EKSEKUSI JAMINAN OLEH KREDITOR SEPARATIS PT HARDYS RETAILINDO DALAM PAILIT
SKRIPSI
Oleh:
RESSA PUTRI PURNASARI
No. Mahasiswa: 16410034
PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
i
EKSEKUSI JAMINAN OLEH KREDITOR SEPARATIS PT HARDYS RETAILINDO DALAM PAILIT
SKRIPSI
Oleh:
RESSA PUTRI PURNASARI
No. Mahasiswa: 16410034
PROGRAM STUDI (S1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
ii
EKSEKUSI JAMINAN OLEH KREDITOR SEPARATIS PT HARDYS RETAILINDO DALAM PAILIT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana (Strata-1) pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
Oleh :
RESSA PUTRI PURNASARI
No. Mahasiswa: 16410034
PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
iii
EKSEKUSI JAMINAN OLEH KREDITOR SEPARATIS PT
HARDYS RETAILINDO DALAM PAILIT
Telah diperiksa dan disetujui Dosen Pembimbing Tugas Akhir untuk diajukan ke depan TIM Penguji dalam Ujian Tugas Akhir / Pendadaran
pada tanggal 12 November 2020
Yogyakarta, 12 Oktober 2020 Dosen Pembmbing Tugas Akhir,
v
vi
CURRICULUM VITAE (CV)
1. Nama Lengkap : Ressa Putri Purnasari 2. Tempat Lahir : Klaten
3. Tanggal Lahir : 06 Oktober 1998 4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Golongan Darah : B
7. Alamat Terakhir : Krendetan RT 03/RW 03, Jatingarang, Weru, Sukoharjo, Jawa Tengah
8. Identitas Orang Tua / Wali
a. Nama Ayah : Drs. Darsana Pekerjaan Ayah : Tidak Bekerja b. Nama Ibu : Haryani, S.E.
Pekerjaan Ibu : PNS
Alamat : Krendetan RT 03/RW 03, Jatingarang, Weru, Sukoharjo, Jawa Tengah
9. Riwayat Pendidikan
a. SD : SDN Jatingarang 03
b. SMP : SMPN 02 Weru
c. SMA : SMAN 01 Cawas
10. Organisasi
a. Akademi Lembaga Eksekutif Mahasiswa (2016/2017) 11. Email : [email protected]
Yogyakarta, 6 Oktober 2020
Penulis,
(RESSA PUTRI PURNASARI) No. Mahasiswa 16410034
vii
HALAMAN MOTTO
“Barang siapa bertakwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari jalan yang tidak ia sangka, dan barang
siapa yang bertawakal kepada Allah maka cukuplah Allah baginya, Sesungguhnya Allah melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk
setiap sesuatu kadarnya."
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk Ayah, Ibu,dan Kakak yang senantiasa membimbing dan memotivasi penulis hingga mampu meraih gelar sarjana saat ini. Untuk yang terkasih, dan Untuk Universitas Islam Indonesia almamater yang penulis banggakan.
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, karunia, serta hidayah yang telah diberikan serta sholawatan dan salam yang senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Beserta semua doa dan dukungan dari orang-orang tercinta bagi penulis dalam menyelasaikan tugas akhir ini.
Tugas Akhir berupa Skripsi yang berjudul “Eksekusi Jaminan Oleh
Kreditor Separatis PT Hardys Retailindo Dalam Pailit” ini disusun sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Pada Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. Segala proses yang telah penulis jalani dari awal penulisan skripsi ini sampai dengan titik akhir, yang penulis sadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan.
Dengan terselesaikannya Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis sampaikan ucapan terimaksih kepada:
1. Allah SWT beserta Rosul-Nya
2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Bapak Dr. Abdul Jamil, SH., M.H.
x 3. Ibu Dr. Siti Anisah, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang selalu meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan nasehat, dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Umar Haris Sanjaya, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan nasehat-nasehat kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum UII.
5. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan ilmu pengetahuan, inspirasi serta motivasi bagi penulis.
6. Ayah Darsana dan Ibu Haryani yang selalu membimbing, mendidik, mendoakan, memberikan semangat, menjadi sosok panutan dan motivasi hidup bagi penulis, serta selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil yang tiada hentinya bagi penulis hingga saat ini.
7. Kakakku Rendra Permana Putra yang selalu menyayangi, menemani, membimbing, mendukung apapun pilihan penulis, serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
8. Sahabat SMA Penulis Cindy Monica dan Rahma Nur yang selalu menemani saat suka maupun duka, memberikan dukungan dan selalu mendoakan penulis. 9. Sahabat perkuliahan penulis Ardia Puspita, Amelia Najla, dan Nanda Dwi yang selalu menemani dan menjadi saksi hidup dalam setiap momen yang penulis alami selama masa perkuliahan. Terima kasih sudah menjadi sahabat terbaik bagi penulis yang selalu membantu dan memberikan nasehat bagi penulis.
xi 10. Sahabat tercinta Saida, Mei, Alfian, Anam, Abhinawa, Wibi, Deris, Farizqy
yang telah ada bagi penulis dan selalu membantu penulis dalam hal apapun. 11. Sahabat tersayang Dita Rosalia yang selalu membantu dan menemani penulis
selama pemagangan serta sahabat-sahabat kelas A Jagoan yang selalu menemani dan memberikan dukungan bagi penulis.
12. Sahabat Kuliah Kerja Nyata (KKN) Unit 179, Hida, Yofieta, Feren, Miko, Adib, Alfi, Lutfi yang telah mewarnai hari-hari penulis selama KKN serta mendoakan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini
13. Sahabat tersayang Afifah Zakia, Tiara Permatasari, Sheika Azzahra, Shelby Azzahra yang telah menemani dan mengukir kenangan dengan bersama-sama menyaksikan salah satu momen terbaik yang tidak akan penulis lupakan. 14. Sahabat Kos Orange Kak Vania, Nina, Anggi, Anggun, Kak Tya, Kak Siska,
Chyntia, Wilda, Nata, Kiki yang selalu membantu dan memberikan dukungan bagi penulis.
