• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Eksekusi Benda Jaminan yang Dibebani Hak Tanggungan Pada Debitur Pailit Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Eksekusi Benda Jaminan yang Dibebani Hak Tanggungan Pada Debitur Pailit Chapter III V"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PROSEDUR DAN TATA CARA PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIIKAT DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA

DEBITUR PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

PEMBAYARAN UTANG

A. Akibat Hukum Putusan Pailit

Dengan dijatuhkannya putusan kepailitan, mempunyai pengaruh bagi debitur dan harta kekayaannya.

Putusan pailit mulai berlaku sejak pukul 00.00 waktu setempat. Bila sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan, transfer tersebut wajib diteruskan. Demikian pula bila sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di Bursa Efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. (Pasal 24 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004).101

Dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit maka Hakim Pengawas mempunyai peranan penting yang bertugas mengawasi pekerjaan kurator dalam rangka melakukan tugas pengurusan dan pemberesan. Tindakan pengawasan yang dilakukan Hakim Pengawas dituangkan dalam bentuk penetapan dan atau dalam berita acara rapat.

Debitur demi hukum kehilangan hak menguasai dan mengurus kekayaannya (Persona Standi InYudicio),artinya debitur pailit tidak mempunyai kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan

(2)

penguasaan harta kekayaan debitur dialihkan kepada kurator atau Balai Harta Peninggalan yang bertindak sebagai kurator yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.

Namun demikian, sesudah pernyataan kepailitan ditetapkan debitur masih dapat mengadakan perikatan. Hal ini akan mengikat bila perikatan-perikatan yang dilakukannya tersebut mendatangkan keuntungan – keuntungan debitur. Hal tersebut ditegaskan didalam Pasal 25 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang menentukan bahwa semua perikatan debitur pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit102.

Pada dasarnya harta kepailitan itu meliputi seluruh harta kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan, hal ini berarti seluruh harta kekayaan debitur pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, sebagaimana disebutkan di dalam Pasal 1 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004. Pembentukan Undang-undang memberikan pengecualian terhadap berlakunya ketentuan Pasal 21 Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, tidak semua harta kekayaan debitur pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau Balai Harta Peninggalan, debitur pailit masih mempunyai hak penguasaan dan pengurusan atas beberapa barang atau benda sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, yaitu:

102 Pasal 25 Undang –Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

(3)

1. Benda, ternasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitur dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;

2. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai pengajuan dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau

(4)

Dalam suatu kepailitan dikenal 3 (tiga) golongan tingkatan golongan kreditur, yaitu:103

1. Kreditur seperatis yaitu kreditur yang piutangnya dijamin dengan agunan kebendaan (hak tanggungan, hipotik, gadai dan fidusia). Kreditur separatis (secured creditor) dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun dalam kepailitan, haknya ditangguhkan selama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan. Pada masa penangguhan itu, kreditur seperatis tidak dapat mengeksekusi objek jaminannya. Ketentuan yang mengatur penangguhan diatur dalam pasal 55 sampai pasal 60 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004.

2. Kreditur dengan hak istimewa khusus yang diatur dalam Pasal 1139 KUHPerdata104 yaitu kreditur yang tagihannya didahulukan terhadap hasil penjualan benda tertentudan kreditur dengan hak istimewa umum, diatur dalam Pasal 1149 KUHPerdata yaitu kreditur yang tagihannya didahulukan terhadap hasil penjualannya terhadap seluruh harta debitur pailit.

3. Kreditur konkuren yaitu kreditur yang tidak termasuk kreditur separatis dan kreditur dengan hak istimewa. Kreditur konkuren adalah kreditur bersaing (unsecured creditor) yaitu kreditur yang berdasarkan piutang dan tanpa jaminan

103 Eliyana, 2005, “Konsep Dasar dan Aspek Hukum Kepailitan”,Proceding Kepailitan dan

Transfer Aset Secara Melawan Hukum, Bogor 20-21 Juli 2004.Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, hlm 117. Lihat pula pasal 189 ayat (10 sampai ayat (5) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

104

Pasal 1139 KUH Perdata mengatur jenis-jenis kreditur yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu yaitu:

a) Biaya-biaya perkara yang ditimbulkan suatu penghukuman untuk melelang suatu benda bergerak atau benda tidak bergerak. Biaya tersebut dibayar dari pendapatan penjualan benda tersebut terlebih dahulu dari semua piutang-piutang lainnya yang diistimewakan bahkan lebih dahulu dari gadai dan hipotik;

b) Uang-uang sewa dari benda-benda tak bergerak, biaya perbaikan yang menjadi kewajiban penyewa, beserta segala hal yang mengenai kewajiban memenuhi perjanjian sewa-menyewa; c) Harga pembelian benda-benda bergerak yang belum dibayar;

d) Biaya yang dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;

e) Biaya untuk melakukan suatu pekerjaan pada suatu barang, yang masih harus dibayar kepada seorang tukang;

f) Apa yang telah diserahkan oleh seorang pengusaha penginapan demikian rupa kepada seorang tamu;

g) Upah-upah pengangkutan dan biaya-biaya tambahan;

h) Apa-apa yang harus dibayar kepada tukang batu, tukang kayu dan tukang-tukang lainnya untuk pembangunan dan penambahan dan perbaikan-perbaikan benda-benda tidak bergerak, dengan syarat piutang tidak lebih tua dari 3 tahun, dan hak milik atas persil yang bersangkutan masih tetap pada debitur;

(5)

tertentu dan mengenai pembayarannya berdasarkan pertimbangan besar kecilnya piutang mereka.

Pada dasarnya, kedudukan kreditur adalah sama(paritas creditorum)dan oleh karena mempunyai hak yang sama atas hasil penjualan boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka (pari passu pro rata parte). Namun azas ini mengenal pengecualian yaitu dari kreditur yang memegang hak agunan atas kebendaan dan kreditur yang haknya didahulukan berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, sehingga asaspari passu pro rata partehanya berlaku bagi kreditur konkuren saja.

