• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

D. Pengertian Biaya Menurut SAK dan UU Perpajakan

Beban pajak (tax expanses) atau penghasilan pajak (tax income) menurut PSAK (2004,PSAK No. 46.2 paragraf 07) adalah jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tanggungan (deferred tax) yang diperhitungakan dalam penghitungan laba rugi atau rugi pada satu periode.

Sebelum menghitung penghasilan yang dikenakan pajak, wajib pajak terlebih dahulu akan menentukan jumlah penghasilan bruto kemudian menentukan pengurangan atau biaya/beban yang dipekerjakan menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak badan dan orang pribadi yang menggunakan pembukuan dalam menghitung pengahasilan netonya perlu memperhatikan

dengan seksama mengenai pengurangan atau biaya yang diperbolehkan tersebut.

Biaya-biaya atau pengeluaran yang dapat dikurangkan dari pengahasilan bruto dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu beban/biaya atau pengeluaran yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun dan biaya/beban yang mempunyai masa manfaat lebih dari saru tahun. Beban/biaya atau pengeluaran yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya administrasi dan Bunga, biaya rutin penglolahan limbah dan sebagainya. Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Disamping itu, apabila dalam satu tahun didapat keuangan karena penjualan harta atau karena selisih kurs, maka kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangakan dari penghasilan bruto.

Siti Resmi (2014:92) menjelaskan bahwa pengurangan atau biaya yang diperkenakan dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dan bentuk usaha tetap sesuai dengan pasal 6 UU No. 36 Tahun 2008 dan penjelasannya terdiri dari:

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegitan usaha, antara lain:

a. Biaya pembelian bahan

b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang.

c. Bunga sewa dan royalty d. Biaya perjalanan

e. Biaya pengolahan limbah;

f. Premi asuransi

g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri Keuangan;

h. Biaya administrasi;

i. Pajak kecuali Pajak Penghasilan;

2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;

3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan;

4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;

5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;

6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;

7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;

8. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:

a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;

b. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jendral Pajak; dan

c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instalasi pemerintah yang menangani piutang Negara; atau dana

perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengukuran dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;

d. Syarat pada huruf c) tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil;

9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;

10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;

11. Biaya pembangunan infrasturktur sosial yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;

12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan peraturan pemerintah;

13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam peraturan pemerintah;

E. Penghasilan yang Tidak Dapat Ditambahkan dengan Penghasilan Bruto dan Biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan

1. Penghasilan yang tidak Dapat Ditambahkan Dengan Penghasilan Bruto

Menurut Undang-undang Perpajakan tentang Pajak Pengahasilan, mengatakan bahwa pendapatan yang merupakan objek pajak dan bersifat final sebagaimana

diatur dalam Pasal 4 Ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa penghasilan yang tidak dapat ditambahkan dengan penghasian bruto antara lain:

1. Pengahasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.

2. Penghasilan berupa hadiah undian

3. Pengahasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;

4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan

5. Pengahasilan tertentu lainnya;

2. Biaya Yang Tidak Dapat Dikurangkan dengan Penghasilan Bruto Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan( non deductible expanses) dan penghasilan bruto. Hal ini tercantum dalam Pasal 9 yang berbunyi : “Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan:

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti deviden, termasuk deviden yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polisi, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;

2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,sekutu, atau anggota;

3. Pembentukan atau penumpukan dana cadangan, kecuali;

a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang mengeluakan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;

b. Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh badan Penyelengara Jaminan Sosial;

c. Cadangan penjaminan untuk lembaga penjamin simpan Pinjam;

d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;

e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan

limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri;

4. Premi asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;

5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;

7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagai mana dimaksud pada pasal 4 ayat (3) kecuali sumbangan yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) zakat yang diterima oleh Badan amil Zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang di akui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah;

8. Pajak pengahasilan;

9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untu kepentingan pribadi Wajib pajak atau orang yang menjadi Tanggungannya;

10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseorangan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;

11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sangsi pidana berupa benda yang bekenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

F. Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak

Pemungutan pajak tidak terlepas dari keadilan. Dengan keadilan dapat diciptakan keseimbangan sosial yang sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat. Dalam menetapkan tarif harus mendasarkan pada keadilan. Dalam penghitungan pajak yang terutang digunakan tarif pajak

Sturktur tarif yang berhubungan dengan pola persentse tarif pajak dikenal empat macam tarif:

1. Tarif pajak proporsional/sebanding

Tarif pajak proporsonal yaitu tarif pajak yang berupa persentase tetap terhadap jumlah berapa pun yang menjadi dasar pengenaan pajak.

2. Tarif pajak Progresif

Tarif pajak progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaanya semakin besar.

Sebagai contoh, tariff pajak pengahasilan yang berlaku di Indonesia untuk wajib pajak badan yaitu:

 Rp 0 s.d Rp 50.000.000,00 Tarif 5%

 Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 Tarif 15%

 Di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 Tarif 25%

 Di atas Rp 500.000.000,00 Tarif 30%

Dengan memperhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi:

a. Tarif progresif progresif

Dalam hal ini kenaikan persentase pajaknya semakin besar.

b. Tarif progresif tatap

Kenaikan persentasenya tatap c. Tarif progresif degresif

Kenaikan persentasenya semakin kecil 3. Tarif Pajak degresif

Tarif pajak degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar.

4. Tarif Pajak Tetap

Dalam tarif pajak tetap ini adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama besarnnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Oleh karena itu, besarnya pajak yang terhutang tetap.

G. Pengertian Koreksi Fiskal

Laporan Keuangan disusun berdasarkan prinsip akuntansi dan dimaksudkan untuk keperluan berbagai pihak, artinya, laporan yang disusun dengan prinsip akuntansi bersifat netral atau tidak memihak. Sering juga laporan keuangan ini dinamakan laporan keuangan komersial.

Sukrisno Agoes dan Estralita Trisnawati (2013:237) mengemukakan bahwa laporan keuangan fiskal adalah yang laporan disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan maka laporan itu dinamakan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial dapat juga diubah menjadi laporan keungan fiskal dengan melakuan koreksi seperlunya atau penyesuaian dengan peraturan perpajakan.

Adanya perbedaan permanen dan sementara menyebabkan laporan keuangan komersial dan laporan keungan fiskal tidak sama. Rincian perbedaan tersebut diungkapkan dalam rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Apabila wajib pajak berkeinginan untuk menyusun laporan

keuangan fiskal maka hal-hal yang perlu tercakup dalam laporan keuangan fiskal terdiri dari:

1. Neraca fiskal

2. Perhitungan laba rugi dan perubahan laba ditahan 3. Penjelasan laporan keuangan fiskal

4. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keungan fiskal 5. Ikhtisar kewajiban pajak

Untuk memudahkan wajib pajak, menyusun laporan keuangan fiskal, berikut ini dijelaskan hal-hal yang menyangkut neraca fiskal dan perhitungan laba rugi fiskal.

1. Neraca Fiskal

Neraca fiskal adalah laporan yang menggambarkan posisi keuangan yang terdiri dari harta, hutang, dan modal pada tanggal penutupan buku yang disusun dari pembukuan wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Indonesia.

Dalam laporan keuangan komersial, neraca didefenisikan sebagai laporan yang menggambarkan posisi keuangan yang terdiri dari harta, hutang, dan modal pada tanggal penutupan buku. Jadi, pengertian dan konsep penyusunan laporan keuangan antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal tidak jauh berbeda.

Perbedaanya hanyalah adanya keharusan pada neraca fiskal yang mengungkap utang piutang dalam hubungan istimewa.

2. Perhitungan laba rugi

Perhitungan laba rugi fiskal adalah laporan yang menggambarkan hasil usaha atau pekerjaan wajib pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dengan Prinsip Akuntansi Indonesia.

