BAB II KAJIAN TEORETIK
B. Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini
Di Indonesia, anak usia dini ditujukan kepada anak yang berusia 0 sampai 6 tahun. The National Association for the Education for Young Children (NAECY), membuat klasifikasi rentang usia dini (early childhood) yaitu sejak lahir sampai usia delapan tahun.25
Anak usia prasekolah juga termasuk dalam kategori anak usia dini. Biechler dan Snowman menegaskan anak usia prasekolah yaitu anak yang berusia antara 3-6 tahun.26
Jadi, yang dimaksud dengan anak usia dini di Indonesia adalah anak yang masih kecil dimana termasuk dalam kategori rentangan usia dari sejak lahir sampai usia sekitar enam tahun.
2. Karakteristik dan Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Beberapa karakteristik yang khas pada anak usia dini, antara lain dorongan rasa serba ingin tahu yang besar terhadap apa saja di dekatnya, mobilitas yang tinggi (bergerak dan bergerak), dan bermain tanpa kenal waktu.27
25 Masnipal, Siap Menjadi Guru dan Pengelola PAUD Profesional, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2013), h. 78.
26 Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 16.
Berikut ini dikemukakan ciri-ciri fisik, sosial, emosi, dan kognitif anak menurut Biechler dan Snowman (dalam Anita Yus):28
1. Ciri Fisik a. Sangat aktif.
b. Melakukan banyak kegiatan.
c. Otot-otot besar (lengan, kaki) lebih dahulu berkembang dari otot yang lebih kecil (jari).
d. Koordinasi tangan, kaki, dan mata belum sempurna. e. Tubuh lentur sehingga mudah bergerak.
f. Anak laki-laki umumnya lebih besar dari anak perempuan. 2. Ciri Sosial
a. Bersahabat hanya pada satu atau dua orang dan mudah berganti. b. Bermain dalam kelompok kecil.
c. Anak yang lebih muda bermain bersebelahan dengan anak yang lebih besar.
d. Pola bermain bervariasi sesuai dengan kelas sosial dan gender. e. Sering terjadi perselisihan dan mudah berbaikan kembali. f. Telah menyadari peran jenis kelamin.
3. Ciri Emosi
a. Mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah lebih sering diperlihatkan.
b. Iri hati pada anak lain. Selalu memperebutkan perhatian orang dewasa di dekatnya (gurunya).
4. Ciri Kognitif
a. Umumnya terampil dalam berbahasa. b. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.
c. Mengemukakan pikiran secara terbuka dan spontan.
Selanjutnya Isjoni menjelaskan lebih rinci tentang karakteristik anak usia dini usia 4-6 tahun sebagai berikut:29
28 Anita Yus, op. cit, h. 17.
a. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai kegiatan. Hal itu bermanfaat untuk pengembangan otot-otot kecil maupun besar, seperti memanjat, melompat dan berlari.
b. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-batas tertentu, seperti meniru, mengulang pembicaraan.
c. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hal itu terlihat dari seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
d. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial, walaupun aktivitas bermain dilakukan anak secara bersama. Maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik yang terdapat pada anak usia dini yaitu rasa ingin tahu yang besar terhadap lingkungannya, terus bergerak dan bermain. Dengan mengenali karakteristik tersebut kita akan memahami tingkah laku anak usia dini dan dapat mengarahkannya kepada hal-hal yang positif.
Menurut Isjoni, aspek-aspek perkembangan pada anak usia dini adalah sebagai berikut:30
1. Perkembangan Fisik dan Motorik
Terdapat ciri yang sangat menonjol dan berbeda ketika anak mencapai tahapan usia prasekolah/kelompok bermain (3-6) tahun, dengan usia bayi. Perbedaan tersebut terletak pada penampilan, proporsi tubuh, berat panjang badan serta keterampilan yang mereka miliki. Pada anak usia ini tampak otot-otot tubuh yang berkembang sehingga memungkinkan mereka melakukan berbagai jenis keterampilan. Semakin usia mereka bertambah, maka perbandingan 29 Isjoni, Model Pembelajaran Anak Usia Dini (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 24-26.
antar bagian tubuh akan berubah pula. Selain itu letak gravitasi makin berada di bawah bagian tubuh, sehingga keseimbangan akan berada pada tungkai bagian bawah.