15. Serta sahabat-sahabat lain yang telah memberikan ilmu, dukungan dan motivasi yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas kehadiran kalian.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Untuk itu penulis menyampaikan permohonan maaf serta mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat banyak bagi pembaca dan juga pada perkembangan ilmu pengetahuan. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.
xii
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yogyakarta, 06 Oktober 2020 Penulis,
(RESSA PUTRI PURNASARI) No. Mahasiswa 16410034
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN ORISINALITAS ... v
CURRICULUM VITAE ... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xiii
ABSTRAK ... xvi BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian ... 7 D. Manfaat Penelitian ... 8 E. Orisinalitas Penelitian ... 8 F. Kerangka Teori ... 9 G. Metode Penelitian ... 25 1. Jenis Penelitian ... 25 2. Pendekatan Penelitian ... 26
xiv
3. Sumber Bahan Hukum ... 26
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 28
5. Analisis Bahan Hukum ... 29
H. Sistem Penulisan ... 30
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM PERJANJIAN KREDIT, HUKUM JAMINAN DAN HUKUM KEPAILITAN ... 31
A. Perjanjian Kredit ... 31
B. Hukum Jaminan ... 32
1. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan ... 32
2. Jaminan dan Jenis Jaminan ... 33
C. Hukum Kepailitan ... 37
1. Pengertian, Dasar Hukum, dan Prinsip Kepailitan ... 37
2. Syarat-syarat Permohonan Pengajuan Pailit ... 43
3. Pihak yang Dapat Dinyatakan Pailit ... 46
4. Pihak yang dapat Mengajukan Permohonan Pailit ... 48
5. Akibat Hukum Kepailitan ... 48
6. Pengurusan dan Pemberesan Serta Eksekusi Harta Pailit ... 61
7. Berakhirnya Kepailitan ... 69
8. Teori Kepailitan Hukum dalam Islam ... 70
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 75
A. Eksekusi Jaminan oleh Kreditor Separatis PT. Hardys Retailindo dalam Pailit ... 75
xv B. Penyelesaian Atas Eksekusi Jaminan yang Telah Dilakukan
Kreditor Separatis PT. Hardys Retailindo dalam Pailit ... 116
BAB IV PENUTUP ... 135
A. Kesimpulan ... 135
B. Saran ... 137
xvi
ABSTRAK
Setelah PT. Hardys Retailindo dinyatakan pailit, ditengarai adanya pemasalahan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, yaitu pelaksanaan eksekusi jaminan oleh kreditor separatis PT. Hardys Retailindo dalam pailit. Hal ini menuntun penulis membahas tentang bagaimana eksekusi jaminan oleh kreditor separatis PT Hardys Retailindo dalam pailit serta bagaimana penyelesaian atas eksekusi jaminan yang telah dilakukan oleh kreditor separatis PT Hardys Retailindo dalam pailit. Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan normatif-terapan dengan tipe judicial case study. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum berupa studi pustaka dan studi dokumen. Analisa yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah analisa kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bank Muamalat merupakan kreditor separatis PT. Hardys Retailindo dalam pailit. Hak dan kewajiban kreditor separatis berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang melekat pada Bank Muamalat, termasuk pelaksanaan eksekusi atas haknya sebagai kreditor separatis. Pelaksanaan eksekusi atas haknya oleh kreditor separatis, dalam hal debitor dinyatakan pailit, dapat dilakukan setelah 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit. Jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari ini merupakan masa penangguhan (stay) terhadap hak eksekusi kreditor separatis. Hak ini juga melekat kepada Bank Muamalat sebagai kreditor separatis PT. Hardys Retailindo dalam pailit. Setelah dinyatakan PT. Hardys Retailindo dinyatakan pailit pada 9 November 2017, Bank Muamalat telah melaksanakan eksekusi jaminan kebendaan yang ada. Eksekusi jaminan tersebut berupa peralihan hak atas harta pailit yang diikuti dengan peralihan hak atas tanah atas 31 (tiga puluh satu) aset PT. Hardys Retailindo yang diserahkan kepada Bank Muamalat. Pelaksanaan eksekusi jaminan oleh Bank Muamalat yang terlaksana pada Februari 2018 dilakukan dalam masa pengangguhan hak (stay) yakni dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari setelah PT. Hardys Retailindo dinyatakan pailit dan tanpa sepengetahuan maupun persetujuan kurator. Pelaksanaan eksekusi atas hak oleh Bank Muamalat merupakan perbuatan hukum yang tidak sah dan melawan hukum karena telah mencedari prinsip keseimbangan dan prinsip keadilan dalam kepailitan, serta melanggar ketentuan Pasal 34 jo. Pasal 33, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan ekonomi adalah bagian dari pembangunan nasional. Penggiatan dalam pembangunan ekonomi merupakan amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Kemajuan ekonomi di Indonesia saat ini tengah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kemajuan tersebut menyebabkan banyak pelaku usaha baik perseorangan maupun badan usaha mendirikan perusahaan untuk menjalankan usahanya.
Guna menjalankan usahanya, para pelaku usaha membutuhkan modal atau dana dari pihak lain. Pada jaman sekarang ini sulit menemukan seorang pengusaha yang tidak menggunakan fasilitas utang (pinjaman atau kredit) untuk menambah modal usahanya baik dalam bentuk utang jangka pendek, jangka menengah, maupun utang jangka panjang. Utang sudah merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia ekonomi, bisnis, dan perdagangan. Peminjaman modal atau utang dapat diperoleh melalui perorangan maupun lembaga keuangan. Salah satu lembaga keuangan adalah bank. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan usaha (baik badan usaha swasta maupun milik negara),
2 bahkan lembaga pemertintahan untuk menyimpan dananya.1 Selain menghimpun dana, bank juga memberikan bantuan bagi semua pihak yang membutuhkan dana dalam bentuk pemberian kredit.
