• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA."

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

i

KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Chandra Puspitasari NIM 09110241021

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

Pondasi negara yang terbaik adalah budaya, sebagai dasar mengembangkan bangsa tanpa melupakan asal usul jati dirinya

(NN)

Jangan melihat masa lalu dengan penyesalan, jangan pula melihat masa depan dengan ketakutan, tapi lihatlah sekitarmu dengan penuh kesadaran dan keyakinan

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Teriring rasa syukur kepada Allah SWT Dan dengan penuh rasa hormat

Karya sederhana ini kupesembahkan kepada Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta Dan

Kupersembahkan untuk :

Ayah dan Ibuku tercinta yang tak pernah berhenti berharap dan berdoa untuk kesuksesanku

Juga untuk Adikku

(7)

vii

KEBIJAKAN SEKOLAH DALAM MENERAPKAN NILAI-NILAI BUDAYA JAWA MELALUI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER

DI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN YOGYAKARTA

Oleh

Chandra Puspitasari NIM 09110241021

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai- nilai budi pekerti, (2) memahami kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler, (3) memahami faktor penghambat dan pendukung kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa, dan (4) memahami strategi yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanggulangi hambatan yang ditemui saat menerapkan nilai-nilai budaya Jawa.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subyek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, dan beberapa peserta didik di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik analisis data berupa pengumpulan data, reduksi data (penyederhanaan), display data (disajikan), atau verifikasi atau penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan triangulasi teknik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) bentuk nilai-nilai budaya jawa yang diterapkan meliputi penggunaan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, penerapan sikap sopan santun dan menghormati terhadap semua warga sekolah, berbaris sebelum masuk kelas dan salim kepada Kepala sekolah dan guru setiap pagi dan pulang sekolah, serta wajib menyanyikan tembang dan lagu nasional; 2) cara menanamkan nilai-nilai budaya jawa meliputi menyanyikan tembang jawa sebelum memulai pelajaran dan melalui kegiatan ekstrakurikuler tari, gamelan, karawitan, pramuka, membatik, dolanan anak, dan nembang Jawa; 3) faktor pendukung adalah pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan seluruh komunitas sekolah. Sedangkan, faktor penghambat adalah kebiasaan sehari-hari siswa di rumah yang sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa jawa, keterbatasan dana sekolah, keterbatasan alat, kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan dan 4) upaya pihak sekolah dalam mengatasi setiap hambatan berupa melakukan kerjasama dengan seluruh komunitas sekolah dan orangtua, dalam hal pendanaan sekolah bekerjasama dengan pemerintah dan orangtua, sekolah berupaya mengumpulkan dana untuk pembelian alat musik, sekolah mendatangkan pelatih dari luar, sekolah memberikan tanggung jawab kepada guru kelas untuk bertanggung jawab kepada masing-masing kelas dan memberikan sanksi tegas bagi siswa yang melanggar.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kebijakan Sekolah Dalam Menerapkan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta”.

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Program Studi Kebijakan Pendidikan Fakultas Ilmu Pensdidikan Unversitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk menimba ilmu selama masa studi di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberi ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini.

4. Pembimbing Akademik Bapak I Made Suatera M. Hum, yang telah membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis selama menjadi mahasiswa.

(9)

ix

6. Ibu Anastasia, Kepala Sekolah SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.

7. Keluarga Besar SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.

8. Ayah dan Ibuku tercinta yang senantiasa membesarkan hati dan dengan penuh kasih sayang memberikan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini, dan adikku tersayang Dhimas Bayu Dwi Arivianto

9. Teman-teman angkatan 2009: Restu, Wulan, Lia, Wahyu, Furi yang memberi motivasi hingga skripsi ini selesai

10.Teman-teman seperjuangan Bayu, Aldy, Kak Rio, Kak Ika, Kak Alin, Kak Yosua, Kak Alma, Marcel, Kak Yonas, Kak Hugo yang memberikan bantuan, semangat, kritik, saran, dan motivasi.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini

Semoga bantuan dan kebaikan pihak-pihak yang disebutkan di atas mendapatkan balasan pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat optimal bagi pengembangan keilmuan Kebijakan Pendidikan dan bagi siapa saja yang membacanya. Amin.

Yogyakarta, 20 Agustus 2016

(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Batasan Masalah ... 13

D. Rumusan Masalah ... 13

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Manfaat Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN TEORI A. Implementasi Kebijakan ... 16

1. Pengertian Kebijakan Pendidikan ... 16

2. Pengertian Kebijakan Sekolah ... 18

B. Budaya Jawa ... 24

1. Pengertian Budaya Jawa ... 24

(11)

xi

3. Hakikat Kearifan Lokal ... 36

4. Nilai dan Budi Pekerti Budaya Jawa ... 40

C. Budaya Sekolah ... 55

D. Ekstrakurikuler ... 58

E. Penelitian yang Relevan ... 62

F. Kerangka Berpikir ... 64

G. Pertanyaan Penelitian ... 67

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 68

B. Subjek Penelitian ... 68

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 69

D. Teknik Pengumpulan Data ... 69

E. Instrumen Penelitian ... 73

F. Teknik Analisis Data... 73

G. Keabsahan Data ... 75

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 77

B. Hasil Penelitian ... 92

C. Pembahasan ... 121

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 143

B. Saran ... 145

DAFTAR PUSTAKA ... 147

LAMPIRAN ... 151

(12)

xii

DAFTAR TABEL

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Struktur Organisasi SD ... 21

Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian ... 67

Gambar 3. Pendopo Sekolah Tamansiswa ... 196

Gambar 4. Lapangan SD Taman Muda IP Yogyakarta ... 196

Gambar 5. Halaman Depan SD Taman Muda IP Yogyakarta ... 196

Gambar 6. Kondisi Pendopo Tamansiswa ... 197

Gambar 7. Visi dan Misi Taman Muda Ibu Pawiyatan ... 197

Gambar 8. Semboyan Ki Hajar Dewantara yang terdapat pada dinding ruang guru ... 197

Gambar 9. Kegiatan Salim dengan Guru dan Kepala Sekolah pada pagi hari ... 198

Gambar 10. Kegiatan baris berbaris sebelum memasuki kelas ... 198

Gambar 11. Kegiatan bersalaman dengan guru sebelum pulang sekolah ... 198

Gambar 12 Pamong menjelaskan cara membaca aksara jawa dalam pembelajaran ekstrakurikuler bahasa Jawa ... 199

Gambar 13. Aksara jawa yang di tulis peserta didik ... 199

Gambar 14. Pembelajaran notasi dan gerakan dalam kegiatan ekstrakurikuler karawitan ... 199

Gambar 15. Peserta didik berlatih menggunakan gamelan dalam ekstrakurikuler karawitan ... 200

Gambar 16. Tari Perang-perangan putra dalam ekstrakurikuler tari ... 200

Gambar 17. Tari Lilin untuk peserta didik putri dan putra dalam ekstrakurikuler tari ... 200

Gambar 18. Peserta didik menyanyikan tembang tak pethik-pethik dalam ekstrakurikuler nembang ... 201

Gambar 19. Peserta didik memainkan dolanan jamuran dalam ekstrakurikuler dolanan anak ... 201

Gambar 20. Peserta didik memainkan dolanan cublak –cublak suweng dalam ekstrakurikuler dolanan anak ... 201

Gambar 21. Peserta didik menggambar motif batik truntum ... 202

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 152

Lampiran 2. Pedoman Wawancara ... 153

Lampiran 3. Transkip Wawancara yang Telah Direduksi ... 158

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 173

Lampiran 5. Kisi Kisi Wawancara ... 193

Lampiran 6. Dokumentasi Foto... 195

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui proses pengajaran dan pelatihan. Pengertian lain pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. John Dewey mengemukakan bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah upaya konservatif dan progresif dalam bentuk pendidikan sebagai pendidikan sebagai formasi, sebagai rekapitulasi dan retropeksi, dan sebagai rekonstruksi (Riant Nugroho, 2008: 20).

Pendidikan sebagai proses budaya yang secara terus menerus selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan ruang dan waktu. Jika nilai-nilai budaya hilang dari proses pendidikan, maka dampaknya dapat kita rasakan pada generasi mendatang, yakni suatu generasi yang tidak memahami karakter budaya dan cenderung mengarah pada perbuatan negatif.

