• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Budaya Jawa

1. Pengertian Budaya Jawa

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu budhayah, yaitu budhi yang berarti akal. Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan dari kata budi daya yang artinya daya dari budi. Kesimpulan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan rasa manusia yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari kebudayaan itu bersifat abstrak (Koentjaraningrat, 1996: 12).

Koentjaraningrat (Joko Tri Prasetya, 2004: 32) mengemukakan bahwa kebudayaan mempunyai tiga wujud, yaitu: a) wujud kebudayaan sebagai kompleks gagasan, konsep, nilai-nilai, norma dan peraturan adalah wujud ideal kebudayaan. Memiliki sifat abstrak, tidak dapat diraba dan difoto dan terletak dalam pikiran manusia. Ide- ide dan gagasan manusia ini banyak hidup dalam masyarakat dan memberi jiwa

26

kepada masyarakat; b) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat adalah yang disebut sistem sosial yaitu tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas manusia yang berinteraksi satu dengan lainnya dari waktu ke waktu, yang selalu menurut pola tertentu. Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa didokumentasikan; c) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia adalah kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Bersifat konkrit berupa benda yang bisa diraba dan didokumentasikan.

Ki Hadjar Dewantara (2011: 27) menjelaskan bahwa budaya adalah buah-buah dari suatu keluhuran budi yang sifatnya bermacam- macam, akan tetapi karena semuanya adalah buah adab, maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah, berfaidah, luhur, memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat- sifat itulah yang dijadikan pedoman hidup luhur bangsa Indonesia sebagai budaya. Sifat kebudayaan yang dikemukakan di atas dapat dilihat melalui nilai-nilai budaya yang diakui dan digunakan oleh masyarakat hingga saat ini. Pengertian dan definisi mengenai budaya di atas secara umum prinsipnya sama yaitu mengakui bahwa budaya merupakan hasil cipta manusia yang dibiasakan bahkan didapat melalui belajar untuk mneyempurnakan kehidupan. Dengan demikian hampir semua tindakan manusia yang dibiasakannya

27

dengan belajar untuk mencapai kesempurnaan hidup bisa disebut dengan budaya.

Ki Hadjar Dewantara (2011: 66) kemudian membagi kebudayaan menjadi: a) buah fikiran misalnya ilmu pengetahuan, pendidikan dan pengajaran; b) buah perasaan misalnya segala sifat keindahan, dan keluhuran budi, kesenian, adat istiadat, kenegaraan, keadilan, keagamaan, kesosialan dan sebagainya; dan c) buah kemauan misalnya semua sifat perbuatan dan buatan manusia seperti industri, pertanian, perkapalan, bangunan-bangunan dan sebagainya. Pembagian jenis-jenis kebudayaan di atas berdasarkan bentuk atau buah dari suatu budaya. Bentuk-bentuk tersebut yang kemudian dikembangkan dan dijadikan suatu kebiasaan sebagai kebudayan.

Kebudayaan sebagai fungsi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, alam sekitar dan dengan Tuhan untuk kedamaian batin serta kehidupannya yang abadi, pada hakikatnya selalu berubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan perkembangan zaman. Budaya dalam pengertian ini meliputi dimensi sistem berpikir, sistem ekspresif seperti gaya bentuk seni, serta sistem orientasi nilai.

Soerjono Soekanto (Nur Zazin, 2011: 50) mendefinisikan budaya sebagai, “Sebuah sistem nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. Nilai yang dianut oleh suatu organisasi diadopsi dari organisasi lain, baik melalui re-inventing maupun re-organizing.”

28

Danim (Nur Zazin, 2011: 150) mengartikan budaya sebagai seluruh sistem gagasan, rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar sesuai dengan kekhasan etnik, profesi, dan kedaerahan.

Kebudayaan memiliki pengertian yang begitu luas cakupannya, untuk mempermudahnya disebut unsur universal yaitu: a) sistem religi dan upacara keagamaan, b) sistem dan organisasi kemasyarakatan, c) sistem pengetahuan, d) bahasa, e) kesenian, f) sistem mata pencaharian hidup, g) sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 2015: 22).

Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang menjadi identitas bangsa. Budaya luhur dan beragam penuh nilai kemanusiaan adalah karakteristik yang dimiliki Indonesia sebagai budaya nasional. Budaya nasional dibentuk oleh budaya-budaya daerah yang merupakan karakteristik bangsa, salah satu budaya daerah yang membentuk budaya nasional adalah budaya Jawa.

