BAB II TINJAUAN PUSTAKA
B. Tinjauan Umum Tentang Anak Di Luar Kawin/Nikah
1. Pengertian Anak Di Luar Nikah Menurut Hukum
Menurut Hukum Perdata, anak yang lahir di luar perkawinan/perkawinan adalah mereka yang lahir dari seorang perempuan yang tidak mempunyai hubungan perkawinan formal dengan laki-laki yang telah melahirkan anak dalam kandungannya, dan anak tersebut tidak mempunyai keturunan. Secara umum, mereka memiliki kedudukan hukum yang sama dengan anak sah. Anak luar kawin dengan istilah lain adalah anak yang lahir di luar perkawinan yang sah. Perselingkuhan di luar nikah mengacu pada ikatan antara seorang pria dan
11 Trusto Subekti, “Sahnya Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan DiTinjau Dari Hukum Perjanjian”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol.10 No 3, 2010, Hal.333
seorang wanita yang bisa saja memiliki anak meskipun faktanya mereka tidak memiliki hubungan pernikahan formal menurut hukum positif.
Dalam mengatur persoalan anak luar kawin pada prinsipnya ditegaskan dalam hubungan kekeluargaan antara ayah dan ibunya memiliki pengaruh yang sangat besar dari asas perkawinan monogamy yang dianut Kitab Undang-undang Hukum Perdata.Pasal 280 Kitab Undang-Undang-undang Hukum Perdata menganut paham bahwa ikatan keperdataan antara anak yang tidak sah secara biologis dengan orang tua kandungnya tidak terjadi dengan sendirinya.
Akibatnya anak yang tidak diakui oleh orang tuanya secara hukum dianggap tanpa orang tua. Hal ini dikhususkan bagi anak yang lahir dari perzinahan dan anak sumbang sehingga didasarkan pada ketetapan dalam Pasal 272 dan 283 Kitab Undang-undang Hukum Perdata memiliki kedudukan yang tidak bisa disahkan baik melalui pengakuan orang tua ataupun dengan hubungan perkawinan pengecualiann sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 273 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.12
Undang-Undang Perkawinan menjelaskan jika perkawinan yang diakui yaitu perkawinan yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan hukum masing-masing agama dan kepercayaan dari tiap individu dan perkawinannya didaftarkan pada instansi pemerintah yang membidangi dan menangggungjawabi bidangnya. Perkawinan yang tidak dicatatkan pada instansi pemerintah akibatnya tidak mendapatkan pengakuan, perlindungan,
12Ibid Hal.333
atau kepastian hukum dari negara. Hal ini berdampak pada anak yang lahir dari perkawinan tersebut, yang tergolong anak luar kawin yang hanya mempunyai ikatan perdata dengan ibunya. Undang-undang mengenal dua jenis pengakuan anak yaitu :
a. Pengakuan sukarela
Pengakuan sukarela merupakan sebuah pernyataan kesengajaan yang dibuat oleh seseorang, melalui proses hukum, bahwa ia adalah ayah atau ibu dari anak yang lahir dari perkawinan. Anak dan bapak/ibu yang telah mengakuinya membentuk hubungan perdata sebagai akibat dari pengakuan tersebut sesuai dengan Pasal 280 B.W (burgelijk wetboek).
b. Pengakuan dengan paksaan
Putusan pengadilan yang mengidentifikasi ibu atau ayah dari seorang anak yang lahir dari perkawinan disebut sebagai pengakuan dengan paksaan. Akibatnya, keputusan seperti itu tidak dapat dibuat untuk anak-anak yang telah terpapar perselingkuhan dan ketidakharmonisan.
1) Pengakuan oleh ibu
Berdasarkan ketentuan B.W (burgelijk wetboek), dijelaskan bahwa bagi anak dari luar kawin yang tidak diakui oleh ibunya tidak akan menciptakan hubungan perdata dengan ibunya (ada pada Pasal 43
Undang-undang No.1 tahun 1974) yang malah memberi pernyataan dengan keadaan sebaliknya.
