BPK Didesak Maksimalkan Audit Keuangan Kota Depok Oleh Masyarakat dan LSM Anti Korupsi
Masyarakat dan sejumlah LSM anti korupsi Kota Depok mendesak agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memaksimalkan tugasnya sebagai lembaga yang mengaudit laporan keuangan tentang proyek infrastruktur yang dianggap rawan terhadap korupsi.
Beberapa poin yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Pengawasan terhadap sejumlah proyek infrastruktur yang dibiayai dana APBD Kota Depok, APBD Provinsi Jawa Barat, dan pemerintah pusat di Kota Depok 2010.
Menurut sejumlah dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) anti korupsi kota Depok, banyak sejumlah proyek infrastruktur yang bermasalah serta rawan korupsi, tapi tak tertangani secara maksimal. Beberapa kasus yang diduga terkait kasus korupsi antara lain . kasus revitalisasi pasar semimodern Kelurahan Cisalak Pasar Kota Depok senilai Rp1,2 miliar, dana sosialisasi, penggelembungan jumlah peserta pelatihan pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana, serta pemalsuan tandatangan yang dilakukan sejumlah pejabat Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Depok senilai Rp2,4 miliar, dan kasus korupsi bidang jalan lingkungan dan Sumber daya air pada Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Kota Depok 2010 bernilai ratusan miliar.
2. Ketegasan dari pihak BPK dan Kejaksaan Negeri
diproses penegak hukum lain sekalipun pelapornya orang dalam. Beda lagi yang terjadi dalam penanganan kasus korupsi bidang jalan lingkungan dan Sumber daya air pada Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Kota Depok 2010, karena penegak hukum hanya fokus kepada bidang jalan dan jembatan maka kasus pun terkesan menjadi aneh.
PEMBAHASAN
Masyarakat serta sejumlah LSM antikorupsi di Kota Depok mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang saat ini sedang memeriksa keuangan
Pemerintah Kota Depok supaya bekerja keras agar laporan keuangan baik dan masyarakat bisa terpuaskan.
"BPK harus menjadi 'setannya pemerintah' dalam memeriksa pembiayaan penerimaan daerah, " kata kata juru bicara masyarakat dan LSM Kota Depok Murthada Sinuraya, Selasa (3/5). Ia mengaku banyak proyek infrastruktur yang dikelola masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kota Depok yang bermasalah serta rawan korupsi, tapi tak tertangani secara maksimal. "Dengan temuan tersebut, kejaksaan negeri tidak punya dalih lagi," ujarnya.
Direktur Forum Riset Ekonomi Sosial dan Humanika Kota Depok dan mantan anggota DPRD Kota Depok itu mencatat sejumlah proyek infrastruktur yang dibiayai dana APBD Kota Depok, APBD Provinsi Jawa Barat, dan pemerintah pusat di Kota Depok 2010 banyak berkasus, namun tidak masuk pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).
Kasus yang tidak masuk pengadilan adalah kasus revitalisasi pasar
semimodern Kelurahan Cisalak Pasar Kota Depok senilai Rp1,2 miliar. Kasus korupsi yang melibatkan pejabat Dinas Tata Ruang Permukiman Kota Depok ini tak masuk pengadilan karena pihak kejaksaan negeri berkilah nilai korupsi belum dihitung BPK.
keramik, pengerukan kotoran lumpur drainase, dan pembuatan lis keramik tangga pasar di lantai dasar atau basemen blok A dan B.
Kasus lain, seperti dana sosialisasi, penggelembungan jumlah peserta pelatihan pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana, serta pemalsuan tandatangan yang dilakukan sejumlah pejabat Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Depok senilai Rp2,4 miliar, pun tak masuk ke pengadilan tipikor meski kasusnya sudah masuk ke Polres Depok dan Kejaksaan Negeri Kota Depok.
Kasus korupsi BPPKB Kota Depok terus menggantung. Polres Depok
mengatakan hanya memeriksa kasus pemalsuan tanda tangan. Padahal, pemalsuan tanda tangan telah menyebabkan timbulnya kerugian negara.
Setali tiga uang, Kejaksaan Negeri menolak memproses kasus korupsi di BPPKB Kota Depok karena sesama penegak hukum tidak boleh menangani perkara yang diproses penegak hukum lain sekalipun pelapornya orang dalam.
Kasus korupsi BPPKB Kota Depok ini dilaporkan orang dalam. Muhamad Yusuf, orang dalam bagian pemberdayaan perempuan BPPKB Kota Depok, melaporkan kasus korupsi berikut barang bukti ke Polres Depok dan Kejaksaan Negeri untuk memudahkan proses hukumnya, 2010 lalu.
Kasus lainnya lagi, kasus korupsi bidang jalan lingkungan dan Sumber daya air pada Dinas Bina Marga Sumber Daya Air Kota Depok 2010 bernilai ratusan miliar belum juga diusut pihak berwenang. Ia mengaku aneh dalam pengusutan kasus korupsi Dinas Bina Marga Sumber Daya Air.
Karena penegak hukum hanya fokus kepada bidang jalan dan jembatan. "Padahal, korupsi paling banyak disoal justru korupsi bidang jalan lingkungan dan sumber daya air," tandasnya.
Sedangkan, kasus korupsi BPPKB Kota Depok tidak bisa diproses karena sudah ditangani pihak kepolisian. "Ada Memorandum of Understanding (MoU) tentang penanganan perkara antara Kejaksaan, Kepolisian, dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh tumpang-tindih," katanya.