Dalam menyajikan perhitungan laba rugi fiskal ada enam hal yang perlu diperhatikan yaitu:

a. Harus dipisahkan antara penghasilan dan biaya dalam rangka usaha dengan penghasilan dan biaya di luar usaha.

b. Harus memuat unsur-unsur penghasilan dan biaya wajib pajak.

c. Rincian penghasilan dilakukan menurut sifat atau jenis penghasilan. Rincian biaya dilakukan menurut sifat atau tujuan biaya.

d. Disusun dalam bentuk urutan ke bawah.

e. Laba bersih mencerminkan seluruh pos laba dan rugi selama satu tahun.

f. Koreksi masa lalu yang tidak mempengaruhi perhitungan pajak tahun sebelumnya disajikan sebagai penyesuaian atas saldo laba ditahan sehingga tidak memerlukan perbaiakan SPT yang lalu.

3. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal

Seperti telah dijelaskan bahwa laporan keuangan fiskal dapat berbeda dengan laporan keuangan komersial. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, seperti berikut ini:

a. Beda Waktu

Beda waktu adalah perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan beban (biaya) tertentu menurut akuntasi dengan ketentuan perpajakan. Perbedaan ini mengakibatkan penggeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya.

b. Beda tetap

Beda tatap adalah perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan prinsip akuntansi yang sifatnya permanen.

Dengan arti lain, suatu penghasilan atau biaya tidak akan diakui untuk selamanya dalam rangka menghitunga penghasilan kena pajak.

Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan negative. Koreksi posotif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal bertambah.

a. Koreksi Positif

Koreksi positif biasanya dilakukan akibat adanya:

1. Beban yang tidak diakui oleh pajak (non deductible expenses).

2. Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal.

3. Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal.

4. Penyesuaian fiskal positif lainnya.

b. Koreksi Negatif

Koreksi negative terjadi apabila pendapatan menurut fiskal berkurang.

Koreksi negative biasanya dilakukan akibat adanya:

1. Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

2. Penghasilan yang dikenakan PPh Final.

3. Penghasilan komersial lebih kecil daripada penyusutan fiskal.

4. Penyusutan komersial lebih kecil daripada amortisasi fiskal.

5. Pengalihan yang ditangguhkan pengakuan.

6. Penyesuaian fiskal negative lainnya.

Contoh Soal 1:

PT. Fast maminta bantuan Anda menyusun rekonsiliasi fiskal berdasarkan data laporan keuangan tahun 2006 berikut (dalam rupiah)

PT. Fast

H. Penelitian Terdahulu

Peneltian ini merujuk pada 2 penelitian sebelumnya, adapun penelitian terdahulu yaitu:

1. Peneltian yang dilakukan oleh Lownrensius, Haerani dan Ridwan (2012) diperoleh bahwa adanya perbedaan antara laba menurut akuntansi dan laba untuk tujuan perpajakan. Laba komersial untuk tahun 2011 sebesar Rp 705.218.989, sedangkan laba fiskal sebesar Rp 769.709.997 dan pajak penghasilan terhutang pada PT Fajar Selatan.

2. Dita dan Khairani (2012 diperoleh pelaksanaan pajak yang dilakukan oleh PT. Citra Karya Sejati belum maksimal dalam mengoreksi laporan keuangan komersial yang dimiliki berdasarkan pajak. Dari nilai kurang bayar yang telah dilaporkan perusahaan untuk tahun 2011 sebesar Rp 176.614.600, setelah dikoreksi fiskal masih terdapat nilai kurang bayar yang harus dibayarkan kembali oleh perusahaan sebesar Rp 142.789.000.

