan dalam penelitiannya tentang hubungan fungsi keluarga dengan pekerjaan yang keluarga tekuni bahwa dengan keluarga yang sosial ekonomi yang rendah tidak memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi, sebaliknya pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang tinggi akan mudah mengatasi masalah dan efektif dalam berbagai usaha untuk masyarakat.
2.4 Fungsi Keluarga 2.4.1 Pengertian
Menurut Friedman, Bowden, dan Jones (2003) definisi fungsi keluarga adalah segala hasil yang dilakukan oleh keluarga dalam memenuhi kebutuhan anggota keluarga itu sendiri maupun kebutuhan masyarakat yang lebih luas. Fungsi keluarga juga didefinisikan sebagai perilaku atau aktivitas dari anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga, kebutuhan anggota dan sosial keluarga (Allender, 2010).
Menurut BKKBN (2007), keluarga yang dikatakan sejahtera adalah keluarga yang mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak dan mempunyai hubungan serasi, seimbang dan selaras antar anggota keluarga serta anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya, serta setiap keluarga menerapkan fungsi-fungsi yang seharusnya berjalan didalam kehidupan keluarga. Salah satu cara untuk menggambarkan aspek fungsional keluarga adalah dengan melihat unit yang terdiri dari kedekatan seseorang, interaktif, dan saling tergantung dengan beberapa nilai, tujuan, sumber daya, tanggung jawab, keputusan, dan komitmen dari waktu ke waktu (Kaakinen, Gedaly-Duff, Coehlo, & Hanson, 2010).
2.4.2 Komponen fungsi keluarga
Komponen fungsi keluarga yang saling berhubungan erat dalam aktivitas yang keluarga lakukan (Friedman, Bowden, & Jones 2003) meliputi : 2.4.2.1 Fungsi afektif
Merupakan fungsi internal keluarga yang bertindak sebagai sumber cinta, pengakuan, penghargaan dan dukungan. Komponen fungsi afektif meliputi memelihara saling asuh, membina keakraban, keterkaitan, respon dan pola kebutuhan, dan peran terapeutik. Pendapat yang serupa yang dikemukakan oleh Murwani (2007) menjelaskan bahwa komponen yang perlu keluarga penuhi dalam melaksanakan salah satu fungsi keluarga yaitu fungsi afektif adalah saling mengasuh, cinta kasih, saling menerima, saling mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih sayang, saling menghargai, dan adanya ikatan serta terindentifikasinya ikatan keluarga.
Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Putri dan Permana (2011) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara fungsi afektif dengan kualitas hidup lanjut usia. Menurut Hurlock (2000) perhatian, kasing sayang, perasaan aman akan membantu individu menghadapi masalah-masalah tertentu dengan memastikan keseimbangan emosionalnya. Keseimbangan emosional khususnya lanjut usia akan meningkatkan derajat kesehatannya, sehingga kualitas hidupnya pun menjadi lebih baik.
2.4.2.2 Fungsi sosialisasi
Merupakan proses perkembangan atau perubahan yang dijalani seseorang sebagai hasil interaksi sosial dan pembelajaran sosial (Gecas (1979, dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Saripuddin (2009) bahwa ada hubungan antara fungsi sosial keluarga dengan kenakalan remaja di Kauman Kelurahan Ngupasan Yogyakarta. Dengan sosialisasi,
orang belajar hidup bersama orang lain dalam kelompok sesuai dengan konteks sosial.
Menurut Stevens (2001) dalam McMurray (2003) proses beradaptasi dengan penuaan berkaitan dengan hubungan sosialnya. Keluarga memiliki tanggung jawab dalam fungsi sosialisasi yang diperlukan dan pengalaman pendidikan yang mengharapkan anggota keluarga untuk memikul pekerjaan dalam kelompok yang sesuai dengan status. Keluarga diharapkan mampu membantu lanjut usia dalam beradaptasi dengan lingkungan sosial di sekitarnya.
2.4.2.3 Fungsi reproduksi
Merupakan fungsi yang menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dan masyarakat. Fungsi reproduksi lebih menekankan kepada hubungan pernikahan dan kelahiran anak. Fungsi ini tidak diteliti dikarenakan fokus penelitian ini adalah pada fungsi keluarga dalam pengendalian hipertensi pada lanjut usia, sehingga fungsi reproduksi keluarga dianggap tidak berpengaruh terhadap pengendalian hipertensi pada lanjut usia. Selain itu, tidak terdapatnya fenomena tersebut di daerah Kelurahan Cisalak Pasar Cimanggis Depok sebagai tempat penelitian.
2.4.2.4 Fungsi ekonomi
Merupakan fungsi yang melibatkan keluarga dalam penyediaan sumber daya yang cukup, pengambilan keputusan keluarga dalam pengobatan. Fungsi ini bertanggung jawab membantu keluarga memperoleh sumber-sumber komunitas yang sesuai serta dapat memberikan informasi, pekerjaan, konseling dan bantuan keuangan yang dibutuhkan. Keluarga yang produktif dapat membantu dan menghasilkan uang untuk menyokong kegiatan finansial didalam keluarga (Notoatmojo, 2007).
Menurut Putri dan Permana (2011) dengan berpenghasilan yang tinggi dalam keluarga akan memberi pengaruh yang positif bagi anggotanya, begitu juga sebaliknya. Penghasilan yang diperoleh keluarga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran utama anggota keluarga salah satunya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarganya (Friedman, Bowden, & Jones, 2003).
2.4.2.5 Fungsi perawatan kesehatan
Merupakan komponen penting dalam pemenuhan kebutuhan fisik : makanan, pakaian, hunian dan perawatan kesehatan. Keluarga memberikan promosi kesehatan dan perawatan kesehatan preventif, serta berbagi perawatan terhadap anggota yang sakit. Keluarga memiliki keyakinan bahwa perbaikan utama dan pemeliharaan kesehatan terjadi khususnya melalui lingkungan dan modifikasi gaya hidup dan komitmen personal, peran sentral keluarga dalam mengemban tanggung jawab anggota keluarga (Pratt, 1982 dalam Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Menurut Ali (2006) keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan, dan asuhan kesehatan untuk anggota keluarganya.
Menurut Hitchcock, Schubert, dan Thomas (1999) fungsi perawatan kesehatan keluarga melibatkan dua aspek utama yaitu pemenuhan kebutuhan fisik untuk menjaga kesehatan keluarga dan praktik kesehatan yang mempengaruhi status kesehatan keluarga. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Classen, dkk (2010) diketahui bahwa pengetahuan keluarga tentang riwayat kesehatan keluarga akan memotivasi keluarga untuk meningkatkan perilaku hidup sehat di dalam keluarganya.