2) Pengakuan oleh ayah
Berdasarkan ketentuan B.W (burgelijk wetboek) menjelaskan bahwa melakukan penyelidikan terkait ayah dari seorang anak adalah dilarang (het onderzoek naar het vaderscharp is verboden).
Anak atau keturunan pada umumnya merupakan anak yang lahir ataupun keturunan yang menciptakan ikatan darah atau hubungan antara satu orang dengan orangtua atau leluhurnya ke atas, menurut Kompilasi Hukum Islam. Anak sah merupakan anak yang lahir dalam ataupun dikarenakan perkawinan yang sah menurut Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.13 Pengertian anak yang sah diatur dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan sebagai berikut :
1) Anak yang lahir dan merupakan akibat dari perkawinan yang sah.
2) Hasil pembuahan suami isteri yang sah diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.14
Anak yang lahir di luar ketentuan Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam dianggap sebagai anak di luar perkawinan dalam hukum Islam dan KUH Perdata. Anak luar kawin tidak mempunyai hubungan kekerabatan dengan ayah biologisnya dan hanya memiliki hubungan perdata dengan
13 Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
14 Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam
ibunya dan keluarga ibu. Dijelaskan didalam Pasal 43 Ayat 1 Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya memilikii hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya saja. Seorang anak dianggap sah menurut hukum Islam jika dia lahir dalam waktu enam bulan atau 180 hari dari kontrak pernikahan orang tuanya; anak yang lahir di luar 180 hari dianggap tidak sah. Anak yang lahir di luar perkawinan semata-mata terikat dengan ibunya secara garis keturunan dan tidak mempunyai ikatan kekerabatan dengan bapaknya. Dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 100 yang menyatakan “anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya saja dan keluarga ibunya saja.”15
Adanya keterkaitan hukum diantara anak luar kawin dengan yang mengakuinya memunculkan keharusan bagi mereka yang mengakuinya untuk saling memberi nafkah. Pengakuan tidak dikenal di dalam Hukum.
Anak yang dilahirkan diluar kawin atau anak yang dihasilkan dari kegiatan berzina tidak dapat diubah statusnya menjadi anak luar kawin sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. Anak yang lahir di luar perkawinan hanya boleh meminta nafkah juga pendidikan. Hal ini sesuai dengan Pasal 867 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang berbunyi
15Sarah Adiela Dimyati dan Akhmad Khisni, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pengesahan Anak Diluar Kawin”,2020,Hal.658-659
“Undang-undang memberikan kepada mereka hanya nafkah seperlunya”.
Status anak luar kawin mengakibatkan anak tersebut tidak bisa mendapatkan hak-haknya seperti anak sah.Dalam hukum perdata dikenal pengakuan.Syarat agar anak luar kawin mewaris adalah anak luar kawin tersebut harus diakui dengan sah karena menurut sistem BW asasnya adalah bahwa hanya mereka yang memiliki hubungan hukum dengan si pewaris sajalah yang memiliki hak waris. 16
2. Tata Cara Memperoleh Keabsahan Anak Diluar Nikah
Undang-undang No.23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan yang menyatakan bahwa : “Pasal 50 (1) setiap pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada instansi Pelaksana paling lambat 30 hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan.(2) administrasi kependudukan hanya berlaku bagi anak yang orang tuanya telah melaksanakan perkawinan sah menurut hukum agama dan hukum Negara.(3) berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengesahan anak dan menertebitkan kutipan akta pengesahan anak.17
Sesuai dengan Undang-undang No.23 Tahun 2006 yang dimaksud dengan Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan
16 Ibid Hal.659
17Pasal 50, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan
pengendalian dalam pengendalian dokumen dan data kependudukan melalui pencatatan kependudukan, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan, dan pemanfaatan hasilnya untuk pembangunan umum dan sektor lainnya. Warga negara Indonesia dan orang asing yang tinggal di negara itu membentuk populasi. Penduduk berhak memperoleh dokumen kependudukan, pelayanan yang sama dalam pencatatan kependudukan dan pencatatan sipil, perlindungan data pribadi, kepastian hukum kepemilikan dokumen, informasi data hasil pencatatan kependudukan dan pencatatan sipil bagi dirinya dan keluarganya, serta perlindungan terhadap kehilangan nama baik. akibat kesalahan dalam pendaftaran.