Sejalan dengan itu, Pasal 55 ayat (1) Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa setiap kreditor yang memegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun Pasal 56 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 hak kreditur seperatis untuk melakukan eksekusi atas objek jaminannya ditangguhkan dalam jangka waktu paling lama 90 hari terhitung sejak putusan pernyataan pailit ditetapkan.

Selama jangka waktu penangguhan, yaitu 90 hari sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, kurator dapat menggunakan atau menjual harta pailit untuk kelangsungan usaha debitor, dengan syarat-syarat yaitu:105

1. Harta yang dimaksud sudah berada dalam pengawasan debitor pailit atau kurator; 2. Untuk itu telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditor atau

pihak ketiga yang menuntut hartanya yang berada dalam pengawasan debitor pailit atau kurator. Perlindungan yang dimaksud, antara lain dapat berupa :

a. Ganti rugi atas terjdinya penurunan nilai harta pailit;

105 Bagus Irawan, 2010, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan Perusahaan dan Asuransi, Alumni,

(6)

b. Hasil penjualan bersih; hak kebendaan pengganti; dan c. Imbalan yang wajar dan adil, serta

d. Pembayaran tunai lainnya.

Menurut Pasal 60 Undang–undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004, kreditor pemegang objek jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dalam melaksanakan haknya untuk mengeksekusi benda-benda yang menjadi agunan wajib memberi pertanggung jawaban kepada kurator atas hasil penjualan benda-benda yang menjadi agunan dan menyerahkan sisa penjualan yang telah di kurangi jumlah utang, bunga dan biaya, kepada kurator. Atas tuntutan kurator atau kreditur yang diistimewakan, pemegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lainnya wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan tagihan yang diistimewakan. Jika hasil penjualan tidak cukup untuk melunasi piutang yang bersangkutan, maka pemegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari boedel pailit sebagai kreditor konkuren, setelah mengajukan permintaan pencocokan utang.

(7)

(accord), atau bila perdamaian yang ditawarkan telah ditolak, atau pengesahan akan perdamaian tersebut telah ditolak dengan pasti.

Kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat-syarat penangguhan tersebut. Sekiranya permohonan ini ditolak oleh kurator, kreditor atau pihak ketiga dapat mengajukan pernohonan tersebut kepada Hakim Pengawas.

Kemudian Hakim Pengawas, selambat-lambatnya satu hari sejak permohonan tersebut diajukan kepadanya, wajib memerintahkan kurator untuk segera memanggil para kreditur dan pihak yang mengajukan permohonan kepada Hakim Pengawas dengan surat tercatat atau melalui kurir, untuk didengar pada sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut. Hakim Pengawas wajib memberikan putusan atas permohonan yang dimaksud dalam waktu paling lambat 10 hari sejak permohonan diajukan kepada Hakim Pengawas.

Dalam melaksanakan permohonan yang diajukan oleh kreditur atau pihak ketiga kepada Hakim Pengawas, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu:

1. Lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung;

a. Perlindungan kepentingan para kreditor dan pihak ketiga yang dimaksud; b. Kemungkinan terjadinya perdamaian;

(8)

Terhadap permohonan yang diajukan oleh kreditur atau pihak ketiga kepada Hakim Pengawas, putusan hakim pengawas kemungkinan dapat berupa:

2. Diangkatnya penangguhan untuk satu atau lebih kreditur

a. Penetapan persyaratan tentang lamanya waktu penangguhan b. Satu atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi oleh kreditur

Seandainya Hakim Pengawas menolak mengangkat atau mengubah persyaratan penangguhan yang dimaksud, Hakim Pengawas wajib memerintahkan kurator untuk memberikan perlindungan yang dianggap wajar untuk melindungi kepentingan pemohon. Terhadap putusan Hakim Pengawas tersebut, kreditur atau pihak ketiga yang mengajukan permohonan kepada Hakim Pengawas atau kurator dapat mengajukan perlawanan kepada Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lambat 5 hari sejak putusan ditetapkan. Pengadilan Niaga wajib memutuskan perlawanan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 hari sejak tanggal perlawanan tersebut diajukan. Terhadap putusan yang dimaksud ini tidak dapat diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

B. Prosedur dan Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi Benda Jaminan Yang Telah Diikat Dengan Hak Tanggungan Pada Debitur Pailit Berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004

Tujuan utama kepailitan adalah untuk melakukan pembagian atas kekayaan debitur diantara para kreditur oleh Kurator.106 Kepailitan dimaksudkan untuk

106Mosgan Situmorang, “Tinjauan atas Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan

(9)

menghindari sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitur dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.107

Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang KPKPU dinyatakan bahwa putusan pailit dengan serta merta akan mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala hak perdata untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan kedalam harta pailit. Pembekuan harta perdata ini diberlakukan oleh ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 37 Tahun2004 KPKPU, terhitung sejak saat keputusan pernyataan pailit diucapkan. Hal ini juga berlaku bagi pasangan suami istri dan debitur pailit yang kawin dalam persatuan harta kekayaan.108

Pada prinsipnya, sebagai konsekuensi dari ketentuan Pasal 22 tersebut, maka setiap perikatan antara debitur yang dinyatakan pailit dengan pihak ketiga yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan itu. Oleh karena itu maka gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit, selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitur pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan di dalam rapat verifikasi.

107Titik Tejaningsih,op.cit.,hal 96.

108Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, 2010,Kepailitan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal

(10)

Sejak tanggal putusan pailit ditetapkan harta pailit seketika itu berada di bawah penguasaan kurator untuk dilakukan pengurusan dan pemberesan,109 yang dapat bertindak sebagai kurator bukan saja Badan Harta Peninggalan (BHP), tetapi juga Expert Partikulir atau pihak swasta yang sekarang mengambil oper peranan sebagai Kurator itu.110

Dengan adanya kurator yang telah diputus oleh putusan Pengadilan menyebabkan debitur di bawah pengampun kurator, berarti debitur menjadi tidak cakap lagi untuk melakukan perbuatan hukum terhadap harta kekayaan. Akibatnya debitur tidak dapat menjual, menghibahkan atau menjaminkan harta kekayaannya, karena seluruh harta kekayaannya telah berada dalam sitaan umum. Akibat hukum dari pernyataan pailit terhadap harta debitur yang menyebabkan harta debitur menjadi sitaan umum ini, berlaku demi hukum: Sitaan-sitaan yang lain jika ada harus dianggap gugur karena hukum. Sitaan umum tersebut berlaku terhadap seluruh kekayaan debitur, meliputi;

1. Kekayaan yang sudah ada pada saat pernyataan pailit ditetapkan dan 2. Kekayaan yang akan diperoleh oleh debitur selama kepailitan tersebut.

109Pasal 16 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepalitan dan penundaan keajiban

pembayaran utang menyebutkan Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

(2) Dalam hal putusan pernyataan pailit dibatalkan sebagai akibat adanya kasasi atau peninjauan kembali,segala perbuatan yang telah dilakukan oleh Kurator sebelum atau pada tanggal Kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 tetap sah danmengikat Debitor.

(11)

Proses pengaturan hukum khususnya tindakan eksekusi benda jaminan setelah debitur dinyatakan pailit adalah; pengamanan dan penyegelan harta pailit oleh Kurator, proses pencocokan piutang dan kegiatan verifikasi lainnya, penawaran damai terhadap kreditur, penyelesaian dan pembagian hasil eksekusi harta pailit oleh kurator.

Sejak dinyatakan pailit, maka pengurusan harta debitur diserahkan kepada kurator, karena debitur dianggap tidak cakap mengelola hartanya, dan tugas pertama yang dilakukan adalah atas kuasa Hakim Pengawas kurator akan mengamankan harta debitur.111

“Sejak Pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima.”Mengamankan harta pailit dapat dilakukan dengan berbagai upaya termasuk menyimpan semua surat-surat berharga (efek) dan dokumen, uang, dan perhiasan lainnya, dan disahkan dengan memberikan tanda bukti terima. Selanjutnnya dengan alasan untuk keamanan harta pailit, Kurator melalui hakim pengawas, dapat meminta melakukan penyegelan terhadap harta debitur kepada Pengadilan yang dilakukan oleh juru sita di tempat harta tersebut berada dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi yang salah satunya adalah wakil dari pemerintah setempat.112

Sebelum melakukan penyegelan terhadap harta pailit, maka pencatatan harta pailit itu harus sudah jelas semuanya, untuk itu Kurator sebelumnya sudah membuat pencatatan harta pailit, sehingga semua pencatatan yang dilakukan Kurator di lapangan harus dimasukkan semuanya dalam pencatatatan harta pailit, dan dapat

111Pasal 98 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban

pembayaran utang menyebutkan sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit danmenyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikantanda terima.

112Pasal 99 ayat 1 dan 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan

(12)

melakukannya dibawah tangan atas persetujuan hakim pengawas. Untuk sementara pembuatan pencatatan harta pailit oleh Kurator, dari pihak kreditur dihadiri oleh anggota panitia kreditur.113

Namun guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara dikemudian hari, Kurator dengan meminta saran dari panitia kreditur sementara dan seizin hakim pengawas berwenang mengadakan perdamaian terhadap para pihak yang sedang bersengketa dalam hal ini pihak kreditur dan debitur. Sebagai tindak lanjut setelah putusan pernyataan palit dan pencatatan harta pailit oleh Kurator, hakim pengawas akan menetapkan paling lambat 14 (empat belas) hari sebagai batas akhir dari pengajuan tagihan oleh para kreditur, verifikasi pajak dan penentuan hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditur untuk melakukan proses pencocokan piutang.114

Dalam proses pencocokan tersebut, semua kreditur wajib menyerahkan semua piutangnya kepada kurator lengkap dengan perhitungan, keterangan, dan surat bukti lainnya termasuk jumlah piutangnya dengan pihak kreditur berhak menerima tanda terima dari Kurator.115

Dalam hal pelunasan piutang, kemungkinan sebagai piutang kreditur tidak dapat dilunasi dari hasil penjualan benda yang menjadi agunan. Dalam hal itu kreditur dapat meminta diberikannya hak-hak yang dimiliki kreditur konkuren atas bagian

113Pasal 100 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

114Pasal 113 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

115Pasal 115 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

(13)

piutang tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan

Ini berarti untuk kreditur pemegang hak jaminan yang mempunyai hak didahulukan dalam pembayaran piutang, masih mempunyai hak-hak lain yang dimiliki kreditur lain, apabila hasil penjualan harta pailit belum mencukupi untuk melunasi piutang keseluruhannya.

Pada prakteknya dalam suatu kasus kepailitan yang telah mendapat putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang diteliti lebih lanjut sebagaimana diuraikan berikut ini:

Kasus Putusan Pailit PT. Aneka Surya Agung, Putusan Pengadilan Niaga Medan yang telah memeriksa dan mengadili perkara permohonan pailit No.02/Pailit/2005/PN Niaga/Mdn.

Adapun pokok permasalahannya adalah PT. Aneka Surya Agung, suatu Perseroan Terbatas yang bergerak di bidang industri sandal yang didirikan menurut dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia yang berlokasi di Jalan Kebun Sayur Dusun VII No.54/9 Km 18,5 Tanjung Morawa B, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang telah dinyatakan pailit berdasarkan Putusan Perkara No.02/Pailit/2005/PN Niaga/Mdn.

(14)

mampu lagi menjalankan usahanya dan memenuhi kewajibannya pada kreditur-krediturnya.