Pihak yang memiliki dan memberikan pinjaman dana kepada pihak yang membutuhkan dana atau pemberi disebut sebagai kreditor, sedangkan pihak yang kekurangan dana sehingga meminjam dana kepada kreditor guna mengembangkan usahanya atau berutang disebut sebagai debitor.2 Dengan semakin derasnya lalu lintas penyaluran dana pinjaman tersebut maka para kreditor ini juga membutuhkan perlindungan dalam hal debitor cidera janji. Aturan hukum telah menyediakan sarananya, yaitu seperti yang tertuang dalam ketentuan-ketentuan Hukum Jaminan yang dapat dicermati dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat dengan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU). Jaminan secara hukum mempunyai fungsi untuk menutupi hutang, karena itu jaminan merupakan sarana perlindungan bagi para kreditor, yaitu kepastian akan pelunasan utang debitor atau penjamin debitor.3 Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan timbul dari perjanjian yang bertujuan untuk menjamin
1 Chatamarrasjid, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta,
2011, hlm. 7
2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Cet. 4, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2010, hlm. 230
3 Niken Prasetyawati dan Tony Hanoraga, “Jaminan Kebendaan dan Jaminan Perorangan
Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pemilik Piutang”, Jurnal Sosial Humaniora, Vol. 8 No. 1, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, 2015, hlm. 121
3 kepastian hukum bagi Kreditor atas pelunasan utang atau pelaksanaan suatu prestasi sebagaimana telah diperjanjikan oleh Debitor atau pihak ketiga.4
Dalam dunia usaha baik usaha perorangan maupun yang berbadan hukum tidak selalu berjalan dengan mulus, ada saatnya perusahaan tersebut merugi dan tidak dapat membayar utang-utangnya kepada kreditor. Atas hal tersebut, Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengakomodir adanya penyelesaian hukum untuk pelunasan utang debitor kepada kreditor. Apabila pada waktu yang telah ditentukan debitor belum dapat melunasi pinjaman yang diberikan oleh kreditor, maka debitor dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan suatu kondisi kesulitan keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang mengalami kemunduran.5 Tetapi jika debitor tetap mengalami kesulitan dan tidak dapat membayar utang-utangnya atau yang dikenal dengan istilah pailit, maka debitor sendiri atau kreditor dapat mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga untuk memberikan status pailit kepada debitor.6
Dinyatakannya pailit seorang debitor oleh Pengadilan Niaga, maka berakibat debitor kehilangan hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah diletakkan dalam status sita umum, di bawah penguasaan Balai Harta Peninggalan atau kurator yang ditunjuk oleh Majelis Hakim
4 Ibid
5 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2010, hlm. 2
4 Pengadilan Niaga dan di bawah pengawasan hakim pengawas.7 Apabila dalam perjanjian kredit atau juga disebut perjanjian pembiayaan, kreditor memiliki jaminan hutang kebendaan seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia, dan lain-lain. Hak kreditor separatis adalah hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditor pemegang hak jaminan untuk tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitor telah dinyatakan pailit.8 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memberikan hak kepada kreditor separatis dan kreditor preferen untuk dapat tampil sebagai kreditor konkuren tanpa harus melepaskan hak-hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya, tetapi dengan catatan bahwa kreditor separatis dan kreditor preferen dapat membuktikan bahwa benda yang menjadi agunan tersebut tidak cukup untuk melunasi utangnya debitor pailit.9
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU memberikan keistimewaan terhadap kreditor separatis. Keistimewaan tersebut tertuang dalam Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU telah menjelaskan, bahwa setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Akan tetapi, pelaksanaan eksekusi tidak serta merta dapat langsung dilaksanakan setelah debitor dinyatakan pailit. Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU telah menyebutkan bahwa eksekusi dapat
7 Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 44
8 Ivida Dewi dan Herowati Poesoko, Hukum Kepailitan Kedudukan dan Hak Kreditor Separatis atas Benda Jaminan Debitor Pailit, LaksBang Pressindo, Yogyakarta, 2016,
hlm. 93
9 Titik Tejaningsih, Perlindungan Hukum terhadap Kreditor Separatis dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, FH UII Press, Yogyakarta, 2016, hlm. 12
5 dilaksanakan paling lama 90 hari sejak keputusan pailit diucapkan dan eksekusinya dilakukan paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi. Sehingga tidak diperbolehkan kreditor separatis untuk melakukan sendiri eksekusi jaminan atau agunannya pada masa 90 (sembilan puluh) hari tersebut.
Tak sedikit pelanggaran yang terjadi terhadap ketentuan mengenai eksekusi jaminan oleh kreditor separatis yang tertuang dalam Pasal 55 dan Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Seperti yang terjadi dalam kasus PT. Hardys Retailindo sebagai debitor yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya. PT. Hardys Retailindo merupakan naungan Grup Hardys Holding. Pada tanggal 9 November 2017 melalui Pengadilan Niaga Surabaya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan sebelumnya melalui keputusan PKPU tanggal 25 September 2017 Pengadilan Niaga pada PN Surabaya, dengan amar keputusan menyebutkan: 1. Grup Hardys Holding, 2. PT Hardys Retailindo, 3. Gede Hardiawan (Direktur Utama Grup Hardys Holding) telah dinyatakan “pailit” melalui hasil voting para kreditur Grup Hardys melalui sidang pembahasan proposal perdamaian di Pengadilan Niaga Surabaya.10
Sebelum dinyatakan pailit, PT. Hardys Retailindo mengajukan permohonan pembiayaan kepada Bank Muamalat. Terdapat 4 (empat) pihak yang terlibat dalam perjanjian pembiayaan ini. Pertama, adalah Bank Muamalat sebagai kreditor. Ketiga pihak yang lain sebagai debitor adalah PT.
10 Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No.
6 Hardys Retailindo, PT. Grup Hardys, dan Ir. Gede Agus Hardiawan (Direktur Utama PT. Grup Hardys).11 Pembiayaan yang diajukan adalah sebesar Rp. 478.422.247.341,23 (empat ratus tujuh puluh delapan miliar empat ratus dua puluh dua juta dua ratus empat puluh tujuh ribu tiga ratus empat puluh satu rupiah koma dua puluh tiga sen).12 Pembiayaan tersebut melahirkan kewajiban membayar hutang bagi PT. Hardys Retailindo sekaligus Grup Hardys Holding dan Gede Hardiawan (Direktur Utama Grup Hardys Holding). Selain itu, perjanjian kredit atau perjanjian pembiayaan ini juga menjadikan Bank Muamalat sebagai kreditor separatis dari PT. Hardys Retailindo. Seiring berjalannya waktu, PT. Hardys Retailindo tidak mampu melaksanakan kewajibannya, sehingga PT. Hardys Retailindo (juga Grup Hardys Holding dan Gede Hardiawan) mengajukan permohonan pelunasan kredit dengan penyerahan seluruh aset jaminan secara sukarela (Asset Settlement/AYDA) kepada Bank Muamalat. Aset yang diserahkan sejumlah 31 (tiga puluh satu). Perjanjian kredit maupun penyerahan aset antara kedua belah pihak tersebut tidak diketahui oleh para kreditor dari PT. Hardys Retailindo.13
Setelah diucapkannya penetapan pailit, penyerahan sejumlah 31 (tiga puluh satu) aset dari PT. Hardys Retailindo yang telah diserahkan kepada Bank Muamalat tepatnya pada tahun 2016, 1 (satu) tahun sebelum PT. Hardys Retailindo dinyatakan pailit14 perlahan mulai diketahui oleh kurator. Tidak sampai di situ, diketahui bahwa sejumlah 31 aset tersebut telah dibeli sendiri
11 Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No.
9/Pdt.Sus-Gugatan-lain-lain/2018/PN NIaga Sby, hlm. 35
12 Ibid, hlm. 36 13 Ibid
7 oleh Bank Muamalat berdasarkan Akta Kuasa Untuk Menjual, yang kemudian sertifikat hak atas tanahnya dimohonkan untuk balik nama kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui notaris, tanpa sepengetahuan kurator.15 Hal ini menimbulkan permasalahan terhadap harta pailit khususnya terhadap eksekusi jaminan oleh Bank Muamalat sebagai kreditor separatis PT. Hardys Retailindo.
Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Eksekusi Jaminan oleh Kreditor Separatis PT Hardys Retailindo dalam Pailit. Penelitian ini nantinya akan membahas bagaimana pelaksanaan eksekusi jaminan oleh kreditor separatis PT. Hardys Retailindo dalam pailit, serta penyelesaiannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana eksekusi jaminan oleh kreditor separatis PT Hardys Retailindo dalam pailit?
2. Bagaimana penyelesaian atas eksekusi jaminan yang telah dilakukan oleh kreditor separatis PT Hardys Retailindo dalam pailit?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
15 Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No.
