• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. STUDI PUSTAKA

3. Sifat Kimia Tepung Sagu

Analisis sifat kimia tepung sagu dilakukan untuk menentukan kandungan beberapa komponen kimia dalam tepung tersebut. Komponen kimia yang dinanalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar serat makanan. Dengan mengetahui komponen gizi dalam tepung sagu, maka dapat ditentukan bahan pendamping bagi tepung sagu ketika dikonsumsi sehingga kandungan gizinya seimbang.

a. Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam makanan, karena air dapat membuat suatu bahan pangan menjadi baik atau buruk. Keberadaan air dalam bahan pangan akan mempengaruhi bahan pangan tersebut dalam beberapa hal, diantaranya penampakan, penerimaan (acceptability), daya simpan, dan lain-lain.

Tepung termasuk kedalam bahan pangan dengan kandungan air yang rendah. Sehingga tepung memiliki daya simpan yang cukup lama

dibandingkan dengan bahan pangan yang lainnya. Tujuan pembuatan tepung salah satunya adalah untuk mengurangi air yang terkandung dalam bahan, jika kadar air dalam bahan jumlahnya sedikit maka daya simpan bahan tersebut akan lebih lama. Selain itu ada beberapa bahan pangan yang harus dikeringkan sebelum dikonsumsi.

Kadar air pati sagu bervariasi tergantung dari daerah yang memproduksi dan cara pengeringannya. Menurut Ruddle et al. (1978) kadar air dalam pati sagu adalah 36.99 % bk, sedangkan menurut Haryanto dan Pangloli (1992) kadar air dalam pati sagu adalah 16.28 % bk, dan menurut Djoefrie (1996) kadar air dalam pati sagu adalah 13.87 %. Perbedaan tersebut mungkin terjadi karena adanya perbedaan bahan, karena pati sagu ada yang disimpan dalam keadaan basah dan ada yang disimpan dalam keadaan kering.

Dalam analisis yang dilakukan pada tepung sagu diperoleh kadar airnya sebesar 6.79 % bk. Menurut Winarno (1992), penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan aw (water activity). Jika air tipe II dihilangkan seluruhnya, kadar air bahan akan berkisar antara 3 – 7 %, dan kestabilan optimum bahan makanan akan tercapai.

b. Kadar Abu

Kadar abu atau zat anorganik yang terkandung dalam suatu bahan pangan jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan komponen organik dan air. Zat anorganik tidak dapat terbakar dalam proses pembakaran sehingga disebut abu. Abu tersebut tersusun dari unsur mineral, unsur mineral tersebut terdiri dari mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan mineral mikro adalah mineral yang sedikit dibutuhkan oleh tubuh.

Mineral dalam tubuh manusia memiliki fungsi yang berbeda-beda. Misalnya Natrium dan klorida, berfungsi untuk mempertahankan tekanan osmotik sel (Winarno, 1992). Komponen-kompnen mineral yang lainpun memiliki fungsinya masing-masing dalam tubuh.

Pengukuran kadar abu pada tepung sagu diperoleh hasil yang cukup tinggi yaitu sekitar 4.86 % bk. Kadar abu dalam tepung sagu tersebut cukup tinggi jika dibandingkan dengan kadar abu pada pati sagu yang hanya 0.47 % bk (Djoefrie, 1996). Perbedaan kadar abu dalam tepung sagu dengan kadar abu dalam pati sagu cukup signifikan. Hal ini mungkin terjadi karena pada pati sagu mineral atau zat anorganiknya banyak yang larut ketika proses ekstraksi atau terbawa bersama ampas. Dengan demikian tepung sagu cukup baik dalam ketersediaan komponen anorganiknya jika dibandingkan dengan pati sagu. hal tersebut dapat dijadikan sebagai nilai jual lebih bagi tepung sagu.

c. Kadar Protein

Protein merupakan komponen gizi yang cukup penting bagi manusia. Keberadaan protein dalam bahan pangan akan mempengaruhi pola konsumsi gizi seimbang. Sehingga perlu diketahui kadar protein dalam suatu bahan pangan untuk dapat menghitung kecukupan gizinya jika mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno, 1992).