PT. Aneka Surya Agung sebagai termohon mempunyai kewajiban yang belum dibayar lunas kepada para Panitia Penyelesaian Perselisihan Buruh Pusat (P-4P) untuk membayar hak-hak normatif para pekerja yang sudah diputuskan oleh P-4P tanggal 30 Mei 2005 sebesar Rp. 5,515,570,204,-, PT. Jamsostek Cabang Tanjung Morawa bulan April sampai dengan Februari 2005 sebesar Rp. 425,567,831,86,-, PT. PLN Cabang Lubuk Pakam sejak bulan Maret 2004 sampai dengan bulan Agustus 2004 sebesar Rp. 318,150,584,-, PT. Telkom Kandatel Medan sebesar Rp. 5,997,160 dan PT. BNI sebesar Rp. 8,994,595,808,-.

Pada kenyataannya PT. Aneka Surya Agung telah tidak dapat lagi menjalankan usahanya dan untuk menghindari pembayaran terhadap tagihan atau kewajiban maka Direktur atau seluruh pengurus PT. Aneka Surya Agung berdasarkan surat dari Kepala Kepolisian Resort Deli Serdang No. B-1070/IV/2005 tanggal 19 April 2005, telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yang berarti tidak diketahui keberadaannya (melarikan diri).

(15)

tidak baik untuk menghidar atau melepaskan tanggung jawab dari kewajibannya dan dapat mengganggu kepentingan umum, maupun para buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) akan main hakim sendiri dan berunjuk rasa, mengambil aset dan merusak aset termohon, maka dengan ini Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam sebagai Permohon meskipun tidak berkedudukan sebagai kreditur, juga berwenang demi kepentingan umum mengajukan permohonan pailit kepada PT. Aneka Surya Agung sepanjang jika tidak ada pihak lain yang mengajukan permohonan pailit (Pasal 2 ayat (2) UUK PKPU).116 Keadaan-keadaan yang memungkinkan Kejaksaan untuk mengajukan permohonan pailit demi kepentingan umum adalah:

1. Debitur melarikan diri

2. Debitur menggelapkan bagian dari harta kekayaan

3. Debitur mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana masyarakat;

4. Debitur tidak beritikad baik atau kooperatif dalam menyelesaikan masalah hutang piutang yang telah jatuh waktu;

5. Dalam hal lainnya menurut Kejaksaan merupakan kepentingan umum;

Tata cara pihak Kejaksaan untuk mengajukan permohonan pailit adalah sama dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Debitur atau Kreditur dengan ketentuan bahwa permohonan pailit dapat diajukan oleh Kejaksaaan tanpa menggunakan jasa advokat. Disamping itu untuk memperjelas mekanisme kewenangan kejaksaan untuk mengajukan permohonan pailit telah diatur berdasarkan ketentuan Peraturan

116Pasal 2 ayat 2 UU No. 37 Tahun 2004 menyebutkan pihak Kejaksaan dapat mengajukan

(16)

Pemerintah Republik Indonesia No. 17 Tahun 2000 tentang Permohonana Pernyataan Pailit untuk Kepentingan Umum.

Atas permohonan pailit tersebut maka Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan telah menyatakan:

1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;

2. PT. Aneka Surya Agung pailit dengan segala akibat hukumnya;

3. Menunjuk Balai Harta Peninggalan Medan sebagai Kurator dalam Kepailitan PT. Aneka Surya Agung;

4. Menunjuk dan mengangkat Hakim Niaga Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan sebagai Hakim Pengawas;

5. Membebankan biaya permohonan pailit kepada PT. Aneka Surya Agung; 6. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

7. Berdasarkan putusan pailit PT. Aneka Surya Agung berdasarkan Pasal Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 maka atas izin Hakim Pengawas, Kurator melakukan proses pengurusan sebagai berikut:117

8. Mengiklankan tentang kepailitan PT. Aneka Surya Agung dalam 2 (dua) surat kabar dan Berita Negara RI (Pasal 15 ayat 4 UU No.37/2004) yaitu pada Harian Analisa terbitan Jum’at, 30 Desember 2005 halaman 12, Harian Media Indonesia terbitan Jum’at, 30 Desember 2005 halaman 14;

117Pasal 9 Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 menyebutkan salinan putusan Pengadilan

(17)

9. Melakukan penyegelan terhadap harta kekayaan (asset) pailit (Pasal 98, 99 ayat (1) dan (2) UU No. 37/2004)

10. Melakukan inventarisasi /pencatatan harta kekayaan pailit (Pasal 100 UU No. 37/2004) yang dilakukan pada tanggal 30 Desember 2005.

Berdasarkan pengumuman yang telah dimuat di surat kabar dan Berita Negara, maka dibuka pendaftaran kreditur yang akhirnya terdaftar sebanyak 8 (delapan) kreditur yaitu PT. Bank Negara Indonesia 1946, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mewakili ex buruh PT. Aneka Surya Agung, PT. PLN (Persero) Cabang Lubuk Pakam, PT. Lautan Luas Tbk. Tanjung Morawa, UD. Tirta Daya Medan, Budi Sumarlin, SE dan Tuan Juswan Leo.

Selanjutnya Kurator melakukan rapat kreditur pertama (Pasal 86 ayat (1) UU No. 37/2004) pada hari Kamis, 19 Januari 2006 bertempat di Kantor Balai Harta Peninggalan Medan, Jalan Listrik No. 10 Medan yang dipimpin oleh Hakim Pengawas dan dihadiri oleh seluruh kreditur dan kuasa hukumnya. Untuk menindak lanjuti hasil Rapat Kreditur Pertama, maka Kurator atas izin Hakim Pengawas melakukan Rapat Kreditur kedua pada hari Kamis, tanggal 2 Februari 2006, pukul 10:00 WIB bertempat di Kantor Balai Harta Peninggalan, Jalan Listrik No. 10 Medan yang dipimpin oleh Kurator karena Hakim Pengawas berhalangan.