8 1. Untuk mengetahui eksekusi jaminan oleh kreditor separatis PT Hardys
Retailindo dalam pailit.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan penyelesaian atas eksekusi jaminan yang telah dilakukan oleh kreditor separatis PT Hardys Retailindo dalam pailit.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
1. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada kalangan praktisi maupun akademisi terkait eksekusi jaminan oleh kreditor separatis PT Hardys Retailindo dalam pailit.
2. Sebagai bahan untuk mengetahui secara khusus mengenai penyelesaian atas eksekusi jaminan yang telah dilakukan oleh kreditor separatis PT Hardys Retailindo dalam pailit.
E. Orisinalitas Penelitian
Untuk mengantisipasi adanya penelitian yang sama, maka penulis melakukan penelusuran terkait penelitian yang dilakukan penulis. Berikut karya tulis yang sehubungan dengan topik penelitian yang dilakukan penulis: 1. Penelitian berjudul “Eksekusi Jaminan Kreditor Separatis terhadap
Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang” yang ditulis oleh Rifkha Setya Rini, Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia dalam website Dspace UII. Penelitian ini
9 memiliki sedikit kemiripan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis karena membahas tentang eksekusi jaminan oleh kreditor separatis. Namun, dalam penelitian ini membahas waktu eksekusi jaminan oleh kreditor separatis terhadap putusan penundaan kewajiban pembayaran utang secara umum sedangkan penulis membahas eksekusi jaminan kreditor separatis dalam kasus PT. Hardys Retailindo.
2. Penelitian berjudul “Pelaksanaan Hak Eksekusi Kreditor Separatis dalam Kepailitan” yang ditulis oleh Grace I. Darmawan, Program S2 Ilmu Hukum, Universitas Gadjah Mada dalam Repository UGM. Penelitian ini hanya memfokuskan pada pelaksanaan hak eksekusi kreditor separatis dalam kepailitan. Oleh karena itu penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan penulis.
F. Kerangka Teori
1. Pengertian Perjanjian Kredit
Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata), yaitu: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum16. Pengertian perjanjian mengandung unsur: 1). perbuatan, 2). satu orang atau lebih terhadap satu
16 Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, PT.Citra Adity, Yogyakarta,
10 orang lain atau lebih, 3). mengikatkan dirinya. Isi dari perjanjian adalah mengenai kaidah tentang apa yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian, berisi hak dan kewajiban kedua belah pihak yang harus dilaksanakan. Jadi perjanjian hanyalah mengikat dan berlaku bagi pihak-pihak tertentu saja.17
Belum terdapat pengaturan organik yang secara jelas mengatur mengenai pengertian perjanjian kredit. Beberapa pendapat mengenai pengertian perjanjian kredit merupakan perluasan terhadap pengertian perjanjian, dan berdasarkan pada yang terjadi di lapangan. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Notaris Agung IIP, seorang notaris dan PPAT di Bantul berpendapat bahwa perjanjian kredit adalah hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan hukum antara keduanya yang didahului penyerahan uang.18 Perjanjian kredit bersifat konsensuil, dan penyerahan uangnya sendiri adalah bersifat riil.19
Pendapat lain mengemukakan pengertian perjanjian kredit adalah perjanjian khusus yang di dalamnya terdapat kekhususan yakni pihak kreditornya selaku bank dan objek perjanjiannya berupa uang.20 Perjanjian ini melahirkan adanya bank sebagai kreditor dan nasabah baik perorangan
17 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1999,
hlm. 112
18 Hasil Wawacara di Kantor Notaris & PPAT Agung, pada tanggal 30 Agustus 2015,
dikutip dalam Lathifah Hanim, “Penyelesaian Perjanjian Kredit Bank Sebagai Akibat Force
Majeure Karena Gempa di Yogyakarta”, Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. III No. 2, Fakultas
Hukum UNISSULA, 2016, hlm. 166
19 Ibid
20 Gatot Supratomo, Perbankan dan Masalah Kredit, Djambatan, Jakarta, 1995, hlm. 32
dikutip dalam Darmanto, “Asuransi Dan Kredit Perbankan (Studi Tentang Polis Asuransi Sebagai Cover Jaminan Kredit di PT. Asuransi Bumiputeramuda 1967 Surakarta)”, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008, hlm. 3
11 maupun badan hukum sebagai debitor. Terdapat beberapa unsur yang terkandung dalam perjanjian kredit antara bank dengan nasabah, yaitu kepercayaan, waktu, prestasi dan kontraprestasi, serta risiko.21
2. Dasar Hukum dan Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidstelling, atau zekerheidrechten.22 Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap seorang debitor. Ringkasnya, hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang23. Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidahkaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.24
Dasar hukum dari hukum jaminan terbagi menjadi 2 (dua), yaitu di dalam buku II KUHPerdata dan di luar buku II KUHPerdata.25 Ketentuan yang terdapat di luar buku KUHPerdata mengenai hukum jaminan antara lain yaitu:
21 Tarsisius Murwaji, “Paradigma Baru Hukum Jaminan: Penjaminan Hak Pengelolaan
Daratan Perairan Kepulauan Melalui Digitalisasi dan e-Cash Collateral”, Jurnal PJIH, Vol. 3 No. 2, 2016, hlm. 228-229
22 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 23 Ibid
24 Salim HS. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, PT Raja. Grafindo Persada,
Jakarta, 2008, hlm.
12 a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria;
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;
c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; d. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK).
3. Jaminan dan Jenis Jaminan
Jaminan adalah suatu yang menimbulkan keyakinan atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit sesuai yang diperjanjikan. Menurut M. Bahsan, jaminan merupakan segala sesuatu yang diterima kreditor dan diserahkan debitor untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.26 Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan istilah agunan. Istilah agunan dapat dibaca dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan.
Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank.
13 Jaminan ini diserahkan oleh debitor kepada bank. Unsur-unsur agunan, yaitu:27
a. Jaminan tambahan;
b. Diserahkan oleh debitor kepada bank;
c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.
Secara umum, jaminan diartikan sebagai penyerahan kekayaan, atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang. Jadi pada dasarnya, seluruh harta kekayaan debitor menjadi jaminan dan diperuntukkan bagi pemenuhan kewajiban kepada semua kreditor secara bersama-sama. Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di luar negeri. Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:28
a. Jaminan materil, yaitu jaminan kebendaan; dan b. Jaminan imateriil, yaitu jaminan perorangan.