Hasil analisis terhadap tepung sagu diperoleh kadar proteinnya sebesar 0.80 % bk. Kadar protein pada pati sagu adalah 0.27 % bk (Ruddle et al., 1978). Sedangkan menurut Haryanto dan Pangloli (1992) kadar protein pati sagu adalah 0.81 % bk, dan menurut Djoefrie (1996) kadar protein pati sagu adalah 0.80 % bk. Jika dibandingkan antara kadar protein tepung sagu dengan kadar protein pati sagu, perbedaan yang ada tidak terlalu signifikan. Kecuali dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ruddle et al. (1978) dimana kadar proteinnya hanya 0.27 %. Hal ini kemungkinan terjadi karena terdapat perbedaan spesies dan tempat tumbuh tanaman sagu yang di analisis.

Dapat diketahui bahwa kadar protein dalam pati sagu maupun tepung sagu relatif rendah. Oleh karena itu konsumsi sagu harus didukung oleh bahan pangan lain sebagai sumber protein. Bahan pangan lain yang

harus dikonsumsi dengan sagu sebagai penunjang sumber protein diantaranya adalah ikan atau daging. Cara lain untuk melengkapi gizi produk yang akan dibuat dengan menggunakan bahan dasar tepung sagu adalah dengan fortifikasi protein kedalam produk tersebut.

d. Kadar lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga kesehatan manusia. Minyak juga merupakan sumber energi yang yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Lemak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kadar yang berbeda-beda. Lemak dalam jaringan hewan terdapat pada jadingan adiposa. Dalam tanaman lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam proses respirasi. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak, kemudian kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak (Winarno, 1992).

Lemak nabati mengandung fitosterol yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak nabati yang berbentuk cair dapat dibedakan atas tiga golongan yaitu : drying oil yang akan membentuk lapisan keras bila mengering di udara, misalnya minyak yang digunakan untuk cat dan pernis; semi drying oil seperti minyak jagung, minyak biji kapas, dan minyak bunga matahari; dan non drying oil, misalnya minyak kelapa dan minyak kacang tanah. Lemak nabati yang berbentuk padat adalah minyak coklat dan stearin dari minyak kelapa sawit (Winarno, 1992).

Analisis lemak yang dilakukan terhadap tepung sagu menunjukan bahwa kadar lemak dalam tepung sagu adalah 0.60 % bk. Sedangkan kadar lemak pada pati sagu adalah 0.23 % bk (Haryanto dan Pangloli, 1992), (Djoefrie, 1996). Pada proses pembuatan pati sagu melalui proses ekstraksi menggunakan air, sedangkan lemak merupakan komponen yang tidak larut

air. Sehingga dimungkinkan lemak yang terkandung dalam batang sagu sebagian besar tidak terekstrak.

Kadar lemak dalam tepung sagu maupun dalam pati sagu relatif kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan lemak bagi konsumsi sehari- hari. Oleh karena itu, dalam konsumsi sagu perlu didampingi dengan konsumsi bahan pangan lain sebagai sumber lemak.

e. Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi yang paling utama bagi hampir seluruh manusia di dunia, khususnya negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Dalam setiap 1 gram karbohidrat akan dihasilkan energi sebesar 4 kkal, energi yang dihasilkan relatif rendah jika dibandingkan dengan lemak. Karbohidrat merupakan sumber energi yang paling murah jika dibandingkan dengan protein dan lemak. Serat-serat makanan (dietary fiber) juga termasuk kedalam golongan karbohidrat. Dimana serat tersebut berguna bagi pencernaan.

Karbohidrat dan turunannya digunakan secara luas dalam industri makanan dan minuman. Pati mempengaruhi beberapa sifat sensori produk pangan misalnya mouthfeel , rasa, penampakan dan struktur (Murphy, 2000). Beberapa jenis karbohidrat yang bersifat hidrokoloid dapat berfungsi sebagai pengental (saos, sop, es krim, salad dressing), pembentuk gel (kudapan, jam, jely), pengikat (produk daging olahan), emulsifier (saos, mayonnaise), stabilizer emulsi (minuman), dan masih banyak lagi aplikasi karbohidrat dalam produk pangan (Doublier dan Cuvelier, 1996).