(18)

Penaksir dan Penentuan Harga atas harta kekayaan yang pemiliknya dinyatakan pailit berupa bangunan/ rumah atau tanah.118

Pada saat itu, Balai Harta Peninggalan mengalami hambatan dalam pengurusan khususnya mengenai juru taksir terhadap asset kekayaan berupa tanah yang berada di Jalan Kebun Sayur Dusun VII No. 54/9 Km 18,5 Tanjung Morawa B Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara, disebabkan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deli Serdang keberatan untuk dimasukkan ke dalam Panitia Penaksir harga atas asset Pailit dengan alasan ketentuan menjadi Juru Taksir atas tanah tidak ada dalam uraian tugas mereka.

Pada tanggal 27 Februari 2006, atas izin dari Hakim Pengawas, Kurator telah melaksanakan rapat verifikasi di Ruang Pengadilan Niaga/Negeri dengan dihadiri 5 (lima) orang kreditur beserta kuasa hukumnya dan Kurator namun belum final karena debitur dan kuasa hukumnya tidak hadir dan ditunda sampai Kurator dapat menghadirkan debitur dan kuasa hukumnya.

Kemudian pada hari Rabu tanggal 5 April 2006, kembali dilakukan rapat verifikasi yang dihadiri oleh 7 (tujuh) kreditur dan 1 (satu) kreditur (UD Tirta Daya tidak hadir karena berhalangan. Rapat verifikasi III ini juga dihadiri oleh Hakim Pengawas dan Balai Harta Peninggalan (BHP) selaku kurator yang agenda dari rapat

118Pasal 1 ayat 2 Keputusan Menteri Kehakiman RI menyebutkan bahwa panitia yang

(19)

tersebut adalah pencocokan hutang berdasarkan bukti-bukti yang dimiliki oleh masing-masing kreditur.

Rapat verifikasi IV (terakhir) dilakukan pada hari Rabu, tanggal 12 April 2006 dengan agenda rapat pencocokan bukti tagihan dari kreditur sebagai berikut:-119

Tabel 1 Kreditur-Kreditur PT. Aneka Surya Agung

NO.

1. PT. Bank Negara Indonesia

1946 (Persero)

8,994,595,808,-Preferent (separatis)

2.

Pesangon dan Hak-hak lainnya buruh PT. Aneka Surya Agung sebanyak 420 orang,

berdasarkan Putusan

Penyelesaian Perburuhan Pusat No.843/192/24-9/II/PHK/5-2005 tanggal 30 Mei No.843/192/24-9/II/PHK/5-2005

7,323,042,992,- Preferent

PT. Lautan Luas Tbk – Jalan Pelita Raya I Blok F No. 5

6. UD. Naga Mas, Jln. Irian

No.103 Tg. Morawa 5,679,800,- Konkurent

Sumber: Bagian verifikasi data PT. Aneka Surya Agung

Total tagihan kreditu adalah sebesar Rp. 16,633,109,794,- (enam belas milyar enam ratus tiga puluh tiga juta seratus sembilan ribu tujuh ratus sembilan puluh empat Rupiah), sedangkan 2 (dua) kreditur lainnya, UD.Tirta Daya dengan tagihan sebesar

(20)

Rp. 885,000,- dan Juswan Leo sebesar Rp. 382,260,000,- ditolak tagihannya disebabkan tidak pernah hadir dalam rapat verifikasi dan bukti-bukti tagihannya diragukan kebenarannya. Untuk penolakan tersebut, Kurator meminta kreditur untuk melakukan gugatan langsung kepada PT. Aneka Surya Agung di luar harta kepailitan.

Hasil rapat verifikasi tersebut, maka berdasarkan Pasal 178 ayat (1) UU No. 37/2004, Kurator melakukan penjualan terhadap asset kekayaan PT. Aneka Surya Agung, sedangkan terhadap kekayaan debitur pailit yang dibebani oleh Hak Tanggungan, maka berdasarkan Pasal 59 ayat (1) UU No. 37/2004, kreditur separatis setelah masa penangguhan selama 90 (sembilan puluh) hari dapat melakukan sendiri penjualan objek jaminan yang dibebankan oleh Hak Tanggungan dalam jangka waktu 2 (dua) bulan.120

Namun dalam kasus ini, kreditur pemegang hak tanggungan tidak dapat menjual sendiri hak jaminan yang dibebani hak tanggungan sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh UU KPKPU, oleh karena itu, kreditur pemegang hak tanggungan wajib menyerahkan agunannya kepada Kurator untuk selanjutnya dijual

120Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan

penundaan kewajiban pembayaran utang menyebutkan bahwa (1) dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, Kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1).

(21)

sesuai dengan ketentuan Pasal 185 UUKPKPU121 tanpa mengurangi hak kereditur pemegang hak tanggungan tersebut.

Dalam kasus PT. Aneka Surya Agung, PT. BNI 1946 (Persero) cabang Medan sebagai kreditur separatis telah tidak dapat menjual hak agunan selama jangka yang telah ditetapkan oleh Undang – Undang. Oleh karena PT. BNI 1946 (Persero) menyerahkan objek hak jaminan yang telah diikat oleh hak tanggungan untuk dilakukan penjualan oleh Kurator dengan izin Hakim Pengawas.

Dalam kepailitan PT. Aneka Surya Agung, tim Kurator melaporkan kepada Hakim Pengawas telah melakukan lelang atas harta debitur pailit termasuk dengan objek jaminan yang diikat oleh Hak Tanggungan tersebut sebanyak 2 (dua) kali sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yaitu pada tanggal 20 Juli 2006 dan pada tanggal 02 Nopember 2006, maka guna memaksimalkan harta atauboedelpailit, Tim Kurator telah berhasil menjual di bawah tangan harta debitur pailit berdasarkan pencatatan/inventarisasi pada tanggal 30 Desember 2005 berupa:122

121Pasal 185 Undang – Undang No. 37 Tahun 2004 menyebutkan (1) semua benda harus

dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturanperundang-undangan.(2) Dalam hal penjualan di muka umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai maka penjualandi bawah tangan dapat dilakukan dengan izin Hakim Pengawas.(3) Semua benda yang tidak segera atau sama sekali tidak dapat dibereskan maka Kurator yangmemutuskan tindakan yang harus dilakukan terhadap benda tersebut dengan izin Hakim Pengawas.(4) Kurator berkewajiban membayar piutang Kreditor yang mempunyai hak untuk menahan suatu benda sehingga benda itu masuk kembali dan menguntungkan harta pailit.