Kreditor separatis menurut Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dapat mengeksekusi sendiri jaminan yang dimilikinya dengan tetap memperhatikan batasan-batasan yang diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, serta dengan memperhatikan aspek keadilan bagi kreditor-kreditor lain. Salah satu batasan bagi kreditor separatis dalam melaksanakan haknya untuk melakukan eksekusi atas jaminan yang dimilikinya yaitu antara lain adanya ketentuan hak tangguh (stay). Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang
27 Ibid 28 Ibid
14 Kepailitan, yang menentukan hak kreditor separatis tersebut ditangguhkan selama 90 hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan.29 Menurut hukum walaupun pihak pengadilan telah menunjuk kurator yang bertugas melakukan pengurusan terkait boedel pailit, namun kreditor separatis tetap memiliki hak untuk melakukan eksekusi sendiri terhadap jaminan yang dimilikinya. Eksekusi tersebut dapat dilakukan setelah berakhirnya masa penangguhan atau dimulainya keadaan insolvensi. Kreditor separatis diberikan hak untuk mengusahakan sendiri eksekusi atas jaminan yang dimilikinya dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Adapun jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tersebut merupakan waktu bagi kreditor yang bersangkutan untuk mulai melaksanakan hak-nya (penjelasan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Kepalilitan dan PKPU). Jika dalam kurun waktu tersebut kreditor separatis tidak segera melaksanakan haknya tersebut, maka pihak kurator berhak untuk menuntut diserahkannya objek jaminan tersebut untuk dijual sesuai dengan tata cara yang dalam Pasal 185 Undang-Undang Kepalitan dan PKPU (Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU). Proses eksekusi jaminan tersebut juga disesuaikan dengan penganturan yang termuat dalam peraturan perundang-undangan lain yang terkait. Ketentuan jangka waktu sebagai diatur dalam Pasal 59 29 Lidya Mahendra, R.A. Retno Murni dan Putu Gede Arya Sumertayasa, “Perlindungan
Hak-Hak Kreditur dalam Hal Adanya Pengalihan Benda Jaminan oleh Pihak Debitur”, Jurnal
15 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU serta penjelasan tersebut hanya mengatur mengenai batas waktu bagi kreditor separatis untuk memulai haknya dalam melakukan eksekusi jaminan hak kebendaan. Undang-Undang Kepailitan dan PKPU tidak membatasi lamanya waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan eksekusi tersebut. Hal tersebut lah yang sering kali menimbulkan konflik antara pihak kreditor separatis dengan kurator. Pihak kurator beranggapan jangka waktu selama 2 (dua) bulan tersebut merupakan waktu kreditor separatis untuk menyelesaikan proses eksekusi tersebut. Ketika waktu 2 (dua) bulan telah berakhir dan jaminan belum berhasil terjual maka, objek jaminan tersebut wajib diserahkan kepada kurator untuk dieksekusi30
4. Pengertian Kepailitan
Pengertian kepailitan dapat dilihat dari kacamata Hukum Islam maupun hukum nasional. Salah satu pendapat mengenai pengertian kepailitian, menyatakan bahwa kepailitan adalah kondisi seorang debitor yang tidak dapat membayar utangnya secara lazim. Kepailitan terjadi karena jumlah utangnya jauh melebihi jumlah hartanya atau dengan kata lain seseorang yang seluruh hartanya tidak cukup untuk membayar
16 utangnya.31 Kepailitan juga merupakan larangan yang dikeluarkan oleh hakim terhadap debitor pailit untuk tidak mengelola hartanya.32
Pengertian yang sedikit berbeda dinyatakan dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, yang berbunyi:33 “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”
Pihak yang menjadi kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit. Pengertian ini terdapat pada Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Kurator diangkat oleh hakim Pengadilan Niaga pada saat putusan pernyataan pailit dibacakan atau dikeluarkan.34 Kurator dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola harta pailit harus independen, artinya kurator yang diangkat tidak ada kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap harta pailit. Karena apabila kurator yang diangkat untuk mengelola harta pailit memiliki hubungan atau ada kepentingan dengan harta pailit, dikhawatirkan akan mengakibatkan pembagian harta pailit tidak adil dan pertimbangan yang diberikan kurator dalam membagi harta pailit 31 “Qalyubiy dan ‘Umairah” dalam Siti Anisah, Perlindungan Kepentingan Kreditor dan Debitor dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Ctk. Kedua, Total Media, Yogyakarta, 2008, hlm.
367
32 Ibid
33 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
34 Made Bagoes Wiranegara Wesna, Ngakan Ketut Dunia, dan Ida Ayu Sukihana,
“Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Di Kabupaten Badung”, Jurnal Kertha Semaya, Vol. 01 No. 03, Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, hlm. 3
17 terganggu dengan hubungan atau kepentingan tersebut. Kurator dituntut untuk memiliki integritas yang berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk menaati standar profesi dan etika, guna menghindari adanya benturan kepentingan antara kreditor dan debitor.35
Hakim pengawas adalah hakim yang ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga dalam putusan pailit atau putusan penundaan kewajiban pembayaran utang sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Pemberesan dan pembagian harta pailit rentan sekali terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh kurator. Kurator yang tidak memiliki itikad baik dapat melakukan penyalahgunaan wewenangnya sebagai kurator. Untuk mencegah penyalahgunaan wewenang tersebut, maka diangkat seorang hakim pengawas oleh Pengadilan Niaga. Tugas dari hakim pengawas diatur dalam Pasal 65 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, yaitu mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pengadilan Niaga dalam membuat suatu putusan mengenai pengurusan atau pemberesan harta pailit harus terlebih dahulu mendengar pendapat dari hakim pengawas. Hakim pengawas berhak memperoleh segala keterangan yang diperlukan mengenai kepailitan, mendengar saksi-saksi, ataupun untuk memerintahkan diadakannya penyelidikan oleh ahli-ahli. Kurator berkewajiban untuk melaporkan segala sesuatu terkait harta pailit kepada hakim pengawas.
18 Berdasarkan laporan tersebut, hakim pengawas membuat suatu penetapan atas seluruh tindakan yang dilakukan kurator dalam pemberesan harta pailit. Ketetapan hakim pengawas merupakan bukti otentik dalam proses kepailitan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 68 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.