(16)

2

budaya Jawa lama yaitu nilai gotong royong, ramah tamah, tenggang rasa, kerendahan hati, kejujuran dan nilai positif lainnya.

Globalisasi sendiri memberikan dua dampak yang dirasakan oleh masyarakat yaitu sisi negatif dan sisi positif. Sisi positif dari adanya globalisasi adalah terjadinya perluasan pasar sehingga berdampak pada kenaikan pendapatan suatu negara, sedangkan pada sisi pemerintahan banyak negara yang saat ini menerapkan sistem demokrasi yaitu dengan memberikan kebebasan pada rakyatnya. Dalam bidang budaya, globalisasi menyebabkan interaksi antar bangsa semakin cepat sehingga arus pertukaran informasi dan ilmu pengetahuan semakin terbuka.

Sisi negatif dari globalisasi juga tidak kalah banyaknya. Dibidang ekonomi menyebabkan semakin jelas perbedaan antara kelompok kaya dan miskin. Dalam bidang sosial politik demokrasi cenderung mengarah pada demokrasi tanpa batas. Dalam bidang budaya, adanya globalisasi membawa dampak pada mudahnya warga masyarakat di negara berkembang, termasuk Indonesia meniru budaya luar dalam berbagai bentuk. Seperti, pola pergaulan, pola berpakaian, pola makan, dan berbagai pola perilaku lain yang justru dapat merusak harkat, martabat dan jati diri bangsa itu sendiri (Zamroni, 2005: 65).

(17)

3

ini berdasar pada aturan Kemendiknas tentang UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab satu, pasal satu yang berbunyi,

“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap pada tuntutan perubahan zaman.”

Kebudayaan suatu bangsa adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak budaya baru melainkan dengan cara melakukan akulturasi budaya. Hal ini berdasarkan pada UUD 1945 tentang pendidikan dan kebudayaan bab tiga belas pasal tiga puluh dua yang berbunyi,

“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”

(http://www.frewaremini.com/2014/01/bab-pasal-ayat-uud-1945 penjelasan.html.)

(18)

4

yaitu: agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa serta komunikasi dan kesenian (Rusmin Tumanggor, 2010: 19).

Pendidikan merupakan bekal penting untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di kalangan warga masyarakat. Peran pendidikan menjadi lebih penting ketika arus globalisasi yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya sering bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia.

Mengintegrasikan budaya melalui pendidikan berbasis budaya merupakan salah satu cara mewariskan nilai budaya tanpa mengurangi porsi pendidikan yang dibutuhkan peserta didik. Penting bagi bangsa Indonesia untuk menerapkan pendidikan berbasis budaya yang mengedepankan pembentukan karakter sesuai dengan nilai luhur budaya bangsa.

Pendidikan berbasis budaya di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan konsep pendidikan Tamansiswa. Hal ini disebabkan Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Tamansiswa yang juga merupakan bapak pendidikan nasional yang telah meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang berorientasi budaya. Sehingga ada pengaruh yang kuat dari konsep taman siswa terhadap pendidikan berbasis budaya di Indonesia.

(19)

5

dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Kemudian pendidikan pada konsep Tamansiswa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang riil dengan tujuan untuk meningkatkan derajat negara dan rakyat. Pendidikan nasional mengangkat unsur ketamansiswaan dalam menerapkan budaya sebagai landasan pendidikan untuk meningkatkan hak-hak asasi manusia dan melaksanakan tanggung jawab bersama sebagai bangsa Indonesia daam melestarikan budaya bangsa.

(20)

6

Nilai merupakan sebuah inti dari kebudayaan. Salah satu contoh nilai kebudayaan didalam pendidikan yaitu budi pekerti. Budi Pekerti adalah nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama dan sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat. Budi pekerti luhur merupakan wujud etika pergaulan yang dilandasi oleh tata krama dan ajaran moral luhur, yaitu ajaran moral (budaya Jawa) yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan sebagai bentuk budi pekerti. Tata krama meliputi aturan moral, sopan santun, unggah ungguh dan etika. Hal ini senada dengan penjabaran Yumarna (Suwardi Endraswara, 2006: 53) yang menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan dapat diwujudkan dalam tiga hal, yaitu usaha pencerdasan siswa dalam kerangka kehidupan, integritas kepribadian sebagai wujud pengembangan manusia yang meliputi religiusitas, budi pekerti, skill, serta keadaan jasmani rohani, dan pembentukan sikap dasar yang meliputi kemandirian dan tanggung jawab sosial.

(21)

7

diri anak itu, apalagi segi moral. Anak tidak dapat dinilai buruk budi pekertinya hanya dari segi luar. Sikap pendidik yang tidak menjadi teladan juga dapat mempengaruhi sikap anak didik tersebut. Pendidik dapat menjelaskan banyak nilai yang baik dalam budi pekerti, namun apabila pendidik tersebut tidak melakukan nilai tersebut maka proses pendidikan tidak akan berjalan baik.

Sosialisasi budi pekerti di sekolah dengan cara pemberdayaan sopan santun dan etika sesuai dengan norma-norma sopan santun yang ditunjukkan guru atau dosen. Khusus di jenjang Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Umum, sopan santun telah diterapkan sejak dini melalui peraturan sekolah yang sangat disiplin. Oleh karena itu, dalam realisasi pendidikan budi pekerti perlu diwujudkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan juga sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal perlu mengambil peran dalam pengembangan sisi afektif siswa. Jadi kesimpulannya sekolah perlu lebih menekankan pada pembinaan perilaku siswa tentang pendidikan budi pekerti melalui upaya keteladanan, pembiasaan, pengamalan, dan pengkondisian lingkungan.

(22)

8

yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah setempat yang perlu diajarkan kepada pada pemuda, selain itu penggunaan bahasa lokal dipandang perlu diaplikasikan paling tidak satu hari dalam enam hari proses pembelajaran di sekolah. Di samping itu diharapkan kegiatan ekstrakurikuler berbasis kebudayaan lokal mulai diadakan di tiap-tiap sekolah guna mendukung kegiatan pelestarian budaya lokal.

Pendidikan hanya berfungsi membantu perkembangan anak, maka pendidik harus menyesuaikan diri dengan individualitas anak. Sejak dini anak perlu di didik berpikir kritis. Ini bertujuan agar anak tidak menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan ketika berada dalam kandungan budaya itu, yang akhirnya menimbulkan penilaian menerima, merevisi, atau menolak budaya itu (Suwardi Endraswara, 2006: 55).

Melalui pendidikan serta program melestarikan kebudayaan lokal melalui kegiatan ekstrakurikuler, berbagai budaya baru yang masuk dan bersifat negatif dapat ditanggulangi, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di Kota Yogyakarta.

(23)

9

kegitan ekstrakurikuler diterapkan dalam lingkungan sekolah. Dalam penerapannya, siswa tidak hanya menerima pelajaran budi pekerti di kelas, tapi juga dapat diberikan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Dalam budaya Jawa, unggah-ungguh atau perilaku sopan santun masih sangat penting untuk diterapkan kepada siswa, baik dari sikap, tutur kata kepada pendidik atau orangtua.

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu pusat orientasi budaya Jawa di Indonesia. Sejalan dengan hal ini provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah (PERDA) DIY nomor 5 tahun 2011 yang berisi tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan berbasis kebudayaan. Peraturan gubernur ini secara khusus menunjukkan bahwa dalam menerapkan pendidikan dan nilai luhur budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan berdasarkan konsep “ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” dengan mengedepankan sifat asah, asih dan asuh.

(24)

10

Penerapan Pendidikan Berbasis Budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa melalui beberapa program intrakurikuler dan ekstrakulikuler yang mengadopsi kebudayaan Jawa. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas peserta didik melalui penggunaan budaya Jawa dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga siswa dapat memiliki nilai luhur yang dijunjung dalam budaya Jawa. Terlihat dengan banyaknya prestasi dari siswa SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dalam bidang budaya lokal seperti karawitan, panembromo, macapat, tari dan lain sebagainya.

(25)

11

Kebijakan dari sekolah mengenai penerapan budaya Jawa dalam kegiatan sehari-hari dapat dilihat dengan membiasakan menyanyikan lagu nasional dan tembang sebelum memulai pelajaran. Sedangkan salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diikuti peserta didik adalah membatik. Ini dilakukan sebab disamping pendidikan budi pekerti juga untuk melestarikan budaya Jawa yang hampir luntur.

