• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengeringan pada umumnya digambarkan sebagai proses thermal untuk menghilangkan komponen volatil (air) dari bahan solid (Mujumdar, 1995). Dengan kata lain bahwa pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai batas tertentu. Mujumdar (1995) lebih lanjut mengatakan bahwa terdapat dua proses yang terjadi secara simultan dalam pengeringan yaitu :

% 100 ) (% = × Wkrng Wair bk Ka

1. Transfer energi (panas) dari lingkungan untuk menguapkan air pada permukaan bahan. Pada tahap ini terjadi pengurangan air dari permukaan bahan, dipengaruhi oleh suhu eksternal, kelembaban udara, laju udara, luas permukaan bahan, dan tekanan.

2. Transfer uap air dari dalam bahan ke permukaan bahan yang merupakan subsequen dari proses satu. Pada tahap ini terjadi perpindahan uap air dari dalam bahan yang dipengaruhi oleh sifat fisik bahan, suhu, dan kandungan air.

Menurut Taib et al. (1988) pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat pertumbuhan organisme pembusuk. Ada beberapa keuntungan yang didapat dari pengeringan antara lain adalah berkurangnya volume dan berat, sehingga memudahkan pengangkutan dan penyimpanannya. Selain itu banyak bahan-bahan yang hanya dapat digunakan apabila telah dikeringkan, seperti misalnya biji-bijian, kopi, tembakau dan teh (Winarno et al. 1980). Tapi harus diperhatikan bahwa ketika pengeringan diaplikasikan pada bahan pangan tidak boleh merusak jaringan sel, atau merusak nilai energi yang terkandung didalamnya.

Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan akan mengalami perubahan warna menjadi coklat. Perubahan tersebut disebabkan oleh reaksi pencoklatan non-enzimatis (non-enzymatic browning) yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi maillard. Perlakuan pendahuluan sebelum pengeringan akan mempengaruhi aktivitas enzim terutama enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna menjadi coklat. Pada umumnya enzim tidak tahan terhadap keadaan panas yang lembab terutama diatas suhu maksimum aktivitas enzim tersebut (Muchtadi et al. 1979). Menurut Winarno et al. (1980), reaksi pencoklatan banyak disebabkan oleh reaksi antara asam organik atau asam amino dengan gula pereduksi dimana reaksi ini dapat menurunkan nilai gizi protein yang terdapat dalam bahan pangan.

Dalam bahan pangan air bisa terikat dan bisa juga dalam keadaan bebas. Terdapat dua metode untuk mengilangkan air tidak terikat (air bebas) yaitu dengan evaporasi dan vaporisasi. Evaporasi terjadi ketika tekanan uap pada permukaan bahan sama dengan tekanan atmosfir. Sedangkan vaporisasi

adalah pengeringan dengan cara konveksi, dengan menggunakan udara yang dilewatkan pada bahan yang dikeringkan, dimana uap air akan ditransfer dari dalam produk ke udara dan udara akan membawa uap tersebut. Pada kasus ini tekanan uap air dalam bahan lebih rendah dari tekanan atmosfir (Mujumdar, 1995).

Produk yang mengandung air memiliki reaksi yang berbeda dalam proses pengeringan tergantung dari tingkat kadar airnya. Selama pengeringan tingkat satu, laju pengeringan konstan. Permukaan bahan mengandung air bebas dan pada proses ini terjadi vaporisasi. Pada tahap ini pengeringan terjadi secara difusi. Pada akhir tahap ini air harus tetap ditransfer dari bagian dalam bahan ke permukaan bahan, ini terjadi akibat adanya gaya kapiler, dan laju pengeringan mungkin masih konstan. Pada pengeringan tingkat dua merupakan awal penurunan laju pengeringan, tahap ini berakhir sampai semua cairan yang terdapat pada permukaan film terevaporasi. Tahap ketiga pengeringan terjadi penurunan laju perpindahan air dari dalam bahan. Perpindahan dari satu tahap pengeringan ke tahap pengeringan yang lainnya tidak tajam (Gambar 3) (Mujumdar, 1995).