5. Prosedur Pengajuan Permohonan Pailit
Kreditor merupakan perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pemberi pinjaman atau utang kepada debitor. Hal ini lazim terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Pemberian pinjaman (kredit) tidak dapat dipisahkan dalam perekonomian baik perdagangan dan bisnis. Kreditor memerlukan perlindungan hukum sebagai upaya antisipasi apabila instansi atau perusahaan debitor mengalami kesulitan dalam usahanya, sehingga belum mampu membayar dan terlambat. Kreditor harus memperoleh jaminan kepastian hukum agar dapat mengeksekusi agunannya. Hasil penjualan agunan atau likuidasi atas aset perusahaan debitor dapat berjalan dengan baik.36
Bila debitor mengalami kesulitan pembayaran, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah permohonan pailit ke Pengadilan Niaga.37 Pengadilan Niaga melalui putusan pernyataan pailit dapat digunakan oleh para kreditor sebagai sumber pelunasan utang-utangnya. Hasil dari
36 DR Hidayat, Perlindungan Hukum bagi Kreditur Dengan Jaminan atas Objek Jaminan
Hak Tanggungan Yang Sama, terdapat dalam http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/dih/article/view/1590, diakses terakhir tanggal 10 Juni 2020
37 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang
19 penjuaan agunan atau likuidasi aset perusahaan yang dinyatakan pailit dapat dipergunakan sebagai sumber pelunasan utang perusahaan (debitor). Sumber pelunasan alternatif ini dalam dunia perbankan disebut second way out.38 Permohonan pernyataan pailit umumnya diajukan oleh salah satu atau lebih kreditor yang memiliki piutang yang telah jatuh tempo. Namun, apabila debitor merasa bahwa dirinya tidak dapat melunasi utang-utang dari para kreditornya yang telah jatuh tempo, permohonan pernyataan pailit juga dapat diajukan oleh debitor itu sendiri.39 Jika yang mengajukan permohonan pailit adalah salah seorang kreditor, maka dalam permohonan yang diajukannya perlu menjelaskan adanya kreditor-kreditor lain yang memiliki piutang terhadap debitor tersebut. Selain itu dalam proses pembuktian, kreditor yang berkedudukan sebagai pemohon pailit, harus dapat mengajukan bukti-bukti terkait piutang-piutang yang ada.40 Debitor yang telah dinyatakan pailit tidak memiliki kewenangan untuk menguasai dan mengurusi kekayaan yang termasuk harta pailit.41
Setelah debitor dinyatakan pailit, namum belum berada pada tahap insolvensi, maka kurator berwenang melanjutkan proses kelola usaha-usaha pada debitor yang mengalami pailit sebagaimana direksi atas ijin rapat kreditor.42 Proses kelola usaha dilakukan jika debitur yang
38 Royke A. Taroreh, “Hak Kreditor Separatis dalam Mengeksekusi Benda Jaminan Debitor
Pailit”, Jurnal Hukum Unsrat, Vol. II No. 2, 2014, hlm. 105-116
39 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
40 Ibid
41 Ivida Dewi dan Herowati Poesoko, Hukum Kepailitan…Loc.Cit.
42 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl738/tugas-tugas-kurator-dan pengawas,
20 mengalami kepailitan masih memiliki usaha yang masih beroperasi. Apabila sebaliknya, maka kurator melakukan pemberesan harta pailit yang diawali dengan penjualan harta pailit kemudian diserahkan bagian yang wajib diserahkan kepada kreditor.43
Jika kreditor keberatan dengan pembagian harta pailit yang telah ditentukan oleh kurator, maka kreditor dapat melakukan perlawanan dengan pengajuan permohonan kepada Pengadilan Niaga yang memutus pailit. Perlawanan pada daftar pembagian harta pailit dapat terjadi dikarenakan ketidaksesuaian daftar pembagian dengan piutang yang dimiliki oleh kreditor berdasarkan kedudukannya.
Pada dasarnya kedudukan para kreditor dalam kepailitan adalah sama (paritas creditorium). Oleh karena itu, para kreditor mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi harta pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu prorata parte).44 Namun, asas paritas creditorium tidak berlaku bagi kreditor yang memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditor yang haknya didahulukan (kreditor istimewa) berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dan peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian, asas paritas creditorium berlaku bagi para kreditor konkuren saja.45
43 Titik Tejaningsih, Perlindungan Hukum…Loc.Cit. 44 Ibid
45 Fred. B.G Tumbuan “Pokok-Pokok Undang-Undang tentang Kepailitan sebagaimana Diubah Oleh PERPU No. 1/1998” Dalam Penyelesaian Utang-Piutang melalui Kepailitan atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Rudhy A. Lontoh ed, Alumni 2001)
21
6. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit
Kewenangan kurator setelah putusan pernyataan pailit dikeluarkan oleh Pengadilan Niaga adalah melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pengurusan dan pemberesan tersebut mencakup melakukan pengumuman kepailitan, melakukan penyegelan harta pailit, pencatatan/pendaftaran harta pailit, melanjutkan usaha debitor, membuka surat-surat telegram debitor pailit, mengalihkkan harta pailit, melakukan penyimpanan harta pailit, mengadakan perdamaian guna menjamin suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara.46
Proses pertama sekali dalam pengurusan harta pailit setelah adanya pernyataan pailit adalah penyelesaian utang debitor dengan mengelompokkan kedudukan kreditor berdasarkan hasil verifikasi piutang. Verifikasi atau pencocokan piutang berarti menguji kebenaran piutang kreditor yang dimasukkan pada kurator.47 Verifikasi diatur dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 143 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Pencocokan piutang dilakukan dalam rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan piutang yang dipimpin oleh hakim pengawas. Pemberesan harta pailit dilakukan oleh kurator setelah proses pengurusan telah selesai dilakukan. Pemberesan harta pailit dilakukan akibat dari keadaan insolvensi debitor. Pasal 178 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa insolvensi adalah keadaan tidak mampu
46 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008 47 Ibid
22 membayar, artinya apabila tidak terjadi perdamaian dan harta pailit berada dalam keadaan tidak mampu membayar seluruh utang yang wajib dibayar.
7. Kreditor Separatis
Kreditor separatis merupakan kreditor yang memiliki kedudukan terpisah dari kreditor lainnya. Hal Ini dikarenakan kreditor separatis mempunyai hak-hak yang berbeda dibandingkan kreditor lainnya. Hak kreditor separatis yaitu melakukan penjualan dan mengambil hasil penjualan sendiri terhadap agunan yang menjadi jaminan yang terpisah dengan harta pailit umumnya.48 Hasil dari penjualan tersebut disesuaikan dengan besarnya nilai piutang kreditor separatis. Hasil penjualan yang melebihi besarnya piutang, kelebihannya harus dikembalikan kepada kurator. Namun, jika hasil penjualan kurang dari besarnya nilai piutang, kreditor separatis dapat mengajukan kekurangan tersebut dengan kedudukan sebagai kreditor konkuren. Seperti yang tertuang pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU berbunyi:49
“Yang dimaksud dengan "Kreditor" dalam ayat ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk didahulukan.”
48 Fuady, Munir, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, PT Citra Aditya Bakti, Bandung,
2005
49 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang
23 Bilamana terdapat sindikasi kreditor, maka masing-masing kreditor adalah kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2. Yang dimaksud dengan "utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih" adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.
8. Eksekusi dalam Kepailitan
Eksekusi adalah penjualan harta yang berada dalam penyitaan. Eksekusi terhadap harta pailit debitor dilakukan oleh kurator dalam kepailitan. Namun, kreditor separatis memiliki hak untuk melakukan eksekusi sendiri. Karena kedudukan kreditor separatis terpisah dari kreditor lainnya. Adapun mengenai kreditor separatis diatur dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang menyatakan setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Hak eksekusi yang diberikan kepada kreditor separatis terdapat pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Pengaruh kepailitan terhadap hak tanggungan disebutkan dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU bahwa hak eksekusi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
Undang-24 Undang Kepailitan dan PKPU dan hak-hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.