Keberhasilan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menjadi sekolah dasar yang menjunjung tinggi budaya Jawa dan menghasilkan peserta didik yang berbudi pekerti bisa menjadi contoh bagi sekolah lain yang akan menerapkan pendidikan berbasis budaya Jawa khususnya di Yogyakarta.

Tidak semua sekolah dapat menyusun program pendidikan yang kental akan budaya lokal, bahkan sangat sedikit sekolah yang menggunakan kebudayaan lokal dalam penyelenggaraan pendidikannya. Perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi serta bagaimana pendidik dapat mengarahkan siswa dengan baik dalam setiap program pendidikan berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang menjadi fokus dalam penelitian yang dilakukan peneliti.

(26)

12

membiasakan siswa untuk bertutur kata menggunakan bahasa Jawa dan tidak membiasakan sikap unggah-ungguh yang baik terhadap orang yang lebih tua. Ini menyebabkan kebiasaan siswa yang bersikap sesuka hati terhadap orang lain. Untuk itu mengetahui kebijakan sekolah dalam penerapan budaya Jawa dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler.

Berdasarkan pada uraian tersebut peneliti tertarik untuk mendeskripsikan kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya jawa melalui penelitian skripsi yang berjudul ”Kebijakan Sekolah Dalam

Menerapkan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta” sebagai kajian untuk

menerapkan nilai budaya Jawa atau nilai budi pekerti di sekolah.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan budaya Jawa dalam kebijakan sekolah di Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta tersebut antara lain:

1. Dampak arus globalisasi yang bersifat negatif membuat siswa saat ini lupa terhadap tatanan nilai budaya lokal dan bangsa.

(27)

13

3. Kurangnya pembinaan siswa tentang pendidikan budi pekerti di sekolah dengan upaya keteladanan, pembiasaan, pengamalan, dan pengkondisian lingkungan.

4. Minimnya kebijakan sekolah mengenai penerapan nilai budaya Jawa di sekolah tersebut.

5. Kurangnya kesadaran dalam penerapan nilai budaya Jawa, salah satunya budi pekerti dalam setiap kegiatan belajar mengajar.

C.Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraiakan di atas, maka peneliti membatasi penelitian ini pada bagaimana penerapan nilai-nilai budaya Jawa di sekolah di Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.

D.Rumusan Masalah

1. Apa saja bentuk nilai – nilai budaya Jawa yang diterapkan di sekolah ? 2. Bagaimana cara menanamkan nilai- nilai budaya Jawa dalam

pendidikan sekolah ?

3. Faktor pendukung dan penghambat dalam penanaman nilai- nilai budaya Jawa di sekolah ?

4. Bagaimana upaya dalam mengatasi kendala tersebut ? E.Tujuan Penelitian

(28)

14

1. Mendeskripsikan bagaimana kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai- nilai budi pekerti di Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. 2. Untuk memahami bagaimana cara menanamkan nilai-nilai budaya

Jawa melalui pendidikan sekolah yang ada di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.

3. Untuk memahami faktor penghambat dan pendukung kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta. 4. Untuk memahami upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam

menanggulangi hambatan yang ditemui saat menerapkan nilai-nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini yaitu : 1. Secara Teoritis

Penelitian diharapkan dapat menjadi tambahan informasi yang bermanfaat mengenai kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai- nilai budaya jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta, serta menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi Program Studi Kebijakan Pendidikan, Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan jurusan Kebijakan Pendidikan khususnya pada mata kuliah Kebijakan Pendidikan.

(29)

15 a. Bagi Sekolah

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan serta pertimbangan oleh pihak sekolah terkait dengan penyelenggaraan dan pengelolaan kebijakan sekolah dalam mengembangkan kreativitas siswa.

b. Bagi Siswa

Dengan penelitian ini, diharapkan siswa dapat mengetahui dan mengenal budaya warisan bangsa. Walaupun arus globalisasi berdampak negatif, namun siswa tetap mampu melalui sekolah dan ekstrakurikuler melestarikan nilai luhur budaya Jawa. c. Bagi Peneliti

(30)
(31)

17 BAB II KAJIAN TEORI

A. Implementasi Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan Pendidikan

William Dunn (Nanang Fattah, 2012: 9) menjabarkan bahwa kebijakan merupakan suatu disiplin ilmu yang berupaya memecahkan masalah dengan menggunakan teori, metode, dan substansi penemuan tingkah laku, dan ilmu-ilmu sosial, profesi sosial, dan filosofi sosial politis atau dengan arti lain analisis kebijakan adalah proses pengkajian multidisipliner ilmu yang dirancang secara kreatif, dengan penilaian yang kritis, dan mengkomunikasikan informasi yang bermanfaat dan dipahami serta meningkatkan kebijakan. Dalam analisis kebijakan prosedur ini diberi istilah khusus, yaitu a) pengawasan (monitoring) adalah hasil informasi tentang hasil kebijakan yang diamati; b) peramalan (forecasting) adalah hasil informasi tentang hasil kebijakan yang diharapkan; c) evaluasi (evaluation) hasil informasi tentang nilai atau value dari hasil yang diamati serta yang diharapkan; d) rekomendasi (recomendation) adalah hasil informasi tentang kebijakan yang lebih disukai; e) struktur masalah (problem structuring) adalah hasil informasi tentang masalah yang dipecahkan.

(32)

18

menggambarkan dan menjelaskan sesuatu, atau memprediksi sebuah variabel yang dapat mereaksi perubahan dari suatu bagian sebuah sistem, b) model normatif yang bertujuan merekomendasi untuk mengoptimalkan pencapaian beberapa nilai, c) model verbal diapresiasikan dalam bahasa sehari-hari berupa definisi, dan d) model simbolis menggunakan simbol matematis untuk menerangkan hubungan di antara variabel-variabel inti yang memiliki sifat suatu masalah (Nanang Fattah, 2012: 14).

H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho (2009: 15) menyatakan bahwa keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Aspek-aspek yang tercakup dalam kebijakan pendidikan adalah:

a. Kebijakan pendidikan merupakan suatu keseluruhan deliberasi mengenai hakikat manusia sebagai mahkluk yang menjadi manusia dalam lingkungan kemanusiaan.

b. Kebijakan pendidikan dilahirkan dari ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis yaitu kesatuan antara teori dan praktik pendidikan.

c. Kebijakan pendidikan haruslah mempunyai validitas dalam perkembangan pribadi serta masyarakat yang memiliki pendidikan itu. d. Keterbukaan (Opennes)

(33)

19 f. Analisis kebijakan.

g. Kebijakan pendidikan pertama-tama ditujukan kepada kebutuhan peserta didik.

h. Kebijakan pendidikan diarahkan pada terbentuknya masyarakat demokratis.

i. Kebijakan pendidikan berkaitan dengan penjabaran misi pendidikan dalam pencapaian tujuan-tujuan tertentu.

j. Kebijakan pendidikan harus berdasarkan efisiensi.

Duncan Macrae (Nanang Fattah, 2012: 3) mengartikan analisis kebijakan sebagai suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan argumentasi rasional dengan menggunakan fakta-fakta untuk menjelaskan, menilai, dan membuahkan pikiran dalam rangka upaya memecahkan masalah publik.

Berdasar atas berbagai pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu perumusan langkah-langkah yang dijadikan pedoman untuk bertindak yang berkenaan dengan masalah-masalah pendidikan dalam rangka tercapainya pendidikan yang berkualitas.

B.Pengertian Kebijakan Sekolah

(34)

20

masyarakat merupakan perangkat yang berkewajiban memberikan layanan pendidikan bagi masyarakat.

Pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan disiplin mulai dari Taman Kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Oleh karena itu, di dalam melaksanakan tugas pendidikan tersebut diperlukan pengaturan-pengaturan tertentu yang disebut juga dengan kebijakan sekolah. Sehingga tujuan pendidikan yang diharapkan oleh stakeholder lembaga pendidikan itu dapat tercapai.

Duke dan Canady (Syafaruddin, 2008: 118) menjabarkan bahwa kerjasama dan keputusan oleh individu atau keinginan kelompok dengan kewenangan yang sah dari dewan sekolah, pengawas, administrator sekolah atau komite sekolah dan tanggung jawab bagi kontrak negosiasi.