122Daftar penjualan di bawah tangan harta debitur pailit oleh Kurator dalam kepailitan PT.

(22)

Barang tetap

Tanah dan bangunan pabrik yang terletak di Jalan Industri Desa Tanjung Morawaa B, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara,tanah dan bangunan unit I dengan luas bangunan 7,924 M2 dan unit II, 4,811 M2 serta tanah dan bangunan rumah yang terletak di Komplek Putri Hijau Blok D No. 51 Kelurahan Silalas Kecamatan Medan Barat, Kota Medan luas tanah 161 M2, semua bersertifikat. Barang bergerak

Terdiri dari mesin-mesin pabrik dan barang-barang inventaris kantor seperti meja, kursi, filling cabinet, mesin jahit, dan lain-lain.

(23)

belum terjual dapat dilakukan penjualan di bawah tangan dengan persetujuan Hakim Pengawas. Dan total pembayaran atas aset yang dijual di bawah tangan adalah sebesar Rp. 2,350,000,000,- (dua milyar tiga ratus lima puluh juta Rupiah) dengan total penjualan aset pailit sebesar Rp. 4,070,982,000,-.

Segera setelah dilakukan penjualan aset diterima, maka Kurator membuat laporan pertanggung jawaban penerimaan dan pengeluaran keuangan pengurusan dan penyelesaian kepailitan PT. Aneka Surya Agung. Dari hasil penjualan asset pailit setelah dipotong dengan pengeluaran yang terjadi dalam pengurusan dan pemberesan pengurusan harta/boedel pailit maka pembagian kreditur yang diakui adalah sebagai berikut:

1. PT. BNI 1946 (Persero) Cabang Medan Rp. 1,691,512,773.50,-2. Mantan Buruh PT. Aneka Surya Agung Rp. 1,549,702,304.50,-3. PT. PLN (Persero) Wilayah Sumut Rp, 100,000,000,-4. PT. Lautan Tbk Kimstar Tg. Morawa Rp.

9,000,000,-5. Budi Sumarlin, SE Rp.

(24)

pengumuman kepailitan pada 2 (dua) surat kabar dan Berita Negara RI, dan setelah dilakukan dalam rapat verifikasi.123

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dapat dijamin bahwa obyek hak tanggungan yang telah dibebaskan dan ada pada penguasaan kurator menjadi lebih tinggi saat dijual oleh kurator?Perhitungan kurator dalam melaksanakan Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang KPKPU dilakukan secara ekstra hati-hati, karena di lain pihak kesalahan Kurator akan dapat merugikan kreditur pemegang hak tanggungan.Di lain pihak Kurator harus dapat menjual lagi (saat pemberesan) dengan harga yang tidak boleh kurang dari harga yang telah dibayar kepada kreditur pemegang hak tanggungan, konsekuensinya dapat saja terjadi penjualan akan dapat merugikan kreditur konkuren.

Setelah berbagai upaya yang dilakukan oleh Kurator seperti upaya perdamaian yang diajukan kepada para pihak tidak diterima atau disetujui dan upaya-upaya lainnya untuk menghindari adanya sengketa di belakang hari, maka Kurator atau kreditur yang hadir dalam rapat pencocokan piutang dapat mengusulkan supaya perusahaan debitur pailit dilanjutkan. Pasal 178 Pasal (1) Undang-Undang KPKPU; “Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolven.”

(25)

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik tali benang merah bahwa, apabila debitur cidera janji (wanprestasi) atau pailit, maka menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, kreditur pemegang hak tanggungan mempunyai hak untuk melaksanakan eksekusi obyek hak tanggungan untuk pemenuhan piutangnya kepada debiturnya, sesuai dengan ciri dari pada hak tanggungan itu sendiri yaitu selalu mengikuti kemanapun obyek hak tanggungan itu berada, yang artinya bahwa kreditur pemegang hak tanggungan berhak mengeksekusi obyek hak tanggungan walaupun berada dalam penguasaan Kurator seolah-olah tidak terjadi kepailitan dengan berdasarkan kekuatan eksekutorial sertifikat hak tanggungan yang kekuatannya sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pembagian hasil eksekusi harta/boedel pailit, tidak serta merta membuat keadaan atau posisi hukum debitur bebas dari segala tuntutan. Apabila ternyata masih terdapat bagian harta pailit, yang sewaktu diadakan pemberesan tidak diketahui maka atas perintah pengadilan, Kurator membereskan dan membaginya berdasarkan daftarpembagian yang terdahulu. Selanjutnya kreditur memperoleh kembali hak eksekusi terhadap harta debitur mengenai piutang mereka yang belum dibayar.

(26)

penjualan stok barang jadi, stok bahan baku, mesin-mesin jahit dan peralatan, tanah dan bangunan adalah sebesar Rp 5.836.900.000 (lima milyar delapan ratus tiga puluh enam juta Sembilan ratus ribu rupiah), setelah dikurangi pajak-pajak, fee kurator dan biaya kepailitan, kreditur speratis mendapatkan Rp 2.012.478.076 (dua milyar dua belas juta empat ratus tujuh puluh delapan ribu tujuh puluh enam rupiah), dari jumlah tagihan Rp 4.393.711.541,76 (empat milyar tiga ratus Sembilan puluh tiga juta tujuh ratus sebelas ribu lima ratus empat puluh satu koma tujuh puluh enam sen); dan buruh mendapatkan bagian Rp 2.012.478.076 (dua milyar dua belas juta empat ratus tujuh puluh delapan ribu tujuh puluh enam rupiah) dan total tagihan Rp 5.555.830.379 (lima milyar lima ratus lima puluh lima juta delapan ratus tiga puluh ribu tiga ratus tujuh puluh sembilan rupiah).