Selama jangka waktu penangguhan, kurator dapat menggunakan harta pailit berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak atau menjual harta pailit yang berupa benda bergerak yang berada dalam penguasaan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitor, dalam hal telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditor atau pihak ketiga. Tujuan yang hendak dicapai dalam penangguhan eksekusi hak tanggungan yakni untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit dan untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penundaan eksekusi bukanlah semata-mata demi kepentingan kreditor belaka. Tujuan yang dimaksud oleh Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU ini sama artinya bahwa harta debitor yang sebelum kepailitan telah dibebankan dengan hak tanggungan merupakan harta pailit ketika debitor tersebut dinyatakan pailit.50
Kewenangan kreditor separatis pemegang jaminan hak tanggungan yakni dalam masa sebelum jatuhnya putusan pailit (kecuali dilakukan sita jaminan), setelah berakhirnya insolvensi, dan selama dua bulan sejak
50 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009
25 insolvensi. Dalam waktu dua bulan dimaksud bukan berarti kreditor separatis sudah harus selesai melakukan eksekusi melainkan dalam jangka waktu tersebut kreditor separatis sudah mulai melakukan proses eksekusi. Sementara pihak yang berwenang sendiri untuk mengeksekusi dapat kreditor separatis dan dapat juga kurator. Hal ini tergantung pada hubungan aset dengan kreditor (dijaminkan atau tidak) dan bergantung pada waktu kapan eksekusi dilaksanakan.51 Apabila kreditor separatis tidak menggunakan hak eksekusinya sampai dengan 2 (dua) bulan setelah insolvensi, maka berdasarkan Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual, namun tetap tidak mengurangi hak kreditor separatis atas hasil penjualan benda agunan tersebut.52
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (normatif law research) yang disebut juga dengan penelitian hukum teoritis atau penelitian hukum dogmatik karena tidak mengkaji pelaksanaan implementasi hukum.53 Dengan kata lain dikatakan penelitian hukum normatif meneliti dan mengkaji pemberlakuan atau
51 Fuady, Munir, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, PT Citra. Aditya Bakti, Bandung,
2010
52 Aria Alim Wijaya, Hak Eksekusi Kreditor Separatis Terhadap Benda Agunan Dalam Kepailitan (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 895 K/Pdt.Sus-Pailit/2016), Fakultas Hukum,
Universitas Lampung, Lampung, 2018
53 Soerjono, Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo
26 implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang) yaitu hukum kepailitan berdasarkan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU terhadap pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara akibat adanya putusan tersebut.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang ditentukan sehingga mencapai tujuan penelitian. Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif-terapan dengan tipe judicial case study yaitu pendekatan studi kasus hukum karena suatu konflik yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak yang berkepentingan sehingga diselesaikan melalui putusan pengadilan.54 Dalam putusan pengadilan niaga yang terkait fokus penelitian ini menyatakan bahwa pelaksanaan tindakan hukum yang berasal dari akta kuasa untuk menjual oleh kreditor separatis sebelum dinyatakan pailit adalah tidak sah dan melawan hukum.
3. Sumber Bahan Hukum a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum atau bagi para pihak berkepentingan
27 berupa putusan majelis hakim dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang beserta Penjelasannya;
3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; 4) Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No.
29/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN.Niaga Sby.
5) Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya No. 9/Pdt.Sus-G.Lain-lain/2018/PN-NIAGA SBY. Jo No. 29/Pdt.Sus-PKPU/2017/PN. Niaga Sby.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu berupa literatur hukum. Berupa literatur-literatur mengenai penelitian ini meliputi buku-buku hukum, hasil karya dari kalangan hukum, dan lainnya yang berupa penelusuran internet, jurnal surat kabar, dan makalah.55
55 Meray Hendrik, “Jenis Metode dan Pendekatan Dalam Penelitian Hukum”, Jurnal Law Review, Vol. 5, No. 3, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, 2006
28
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier merupakan bahan yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan.56
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:57
a. Studi Pustaka
Studi pustaka yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasikan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi dengan cara membaca dan mengutip literatur-literatur, mengkaji peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permaslahan yang dibahas.
b. Studi Dokumen
Studi dokumen yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum tetapi boleh diketahui
56 Ibid 57 Ibid
29 oleh pihak tertentu. Hal ini berkaitan dengan penyelesaian eksekusi jaminan dalam kasus PT. Hardys Retailindo.
5. Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum adalah kegiatan untuk menganalisis setiap bahan hukum yang dikumpulkan, sehingga dapat disusun atau dirumuskan jawaban pada pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan dalam permasalahan penelitian. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan analisis kualitatif karena pada penelitian hukum normatif, bahan yang diperoleh dipisahkan menurut kategori masing-masing dan diberi tafsiran secara abstraktif guna menjawab permasalahan yang sudah dirumuskan, tidak seperti penelitian hukum empiris yang menggunakan teknik statistik dalam menganalisis data untuk menjawab hipotesis yang sudah dirumuskan.58 Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang berkaitan dengan kepailitan, khususnya eksekusi jaminan yang dilakukan oleh kreditor separatis. Kemudian, data yang didapat akan dianalisis secara kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan kesimpulan yang mengandung kebenaran objektif. Hasil analisis dituangkan dalam bentuk narasi serta pengambilan kesimpulan.
30
H. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari empat bab, yaitu:
BAB I adalah pendahuluan. Bab ini menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, dan metode penelitian yang digunakan. Sebagai penutup pada bagian akhir dijelaskan pertanggungjawaban sistematika.
BAB II mengkaji Tinjauan Umum tentang Hukum Perjanjian Kredit, Hukum Jaminan, dan Hukum Kepailitan. Bab ini berisi kajian normatif mengenai kreditor, jenis-jenis kreditor, hak dan kewajiban kreditor dalam kepailitan.
BAB III mengkaji Eksekusi Jaminan oleh Kreditor Separatis PT Hardys Retailindo dalam Pailit. Pembahasan dimulai dengan eksekusi jaminan oleh kreditor separatis PT Hardys Retailindo dalam pailit, selanjutnya membahas penyelesaian atas eksekusi jaminan yang telah dilakukan oleh kreditor separatis PT Hardys Retailindo dalam pailit.
BAB IV adalah penutup. Bab ini berisi tentang hasil dari penelitian yang telah dilakukan serta dituangkan menjadi sebuah kesimpulan sehingga dapat menjawab rumusan masalah. Selain itu, disertakan pula saran yang diberikan oleh penulis agar diperoleh solusi terhadap permasalahan yang akan terjadi.