Pada prinsipnya, undang-undang ini secara umum memberikan aturan mengenai Hak dan Kewajiban penduduk, kewajiban penyelenggara dan instasi penanggung jawab, pendaftaran penduduk serta pencatat sipil baik saat Negara dalam keadaan normal atau sebagaian Negara dalam keadaan darurat dan luar biasa.
Keabsahan anak di luar kawin sebagaimana diatur Burgerlijk Wetboek (BW)atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata, sehingga sebagaimana diatur dalam Pasal 27 Burgerlijk Wetboek(BW), berbunyi “Pengesahan anak baik dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya,maupun dengan syarat pengesahan menurut Pasal 247,mengakibatkan bahwa terhadap anak itu akan berlaku ketentuan-ketentuan Undang-undang yang sama seolah-olah anak itu
dilahirkan dalam perkawinan”.18Hal ini diperkuat dengan Putusan Mahkama Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2011 tentang anak sah , dimana MK tetap mempertahankan Pasal 42 Undang-undang Tahun 1974,tentang anak sah yakni “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”tetapi MK merubah Pasal 43 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”menjadi“anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya,serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan teknologi dan atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah,termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.19
Keabsahan seorang anak oleh seorang ayah terhadap anak kandungnya menurut ketentuan BW hanya bisa ditetapkan jika pria itu kawin dengan ibu dari anak itu, yang dibuktikan dengan Kutipan Akta Nikah (akta nikah), yang bisa diperoleh jika orang tersebut yang bersangkutan tidak dapat mendaftarkan perkawinannya. Laki-laki mempunyai kewajiban yang sama dengan anak kandung yang lahir setelah perkawinan, menurut BW, dan pengesahan sebagai anak kandung ini dilakukan sebagai sarana bagi laki-laki yang bersangkutan
18 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
19Putusan Mahkama Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VIII/2011 tentang anak sah.
untuk mengakui dan bertanggung jawab atas kenyataan bahwa anak itu lahir dari istri atau calon istrinya. .
Dalam hal ini, baik perkawinan dilegalkan atau kedua orang tua tidak menikah, tujuan Mahkamah Konstitusi adalah untuk melindungi hak-hak anak, baik anak yang lahir dari hubungan suami istri baik dalam perkawinan maupun di luar perkawinan, sehingga tidak adil jika ayah kandung anak yang lahir di luar perkawinan (yang tidak melegalkan anak pada waktu perkawinan dengan ibu yang melahirkan anak) dibebaskan dari segala kewajiban dan hanya harus berhadapan dengan ibu yang melahirkan anak. Ayah kandungnya pasti harus memberinya kehidupan yang layak setelah putusan MK, dan itu dilarang secara konstitusional.
3. Undang –Undang Tentang Hak Anak
Anak-anak sering diberi perhatian tidak hanya didalam ilmu pengetahuan, namun juga dari aspek lain yang terpusat dalam kehidupan seperti agama, hukum, dan sosiologi, yang mana membantu anak-anak menjadi lebih sensitif dan terlibat dalam lingkungan sosial mereka.
Secara sosiologis, anak dianggap sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT yang selalu aktif didalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan bernegara. Anak muda ditempatkan dalam kelompok sosial yang lebih rendah daripada komunitas dengan siapa mereka berinteraksi dalam situasi ini.