Gerakan anak usia pra sekolah lebih terkendali dan terorganisasi, dengan pola-pola gerakan seperti mampu menegakkan tubuh dalam posisi berdiri, tangan dapat terjuntai dengan santai, serta mampu melangkah dengan menggerakkan tungkai dan kaki. Pola-pola tersebut memungkinkan anak untuk merespon dalam berbagai situasi. Pada usia prasekolah/kelompok bermain ini, keterampilan motorik halus sangat pesat perkembangannya.
Pada umumnya anak usia prasekolah/kelompok bermain sangat aktif, mereka memiliki penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri. Meskipun demikian, mereka tetap memerlukan istirahat yang cukup karena aktivitas yang dilakukan oleh mereka pada masa ini sangat memerlukan energi yang besar. Selain itu, otot-otot besar lebih berkembang dibandingkan dengan kontrol terhadap tangan dan kaki, sehingga mereka belum bisa melakukan kegiatan yang rumit.
2. Perkembangan Kognitif
Pada masa prasekolah anak sudah mampu berpikir dengan menggunakan simbol. Meskipun cara berpikir mereka masih dibatasi oleh persepsi serta masih bersifat memusat dan kaku, namun mereka sudah mulai mengerti bagaimana mengklasifikasi sesuatu berdasarkan pemahaman mereka yang masih sederhana.
3. Perkembangan Emosi
Merujuk pada pendapat Syamsu Yusuf (dalam Isjoni) terdapat
beberapa jenis emosi yang berkembang pada usia
1. Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap membahayakan.
2. Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan tanpa ada objeknya.
3. Marah, yaitu perasaan tidak senang atau benci baik terhadap orang lain, diri sendiri atau objek tertentu.
4. Cemburu, yaitu perasaan tidak senang terhadap orang lain yang dipandang telah merebut kasih sayang dari seseorang yang disayanginya.
5. Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan, yaitu perasaan yang positif, nyaman karena terpenuhi keinginannya.
6. Kasih sayang, yaitu perasaan memberikan perhatian dan perlindungan pada orang lain.
7. Phobi, yaitu rasa takut terhadap objek yang tidak perlu ditakutinya (irrasional).
8. Ingin tahu, yaitu perasaan ingin mengenal atau mengetahui tentang objek-objek yang ada di sekitarnya.
4. Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak itu berada. Perkembangan sosial anak merupakan hasil belajar, bukan hanya sekedar kematangan. Perkembangan sosial diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon terhadap dirinya. Bagi anak TK, kegiatan bermain menjadikan fungsi sosial anak semakin berkembang. Tatanan sosial yang baik dan sehat serta dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif akan menjadi perkembangan sosialisasi anak menjadi lebih optimal.
Ciri sosial anak pada masa ini adalah mudah bersosialisasi dengan lingkungannya. Suatu hal yang perlu dicatat adalah pada masa ini
muncul kesadaran anak akan konsep diri yang berkenaan dengan gender, anak mulai memahami perannya sebagai anak perempuan dan sebagai anak laki-laki.
5. Perkembangan Bahasa
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, produk bahasa mereka juga meningkat dalam kuantitas, keluasan dan kerumitannya. Anak-anak secara bertahap berubah dari melakukan ekspresi menjadi melakukan ekspresi dengan berkomunikasi melalui gerakan menjadi ujaran.
Anak usia dini biasanya telah mampu mengembangkan keterampilan berbicara melalui percakapan yang dapat memikat orang lain. Mereka dapat menggunakan bahasa dengan berbagai cara seperti bertanya, berdialog, dan bernyanyi. Sejak usia dua tahun anak menunjukkan minat untuk menyebut nama benda. Minat tersebut terus berkembang sejalan dengan bertambah usia dan menunjukkan bertambah pula perbendaharaan kata. Dengan perbendaharaan kata yang dimiliki anak mampu berkomunikasi dengan lingkungannya yang lebih luas. Anak dapat menggunakan bahasa dengan ungkapan yang lebih kaya.