Thompson (Syafaruddin,2008: 135) menjelaskan bahwa suatu kebijakan sekolah dibuat oleh orang yang terpilih bertanggung jawab untuk membuat kebijakan pendidikan, dewan sekolah unsur lain diberi kewenangan membuat kebijakan, baik kepala sekolah, pengawas, administrator yang memiliki kewenangan mengelola kebijakan dari dewan sekolah.

(35)

21

bahwa dalam proses pendidikan di sekolah dasar melibatkan komponen-komponen, yaitu a) visi, misi dan tujuan pendidikan, b) peserta didik, c) pendidik dan tenaga kependidikan, d) kurikulum/materi pendidikan, e) proses belajar mengajar, f) sarana dan prasarana pendidikan, g) manajemen pendidikan di sekolah, dan h) lingkungan eksternal.

Perlu adanya struktur organisasi yang jelas dalam rangka melaksanakan tugas kependidikan di sekolah dasar. Secara sederhana struktur organisasi pada sekolah dasar biasanya terdiri dari komponen utama yaitu kepala sekolah, guru kelas, siswa dan tenaga staff kebersihan. Selain komponen tersebut sekolah juga memiliki hubungan dengan lingkungan sekitar khususnya dengan orangtua peserta didik dan komite sekolah. Sekolah dengan sumber daya yang cukup biasanya menambahkan staff tata usaha atau tenaga administrasi.

Suharjo (2006: 19) menjelaskan struktur organisasi yang digunakan pada sekolah dasar di Indonesia ada beberapa macam. Struktur tersebut dikondisikan sesuai dengan karakter dan komponen yang ada di sekolah tersebut. Berikut alternatif struktur organisasi yang biasa dipergunakan di sekolah dasar :

Kepala Sekolah

Staff TU & Tenaga Kebersihan

Guru Kelas

Guru Kelas

Guru Kelas

Guru Kelas

Guru Kelas

(36)

22

Gambar 1. Struktur Organisasi SD (Suharjo, 2006: 20)

Struktur diatas terkandung bagian-bagian dan hubungan antar bagian yang diatur dengan baik untuk mencapai tujuan. Hubungan dari tiap bagian dibentuk oleh garis lurus dan putus-putus. Garis lurus menandakan saluran komando atau perintas. Sedangkan garis putus-putus melambangkan hubungan koordinasi. Kepala sekolah mempunyai wewenang untuk memberikan perintah/tugas secara langsung kepada para pendidik, staff TU maupun tenaga kebersihan. Tapi kepala sekolah tidak memberikan komando pada komite sekolah karena hubungannya hanya bersifat koordinatif.

Penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar terdapat komponen yang penting salah satunya adalah pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab dalam pembentukan dan perkembangan karakter peserta didik pada tingkat sekolah dasar. Dijelaskan dalam Undang- undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 40 bahwa:

“Pendidik dan tenaga kependidikan memiliki beberapa kewajiban utama, yaitu: (a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; (b) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan;dan (c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”.

(37)

23

Setelah melakukan beberapa kewajiban tersebut pendidik dan tenaga kependidikan berhak mendapatkan hak-hak yang tertulis dan diatur dalam undang-undang.

(38)

24

sekolah dasar artinya salah satu persyaratan untuk menjadi pendidik sekolah dasar adalah pendidik harus memiliki kompetensi tertentu agar dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Seorang pendidik dianggap kompeten bila mampu menunjukkan tindakan cerdas yang penuh tanggung Jawab dalam bidang tersebut, sehingga ia mendapat kepecayaan dari masyarakat.

Ibrahim Bafadal (2009: 9) mengemukakan pentingnya pendidikan dasar dari beberapa perspektif. Dilihat dari perspektif yuridis ada dua fungsi pendidikan yang didasarkan pada PP No. 28 Tahun 1990 pasal 3 yaitu melalui pendidikan sekolah dasar anak didik dibekali kemampuan dasar dan sekolah dasar merupakan satuan pendidikan yang memberikan dasar-dasar untuk mengikuti pendidikan ke jenjang berikutnya. Sedangkan dari perspektif teoritik keberhasilan peserta didik mengikuti pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi sangat ditentukan oleh keberhasilannya dalam mengikuti pendidikan di sekolah dasar.

Melihat dari perspektif global besarnya peranan pendidikan di sekolah dasar sangat didasari oleh semua negara di dunia dengan semakin meningkatnya investasi pemerintah pada sektor tersebut dari tahun ke tahun.

(39)

25

yang dikelola dengan tujuan pengembangan masing-masing sekolah. Komponen penting dalam pendidikan sekolah dasar diperhatikan secara mendetail pada kompetensinya untuk meralisasikan tujuan pendidikan nasional serta diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Penerapan budaya pada pendidikan sekolah dasar membantu penanaman nilai luhur budaya bangsa sejak dini pada awal pendidikan peserta didik. Nilai budaya itu kemudian dikembangkan pada jenjang selanjutnya dan menciptakan rasa cinta pada bangsa.

C.Budaya Jawa

1. Pengertian Budaya Jawa

Kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta yaitu budhayah, yaitu budhi yang berarti akal. Sedangkan kata budaya merupakan perkembangan dari kata budi daya yang artinya daya dari budi. Kesimpulan kebudayaan adalah hasil cipta, karsa, dan rasa manusia yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari- hari kebudayaan itu bersifat abstrak (Koentjaraningrat, 1996: 12).

(40)

26

kepada masyarakat; b) wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat adalah yang disebut sistem sosial yaitu tindakan berpola manusia itu sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktifitas manusia yang berinteraksi satu dengan lainnya dari waktu ke waktu, yang selalu menurut pola tertentu. Sistem sosial ini bersifat konkrit sehingga bisa didokumentasikan; c) wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia adalah kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Bersifat konkrit berupa benda yang bisa diraba dan didokumentasikan.

(41)

27

dengan belajar untuk mencapai kesempurnaan hidup bisa disebut dengan budaya.

Ki Hadjar Dewantara (2011: 66) kemudian membagi kebudayaan menjadi: a) buah fikiran misalnya ilmu pengetahuan, pendidikan dan pengajaran; b) buah perasaan misalnya segala sifat keindahan, dan keluhuran budi, kesenian, adat istiadat, kenegaraan, keadilan, keagamaan, kesosialan dan sebagainya; dan c) buah kemauan misalnya semua sifat perbuatan dan buatan manusia seperti industri, pertanian, perkapalan, bangunan-bangunan dan sebagainya. Pembagian jenis-jenis kebudayaan di atas berdasarkan bentuk atau buah dari suatu budaya. Bentuk-bentuk tersebut yang kemudian dikembangkan dan dijadikan suatu kebiasaan sebagai kebudayan.

Kebudayaan sebagai fungsi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, alam sekitar dan dengan Tuhan untuk kedamaian batin serta kehidupannya yang abadi, pada hakikatnya selalu berubah sesuai dengan perubahan masyarakat dan perkembangan zaman. Budaya dalam pengertian ini meliputi dimensi sistem berpikir, sistem ekspresif seperti gaya bentuk seni, serta sistem orientasi nilai.

(42)

28

Danim (Nur Zazin, 2011: 150) mengartikan budaya sebagai seluruh sistem gagasan, rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar sesuai dengan kekhasan etnik, profesi, dan kedaerahan.

Kebudayaan memiliki pengertian yang begitu luas cakupannya, untuk mempermudahnya disebut unsur universal yaitu: a) sistem religi dan upacara keagamaan, b) sistem dan organisasi kemasyarakatan, c) sistem pengetahuan, d) bahasa, e) kesenian, f) sistem mata pencaharian hidup, g) sistem teknologi dan peralatan (Koentjaraningrat, 2015: 22).

Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang menjadi identitas bangsa. Budaya luhur dan beragam penuh nilai kemanusiaan adalah karakteristik yang dimiliki Indonesia sebagai budaya nasional. Budaya nasional dibentuk oleh budaya-budaya daerah yang merupakan karakteristik bangsa, salah satu budaya daerah yang membentuk budaya nasional adalah budaya Jawa.

(43)

29

keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari hari (Koentjaraningrat,1999: 300).

Kebudayaan Suku Jawa tidak merupakan suatu kesatuan yang homogen dikarenakan adanya suatu keanekaragaman yang bersifat regional. Menurut Kodiran (Koentjaraningrat, 1999: 322), daerah kebudayaan Jawa itu luas yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari pulau Jawa. Walaupun demikian ada beberapa daerah yang sering disebut daerah kejawen. Daerah itu adalah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri.