Undang-undang tentang Perlindungan Anak memberikan aturan tentang hak dan kewajiban anak. Hak-hak yang didapatkan anak dijelaskan didalam
ketetapan Pasal 4 hingga Pasal 18. Hak oleh tiap anak yang dicantumkan didalam Undang-undang mengenai Perlindungan Anak itu mencakup hak sebagai berikut:
a. Mampu hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi dalam masyarakat secara wajar, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta bebas dari kekerasan dan prasangka.20
b. Atas nama yang berfungsi sebagai identitas dan status kewarganegaraan.
c. Untuk di bawah pengawasan orang tua, untuk beribadah menurut keyakinannya, berpikir dan berkreasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya.
d. Untuk mengenal orang tuanya, yang membesarkannya dan membesarkannya.
e. Memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial.
f. Memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pertumbuhan dan kecerdasan pribadi sesuai dengan minat dan bakatnya.
g. Memperoleh pendidikan yang luar biasa, rehabilitasi, bantuan sosial, dan memelihara tingkat kesejahteraan sosial yang tinggi bagi generasi muda yang beruntung.
h. Memberikan pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan.
i. Untuk mengungkapkan dan didengar, menerima, mencari, dan menawarkan ilmu yang sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya untuk tujuan pengembangan diri dengan tetap berpegang pada cita-cita kesusilaan dan kepatutan.
20Rini Fitriani, “ Peranan Penyelenggara Perlindungan Anak Dalam Melindungi Dan Memenuhi Hak-Hak Anak”, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Vol. II, Juli-Desember 2016, Hal. 255
j. Untuk bersantai dan menikmati waktu luang, bergaul dengan anak-anak lain seusianya, bermain, bersantai, dan berkreasi sesuai dengan hobi, kemampuan, dan tingkat kognitifnya untuk pengembangan diri.
k. Untuk dilindungi dari diskriminasi, eksploitasi ekonomi dan seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan, dan bentuk pelecehan lainnya.
l. Untuk diasuh oleh orang tua mereka sendiri kecuali ada alasan yang memaksa dan aturan hukum menunjukkan bahwa pemisahan adalah demi kepentingan terbaik anak.
m. Untuk memperoleh perlindungan dari penganiaya, penyiksa, atau target hukuman yang keras.
n. Memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
o. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan yang dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku, serta membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum, untuk setiap anak yang dirampas kebebasannya.
p. Untuk dirahasiakan bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual, atau yang telah melanggar hukum.
q. Untuk memperoleh bantuan bagi setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kejahatan dengan perwakilan hukum dan layanan lainnya.
r. Pasal-pasal yang memuat ketentuan mengenai hak anak dalam Undang-undang tentang Perlindungan Anak mempunyai banyak kesamaan dengan ketentuan hak anak dalam Undang-undang tentang Hak Asasi Manusia.
s. Undang –undang tentang Perlindungan Anak juga mengatur mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anak.21
21 Ibid Hal.255
Pengaturan tentang hak-hak anak ada dalam beberapa perundang-undangan Negara Republik Indonesia, Negara menjamin dan harus memenuhi hak-hak dasar anak yang meliputi :
a. Hak hidup. Hak ini berkenaan dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan pada waktu anak masih dalam kandungan, seperti memberi rezeki dan rangsangan, memeriksa kandungan, dan sebagainya. Aborsi dan perbuatan lain yang merusak janin dalam kandungan adalah contoh pelanggaran.
b. Hak tumbuh kembang. Anak harus diberikan setiap kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, termasuk dirawat dengan baik, dirawat atau dibawa ke dokter jika sakit, diberi ASI, divaksinasi, dan dibawa ke Posyandu. Selanjutnya faktor psikologis seperti memberikan rasa aman dan nyaman, menciptakan lingkungan yang kondusif, menjauhkan anak dari hal-hal yang berbahaya, tidak memberikan makanan yang berbahaya bagi perkembangannya, menjadi terintegrasi, diajarkan bahasa, dan pola asuh yang memanusiakan anak semuanya. diperhitungkan.
c. Hak perlindungan. Anak harus dilindungi dari kejadian yang mengancam jiwa, perlindungan hukum, dan segala sesuatu yang dapat mempengaruhi masa depan anak.
d. Hak Partisipasi. Anak dalam keluarga harus dibiasakan untuk diajak bicara, terutama tentang keinginan atau keinginannya. Pertimbangkan di mana Anda ingin pergi ke sekolah, dan jika orang tua Anda memiliki ide
yang berbeda, cari jalan tengah. Karena apa yang dipilih orang dewasa tidak selalu yang terbaik untuk anak-anak, anak-anak diperlukan sebagai manusia.