Selain aspek-aspek perkembangan pada anak usia dini di atas, Zainal Aqib menjelaskan aspek perkembangan moral pada anak usia dini. Moral dan kognitif sangat erat hubungannya. Moral sangat dipengaruhi oleh tingkatan kemampuan kognitif dan biasanya anak dengan kemampuan kognitif yang kurang bagus, secara umum, kemampuan moralnya pun juga kurang bagus. Akan tetapi tidak untuk sebaliknya, yaitu anak yang kemampuan kognitifnya bagus belum tentu kemampuan moralnya juga bagus. Hal ini terjadi karena moral sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang berlaku dalam keluarga dan lingkungannya. Hal yang termasuk dalam kemampuan moral adalah empati, mematuhi aturan, dan
sebagainya. Kemampuan moral yang tertinggi adalah ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.31
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada anak usia dini terjadi perkembangan-perkembangan yang signifikan yaitu dari segi aspek fisik, motorik, kognitif, emosi, sosial, bahasa, dan moral. Hal tersebut merupakan pedoman bagi orang tua maupun pendidik untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak (anak didik)-nya secara baik dan sesuai dengan kebutuhan anak, sehingga dapat mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki anak, yang berguna bagi kehidupannya di masa yang akan datang.
C. Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an pada Anak Usia Dini
Rasululah SAW. telah menyeru para orang tua agar mendidik anak-anak mereka membaca al-Qur’an. Menurut Ahmad Syarifuddin, “Usia yang ideal untuk menerima pendidikan al-Qur’an adalah usia dini, usia kanak-kanak, atau usia sekitar 4-6 tahun”.32
Ahmad Syarifuddin menambahkan, “ditekankannya memberikan pendidikan al-Qur’an pada masa anak-anak berlandaskan pemikiran bahwa masa kanak-kanak adalah masa pembentukan watak yang ideal. Anak-anak pada masa itu mudah menerima apa saja gambar yang dilukiskan kepadanya. Sebelum menerima lukisan negatif, anak perlu didahului semaian pendidikan membaca al-Qur’an sejak dini agar nilai-nilai kitab suci al-Qur’an tertanam
dan bersemi dalam jiwanya kelak”.33
Al-Hafizh as-Suyuthi dalam Jamaal Abdur Rahman mengatakan sebagai berikut, “mengajarkan al-Qur’an kepada anak-anak merupakan salah satu hal pokok dalam Islam agar anak-anak didik dibesarkan dalam nuansa fitrah yang putih lagi bersih dan kalbu mereka telah diisi terlebih dahulu oleh cahaya
31 Zainal Aqib, Pedoman Teknis Penyelenggaraan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), Cet. I, h. 31.
32 Ahmad Syarifuddin, op. cit, h. 64. 33Ibid, h. 68.
hikmah sebelum hawa nafsu menguasai dirinya yang menghitamkannya karena pengaruh kekeruhan, kedurhakaan dan kesesatan.”34
Maka dapat disimpulkan bahwa mendidik membaca al-Qur’an pada anak
sejak usia dini adalah suatu hal yang sangat penting. Mengajarkan al-Qur’an
pada anak sejak usia dini akan menanamkan pondasi agama Islam dan pembentukan kepribadian muslim yang kuat. Selain itu hal tesebut menjadikan pedoman hidup untuk anak di dunia sehingga akan bahagia di akhirat.
Selain menyeru mendidik anak membaca al-Qur’an, Rasulullah SAW.
juga menekankan pentingnya mendidik anak menulis huruf-huruf al-Qur’an.
Anak diharapkan memiliki kemampuan menulis (kitabah) aksara al-Qur’an
dengan baik dan benar dengan cara imla’“dikte” atau setidak-tidaknya dengan cara menyalin (naskh) dari mushaf.35 Selanjutnya Bila mendidik anak membaca al-Qur’an menjadi hak anak yang harus ditunaikan oleh orang
tuanya, maka mendidik anak menulis al-Qur’an juga menjadi hak anak yang
wajib ditunaikan oleh orang tuanya. Sesungguhnya dalam kegiatan tulis menulis huruf-huruf al-Qur’an terdapat syiar agama Islam. Menggalakkan
tradisi ini pada anak, berarti ikut serta menggemakan syiar agama Islam. Atas dasar ini, orang tua dan para pendidik tidak boleh mengabaikan aspek pegajaran menulis huruf-huruf al-Qur’an itu pada masa anak-anak.36
Hal ini menunjukkan bahwa antara membaca dan menulis al-Qur’an
memiliki keterkaitan yang erat. Al-Qur’an bukan hanya untuk dibaca saja,
melainkan perlu untuk menuliskannya karena dengan menuliskannya seorang muslim akan lebih mudah untuk menghafal dan memahami isi kandungan dari
al-Qur’an. Dengan memperhatikan hal tersebut maka tujuan pendidikan
al-Qur’an terhadap anak usia dini akan tercapai, sehingga pada usia dewasa
34 Jamaal „Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak, Terj. dari Athfalul Muslimin, Kaifa Rabbahumun Nabiyyul Amiin oleh Bahrun Abubakar Ihsan Zubaidi, (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2005), h. 410-411.