Daerah di luar itu dinamakan pesisir dan ujung timur. Dilihat dari banyak daerah tempat kediaman orang Jawa terdapat berbagai variasi dan perbedaan yang bersifat yang bersifat lokal dalam beberapa unsur kebudayaannya, seperti perbedaan istilah teknis, dialek bahasa dan sebagainya namun masih merujuk pada satu pola yang sama. Keberagaman kebudayaan Jawa di setiap daerah terpusat pada dua daerah yaitu Yogyakarta dan Surakarta.

(44)

30 2. Unsur-unsur Budaya Jawa

Suatu kebudayaan terdapat macam- macam unsur yang masuk bahkan membentuk suatu kebudayaan itu sendiri. Bakker (1990: 38) mengatakan sebagai unsur karena pokok-pokok tersebut dapat digabungkan menjadi paduan yang lebih tinggi. Unsur- unsur ini yang menjiwai dan menjadi pokok dari setiap kebudayaan. Unsur- unsur kebudayaan itu dapat disistematisasikan menurut beberapa prinsip pembagian.

(45)

31

suatu suku bangsa. Yang dimaksud sistem peralatan hidup ini seperti bentuk serta cara membuat pakaian, bentuk rumah, bentuk serta pemakaian senjata, bentuk serta cara membuat dan mempergunakan alat transportasi dan sebagainya, (e) sistem mata pencaharian hidup, yaitu sistem produksi lokal termasuk sumber daya alam hingga pengembangannya. Sistem mata pencaharian dalam hal ini terbatas pada sistem- sistem yang bersifat tradisional terutama untuk lebih memperhatikan kebudayaan suatu bangsa secara holistik, (f) sistem religi, yaitu menyangkut hal-hal yang dipercaya dan dijadikan pedoman hidup suatu suku bangsa, (g) kesenian, yaitu segala ekspresi hasrat manusia akan keindahan dalam suatu kebudayaan bangsa. Benda-benda hasil kesenian budaya dapat berwujud gagasan, ciptaan pikiran, cerita, dan syair yang indah. Selain itu kesenian juga berupa benda-benda indah seperti candi, kain tenun dan sebagainya.

(46)

32

kefanaan dan keabadian, c) teknologi meliputi setiap warga negara pendukung suatu kebudayaan memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan bersama dan menciptakan peralatan hidup yang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan pada unsur budaya lainnya, d) ekonomi meliputi setiap kehidupan masyarakat dengan proses jual beli, e) organisasi sosial meliputi perkumpulan jaringan dalam tali perkawinan, wilayah masyarakat, etnis, profesi, dan politik, f) bahasa dan komunikasi meliputi setiap masyarakat dalam kebudayaan memiliki simbol-simbol bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk menyampaikan suatu maksud untuk dipahami atau dilaksanakan, g) serta kesenian yang meliputi ungkapan seni berupa simbol pernyataan rasa suka atau duka. Baik untuk umum atau diri sendiri, dalam bentuk ukiran, gambar, tulisan, gerak tari dan nyanyian.

(47)

33

Bahasa Jawa Krama, dipergunakan untuk bicara dengan orang yang belum dikenal akrab dan juga orang yang lebih tinggi umur serta status sosialnya (Koentjaraningrat, 1999: 320).

Kedua macam derajat bahasa ini kemudian ada variasi dan kombinasi antara kata-kata dari bahasa Jawa ngoko dan bahasa Jawa krama yang pemakaiannya disesuaikan dengan keadaan perbedaan usia, serta derajat sosial. Misalnya bahasa Jawa Madya yang terdiri dari tiga macam bahasa Madya Ngoko, Madyaantara, Madya Krama. Selain itu juga ada bahasa Krama Inggil, bahasa Kedaton, bahasa Krama Desa, dan bahasa Jawa Kasar yang digunakan pada saat- saat dan lingkungan sosial tertentu (Koentjaraningrat, 1999: 329).

Perbedaan penggunaan bahasa yang disebabkan oleh perbedaan tingkatan, masyarakat Jawa juga memiliki keberagaman pada logat dan karakter bahasa berdasarkan geografi. Sesuai pada keadaan geografis pulau Jawa, maka dapat dibedakan beberapa subdaerah linguistik yang masing-masing mengembangkan logat bahasa Jawa. Beberapa daerah yang berada disekitar peradaban suka Jawa juga mempengaruhi logat Bahasa Jawa yang beragam. (Koentjaraningrat, 1984: 23)

(48)

34

digunakan pada kesusastraan Jawa. Namun sekarang dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa menggunakan huruf latin tidak menggunakan tulisan Jawa (Koentjaraningrat, 1984: 21).

Sistem teknologi masyarakat Jawa dipengaruhi oleh mata pencahariannya. Mata pencaharian masyarakat Jawa berasal dari pekerjaan-pekerjaan kepegawaian, pertukangan dan perdagangan, tapi yang menjadi mayoritas mata pencaharian masyarakat Jawa di desa adalah bertani. Mata pencaharian masyarakat Jawa sangat berpengaruh terhadap kebudayaanya. Masyarakat Jawa masa kini sudah lebih modern dalam hal teknologi dan mata pencahariannya juga lebih beragam.

(49)

35

Masyarakat Jawa juga sering membuat suatu pertunjukkan seni budaya sebagai wujud syukur kepada sang pencipta atas hasil panennya. Mereka juga memiliki cara sendiri dalam berekreasi dan berkesenian. Sedangkan pada kelompok masyarakat priyayi dan bendara, budaya timbul kehidupan sehari- hari mereka dalam hal busana, cara bergaul, dan lain sebagainya. Biasanya kebudayaan Jawa yang hidup di kota- kota Yogyakarta dan Surakarta (Solo) merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di Kraton.

(50)

36

Jawa, yaitu seni drama wayang kulit maupun wayang orang, seni suara gamelan yang erat kaitannya dengan tarian-tarian Jawa istana. Tarian-tarian Jawa yang ada di istana atau kraton sangat banyak dan beragam serta terus berkembang hingga saat ini. Tarian-tarian di istana dan kraton adalah tarian yang sakral dan penuh dengan arti kehidupan, bahkan sudah menjadi tradisi yang turun temurun.

Sistem sosialisasi masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi kesopanan dan kesantunan. Adat istiadat masyarakat Jawa mengedepankan sopan santun untuk menghargai orang lain. Tingkah laku inilah yang menjadi karakteristik masyarakat Jawa. Budaya sopan selalu diajarkan secara turun menurun oleh masyarakat Jawa melalui segala aspek komunikasi yang mempertimbangkan lawan bicara atau dengan siapa mereka bicara. Pada dasarnya tingkah laku dan adat sopan santun orang Jawa memang sangat berorientasi secara kolateral. Masyarakat Jawa menjunjung tinggi sikap tenggang rasa (tepa selira) antar sesama (Koentjaraningrat, 1984: 440).

Koentjaraningrat (Munandar Soelaeman, 2001: 42) menjelaskan bahwa nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem nilai budaya dalam masyarakat menyangkut masalah-masalah pokok bagi kehidupan manusia.

(51)

37

budaya yang sangat beragam dan penuh makna budi pekerti. Budaya ini lah yang menjadikan identitas masyarakat Jawa sebagai masyarakat yang berbudi pekerti luhur dan memiliki nilai budaya yang tinggi. Budaya yang berbudi pekerti luhur ini yang perlu dilestarikan keberadaannya di masyarakat Jawa untuk mempertahankan kualitas hidup namun tetap berkembang mengikuti perkembangan zaman.

3. Hakikat Kearifan Lokal

Budaya Jawa memiliki peranan penting dalam budaya Indonesia, termasuk bahasanya. Bahasa Jawa menjadi salah satu pemerkaya bahasa Indonesia. Aspek yang tidak terpisahkan dari budaya adalah kearifan lokal. Hal ini juga dijelaskan Haryati Soebadio (Ayatrohaedi, 1986: 18) bahwa kearifan lokal merupakan suatu identitas budaya bangsa yang menyebabkan budaya tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri.