Pemilik kebudayaan Jawa yaitu Suku Jawa menduduki wilayah Indonesia terutama di pulau Jawa sehingga ikut menentukan karakter bangsa. Suku Jawa merupakan penduduk asli yang mendiami bagian tengah dan timur dari seluruh Pulau Jawa yaitu propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Budaya juga merupakan pengikat Suku Jawa yang menunjukkan karakteristik dengan mengutamakan keseimbangan,

29

keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari (Koentjaraningrat,1999: 300).

Kebudayaan Suku Jawa tidak merupakan suatu kesatuan yang homogen dikarenakan adanya suatu keanekaragaman yang bersifat regional. Menurut Kodiran (Koentjaraningrat, 1999: 322), daerah kebudayaan Jawa itu luas yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa. Walaupun demikian ada beberapa daerah yang sering disebut daerah kejawen. Daerah itu adalah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri.

Daerah di luar itu dinamakan pesisir dan ujung timur. Dilihat dari banyak daerah tempat kediaman orang Jawa terdapat berbagai variasi dan perbedaan yang bersifat yang bersifat lokal dalam beberapa unsur kebudayaannya, seperti perbedaan istilah teknis, dialek bahasa dan sebagainya namun masih merujuk pada satu pola yang sama. Keberagaman kebudayaan Jawa di setiap daerah terpusat pada dua daerah yaitu Yogyakarta dan Surakarta.

Berdasar analisis di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan ideal dan adat istiadat mengatur dan mengarahkan tindakan manusia baik gagasan, tindakan dan karya manusia, menghasilkan benda kebudayaan secara fisik. Sebaliknya kebudayaan fisik membentuk lingkungan hidup tertentu sehingga dapat mempengaruhi pola berpikir dan berbuatnya. Dengan kata lain di mana manusia hidup bermasyarakat, pasti akan timbul kebudayaan.

30 2. Unsur-unsur Budaya Jawa

Suatu kebudayaan terdapat macam- macam unsur yang masuk bahkan membentuk suatu kebudayaan itu sendiri. Bakker (1990: 38) mengatakan sebagai unsur karena pokok-pokok tersebut dapat digabungkan menjadi paduan yang lebih tinggi. Unsur- unsur ini yang menjiwai dan menjadi pokok dari setiap kebudayaan. Unsur- unsur kebudayaan itu dapat disistematisasikan menurut beberapa prinsip pembagian.

Koentjaraningrat (2009: 165) mengemukakan pembagian unsur- unsur kebudayaan ditemukan pada semua bangsa di dunia berjumlah tujuh buah, yang dapat disebut sebagai pokok dari setiap kebudayaan, yaitu: (a) bahasa, yaitu sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi satu dengan yang lain. Bahasa yang digunakan oleh suku bangsa yang bersangkutan memiliki variasi-variasi dari bahasa itu sendiri, (b) sistem pengetahuan, yaitu pemahaman suatu suku bangsa tentang suatu hal. Setiap bangsa di dunia biasanya mempunyai pengetahuan tentang alam sekitar, flora, fauna, zat-zat atau benda di lingkungannya, tubuh manusia, sifat dan tingkah laku manusia, serta ruang dan waktu, (c) sistem kekerabatan dan Organisasi sosial, yaitu adat istiadat dan aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan tempat suatu bangsa hidup dan bergaul di kehidupan sehari-hari, (d) sistem peralatan hidup dan teknologi, yaitu cara-cara memproduksi, memakai, dan memelihara segala peralatan hidup dari

31

suatu suku bangsa. Yang dimaksud sistem peralatan hidup ini seperti bentuk serta cara membuat pakaian, bentuk rumah, bentuk serta pemakaian senjata, bentuk serta cara membuat dan mempergunakan alat transportasi dan sebagainya, (e) sistem mata pencaharian hidup, yaitu sistem produksi lokal termasuk sumber daya alam hingga pengembangannya. Sistem mata pencaharian dalam hal ini terbatas pada sistem- sistem yang bersifat tradisional terutama untuk lebih memperhatikan kebudayaan suatu bangsa secara holistik, (f) sistem religi, yaitu menyangkut hal-hal yang dipercaya dan dijadikan pedoman hidup suatu suku bangsa, (g) kesenian, yaitu segala ekspresi hasrat manusia akan keindahan dalam suatu kebudayaan bangsa. Benda-benda hasil kesenian budaya dapat berwujud gagasan, ciptaan pikiran, cerita, dan syair yang indah. Selain itu kesenian juga berupa benda-benda indah seperti candi, kain tenun dan sebagainya.