35
Ahmad Syarifuddin, op. cit., h. 68. 36Ibid., h. 70-71.
kelak, anak-anak yang telah mendapat pendidikan tentang menulis al-Qur’an
tersebut akan terus menyiarkan ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an.
Prinsip pengajaran al-Qur’an pada dasarnya bisa dilakukan dengan
bermacam-macam metode. Diantara metode-metode itu ialah sebagai berikut: Pertama, guru membaca terlebih dahulu, kemudian disusul anak atau murid. Dengan metode ini, guru dapat menerapkan cara membaca huruf dengan benar melalui lidahnya. Sedangkan anak akan dapat melihat dan menyaksikan langsung praktik keluarnya huruf dari lidah guru untuk ditirukannya. Yang disebut dengan musyafahah „adu„ lidah. Metode ini diterapkan oleh Nabi SAW kepada kalangan sahabat.
Kedua, murid membaca di depan guru, sedangkan guru menyimaknya. Metode ini dikenal dengan metode sorogan atau „ardul qira’ah’ „setoran
bacaan’. Metode ini dipraktikkan oleh Rasulullah SAW bersama dengan
malaikat Jibril kala tes bacaan al-Qur’an di bulan Ramadhan.
Ketiga, guru mengulang-ulang bacaan, sedang anak atau murid menirukannya kata perkata dan kalimat per kalimat juga secara berulang-ulang hingga terampil dan benar.37
Berikut ini adalah macam-macam metode pembelajaran al-Qur’an untuk anak usia dini menurut Yolly Mulya:38
1. Metode Lamma
Metode ini adalah metode lancar membaca dan menulis al-qur’an.
Metode ini cocok sekali untuk anak usia dini, dan memiliki pendekatan secara individual dan klasikal.
Pencipta/Penemu Metode Lamma: Metode Lamma
diciptakan/ditemukan oleh tim penulis Syahirman S.Ag dkk. Badan kerjasama TPA/TPSA kota Padang
37 Ibid., h. 81.
38 Yolly Mulya, Metode Baca Tulis Al-Qur’an untuk Anak Usia Dini, 2014, h. 1, (http://yollymulya1992.blogspot.com).
Tahun dipublikasikan: Padang,7 Mei 2004
Latar belakang Metode Lamma: Pengalaman bertahun-tahun Syahirman S.Ag. sebagai guru TPA. Pengalaman kemudian dituangkan kedalam tulisan yang diperkenalkan kepada rekan-rekan sesama guru TPA.
Tujuan: Membantu guru-guru TPA dan mengajar baik secara privat atau klasikal dan membantu santri TPA dalam memperlajari, membaca dan menulis Al-Qur’an. Mulai dari tingkat dasar dan membantu program pemerintah kota Padang dalam penuntasan buta baca al-Qur’an.
Tujuan hasil pencapaian peserta didik: Anak bisa membaca dan menulis huruf al-Qur’an dengan baik dan benar. Maka tiap-tiap pembelajaran di dalam buku ini dilampiri dengan kertas tipis (droslah) yang tujuannya adalah agar setelah santri dapat membaca dengan baik dan benar kemudian santri akan berlatih menulis bacaan tersebut dengan cara menjiplak dengan kertas droslah yang telah disediakan.
Target pengguna: Anak usia dini, anak TPA, umum .