Gambar 3. Kurva laju pengeringan pada kondisi pengeringan konstan

Laju pengeringan bahan pangan dapat dikatakan sebagai jumlah uap air yang hilang terhadap waktu (Mujumdar, 1995). Dalam pengeringan bahan pangan, tipe alat pengering yang digunakan tergantung dari jenis komoditas yang akan dikeringkan, bentuk produk akhir yang diinginkan, faktor ekonomi dan kondisi operasionalnya. Tipe alat pengering yang umum digunakan

La ju P enge rin gan

Wa ktu Peng e ring a n Ta ha p p erta m a

Ta ha p ke d ua

dalam industri pengolahan bahan pangan hortikultura antara lain oven, drum dryer, cabinet dryer, spray dryer dan pengering rak hampa. Pengering oven merupakan alat pengering yang paling mudah pemeliharaan dan penggunaannya serta rendah biaya operasionalnya. Tray dryer adalah alat pengering yang terdiri dari rak-rak yang disusun bertingkat untuk meletakkan nampan pengering, elemen listrik/pemanas dan kipas angin. Pada alat ini bahan yang ditempatkan dalam nampan pada rak akan dikeringkan dengan udara panas kering dari pemanas yang dialirkan oleh kipas angin berkekuatan 7-15 kaki/detik (Hubeisa, 1984).

Menurut Canovas dan Mercado (1996), komponen dasar dari sebuah pengering adalah feeder, heater, dan collector. Feeder yang digunakan untuk bahan yang basah diantaranya adalah konveyor screw, rotating tables, vibratory trays, dan rorary air locks. Heater atau pemanas terbagi menjadi dua yaitu pemanas langsung dan tidak langsung. Pemanas langsung, udara dipanaskan dengan pembakaran. Sedangkan pemanas tidak langsung produk dipanaskan dengan menggunakan alat pemindah panas (heat exchanger). Collector atau penampung dapat menggunakan tabung, keranjang atau kain.

Fluid-bed drying (FBD) umum digunakan di industri pangan. Dapat dibuat kontinu, pengeringan panngan skala besar tapi tidak akan menyebabkan produk menjadi gosong. Karena laju transfer panas yang tinggi maka Fluid-bed drying merupakan proses yang ekonomis (Heldman dan Lund, 1992). Menurut Devahastin (2001), untuk pengeringan bubuk (antara 50 µm hingga 2000 µm), pengering bed fluidisasi terbukti lebih baik dibandingkan dengan jenis lain, seperti rotari, terowongan, konveyor, atau rak berjalan. Beberapa keuntungan pengering bed fluidisasi dantaranya adalah :

- Laju pengeringan tinggi, karena persentuhan antara partikel dan gas terjadi sangat baik yang menyebabkan tingginya laju pindah panas dan massa. - Luas permukaan aliran lebih kecil.

- Efisiensi panas tinggi, terutama jika bagian energi panas untuk pengeringan diberikan dengan penukar panas internal.

- Biaya investasi dan pemeliharaan lebih rendah dibandingkan dengan pengering rotari

- Mudah dikendalikan

Meskipun demikian, terdapat beberapa keterbatasan pengering bed fluidisasi, seperti :

- Penggunaan tenaga tinggi, karena dibutuhkan untuk mengangkat seluruh bed kedalam fase gas yang mengakibatkan tingginya tekanan jatuh.

- Peningkatan kebutuhan untuk penanganan gas buang untuk menghasilkan operasi berefisien tinggi, terutama saat mengeringkan bahan yang berkadar air tinggi.

- Berpotensi tinggi terhadap keausan, terutama karena kasus granulasi atau aglomerasi.

- Fleksibilitas rendah dan potensi defluidisasi jika bahan umpan terlalu basah.

- Umumnya tidak dianjurkan jika pelarut organik harus dikeluarkan saat pengeringan.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah inti batang sagu (metroxylon sp) diperoleh dari perkebunan milik BPPT yang berada di Cilubang, Desa Balumbang Jaya. Bahan-bahan lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades, heksan, HgO, HCl 0.02 N, H2SO4 pekat, indikator kjeldahl, minyak parafin, NaCl, α-amilase, enzim amiloglukosidase, enzim neutrase, alkohol 80%, petroleum eter, buffer fosfat, etil alkohol 75%, etil alkohol 95%, aseton, 2.5% amonium oksalat, 2.5% asam oksalat, NaOH 4% (w/v), NaOH 17.5 % (w/v) dan NaClO2.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung sagu adalah pisau/golok, mesin pemarut, saringan, tempat pengendapan, disk mill, ayakan, baskom, brabender amilograph, buret, gelas ukur, termometer, timbangan, lap basah, pengaduk/sendok, gelas piala, oven, cawan, desikator, erlenmeyer, cabinet drier dan neraca analitik.

Dokumen terkait