Sehingga dari penjelasan diatas Nampak pada table dibawah ini :

Terhutang

I. Kerangka Fikir

Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka pemikirannya berdasarkan latar belakang, konsep , dan landasan teori maka dapat diuraikan kerangka pemikiran sebagai berikut:

(2) Indentifikasi Tarif penyusutan (3) Cadangan Kekrugian Piutang (4) Penghapusan piutang (5) Biaya yag tidak boleh

dibebankan

(6) Pendapatan yang dikenakan pajak final

(1) Neraca

(2) Laporan laba rugi

(3) Laporan Perubahan Ekuitas (4) Laporan arus kas

(5) Catatan atas laporan keuangan

PERBANDINGAN

Pajak Yang dibayarkan PT. Iswanto

BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Perusahaan yang menjadi objek penelitian penulis adalah di Kota Makassar tapatnya pada PT. Iswanto di Makassar yang berlokasi di Jl.A.P. Pettarani No. 21 Makassar. Adapun waktu penelitian yang dilakukan selama 2 bulan, dari bulan April s/d Mei.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

 Dokumentasi, yaitu penelitian yang dilakukan dengan jalan

mengumpulkan dokumen-dokumen perusahaan yang berhubungan dengan penelitian ini.

C. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

 Data kuantitatif adalah jenis data yang berupa angka-angka, laporan, serta dokumen yang diperoleh dari perusahaan.

D. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Deskriptif Kuantitatif yaitu merupakan penelitian yang termasuk dalam jenis penelitian kualitatif.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel

dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya.

Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang

terjadi di dalam masyarakat, pertentangan 2 keadaan atau lebih, hubungan antarvariabel, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi, dan lain-lain. masalah yang diteliti dan diselidiki oleh penelitian deskriptif kualitatif mengacu pada studi kuantitatif, studi komparatif, serta dapat juga menjadi sebuah studi korelasional 1 unsur bersama unsur lainnya.

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum PT. Iswanto Makassar 1. Sejarah Singkat Perusahaan

PT. Iswanto Makassar merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang perdagangan. Kantor pusat PT. Iswanto Makassar beralamat di jalan Andi Pangeran Pettarani No. 21, Telp (0411) 832025 Makassar.

PT. Iswanto Makassar adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan umum dan keagenan, kecuali agen perjalanan. Pada saat pendirian, perusahaan ini bernama PT. Iswanto didirikan Pada tanggal 15 April 1985 berdasarkan akte pendirian No. 10606 di depan notaries Sitse Lamowa, S.H, yang disahkan oleh Menteri Kehakiman RI No.

C2.5403HT.01.01 tahun1985 tertanggal 27 Agustus 1985 dengan modal awal yang diisetor sebesar Rp. 500.000.000,- yang terdiri dari 500 lembar saham dengan nilai nominal Rp. 1000.000,-. Pada awal berdirinya perusahaan ini berkedudukan di jalan Nusantara No. 70 makassar serta hanya terbatas pada bidang usaha di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Namun pada perkembangan selanjutnya PT. Iswanto senantiasa terus mengadakan pembenahan dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, maka berdasarkan

pertimbangan manajemen agaknya perlu untuk mencari posisi yang lebih memudahkan pengangkutan guna mendukung kemungkinan ekspansi, sehingga pada tahun 1995 alamat kantor perusahaan dipindahkan ke jalan Andi Pangeran Pettarani No.21 Makassar menempati gedung berlantai tiga yang dijadikan ruang kantor dan costumer service hingga sekarang ini.

2. Gambaran Umum Kantor

Tingginya animo pelanggan untuk melakuakan transaksi pembeli barang-barang kebutuhan saat ini membuat PT. Iswanto Makassar yang berpusat di jalan Andi Andi Pangeran Pettarani No.21 Makassar. Memilih didaerah selatan kota merupakan pilihan yang tepat karena sangat strategis yang mana tempatnya berada ditengah-tengah kota. Mahasiswa dari kampus manapun yang ingin melakukan kuliah kerja profesi (KKP) atau yang ingin melakukan penelitian selalu disambut positif. PT. Iswanto Makassar memiliki tiga lantai yang dimana lantai pertama digunakan untuk tempat penerimaan data transaksi penjualan maupun pembelian dan sebagai ruang kantor kepala personalia dan lantai dua digunakan sebagai bagian ruang rapat dibagian pojok kanan dan masing-masing ruangan memiliki kamar mandi, dan bagian belakang lantai dua ada dapur, juga digunakan sebagai tempat tempat kantor dan lantai ke tiga digunakan sebagai tempat para petinggi Kantor dan para direktur maupun para manajer, dan memiliki masing-masing kamar mandi.