Prinsip-prinsip metode Lamma:
a. Anak mampu membaca dan menulis al-Qur’an dengan baik dan benar. b. Kemampuan membaca dapat diperoleh dari latihan-latihan, pada setiap
pembelajaran melalui pendekatan secara individual.
c. Kemampuan menulis dapat diperoleh dari latihan-latihan menulis ayat al-Qur’an dan menjiplak dengan kertas transparan.
d. Buku ini terdiri dari 15 kali pertemuan.
Kelebihan Metode Lamma:
a. Guru sebagai fasilitator.
b. Anak mengenan huruf hijaiyyah di awal.
c. Anak pandai menulis huruf hijaiyyah, karena di akhir pembelajaran anak menjiplak huruf hijaiyyah dengan menggunakan kertas tipis (Drosla).
d. Anak mengenal tajwid, sehingga anak bisa membaca al-Qur’an dengan
baik dan benar.
e. Metode ini menggunakan 15 pembelajaran. Untuk tiap-tiap pembelajaran disesuaikan dengan waktu belajar di TPA, PAUD, dan sebagainya.
f. Metode ini sesuai dengan karakteristik anak dan sesuai dengan tingkat umur anak.
g. Dalam metode ini langkah-langkahnya lengkap sehingga mudah di laksanakan guru atau pendidik.
h. Metode ini bisa digunakan dengan nyanyian, dan berbagai media. Sehingga menarik bagi anak, dan anak tidak cepat bosan.
Kelemahan metode Lamma: Metode ini tidak menggunakan kata-kata lembaga, seperti metode al-Barqi.
Langkah-langkah menerapkan metode Lamma:
- Pengenalan huruf hijaiyah dari alif sampai ya. - Pembelajaran 1 pengenalan tanda baca fathah. - Pembelajaran 2 pengenalan tanda baca kasrah. - Pembelajaran 3 pengenalan tanda baca dhommah.
- Pembelajaran 4 pengenalan bacaan berbaris: “a” “i” “u”. - Pembelajaran 5 pengenalan tanda mati atau sukun. - Pembelajaran 6 pengenalan tanda tanda tasdid. - Pembelajaran 7 pengenalan bacaan tanwin.
- Pembelajaran 8 pengenalan bacaan panjang baris tegak dan dhommah
terbalik.
- Pembelajaran 9 pengenalan bacaan bertanda alif saksi. - Pembelajaran 10 pengenalan bacaan panjang ya mati. - Pembelajaran 11 pengenalan bacaan panjang wawu mati. - Pembelajaran 12 pengenalan bacaan tidak berdengung - Pembelajaran 13 pengenalan bacaan berdengung
- Pembelajaran 14 pengenalan bacaan mim bertasdid, dan nun bertasdid - Pembelajaran 15 pengenalan tanda waqaf
- Latihan-latihan bacaan ayat al-Qur’an
Metode Lamma memungkinkan anak didik untuk mempelajari baca tulis al-Qur’an dengan baik karena metode ini dirancang sesuai dengan
karakteristik anak usia dini. Selain itu metode Lamma juga sangat menyenangkan bagi anak didik karena dilakukan dengan sambil bernyanyi dan didukung dengan bantuan media untuk lebih mempermudah anak belajar membaca dan menulis al-Qur’an.
2. Metode Al-Barqi
Pencipta/penemu metode al-Barqi: Muhadjir Sulthon adalah dosen Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Tahun diterbitkan: Tahun 1965.
Latar belakang metode al-Barqi: Pengalaman penyusun dalam mengajar, karena banyak murid yang mengalami kesulitan dalam belajar dan menulis al-Qur’an.
Target pengguna: Anak-anak hingga dewasa.
Metode Barqi (kilat) dinilai sebagai metode cepat membaca al-Qur’an yang paling awal. Metode ini disebut metode “anti lupa“ karena
mempunyai struktur yang apabila siswa lupa, anak bisa mengingatnya kembali tanpa bantuan guru. Metode al-Barqi, menggunakan metode kata lembaga dengan pendekatan global dan bersifat analitik sintetik.
Metode ini menggunakan 4 lembaga (struktur kalimat yang mudah diingat):
a-da-ra-ja ma-ha-ka-ya ka-ta-wa-na sa-ma-la-ba
Tiap kata lembaga hanya 4 suku kata dan tiap-tiap lembaga mempunyai arti hingga mudah dipahami dan dihafal, kemudian dapat digunakan sebagai kunci rujukan pada saat anak-anak lupa karena metode ini merupakan metode anti lupa.