31
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN KREDIT, HUKUM JAMINAN DAN HUKUM KEPAILITAN
A. Perjanjian Kredit
Asal mula kata kredit adalah dari Bahasa Latin, yaitu “credo” yang memiliki arti kepercayaan. Perjanjian kredit dilakukan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara debitor dan kreditor untuk mengikatkan diri dalam perjanjian untuk jangka waktu tertentu. Sebagian besar yang menjadi pemberi kredit dalam perjanjian kredit adalah bank. Pemberian kredit oleh bank dalam bentuk penyaluran dana masyarakat kepada debitor selalu memperhatikan asas kehati-hatian. Pelaksanaan perjanjian kredit tentu tidak lepas dari kemungkinan adanya permasalahan kredit. Guna menangkal permasalahan kredit, bank selaku kreditor melakukan analisis kredit untuk menghindari kredit bermasalah dari debitor.59 Penilaian keditor melalui analisis kredit bertujuan untuk menilai kemampuan calon debitor dalam memenuhi kewajiban dikemudian hari. Analisis kredit digunakan untuk memperkirakan tinggi rendah risiko pemberian kredit dan dilakukan dengan menilai kemampuan debitor menerapkan prinsip “The Five C’s of Credit Analysis” yang meliputi character (watak), capital (modal),
59 Susanti, “Kepailitan Penanggung Utang (Borg) atas Wanprestasinya Debitor yang
32 capacity (kemampuan), collateral (agunan), dan condition of economy (kondisi ekonomi).60
Perjanjian kredit merupakan perjanjian obligatoir karena setelah lahir perikatan, debitor dan harta benda akan terikat kepada kreditor sesuai Pasal 1131 KUHPerdata. Apabila debitor tidak memenuhi prestasi kepada kreditor sebagaimana telah diperjanjikan, harta benda milik debitor dapat dilelang paksa secara hukum guna memenuhi utang debitor.61 Pasal 1131 KUHPerdata masih belum memberikan perlindungan yang pasti kepada kreditor dalam hal kepastian pembayaran utang dari debitor kepada kreditor, karena memberi kedudukan yang sama dan sederajat kreditor lain.
B. Hukum Jaminan
1. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidstelling, atau zekerheidrechten.62 Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap seorang debitor. Ringkasnya, hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.63 Sementara itu, Salim HS memberikan perumusan hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur
60 Ibid 61 Ibid
62 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta 2008 63 Ibid
33 hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.64
Dasar hukum dari hukum jaminan terbagi menjadi 2 (dua), yaitu di dalam buku II KUHPerdata dan di luar buku II KUHPerdata. Ketentuan yang terdapat di luar buku KUHPerdata mengenai hukum jaminan antara lain yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;
c. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; d. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
2. Jaminan dan Jenis Jaminan
Jaminan adalah suatu yang menimbulkan keyakinan atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit sesuai yang diperjanjikan. Menurut M. Bahsan, jaminan merupakan segala sesuatu yang diterima kreditor dan diserahkan debitor untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat.65 Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan istilah agunan. Istilah agunan dapat dibaca dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 64 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, PT Raja. Grafindo Persada,
Jakarta, 2008
34 Tahun 1992 tentang Perbankan. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitor kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan.
Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan (accesoir). Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitor kepada bank. Unsur-unsur agunan, yaitu:66
a. Jaminan tambahan;
b. Diserahkan oleh debitor kepada bank;
c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.
Secara umum, jaminan diartikan sebagai penyerahan kekayaan, atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu utang. Jadi pada dasarnya seluruh harta kekayaan debitor menjadi jaminan dan diperuntukkan bagi pemenuhan kewajiban kepada semua kreditor secara bersama-sama. Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di luar negeri. Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:67
a. Jaminan materil, yaitu jaminan kebendaan; dan b. Jaminan imateriil, yaitu jaminan perorangan.
KUHPerdata membedakan jaminan menjadi 2 (dua), yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan yang bersifat khusus dibagi lagi menjadi 2 (dua), yaitu jaminan yang bersifat hak kebendaan (Zakelijke
66 Ibid 67 Ibid
35 Zekerheidsrechten) dan jaminan yang bersifat hak peroangan (Persoonlijke Zekerheidsrechten).68 Hak kebendaan dan hak perorangan memiliki perbedaan karakterstik yang mendasar. Hak kebendaan berasal dari perjanjian yang memiliki hubungan langsung antara seseorang dengan benda, sedangkan hak perorangan berasal dari perjanjian yang memiliki hubungan orang dengan orang.69 Praktik pemberian kredit oleh bank cenderung untuk mensyaratkan jaminan yang bersifat kebendaan, namun tidak menutup kemungkinan bank mensyaratkan jaminan yang bersifat perorangan kepada debitor untuk menghindari kerugian yang timbul dikemudian hari atas rendahnya harga yang akan dilelang tidak dapat mencukupi pelunasan utang.70
Jaminan yang bersifat khusus diatur dalam Pasal 1132 KUHPerdata. Pasal 1132 KUHPerdata memberikan perlindungan hukum kepada kreditor, khususnya kreditor preferen melalui pemberian hak istimewa untuk didahulukan dalam pelunasan daripada kreditor lainnya. Sedangkan pada jaminan khusus yang lahir dari perikatan mewajibkan jaminan diberikan disertai penunjukkan atau penyerahan benda secara khusus sebagai jaminan untuk melunasi utang kreditor.
KUHPerdata selain mengatur jaminan kebendaan, juga memberikan konstruksi hukum terkait jaminan penanggungan yang dikenal dengan istilah penanggungan atau Borgtocht dalam Bahasa Belanda dan Personal
68 Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju, Bandung, 2000,
hlm. 7
69 Ibid
36 Guarantee atau Suretyship dalam Bahasa Inggris.71 Penanggungan merupakan suatu persetujuan pihak ketiga yang mengikatkan diri dalam perjanjian kredit demi kepentingan kreditor dan untuk memenuhi kepentingan debitor apabila debitor tidak memenuhi perikatannya.72 Terdapat beberapa syarat untuk menjadi penanggung, yaitu cakap untuk mengikatkan diri, memiliki harta kekayaan untuk memenuhi perikatan, dan berdomisili di Indonesia.73
Perjanjian jaminan sebagai perjanjian yang bersifat accessoir, yaitu perjanjian tambahan yang dikaitkan dengan perjanjian pokok, perjanjian kredit.74 Perjanjian kredit selaku perjanjian pokok mengikat antara debitor dan kreditor. Sedangkan perjanjian jaminan penanggungan mengikat antara penanggung dan kreditor. Eksistensi perjanjian jaminan penanggungan adalah untuk menjamin perjanjian kredit sehingga tujuan dan isi perjanjian penanggungan ialah memberikan jaminan untuk dipenuhinya perjanjian pokok. Dalam kedudukan sebagai perjanjian tambahan, maka perjanjian penanggungan akan memperoleh akibat hukum yaitu:75
a. Adanya perjanjian penanggungan tergantung perjanjian pokok; b. Jika perjanjian pokok batal maka perjanjian penanggungan ikut batal;
71 Sarah D. L. Roeroe, “Kewenangan Pihak Ketiga Sebagai Penjamin Dalam Perjanjian
Kredit, Lex Privatum, Vol. 5 No. 1, 2017, hlm. 9
72 Pasal 1820 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 73 Pasal 1827 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 74 Pasal 1821 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
75 Man S. Sastrawidjaya, Isis Ikhwansyah, dan Cinintya Putri Deany, Hukum Kepailitan Analisis Jaminan Perorangan (Personal Guarantor) dalam Perkaran Kepailitan, Buku-Buku Ilmu