3. Visi dan Misi Perusahaan a. Visi

Menjadi mitra utama bagi semua pihak yang berkepentingan dalam memajukan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, agar mampu bersaing dengan bangsa-bangsa maju di dunia, khususnya dalam pendistribusian produk, yang akan kami capai melalui kepemimpinan setiap segmen pasar tempat kami bersaing.

b. Misi

1) Memberikan solusi kepada setiap orang yang mencari dan menginginkan produk sesui keinginan.

2) Kami akan menyediakan produk dan layanan yang memenuhi standar yang mampu kami capai dalam industri dimana kami bersaing.

3) Kami ingin memastikan bahwa semua pihak yang berhubungan dengan kami dapat merasakan dan menerima mamfaat positif dengan kehadiran kami dalam bisnis ini.

4) Menghasilkan tingkat pengembalian yang wajar atas resiko modal dan investasi yang dihadapi oleh para pemegang saham, meningkatkan kekayaan perusahaan, menjadi sumber kemakmuran bagi orang-orang yang bekerja pada kami.

4. Tujuan Perusahaan

Komitmen PT. Iswanto Makassar tampak dengan misinya melayani pendistribusian produk, sebagai ”pelayan”. PT. Iswanto Makassar berupaya cepat tanggap terhadap arus reformasi penjualan. Untuk itulah revisi, pembaharuan, dan pendistribusian produk terus dilakukan.

Turut melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintahan dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya pendistribusian produk untuk memenuhi permintaan pasar.

Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, perusahaan dapat melaksanakan kegiatan usaha sebagai berikut:

a. Mendistribusikan produk yang bersifat menyeluruh kepada pihak pelanggan.

b. Membuat surat jaminan penggunaan produk sesui dengan ketentuan yang berlaku.

5. Struktur Organisasi

Dalam menjalankan kegiatan perusahaan, maka salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah struktur organisasi yang baik dan tersusun secara rapi demi kelancaran tugas dalam perusahaan.

Struktur organisasi merupakan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Cara pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab diperlihatkan dalam suatu bentuk tertentu berupa bagan atau skema struktur organisasi yang bersangkutan.

Rapat Umum Pemegang Saham

Adapun struktur organisasi PT. Iswanto Makassar adalah sebagai berikut:

Struktur Organisasi Perusahaan

Berdasarkan struktur organisasi diatas, tentang tugas dan wewenang tiap bagian tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Rapat Umum Pemegang Saham

1) Merumuskan garis kebijakan perusahaan.

2) Menyetujui penambahan dan jenis modal saham.

3) Menetapkan besarnya pembagian deviden.

4) Menetapkan personil dan komisaris.

5) Menetapkan pejabat direktur.

6) Menyetujui perluasan usaha perusahaan.

7) Menyetujui usaha pembelian aktiva tetap dalam jumlah tertentu.

8) Menerima dan mengevaluasi dean komisaris.

9) Menerima/menolak pertanggungjawaban yang dibuat direksi.

10) Mengesahkan/menyetujui pembagian laba usaha.

b. Dewan Komisaris

Fungsi pokoknya adalah sebagai wakil dari pemilik saham dalam mengawasi jalannya perusahaan, menetapkan dan mengawasi garis-garis besar kebijaksanaan perusahaan. Berikut ini tugas dan tanggungjawabnya:

1) Bertanggungjawab kepada rapat umum pemegang saham.

2) Menetapkan dan mengawasi garis-garis besar kebijaksanaan perusahaan sesui dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga

2) Menetapkan dan mengawasi garis-garis besar kebijaksanaan perusahaan sesui dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga

Dokumen terkait