Moendarjito (Ayatrohaedi, 1986: 40) menjabarkan bahwa unsur budaya sebagai kearifan lokal memiliki ciri sebagai berikut: a) mampu bertahan terhadap budaya luar; b) memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar; c) mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar kedalam budaya asli; d) mempunyai kemampuan mengendalikan; e) mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

(52)

38

sendiri ada. Artinya kearifan lokal Jawa itu sudah teruji oleh waktu dan melekat pada masyarakat itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan sumber di atas dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan akumulasi pengetahuan yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah komunitas yang merangkum perspektif teologis, kosmologis, dan sosiologis. Kearifan lokal bersandar pada filosofi, nilai-nilai, etika dan perilaku yang melembaga secara tradisional untuk mengelola sumber daya (alam, manusia dan budaya) secara berkelanjutan. Dapat dirumuskan sebagai pandangan hidup sebuah komunitas mengenai fenomena alam maupun sosial yang dapat mentradisi atau secara turun temurun dan telah ada pada suatu daerah tertentu. Kearifan lokal dapat berbentuk sebagai kesenian, tradisi serta nilai-nilai yang sudah melekat dan membudaya dalam suatu masyarakat tersebut.

(53)

39

sehingga hasilnya berjalan lambat dan memakan waktu yang panjang. Sedangkan perubahan di dalam masyarakat yang maju, biasanya terwujud melalui proses penemuan dalam bentuk penciptaan baru dan melalui proses difusi (http://m.kompasiana.com/post/read).

Proses perubahan berbagai faktor yang mempengaruhi suatu penerimaan dan penolakan kebudayaan baru di antaranya: masyarakat terbiasa memiliki hubungan atau kontak dengan orang-orang yang berasal dari luar kebudayaan tersebut, pandangan hidup dan nilai-nilai kebudayaan baru harus berlandaskan agama yang berlaku, corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan baru dan suatu unsur kebudayaan bisa diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan kebudayaan baru tersebut

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta untuk pedoman pembelajaran berbasis budaya sebagai muatan materi tingkat SMP/MTs yaitu unsur- unsur budaya yang dikembangkan merupakan jati diri masyarakat Jawa yang terdiri atas :

(54)

40

bersikap, c) nilai luhur sosial mencakup nilai kerja sama, nilai keadilan, kepedulian, ketertiban dan toleransi nasionalisme, d) nilai luhur bersikap dan berperilaku mencakup nilai sikap cinta tanah air dan menjunjung tinggi kearifan lokal dan menghargai budaya nasional.

2. Artefak dibagi menjadi: a) artefak seni sastra mencakup tembang (gedhe, tengahan, macapat, dolanan), geguritan dan sesorah, b) artefak seni pertunjukan mencakup tarian rakyat, musik tradisional, teater tradisional, dan wayang kulit, c) artefak seni lukis mencakup batik, d) artefak seni busana mencakup busana adat, e) artefak seni kriya mencakup kriya logam, kriya kayu, kriya tanah, kriya kulit, anyaman, kriya tekstil, f) artefak seni arsitektur mencakup bangunan rumah tinggal, bangunan umum, bangunan rumah ibadah, bangunan istana, perabot, g) artefak seni boga mencakup santapan, makanan ringan, minuman khas, g) artefak ilmu kesehatan mencakup ngadi salira (jamu, lulur, dll), h) artefak seni permainan tradisional mencakup permainan tradisional adat. 3. Adat dibagi menjadi: a) adat sosial mencakup jati diri dalam

(55)

41

politik mencakup rembug desa, struktur pemerintahan dari rt, rw dan lurah.

(http://rudidarmawandisdikkotayk.wordpress.com//pedoman-pembelajaran-berbasis-budaya)

Kesimpulannya masyarakat Jawa membagi setiap unsur-unsur budaya tidak lepas dari tradisi yang sudah dilaksanakan oleh para leluhur. Tradisi ini tetap dilestarikan bahkan dijadikan pedoman hidup, pelaksanaan upacara ada dan struktur pemerintahan.

4. Nilai dan Budi Pekerti Budaya Jawa

Nilai budaya sifatnya sangat umum namun sulit dijelaskan secara rasional dan nyata yang diresapi masyarakat sejak kecil dalam kehidupan masyarakatnya serta dipatuhi sebagai pedoman hidup. Selanjutnya nilai budaya ini yang diteruskan kedalam norma-norma masyarakat. Menurut Koentjaraningrat (1996: 76) nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh warga suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi pada kehidupan para warga masyarakat yang bersangkutan. Budaya inilah yang menjadi karakteristik melalui penerapan adat- istiadat di suatu masyarakat.

(56)

42

Kesimpulannya adalah nilai budaya secara umum dapat dikatakan sebagai hal yang penting dan berharga dari suatu budaya sehingga patut untuk diperjuangkan. Nilai-nilai ini yang menjadi fokus masyarakat penganutnya dan dijadikan pedoman kehidupan. Budaya masyarakat Jawa memiliki nilai-nilai luhur yang juga digunakan sebagai pedoman hidup hingga saat ini.

Koentjaraningrat (Budiono Herusatoto, 2008: 164) menjabarkan nilai tradisi dibagi menjadi empat, yaitu: a) nilai budaya adalah berupa ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat misalnya gotong royong atau sifat suka kerjasama berdasar solidaritas; b) norma adalah nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan anggota masyarakat dalam lingkungannya, dan menjadi pedoman tingkah laku masing-masing; c) sistem hukum adalah hukum adat pernikahan dan hukum adat kekayaan; d) aturan khusus adalah mengatur kegiatan yang jelas terbatas ruang lingkup dalam masyarakat dan bersifat konkret.

(57)

43

budaya luhur dan budi pekerti ditanamkan sejak dini. Jumlah nilai budaya Jawa sangat banyak dan beragam.

Hal ini senada dengan penjabaran Budiono Herusatoto (2008: 145) tentang panca kreti atau lima perbuatan untuk menilai tingkah laku seseorang yang dipakai sebagai paradigma, yaitu : a) trapsila adalah penilaian pertama seseorang dilihat dari gerak gerik, polah tingkah, cara menghormati orangtua dan sesamanya; b) ukara adalah penilaian seseorang menurut gaya bicaranya dilihat dari runtut, jelas, jujur dan sebaliknya; c) sastra adalah penilaian seseorang menurut kepandaiannya dalam bekerja dilihat dari kalimat atau bahasa dalam menulis menggunakan kalimat yang baik atau tidak; d) susila adalah penilaian seseorang menurut moral dilihat dari banyak ditemukannya seseorang yang sopan dan santun namun moralnya tidak dapat dipertanggung jawabkan; e) karya adalah penilaian seseorang melalui hasil karya yang dikerjakannya.

(58)

44

Budaya Jawa menjunjung tinggi budi pekerti dan pembentukan akhlak mulia demi bekal hidup di masa depan. Pada masyarakat Jawa nilai-nilai budaya luhur dan budi pekerti ditanamkan sejak dini. Jumlah nilai budaya Jawa sangat banyak dan beragam. Nilai-nilai budaya Jawa tercermin pada nilai-nilai budaya nusantara yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda) D.I. Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011, pasal dua ayat dua menyebutkan bahwa :

“ Nilai-nilai luhur budaya sebagaimana dimaksud pada ayat satu diantaranya meliputi a) kejujuran, b) kerendahan hati, c) ketertiban/kedisiplinan, d) kesusilaan, e) kesopanan/kesantunan, f) kesabaran, g) kerjasama, h) toleransi, i) tanggung jawab, j) keadilan, k) kepedulian, l) percaya diri, m) pengendalian diri, n) integritas, o) kerja keras, p) ketelitian, q) kepemimpinan, r) ketangguhan”

( http://www.pendidikan-diy.go.id).

(59)

45

dan benar yang merujuk pada aturan yang baik untuk mendidik kesopanan masyarakat dan d) pembentukan watak pengendalian diri dengan cara membentuk akhlak ngati-ati yaitu setiap perbuatan atau tindakan harus dilakukan dengan penuh perencanaan dan tidak terburu-buru, penanaman watak nrima yaitu manusia hendaklah selalu menerima kehendak dan takdir Tuhan.

Penanaman nilai budaya Jawa melalui pendidikan berbasis budaya di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan konsep pendidikan Tamansiswa. Hal ini disebabkan Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Tamansiswa yang juga merupakan bapak pendidikan nasional yang telah meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang berorientasi budaya. Sehingga ada pengaruh yang kuat dari konsep taman siswa terhadap pendidikan berbasis budaya di Indonesia. Berikut adalah butir-butir konsep Tamansiswa yang di kemukaan Ki Hadjar Dewantara (H.A.R Tilaar, 2000: 68):

a. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan.

b. Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan.

c. Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan perikehidupan.

