BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERJANJIAN
C. Hukum Kepailitan
1. Pengertian, Dasar Hukum, dan Prinsip Kepailitan
Kata pailit berasal dari Bahasa Perancis ‘Failite’ dan Bahasa Belanda ‘Failiet’ yang memiliki arti kemacetan pembayaran.76 Beberapa ahli seperti Poerwadarminta, M. Echol, dan Sadily menyatakan pailit memiliki arti bangkrut, perusahaan, toko, dan sebagainya menderita kerugian besar hingga jatuh.77 Pengertian yang lebih jelas mengenai kepailitan ialah suatu proses dimana seorang debitor dalam pelaksanaan perjanjian kredit, memiliki kesulitan keuangan dan tidak bisa membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan yang mana dalam hal ini adalah pengadilan Niaga.78
Kepailitan dalam hukum Indonesia diatur melalui Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, kepailitan memiliki pengertian yaitu: “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan
76 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Ctk. Kedua, Kencana Prenda Media Group, Jakarta, 2008, hlm. 4.
77 Ramlan Ginting, “Kewenangan Tunggal Bank Indonesia dalam Kepailitan Bank”, Buletin
Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 2 Nomor 2, 2001.
78 Imran Nating, Kepailitan Indonesia, terdapat dalam http://solusihukum.com, Mar. 9, 2006 diakses tanggal 22 Agustus 2020.
38 dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.” Beranjak dari ketentuan tersebut, maka dapat dilihat pula bahwa dalam kepailitan terdapat beberapa komponen dalam kepailitan. Komponen tersebut di antaranya adalah utang sebagai objek, debitor pailit, kreditor, kurator, pengadilan (dalam hal ini adalah pengadilan niaga), dan hakim pengawas.79 Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut mengenai komponen-komponen tersebut:
a. Utang
Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memberikan pengertian terkait utang, yaitu kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitor. Apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi oleh debitor, maka kreditor berhak secara hukum untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitor.
Pengertian utang juga dapat ditemukan dalam beberapa pandangan oleh ahli yang dituangkan dalam bukunya. Pertama, pendapat dari Hadi Subhan yang menyatakan pengertian utang adalah bentuk suatu kewajiban untuk memenuhi prestasi yang dapat timbul
79 Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
39 baik dari perjanjian maupun undang-undang.80 Pengertian lain mengenai utang juga diutarakan oleh Siti Anisah, bahwa utang adalah kewajiban yang muncul dari perjanjian antara debitor dan kreditor.81
b. Debitor
Debitor adalah orang yang mempunyai utang, karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.82
c. Debitor Pailit
Debitor pailit berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah orang yang mempunyai utang karena suatu perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan, yang sudah dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan.
d. Kreditor
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena suatu perjanjian atau undang-undang yang mana dapat ditagih di muka pengadilan untuk pelunasannya.
80 M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, Ed. Pertama Ctk. Kedua, Kencana, Jakarta, 2009, hlm. 35
81 Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan…Op.Cit., hlm. 44
82 Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
40
e. Kurator
Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit. Pengertian ini terdapat pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Kurator diangkat oleh hakim Pengadilan Niaga pada saat putusan pernyataan pailit dibacakan atau dikeluarkan.
Kurator dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola harta pailit harus independen, artinya kurator yang diangkat tidak ada kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap harta pailit. Karena apabila kurator yang diangkat untuk mengelola harta pailit memiliki hubungan atau ada kepentingan dengan harta pailit, dikhawatirkan akan mengakibatkan pembagian harta pailit tidak adil dan pertimbangan yang diberikan kurator dalam membagi harta pailit terganggu dengan hubungan atau kepentingan tersebut.
f. Hakim Pengawas
Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh hakim pengadilan niaga dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Pemberesan dan pembagian harta pailit, rentan sekali terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh kurator. Kurator yang tidak memiliki itikad baik dapat melakukan
41 penyalahgunaan wewenangnya sebagai kurator. Untuk mencegah penyalahgunaan wewenang tersebut, diangkat seorang hakim pengawas oleh pengadilan niaga. Tugas dari hakim pengawas diatur dalam Pasal 65 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, yaitu mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pengadilan niaga dalam membuat suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit harus terlebih dahulu mendengar pendapat dari hakim pengawas. Hakim pengawas berhak memperoleh segala keterangan yang diperlukan mengenai kepailitan, mendengar saksi-saksi, ataupun untuk memerintahkan diadakannya penyelidikan oleh ahli-ahli. Kurator berkewajiban untuk melaporkan segala sesuatu terkait harta pailit kepada hakim pengawas.
Berdasarkan laporan tersebut, hakim pengawas membuat suatu penetapan atas seluruh tindakan yang dilakukan kurator dalam pemberesan harta pailit. Ketetapan hakim pengawas merupakan bukti otentik dalam proses kepailitan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 68 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.
Pengaturan mengenai kepailitan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah pengaturan kepailitan dalam hukum di Indonesia secara khusus. Pengaturan kepailitan yang secara umum mengenai kepailitan dalam hukum di Indonesia tertera di dalam Pasal 1131 KUHPerdata.83
42 Hukum kepailitan secara umum berlandaskan pada beberapa prinsip. Prinsip-prinsip tersebut di antaranya adalah:84
1) Prinsip Paritas Creditorium; 2) Prinsip Pari Passu Protata Parte; 3) Prinsip Structured Creditors; 4) Prinsip Utang;
5) Prinsip Debt Collection; 6) Prinsip Debt Polling; 7) Prinsip Debt Forgiveness; 8) Prinsip Universal dan Teritorial;
9) Prinsip Commercial Exit from Financial Distress dalam Kepailitan Perseroan Terbatas.
Tidak semua prinsip digunakan dalam penormaan hukum kepailitan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Prinsip yang digunakan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah prinsip Paritas Creditorium, Pari Passu Protata Parte, Structured Creditors, Utang, Debt Collection, Debt Polling, serta Universal dan Teritorial. Sedangkan prinsip Debt Forgiveness dan Commercial Exit from Financial Distress dalam Kepailitan Perseroan Terbatas tidak diatur.85
84 M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan…Op.Cit., hlm. 67-156
43