Sagu merupakan tanaman penghasil karbohidrat yang cukup tinggi. Di Indonesia bagian timur sagu merupakan makanan pokok penghasil energi. Analisis kandungan karbohidrat dalam tepung sagu dilakukan dengan metode by difference. Dari hasil analisis diperoleh bahwa kandungan karbohidrat sagu adalah 93.74 % bk. Srdangkan kadar karbohidrat yang terkandung dalam pati sagu adalah 97.26 % bk (Ruddle et al., 1987); 98.49 % bk (Haryanto dan Pangloli, 1992), (Djoefrie, 1996).

Karbohidrat yang terkandung dalam tepung sagu lebih rendah jika dibandingkan dengan kandungan karbohidrat dalam pati sagu. hal ini wajar karena dalam tepung sagu terdapat komponen-komponen lain yang jumlahnya lebih tinggi dari pati sagu, misalnya kadar abu dan kadar lemak. Sehingga kadar karbohidratnya lebih rendah.

Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa sagu merupakan sumber karbohidrat yang cukup tinggi. Oleh karena itu sagu dapat digunakan sebagai bahan pangan penghasil karbohidrat. Dalam rangka diversifikasi pangan pokok, sagu dapat dikembangkan menjadi makanan substitusi untuk beras. Jika sagu dikembangkan dengan baik maka pemenuhan kebutuhan karbohidrat tidak akan tertumpu pada beras sebagai sumber utamanya.

f. Kadar Serat Makanan

Serat makanan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Serat-serat tersebut banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-buahan. Serat pada umunya merupakan karbohidrat atau polisakarida (Winarno, 1992). Berbagai jenis pangan nabati pada umumnya banyak mengandungn serat makanan.

Dari hasil analisis diperoleh bahwa tepung sagu memiliki total serat makanan sebesar 10.79 % bk. Menurut Ruddle et al. (1987) kandungan serat dalam pati sagu adalah 0.41 % bk, dan menurut Djoefrie (1996) kandungan serat dalam pati sagu adalah 0.23 % bk. Dalam pati sagu hanya mengandung serat dalam jumlah yang sangat kecil, hal ini karena pati sagu diperoleh dengan cara ekstraksi sehingga serat tidak larut kemungkinan ikut terbuang dengan ampas dan serat larut air akan terbawa oleh air. Sedangkan pada tepung sagu terdapat total serat makanan yang cukup tinggi, karena tepung sagu melalui proses penepungan langsung dari empulur batang sagu yang memungkinkan terpisahnya serat makanan dengan ampas.

Serat makanan terbagi menjadi dua bagian yaitu serat makanan larut air atau Soluble Dietary fiber (SDF) dan serat makanan tidak larut air atau Insoluble Dietary fiber (IDF). Gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa merupakan serat yang termasuk kedalam golongan serat larut air (SDF). Selulosa, lignin, dan pektat merupakan serat yang termasuk kedalam golongan serat tidak larut (IDF). Kandungan IDF dan SDF dalam tepung sagu tidak berbeda jauh, yaitu 4.23 % IDF dan 5.87 % SDF.

Serat makanan memiliki fungsi yang cukup penting bagi pencernaan. Keberadaan serat sangat diperlukan untuk proses pengangkutan makanan dalam usus yaitu memperlancar gerak peristaltik usus. Selain itu serat makanan juga diketahui dapat mencegah beberapa penyakit seperti kanker usus dan penyakit kolesterol. Dengan memperhatikan beberapa hal tersebut dapat dikatakan bahwa tepung sagu memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan pati sagu. kelebihan tersebut dapat dijadikan nilai jual tepung sagu untuk menarik masyarakat agar mengkonsumsi sagu. Sehingga tujuan diversifikasi dapat dicapai.

Dokumen terkait