(60)

46 e. Pendidikan yang visioner.

Terlihat pada butir-butir rumusan konsep Tamansiswa bahwa pendidikan menjunjung tinggi kebudayaan bahkan menjadi landasan dalam penyelenggaraan pendidikan karena kebudayaan merupakan karakter suatu bangsa. Ki Hadjar Dewantara tidak hanya berbicara mengenai masyarakat Jawa saja, tetapi yang dimaksud adalah masyarakat kebangsaan Indonesia artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Kemudian pendidikan pada konsep taman siswa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang riil dengan tujuan untuk meningkatkan derajat negara dan rakyat. Pendidikan nasional mengangkat unsur ketaman siswaan dalam menerapkan budaya sebagai landasan pendidikan untuk meningkatkan hak-hak asasi manusia dan melaksanakan tanggung jawab bersama sebagai bangsa Indonesia daam melestarikan budaya bangsa.

(61)

47

dan patuh terhadap budaya atau adat istiadat mereka. Nilai kesatuan dalam bentuk gotong royong merupakan ciri khas masyarakat Jawa dan masih banyak lagi nilai budaya yang menunjukkan kearifan lokal masyarakat Jawa. Nilai-nilai luhur budaya Jawa yang mengutamakan keselarasan inilah yang perlu di tanamkan kepada pewaris bangsa sebagai bekal dalam pembangunan.

Pendidikan humaniora dalam masyarakat Jawa yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan pernyataan simbolisnya merupakan bagian integral dari sitem budaya sehingga dapat ditemukan macam pendidikan humaniora sesuai dengan pengelompokan masyarakat. Dalam setiap kelompok masyarakat, pendidikan itu diselenggarakan baik secara formal dan informal melalui bentuk komunikasi sosial.

(62)

48

Budiono Herusatoto (2008: 147) menjabarkan watak seseorang tidak selalu baik, namun ada halnya watak itu buruk, yaitu a) adigang adalah watak sombong karena mengandalkan diri kepada kedudukaan atau pangkat dan derajat; b) adigung adalah watak sombong karena mengandalkan kepandaian dan kepintaran diri sendiri, sehingga meremekan orang lain; c) adiguna adalah watak sombong karena mengandalkan kepada keberanian dan kepintaran bersilat lidah atau berdebat.

(63)

49

dolanan atau permainan anak-anak dan kesenian lain yang mencerminkan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.

Suwardi Endraswara (2006: 72) menjelaskan bahwa sebagai contoh pertama selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang baik untuk menghormati sesama. Bahasa yang digunakan seperti krama atau bahasa halus yang digunakan oleh seseorang yang lebih muda kepada seseorang yang lebih sepuh atau tua dan ngoko atau bahasa biasa yang digunakan oleh seseorang yang muda dengan sebayanya. Contoh kedua yaitu melantunkan tembang sebagai pengantar tidur dengan tujuan penuh permohonan kepada Yang Maha Pencipta.

Selain pendidikan informal dan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal sangat berpengaruh bagi tumbuh kembang siswa selanjutnya. Adapun implementasinya di bagi menjadi : a) Pendidikan Budi Pekerti, pendidikan budi pekerti merupakan program

pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif (perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah skill (keterampilan dalam mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerjasama).

(64)

50

mengenai sopan santun dan moral saja, tetapi perlu adanya pembiasaan baik berupa lisan atau artefak yaitu: 1) memasang tokoh wayang di sekolah. Waluyo (Suwardi Endraswara, 2006: 73) mengemukakan dalam cerita wayang, biasanya budi pekerti yang jahat akan kalah dengan budi pekerti yang baik. Tokoh-tokoh wayang dapat digunakan sebagai media penanaman budi pekerti, 2) memberdayakan lagu dolanan anak. Dalam tembang dolanan anak, dibagi menjadi tiga watak yaitu 1) membentuk watak yang religius dengan cara peserta didik akan belajar watak religi dari keluarga. Jika keluarga termasuk taat dalam menjalankan kaidah religi, tentu peserta didik akan menurutnya, 2) membentuk watak rajin dan tidak sombong dengan cara penanaman sikap rajin, baik dalam belajar maupun bekerja saat di sekolah, 3) membentuk watak prihatin dengan cara belajar berpuasa (Suwardi Endraswara, 2006: 84).

Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal empat yang berbunyi, “ Pendidikan Nasional bertujuan

(65)

51

Menurut draft kurikulum berbasis kompetensi tahun 2001, pengertian budi pekerti dapat ditinjau dengan dua cara, yaitu : konsepsional dan operasional,

a) Pendidikan Budi Pekerti secara Konsepsional mencakup hal-hal sebagai berikut: usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang, upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang dalam hal lahir batin, material spiritual, dan individu sosial, dan upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran, dan latihan serta keteladanan.

(66)

52

agama serta norma dan moral luhur bangsa. (http://www.diskominfo.karangasembkab.go.id)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan dalam pendidikan, budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik. Pada tahap awal proses penanaman nilai, siswa diperkenalkan pada tatanan hidup bersama. Peserta didik harus dikondisikan dan diajak untuk melihat dan mengalami hidup bersama yang baik dan menyenangkan.

(67)

53

melalui kegiatan mengoreksi hasil ujian secara silang dalam kelas. Cara ini semata bukan untuk meringankan tugas guru, namun untuk menanamkan kejujuran dan tanggung jawab pada diri siswa, g) kemandirian dengan cara melalui kegiatan ekstrakurikuler. Melalui kegiatan ini siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki dan mengembangkannya seoptimal mungkin, h) daya juang dengan cara melalui kegiatan olahraga. Pertumbuhan fisik merupakan perkembangan proses tahap demi tahap dan untuk mencapai perkembangan yang optimal dibutuhkan daya dan semangat juang. Dan juga untuk menumbuhkan sikap sportivitas pada siswa. Berani bersaing secara wajar, namun juga berani untuk menerima kekalahan dan mengakui kemenangan orang lain dengan setulus hati, i) tanggung jawab dengan cara pembagian tugas piket kelas secara bergiliran. Kebersihan dan kenyamanan kelas bukan hanya tugas karyawan namun menjadi tanggung jawab bersama, j) penghargaan terhadap lingkungan alam dengan cara pelaksanaan tugas kerja bakti yang berkaitan dengan semangat kerjasama atau gotong royong. Dalam kerja bakti tidak hanya berbicara tentang menyapu dan membersihkan halaman tetapi juga menjaga tanaman dan tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah agar tetap asri dan terjaga dengan baik.

(68)

54

(69)

55

masing-masing pemakainya; g) seni rupa dikenal sebagai bentuk simbolis dengan tujuan dan maksud tertentu yang bersifat magis.

(70)

56

kehidupan ragawi dan menuju kehidupan jiwa atau spiritualnya; j) megatruh adalah gambaran terpisahnya nyawa dari jasad manusia; k) pocung adalah gambaran dimana manusia yang tertinggal hanyalah jasad dan dibalut dalam kain kafan menuju liang lahat (http://budayasenijawa.wordpress.com).

Berdasarkan pendapat narasumber tersebut dapat disimpulkan bahwa tradisi masyarakat Jawa dalam menanamkan nilai budaya yang mengandung ajaran budi pekerti dan norma-norma lainnya kepada generasi selanjutnya tidak hanya melalui tembang dan kegiatan religiusitas saja, namun dapat ditanamkan melalui kesenian wayang, gamelan, tari dan seni rupa. Walaupun ada ungkapan yang saat ini tidak lagi relevan karena kemajuan zaman, namun kearifan ini perlu pula dipakai sebagai model bagi penanaman dan pengembangan budi pekerti luhur atau pendidikan karakter bagi generasi muda. Pendidik dapat memberi tauladan moralitas berkomunikasi di sekolah. Dimana moralitas tersebut berhubungan dengan unggah-ungguh dan sopan santun yang tepat (Suwardi Endraswara, 2006: 59).

D.Budaya Sekolah

(71)

57

aturan, kebiasaan-kebiasaan, upacara, dan lambang yang memberikan corak yang khas kepada sekolah yang bersangkutan. Apa yang ditampilkan oleh setiap sekolah sesungguhnya menggambarkan budaya sekolah yang mempunyai pengaruh mendalam terhadap proses dan cara belajar.