Munandar Soelaeman (2001: 32) mengemukakan bahwa unsur- unsur nilai budaya Jawa yaitu ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat dan menciptakan materi kebudayaan dalam unsur budaya universal. Unsur nilai budaya dibagi menjadi: a) agama meliputi adanya umat beragama, sistem keyakinan, sistem peribadatan, sistem peralatan ritus dan emosi keagamaan, b) ilmu pengetahuan meliputi sistem pengetahuan yang utuh menanggapi keberadaan alam nyata dan nirwana, kondisi ini menyambung kepada pemahaman tentang kehidupan dan kematian, perbuatan dan keadilan,

32

kefanaan dan keabadian, c) teknologi meliputi setiap warga negara pendukung suatu kebudayaan memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan bersama dan menciptakan peralatan hidup yang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan pada unsur budaya lainnya, d) ekonomi meliputi setiap kehidupan masyarakat dengan proses jual beli, e) organisasi sosial meliputi perkumpulan jaringan dalam tali perkawinan, wilayah masyarakat, etnis, profesi, dan politik, f) bahasa dan komunikasi meliputi setiap masyarakat dalam kebudayaan memiliki simbol-simbol bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk menyampaikan suatu maksud untuk dipahami atau dilaksanakan, g) serta kesenian yang meliputi ungkapan seni berupa simbol pernyataan rasa suka atau duka. Baik untuk umum atau diri sendiri, dalam bentuk ukiran, gambar, tulisan, gerak tari dan nyanyian.

Unsur-unsur budaya Jawa sangat menonjol dan mencirikhaskan budaya Jawa. Di dalam pergaulan aktifitas sosialnya masyarakat Jawa sehari- hari menggunakan bahasa Jawa. Pada waktu pengucapan dan penggunaan bahasa Jawa seseorang harus memperhatikan dan membedakan keadaan lawan bicara atau yang sedang dibicarakan berdasarkan usia maupun status sosialnya. Pada dasarnya ada dua macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari tingkatanya, yaitu: a. Bahasa Jawa Ngoko, dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajat atau status sosialnya. Lebih khusus lagi adalah bahasa Jawa Ngoko Lugu dan Ngoko Andap, b.

33

Bahasa Jawa Krama, dipergunakan untuk bicara dengan orang yang belum dikenal akrab dan juga orang yang lebih tinggi umur serta status sosialnya (Koentjaraningrat, 1999: 320).

Kedua macam derajat bahasa ini kemudian ada variasi dan kombinasi antara kata-kata dari bahasa Jawa ngoko dan bahasa Jawa krama yang pemakaiannya disesuaikan dengan keadaan perbedaan usia, serta derajat sosial. Misalnya bahasa Jawa Madya yang terdiri dari tiga macam bahasa Madya Ngoko, Madyaantara, Madya Krama. Selain itu juga ada bahasa Krama Inggil, bahasa Kedaton, bahasa Krama Desa, dan bahasa Jawa Kasar yang digunakan pada saat- saat dan lingkungan sosial tertentu (Koentjaraningrat, 1999: 329).

Perbedaan penggunaan bahasa yang disebabkan oleh perbedaan tingkatan, masyarakat Jawa juga memiliki keberagaman pada logat dan karakter bahasa berdasarkan geografi. Sesuai pada keadaan geografis pulau Jawa, maka dapat dibedakan beberapa subdaerah linguistik yang masing-masing mengembangkan logat bahasa Jawa. Beberapa daerah yang berada disekitar peradaban suka Jawa juga mempengaruhi logat Bahasa Jawa yang beragam. (Koentjaraningrat, 1984: 23)

Masyarakat Jawa juga mengenal tulisan asli yang merupakan identitas mereka yaitu tulisan Jawa. Tulisan Jawa berasal dari suatu bentuk tulisan Sansekerta Dewanagari dari India Selatan yang biasa disebut dengan tulisan Palawa, tetapi dalam waktu berabad-abad tulisan itu mengalami perubahan hingga menjadi Aksara Jawa yang sering

34

digunakan pada kesusastraan Jawa. Namun sekarang dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa menggunakan huruf latin tidak menggunakan tulisan Jawa (Koentjaraningrat, 1984: 21).

Sistem teknologi masyarakat Jawa dipengaruhi oleh mata pencahariannya. Mata pencaharian masyarakat Jawa berasal dari pekerjaan-pekerjaan kepegawaian, pertukangan dan perdagangan, tapi yang menjadi mayoritas mata pencaharian masyarakat Jawa di desa adalah bertani. Mata pencaharian masyarakat Jawa sangat berpengaruh terhadap kebudayaanya. Masyarakat Jawa masa kini sudah lebih modern dalam hal teknologi dan mata pencahariannya juga lebih beragam.