Melihat berbagai aturan hukum-hukum di Indonesia yang memiliki kaitannya akan hak-hak anak, jelas terlihat jauh dari realita, penerapan aturan hukum yang ada ini tidak efektif, yang mana masih terdapat kurangnya jika dilihat dari berbagai sudut pandang sehingga karena inilah hak-hak anak di Indonesia menjadi terpengaruhi. Sebagai contoh, masih banyak kasus di Indonesia seperti yang dijelaskan di bawah ini:
a. Kekerasan fisik hingga psikis b. Kekerasan seksual
c. Korban penyebarluasan pornografi d. Eksploitasi ekonomi
e. Anak putus sekolah f. Anak jalanan
g. Penyalahgunaan napza, dan lain-lain.
Mengingat hal-hal tersebut terjadi di dalam realita negara Indonesia dimana seluruh hak anak belum sepenuhnya dipenuhi sejalan dengan undang-undang, hak-hak anak, khususnya anak-anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, tidak sepenuhnya terwujud. Hal ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Anak belum berimbang dalam pelaksanaan perlindungan anak. Perlindungan hukum ditetapkan dengan aturan-aturan dan pelaksanaannya, dengan tujuan yaitu memberikan jaminan supaya segala hak
anak dihormati sehingga bisa menjalankan kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan berkontribusi maksimal sejalan akan harkat serta martabat manusia. Selanjutnya dilindungi dari segala bentuk kekerasan, ketidakadilan, penelantaran, prasangka buruk, eksploitasi, dan kegiatan buruk lainnya guna mewujudkan anak bangsa yang kuat sebagai generasi penerus bangsa. 22
C. Tinjauan Umum Tentang Waris 1. Pengertian Waris
Kata waris dapat digunakan untuk menyebut orang. Sementara kata pewaris dapat merujuk pada seseorang atau sesuatu, itu juga dapat merujuk pada suatu proses. Hal ini mengacu pada orang yang mendapat warisan dalam arti pertama, dan itu mengacu pada pengalihan harta dari yang mati kepada yang hidup dalam arti kedua, dan dinyatakan berhak menurut hukum yang diterima dan diakui sebagai kewajiban pada semua orang yang berbeda agama (Muhibbin, 2009:9).
Dalam bahasa belanda, erfgenaam, Ahli waris ialah seseorang yang menjadi pengganti bagi orang yang meninggal dan mewarisi segala hak serta keharusan hukum orang yang meninggal itu (Subekti, 2005: 110). Dalam bahasa Arab mawaris merupakan bentuk jamak dari kata mirats, yang memiliki dua arti: (1) al-baqa' (abadi, dari sini juga Allah disebut al-warits, yang berarti Maha Kekal). (2) dalam hukum Islam, al-warits adalah orang yang memiliki hak khusus ketika pemilik harta meninggal karena sebab tertentu dan dalam
22Ibid hal.257
keadaan tertentu (Hamid, 2009: 3). Mawaris adalah istilah yang berasal dari bahasa Arab. Mawaris adalah bentuk jamak dari (mirats), yang mengacu pada harta warisan yang akan diperoleh ahli warisnya (Muhibbin, 2009: 7).