Metode ini menggunakan empat sistem: - Pengamatan sebuah struktur kata/kalimat - Pemisahan
- Pemilihan - Pemanduan
Teknik penyajiannya yang akurat, seperti:
- Konsentrasi menggunakan titian ingatan (mengingat sewaktu lupa).
- Mengadakan kelompok bunyi untuk mengenal/pindah dari huruf yang telah dikenal kehuruf sulit.
- Isyarat bunyi.
- Mengelompokkan bentuk huruf untuk memudahkan belajar menyambung.
Kelebihan Metode Al-Barqi:
- Menggunakan sistem delapan jam. - Praktis untuk segala umur.
- Menggunakan metode yang aktual, yakni SAS (Struktur Analitik Sintetik) yang memudahkan murid dalam belajar al-Qur’an.
- Cepat dapat membaca huruf sambung. - Adanya teknik imla, menulis khat.
- Tidak membosankan karena adanya nyanyian. - Sangat cepat dipakai secara klasikal.
- Cocok untuk anak usia dini.
- Menurut pakar bahasa, dengan menggunakan kata bermakna, anak lebih mudah menghafal dan mudah diingat.
- Metode yang paling akurat, dalam mengembangkan baca tulis al-Qur’an.
Kelemahan Metode Al-Barqi:
- Anak tidak mengenal huruf hijaiyah dengan lengkap. - Huruf hijaiyah diajarkan pada akhir pembelajaran.
- Anak usia dini ,harus mengembangkan metode dengan permainan-permainan.
Prinsip Metode Al-Barqi:
- Mengunakan titian ingatan untuk mengenalkan bunyi dan bentuk huruf. - Menggunakan kemiripan bentuk, dan bunyi huruf sebelumnya untuk
mengenal huruf yang tidak tercakup dalam kelompok titian ingatan. - Langsung dikenalkan pada huruf sambung, selain huruf tunggal.
- Langsung dikenalkan fathah, kasrah, dhommah, panjang, pendek, dan
tajwid.
Pendekatan Metode Al-Barqi:
- Pendekatan klasikal - Pendekatan individual
Metode al-Barqi dengan SAS maksudnya adalah dengan model struktur, kita harus mencari akar kata atau sebuah kalimat yang bermakna. Dari kalimat bermakna ini, lalu dilakukan pemisahan pada tiap-tiap suku kata atau kalimat dengan menggunakan (Analitik). Dengan pemisahan ini, peserta didik harus mengerti bunyi tiap-tiap suku kata atau kalimat tersebut. Setelah proses ini dilakukan, maka fase berikutnya adalah dengan menyusun kata baru dengan menggunakan unsur suku-suku kata yang telah dipahami tersebut (Sintetik).39
Metode al-Barqi juga cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran baca tulis al-Qur’an pada anak usia dini. Selain menyenangkan dengan
pendekatan yang sesuai dengan karakteristik anak seperti sambil bernyanyi, metode al-Barqi juga menggunakan pendekatan yang lebih
39 Imam Ma’ruf dan Eep Khunaefi, “Fenomena Maraknya Metode Al-Qur’an; Upaya
Membaca dan Mengenal Al-Qur’an Lebih Cepat”, Majalah Hidayah, Jakarta, 1 Agustus 2003, h. 101.
modern yaitu SAS (Struktur Analitik Sintetik), sehingga membuat anak lebih mudah dalam mempelajari al-Qur’an.
3. Metode Iqra’
Metode Iqra’ disusun oleh H. As’ad Humam. Metode Iqra’ memang
dirancang untuk anak-anak sejak balita atau TK (Taman Kanak-Kanak) dan RA (Raudhatul Athfal). Dan ini memiliki keuntungan banyak antara lain, mereka mudah untuk diarahkan melafalkan makhroj secara benar, sebab mereka belum punya perbendaharaan kata lain dalam makhroj
Arab, sehingga dapat terbiasa dan lebih awet.40 Muhammad Muhyidin menyatakan bahwa:
“Ketika kita cermati pengajaran-pengajaran ke-al-Qur’an-an di TPA-TPA atau tempat-tempat lain yang sejenis, maka biasanya diterapkan metode