(72)

58

diorganisasikan secara tepat sesuai dengan karakter yang sedang dibudayakan, (c) penguatan lingkungan (reinforcing), yaitu agar pendidikan karakter dapat berkembang dan berjalan dengan efektif harus didiukung dengan adanya penguatan yang konsisten yaitu dengan dilaksanakan komunikasi secara terus menerus berkaitan dengan nilai, norma, kebiasaan-kebiasaan yang telah menjadi prioritas dan juga memberikan kesempatan peserta didik untuk menerapkan nilai-nilai tersebut. Penguatan tersebut dapat berupa kegiatan-kegiatan yang mendukung keterlaksanaan pendidikan tersebut atau pemasangan slogan- slogan yang bermuatan nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan baik, majalah dinding dan lain sebagainya.

Semua individu memiliki posisi yang sama untuk mengangkat citra melalui performance yang merujuk pada budaya sekolah efektif (Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2008: 103).

Montago dan Dawson mengartikan bahwa budaya merupakan the way of life, yaitu cara hidup tertentu yang memancarkan identitas tertentu pula dari suatu bangsa (Daryanto, 2015: 1). Deal dan Kennedy mengatakan bahwa budaya sekolah adalah keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai warga suatu masyarakat (Daryanto, 2015: 9).

(73)

59

yang bekerjasama sesama warganya, ada yang diwarisi secara turun temurun, ada yang telah dibentuk oleh warga sekolah itu sendiri (Daryanto, 2015: 20). Menurut lingkup tatanan dan pola yang menjadi karakteristik sebuah sekolah, kebudayaan memiliki dimensi yang dapat diukur, menjadi ciri budaya sekolah seperti: a) tingkat tanggung jawab, kebebasan dan independensi warga sekolah, komite sekolah lainnya dalam berinisiatif, b) sejauh mana warga sekolah atau personil sekolah dianjurkan dalam bertindak progresif, inovatif, dan berani mengambil resiko, c) sejauh mana sekolah menciptakan dengan jelas visi, misi, tujuan, sasaran sekolah, dan upaya mewujudkannya (Daryanto, 2015: 18).

Berdasarkan pendapat dari beberapa sumber di atas budaya sekolah diharapkan memperbaiki mutu sekolah, kinerja di sekolah dan mutu kehidupan yang diharapkan memiliki ciri sehat, dinamis atau aktif, positif dan profesional.

E.Kegiatan Ekstrakurikuler

(74)

60

Suharsimi Arikunto (Suryosubroto, 1997: 271) menjabarkan kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan, diluar struktur program yang pada umumnya merupakan kegiatan pilihan. Kegiatan ekstrakurikuler tercantum dalam Permendikbud No. 62 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan kurikuler yang dilakukan siswa diluar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan korikuler, dibawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan.

Kesimpulannya kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan tambahan diluar jam pelajaran yang diadakan dengan maksud memperkaya dan memperluas wawasan pengetahuan dan kemampuan siswa. Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang pendidikan.

Pelaksanaan ekstrakurikuler di sekolah sangat bervariatif tergantung dari kebijakan sekolah, sarana dan prasarana, tenaga dan dana yang tersedia serta sesuai dengan otonomi daerah (Khamidi, 2008: 98). Tujuan kegiatan ekstrakurikuler pada umumnya adalah untuk mengembangkan bakat siswa sesuai dengan minatnya. Kegiatan ini juga bermanfaat

Gambar

Gambar 2. Kerangka Berpikir Penelitian
Tabel 1. Jumlah Rombongan Belajar
Tabel 3. Keadaan Pendidik
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara Siswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data pada penelitian ini menggunakan model analisis data interaktif yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan teknik penarikan kesimpulan

Teknik analisis data yang digunakan yaitu periode pengumpulan, reduksi data, penyajian data ( display data), dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan

Analisis data pada penelitian ini menggunakan model analisis data interaktif yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan teknik penarikan kesimpulan

Dengan instrumen penilaian guru terhadap murid sebagai berikut: Tabel 2. Instrumen Penilaian Indikator Sub-Indikator Kriteria Penilaian BM MM BSH BSB Anak dapat berbicara lancer dengan kalimat yang terdiri dari Kelancaran 4 sampai 6 kata. menyampaikan Anak Dapat menyebutkan gambar yang diperlihatkan guru dengan lancer. Anak dapat berbicara dengan kata- kata yang jelas dalam menyampaikan pendapatnya. Kejelasan Vocal Anak Dapat berbicara jelas saat berkomunikasi dengan temannya Ketetapan Anak dapat menggunakan kata- Intonasi kata yang jelas dalam menyampaikan pendapatnya. Anak dapat berbicara dengan intonasi yang baik Ketetapan Anak dapat menceritakan pilihan kata menggunakan media gambar berseri dengan tepat. Anak mampu menceritakan sesuai tema dengan menggunakan gambar berseri. Struktur kalimat Anak mampu menjelaskan dengan menggunakan media gambar berseri dengan lengkap. Anak mampu berbicara tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri dengan urut dan bahasa yang lengkap. Kriteria penilaian yaitu sebagai berikut: (a) Belum Berkembang (BB), yaitu bila anak melakukannya harus dengan bimbingan atau dicontohkan oleh guru; (b) Mulai Berkembang (MB), yaitu bila anak melakukannya masih harus diingatkan atau dibantu oleh guru; (c) Berkembang Sesuai Harapan (BSH), yaitu bila anak sudah dapat melakukannya secara mandiri dan konsisten tanpa harus diingatkan atau dicontohkan oleh guru; (d) Berkembang Sangat Baik (BSB), yaitu bila anak sudah dapat melakukannya secara mandiri dan sudah dapat membantu temannya yang belum mencapai kemampuan sesuai indikator yang diharapkan. Teknik analisa data melalui 3 tahap yaitu: reduksi data, deskripsi data, dan verifikasi data. Pertama, reduksi data adalah penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan dan pengabstrakan data mentah menjadi informasi yang bermakna. Mereduksi data merupakan kegiatan menyeleksi data sesuai dengan fokus permasalahan. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan semua

Dengan instrumen penilaian guru terhadap murid sebagai berikut: Tabel 2. Instrumen Penilaian Indikator Sub-Indikator Kriteria Penilaian BM MM BSH BSB Anak dapat berbicara lancer dengan kalimat yang terdiri dari Kelancaran 4 sampai 6 kata. menyampaikan Anak Dapat menyebutkan gambar yang diperlihatkan guru dengan lancer. Anak dapat berbicara dengan kata- kata yang jelas dalam menyampaikan pendapatnya. Kejelasan Vocal Anak Dapat berbicara jelas saat berkomunikasi dengan temannya Ketetapan Anak dapat menggunakan kata- Intonasi kata yang jelas dalam menyampaikan pendapatnya. Anak dapat berbicara dengan intonasi yang baik Ketetapan Anak dapat menceritakan pilihan kata menggunakan media gambar berseri dengan tepat. Anak mampu menceritakan sesuai tema dengan menggunakan gambar berseri. Struktur kalimat Anak mampu menjelaskan dengan menggunakan media gambar berseri dengan lengkap. Anak mampu berbicara tentang gambar yang disediakan atau dibuat sendiri dengan urut dan bahasa yang lengkap. Kriteria penilaian yaitu sebagai berikut: (a) Belum Berkembang (BB), yaitu bila anak melakukannya harus dengan bimbingan atau dicontohkan oleh guru; (b) Mulai Berkembang (MB), yaitu bila anak melakukannya masih harus diingatkan atau dibantu oleh guru; (c) Berkembang Sesuai Harapan (BSH), yaitu bila anak sudah dapat melakukannya secara mandiri dan konsisten tanpa harus diingatkan atau dicontohkan oleh guru; (d) Berkembang Sangat Baik (BSB), yaitu bila anak sudah dapat melakukannya secara mandiri dan sudah dapat membantu temannya yang belum mencapai kemampuan sesuai indikator yang diharapkan. Teknik analisa data melalui 3 tahap yaitu: reduksi data, deskripsi data, dan verifikasi data. Pertama, reduksi data adalah penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemfokusan dan pengabstrakan data mentah menjadi informasi yang bermakna. Mereduksi data merupakan kegiatan menyeleksi data sesuai dengan fokus permasalahan. Pada tahap ini peneliti mengumpulkan semua