Berkaitan dengan definisi hukum waris, beberapa ahli mengemukakan dalam pengertian yang berbeda-beda:
a. Prof . Ali Afandi, S.H. mengutip definisi dari Mr. A. Petlo “Hukum Waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan, dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya didalam kebendaan, diatur yaitu: akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal kepada ahli waris baik didalam hubungannya antara mereka sendiri,maupun dengan pihak ketiga”. (Sudarsono,1991:11).
b. Soepomo menyatakan “Hukum waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya. Proses ini telah mulai pada waktu orang tua masih hidup. Proses tersebut tidak menjadi
“akuut” oleh sebab orang tua meninggal dunia”. (Suparman,2007:3).
c. Prof . Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy menyatakan, “ Mawaris jamak dari mirats, (irts,wirts,wiratsah dan turats,yang dinamakan dengan mauruts)adalah “harta peninggalan orang yang meninggal yang di wariskan kepada para pewarisnya”. Orang yang
meninggalkan harta disebut Mawarits. Sedang yang berhak menerima pusaka disebut Warits”. (Ash-Shiddieqy,2010:5).
d. Kompilasi Hukum Islam (KHI) : Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilihan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.23
Waris dalam bahasa Inggris diartikan sebagai harta yang ditinggal oleh orang karena orang tersenut sudah tiada, setelah itu beralih status harta tersebut dari orang yang meninggal kepada orang yang memiliki hak untuk menerima warisan.
Setelah orang sudah tiada terhadap orang yang dekat dengan hubungan kekerabatannya, digunakan istilah “orang yang berhak atas harta benda dan orang lain yang ditinggalkan” untuk memutuskan siapa yang berhak memperolehnya.
a. Hak yang berkaitan dengan Harta Si Mayit
1) Segala hak yang memiliki hubungan langsung akan harta yang ditinggalkan si orang yang meninggal
2) Biaya yang berkenaan dengan semua urusan yang berhubungan dengan penguburan si mayit
3) Membayar hutang si mayit
23 Musa As`ari,”Ahli Waris Pengganti Dalam Tinjauan Kompilasi Hukum Islam dan Hukum Perdata”,
“Jurnal Studi Hukum Islam”,Vol.7,1 januari-juni 2020, Hal.58-59
4) Melaksanakan wasiat si mayit
Tidak diperbolehkan lebih dari 1/3 dari harta waris, yang mana kalau lebih itu terpaut sesuai persetujuan ahli waris. Jika setuju maka sah dalam hukum, jika tidak maka sah 1/3 dari harta waris tersebut.
5) Pembagian harta waris untuk ahli waris b. Rukun Waris
1) Adanya ahli waris
2) Adanya seorang yang meninggal dunia 3) Adanya harta yang ditinggalkan c. Sebab-sebab Mendapatkan Warisan
1) Adanya hubungan pernikah
2) Adanya hubungan Wala’ adalah seorang berhak mendapatkan asobahnya seorang yang meninggal dunia karena dia adalah bekas tuan dari seorang yang meninggal dunia yang pernah dia merdekakan.
3) Adanya hubungan nasab antara keduanya 4) Adanya hubungan seagama Islam
d. Syarat Waris
1) Kepastian hidupnya ahli waris 2) Kepastian meninggalnya seseorang
3) Mengetahui pembagian harta waris24 e. Terhalang Warisan
1) Membunuh 2) Perbedaan Agama 3) Perbudakan 2. Landasan Hukum
Adapun yang menjadi landasan hukum kewarisan telah jelas ditetapkan dalam :
a. Al-Qur’an
Didalam Al-Quran, ada ayat-ayat yang menetapkan secara definitive mengenai ketetapan bagi ahli waris yang dinamakan sebagai furud al-muqaddarah (bagian yang ditentukan), hal ini mencakup baik yang berkenaan dengan ahli waris dan maupun yang berkenaan dengan bagian sisa atau yang disebut ashobah dan juga sejumlah orang yang tidak termasuk kedalam ahli waris.
Allah SWT telah membahas berbagai aspek warisan dalam kitab
Allah SWT telah membahas berbagai aspek warisan dalam kitab