Kodiran (Koentjaraningrat, 1999: 344), menjabarkan masyarakat Jawa membedakan kelompok masyarakat menjadi priyayi dan bendara yang terdiri dari pegawai negeri, kaum terpelajar, keluarga kraton dan keturunan bangsawan yang hidup di kota dengan wong cilik seperti petani-petani, tukang-tukang, pekerja kasar dan lain sebagaiya. Berdasarkan gengsi kelompok priyayi dan bendara merupakan lapisan paling atas, sedangkan wong cilik berada di lapisan paling bawah. Meskipun saat ini perbedaan antara kedua kelompok masyarakat di atas tidak terlalu mencolok dan terlihat, namun hal itu mempengaruhi proses pembentukan kebudayaan masyarakat Jawa. Misalnya pada kelompok masyarakat wong cilik dalam bertani muncul budaya- budaya menanam atau teknologi menanam mulai dari cara membajak (luku), persemaian benih (pawinih), pemindahan tunas (nguriti/ndaut), hingga menuai padi.

35

Masyarakat Jawa juga sering membuat suatu pertunjukkan seni budaya sebagai wujud syukur kepada sang pencipta atas hasil panennya. Mereka juga memiliki cara sendiri dalam berekreasi dan berkesenian. Sedangkan pada kelompok masyarakat priyayi dan bendara, budaya timbul kehidupan sehari- hari mereka dalam hal busana, cara bergaul, dan lain sebagainya. Biasanya kebudayaan Jawa yang hidup di kota- kota Yogyakarta dan Surakarta (Solo) merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di Kraton.

Pola rekreasi dan kesenian terdapat keberagaman yang dimiliki oleh budaya Jawa. Masyarakat Jawa sejak dulu memiliki kesenian sendiri-sendiri di berbagai lapisan masyarakat. Koentjaraningrat (1984: 212) menjelaskan kesenian yang biasanya selalu ada di masyarakat desa adalah penari wanita (ledhek), tarian tayuban, dan pertunjukkan wayang kulit. Kesenian-kesenian itu yang dikembangkan bervariasi pada setiap daerah. Tak jarang pelaku seni desa yang tersohor dan berbakat diminta untuk mengadakan pertunjukkan di kota. Tarian-tarian rakyat Jawa sejak dulu merupakan sumber ilham kesenian istana atau kraton. Sehingga kesenian masyarakat kota berpengaruh terhadap kesenian masyarakat kota di kebudayaan Jawa. Dibandingkan dengan masyarakat desa, kelompok priyayi lebih sering mengadakan acara yang mempertunjukkan kesenian dan budaya Jawa seperti pada upacara khitanan, perkawinan dan kelahiran. Kemudian ditegaskan kembali oleh Koentaraningrat (1984: 286) bahwa bentuk kesenian Jawa yang begitu digemari priyayi

36

Jawa, yaitu seni drama wayang kulit maupun wayang orang, seni suara gamelan yang erat kaitannya dengan tarian-tarian Jawa istana. Tarian-tarian Jawa yang ada di istana atau kraton sangat banyak dan beragam serta terus berkembang hingga saat ini. Tarian-tarian di istana dan kraton adalah tarian yang sakral dan penuh dengan arti kehidupan, bahkan sudah menjadi tradisi yang turun temurun.

Sistem sosialisasi masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi kesopanan dan kesantunan. Adat istiadat masyarakat Jawa mengedepankan sopan santun untuk menghargai orang lain. Tingkah laku inilah yang menjadi karakteristik masyarakat Jawa. Budaya sopan selalu diajarkan secara turun menurun oleh masyarakat Jawa melalui segala aspek komunikasi yang mempertimbangkan lawan bicara atau dengan siapa mereka bicara. Pada dasarnya tingkah laku dan adat sopan santun orang Jawa memang sangat berorientasi secara kolateral. Masyarakat Jawa menjunjung tinggi sikap tenggang rasa (tepa selira) antar sesama (Koentjaraningrat, 1984: 440).

Koentjaraningrat (Munandar Soelaeman, 2001: 42) menjelaskan bahwa nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem nilai budaya dalam masyarakat menyangkut masalah-masalah pokok bagi kehidupan manusia.

Orientasi nilai budaya bisa merupakan nilai, konsep, dan kebiasaan. Dapat berupa perilaku langsung apabila menghadapi permasalahan maupun berupa karakter. Masyarakat Jawa memiliki