Berdasarkan daftar pembagian di atas dapat diketahui bahwa kreditor separatis telah memperoleh bagian yang jumlahnya sangat jauh dari jumlah tagihan karena dikurangi dengan tagihan buruh.

Selanjutnya karena terhadap penetapan pembagian tersebut dalam tenggang waktu untuk yang telah dtentukan oleh undang-undang tidak ada keberatan dari pihak manapun juga, maka daftar pembagian tersebut mengikat dan berkekuatan hukum tetap.

(27)

dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya melalui Putusan Perkara No. 04/Pailit/2009/PN.Niaga.Sby, yang amar putusannya menyatakan bahwa termohon yang telah dipanggil dengan patut untuk datang menghadap di persidangan, tidak hadir; mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya dengan verstek; menyatakan PT. Krene pailit dengan segala akibat hukumnya; mengangkat saudara Mulyanto, Hakim Majelis Pengadilan Negeri/Niaga Surabaya sebagai hakim pengawas; mengangkat saudara Soedeso di Paza Segi 8 Kav. 861. Jl. Tandra yang berkantor di Kantor Kurator dan pengurus Tandra & Partners di Paza Segi 8 Kav. 861 Jalan Raya Darmo Permai III Surabaya sebagai kurator; menghukum termohon untuk memayar biaya perkara ini sebesar Rp 4.617.000 (empat juta enam ratus tujuh belas ribu rupiah).

(28)

Dalam proses kepailitan PT Krene tim kurator melaporkan kepada hakim pengawas bahwa;

a. Tim kurator telah berhasil menjual secara lelang harta pailit debitur, berupa stock barang jadi dan stock bahan baku pada tanggal 2 November 2009 dengan harga Rp 310.000.000 (tiga ratus sepuluh juta rupiah) dan setelah dikurangi bea lelang penjual sebesar 1% maka total lelang uang yang diterima oleh kurator dari kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang Surabaya adalah sebesar Rp 306.900.000 (tiga ratus enam juta sembilan ratus ribu rupiah);

b. Setelah melaksanakan penjualan secara lelang sebanyak 2 (dua) kali sesuai dengan Pasal 185 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang pelaksanaan lelangnya sebanyak 2 (dua) kali tersebut tidak ada peminat, maka guna memaksimalkna harta/boedel pailit dengan menghindari pengeluaran biaya lelang kurator telah berhasil menjual di bawah tangan harta debitor pailit, berupa mesin-mesin jahit dan peralatan dengan harga sebesar Rp 280.000.000 (dua ratus delapan puluh juta rupiah);

(29)

kreditur PT Krene (dalam pailit) kecuali dari pihak Bank CIMB Niaga dan dalam rapat kreditur tersebut telah disepakati dengan suara bulat (seluruh kreditur setuju) untuk dilakukan penjualan di bawah tangan oleh kurator harta debitur pailit dan kurator telah berhasil menjual di bawah tangan harta debitur pailit sesuai dengan yang telah disepakati dalam rapat kreditur, berupa: “tanah berikut segala sesuatu yang melekat di atasnya tersebut dalam SHGB No. 24 seluas 5.090 M2terletak di Desa/Kelurahan Kebomas, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik dan SHGB No. 1693 seluas 2.070 M2 terletak di Desa/Kelurahan Randuagung, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik”, denga harga 5.250.000.000 (lima milyar dua ratus lima puluh juta rupiah).

Dengan demikian, total pemasukan dari penjualan stock barang jadi, stock bahan baku, mesin-mesin jahit dan peralatan, tanah dan bangunan adalah sebesar Rp 5.836.900.000 (lima milyar delapan ratus tiga puluh enam juta sembilan ratus ribu rupiah).

Selanjutnya selain pemasukan tersebut di atas, isi surat kurator kepada hakim pengawas pada tanggal 5 Agustus 2010, yang dibuat oleh kurator melaporkan dan menjelaskan pengeluaran, sebagai berikut:124

(30)

Tabel 2. Daftar Pengeluaran PT Krene

No PENGELUARAN

URAIAN JUMLAH

1 Cadangan PPH 25 penjualan 5% x dari nilai jual aset Rp 291.845.000 2 Fee Kurator 10% x dari nilai jual aset Rp 583.690.000

3 Biaya pengurusan pailit Rp 62.616.632

4 Pembagian untuk tagihan PT CIMB Niaga (Kreditor Separatis

Rp 2.012.478.076

Pembagian untuk tagihan Karyawan (Kreditor Preferen) Rp 2.012.478.076

5 Karyawan diwakili oleh Setijo Boesono, SH & Associates 80,53%

Rp 1.620.822.742,87 Karyawan diwakili oleh SPN 4,54%

Karyawan diwakili oleh Sarbumusi 14,91%

Rp Rp

91.424.807,85 300.230.525,28

6 Bagian untuk tagihan pajak Rp 42.015.366

7 Biaya pengumuman iklan Rp 42.254.850

8 Biaya pengamanan aset Rp 45.650.000

9 Biaya penjualan Tanah dan Bangunan (Pajak, SSP, PBB, KIG, PLN)

Rp 668.872.000

10 Cadangan Biaya Iklan Penutup Rp 75.000.000

Pembagian untuk Tagihan Kreditor Konkuren

-Katering Sari Asih

-11 Katering UD Ika Jaya

-Jumlah Pengeluaran Rp 5.836.900.000

Sumber: Bagian Data Verifikasi PT Krene

(31)

Tabel 3 Laporan Hutang Tagihan Tetap PT Krene

No Kreditor Jumlah Hutang Keterangan Bukti

1 Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing Rmpat

Rp

(32)

3 Bank CIMB Niaga Rp 4.393.711.541,76 4 Karyawan Rp 5.555.830.379,- (lima

milyar lima ratus lima puluh lima juta delapan ratus tiga puluh ribu tiga ratus puluh sembilan

5 Katering Sari Asih Rp 13.448.400,- (tiga belas juta empat ratus

Rp Kreditur - Tagihan daftar

(33)

kerja, uang penggantian hak, perumahan. Dan hak pengobatan

8 Karyawan diwakili oleh SABURMUSI

Rp Kreditur - Bukti Surat penetapan

pegawai pengawas ketenagakerjaan Dinas

Sumber: Bagian Data Verifikasi PT Krene

Dalam pertimbangan pembayaran akan dilaksanakan kepada para kreditor dalam daftar pembagian harta pailit debitor pailit tanggal 5 Agustus 2010 tersebut di atas, menurut hakim pengawas sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, demikian juga besarnya biaya pengeluaran dan pencadangan kepailitan tersebut di atas cukup beralasan dan daftar pembagian tersebut dapat disetujui hakim pengawas.

Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan Pasal 192 dan Pasal 193 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, menentukan sebagai berikut:

1. Daftar pembagian yang telah disetujui oleh hakim pengawas wajib disediakan di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat oleh Kreditor selama tenggang waktu yang ditetapkan oleh Hakim Pengawas pada waktu daftar tersebut disetujui;125 2. Penyediaan daftar pembagian dan tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada

ayat 1 diumumkan oleh kurato dalam surat kabar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 4;126

125 Pasal 192 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan

kewajiban pembayaran utang.

126 Pasal 192 ayat 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan

(34)

3. Tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mulai berlaku pada hari dan tanggal penyediaan daftar pembagian tersebut diumumkan dalam surat kabar sebagaimana dimaksud pada ayat 2;127

4. Selama tenggang waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 192 ayat 1 kreditor dapat melawan daftar pembagian tersebut dengan mengajukan surat keberatan disertai alasan kepada Panitera Pengadilan, dengan menerima tanda bukti penerimaan.128

Hakim pengawas mengeluarkan penetapan tentang:

1. Persetujuan hakim pengawas daftar pembagian harta pailit yang dibuat oleh kurator;

2. Perintah kepada kurator untuk melakukan pembagian kepada para kreditor sebagaimana tersebut dalam daftar pembagian harta pailit yang dibuat oleh kurator;

3. Perintah kepada kurator untuk menyediakan daftar pembagian harta pailit yang dibuat oleh kurator, yang telah disetujui oleh hakim pengawas di Kepaniteraab Pengadilan;

4. Perintah kepada kurator untuk mengumumkan daftar pembagian harta pailit yang dibuat oleh kurator yang telah disetujui oleh hakim pengawas pada 2 (dua) surat kabar harian;

127 Pasal 192 ayat 3 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan

kewajiban pembayaran utang.

128 Pasal 193 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan

(35)

5. Tenggang waktu para kreditor untuk mengajukan perlawanan atas daftar pembagian harta pailit yang dibuat oleh kurator yang telah disetujui oleh hakim pengawas.

Dengan disetujuinya daftar pembagian harta pailit, debitor pailit pada tanggal 11 Agustus 2015 mengeluarkan penetapan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:129 a. Menyetujui daftar pembagian tertanggal 5 Agustus 2010 (terlampir);

b. Memerintahkan Panitera Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya untuk menyediakan daftar pembagian tertanggal 5 Agustus 2010 tersebut di Kepaniteraan Pengadilan Niaga pda Pengadilan Negeri Surabaya agar dapat dilihat oleh kreditor yang berhak dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak hari dan tanggal penyediaan daftar pembagian tersebut diumumkan dalam Surat Kabar Harian sebagaimana ditetapkan di bawah ini; Memerintahkan kurator PT Krene (dalam pailit) untuk mengumumkan penyediaan daftar pembagian tertanggal 5 Agustus 2010 tersbeut dalam 2 (dua) Surat Kabar Harian, yaitu: Media Indonesia, dan Surya.

c. Memerintahkan kurator PT Krene (dalam pailit) untuk wajib segera membayar pembagian yang sudah ditetapkan dalam daftar pembagian tertanggal 5 Agustus 2010, apabila tenggang waktu untuk melihat daftar pembagian tertanggal 5 Agustus 2010 sebagaimana dimaksud dalam butir 2 berakhir dan dalam tenggang waktu tersebut tidak ada perlawanan oleh kreditor yang berhak atau dalam hal telah diajukan perlawanan oleh kreditor yang berhak dalam tenggang waktu

(36)

tersebut, setelah putusan perkara perlawanan tersebut di ucapkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya. Setelah tenggang waktu kurator PT Krene (dalam pailit) mengumumkan penyediaan daftar pembagian tertanggal 5 Agustus 2010 tersebut dalam 2 (dua) Surat Kabar Harian, yaitu Media Indonesia; dan Surya.

Dalam waktu yang telah ditentukan dalam penetapan tidak ada keberatan dari pihak manapun, sehingga daftar pembagian tersebut menjadi mengikat dan berkekuatan hukum tetap.

(37)

peletakkan sita umum (algemene beslag) terhadap seluruh harta kekayaan seorang debitur, tujuannya adalah supaya dapat membayar semua tagihan kreditur secara adil, merata dan seimbang.130 Pembayaran tagihan kreditur dilakukan berdasarkan asas pari pasu pro rata parte, karena memang kedudukan kreditur pada dasarnya adalah sama, akan tetapi dalam proses pelaksanaanya diatur berdasarkan peringkat atau prioritas piutang yang harus dibayar terlebih dahulu yang diatur dalam undang-undang terkait dengan jaminan terhadap pinjaman yang diberikan kreditur terhadap seorang debitur. Kreditur yang demikian sejak awal diperjanjikan untuk diselesaikan tagihannya lebih dahulu dan secara terpisah(separate), dengan hak untuk melakukan eksekusi terhadap harta yang dijaminkan, seperti kreditur pemegang gadai, hipotek, fidusia dan hak tanggungan.

Dalam praktek pelaksanaannya, hak ekseskusi terhadap objek jaminan hak tanggungan milik debitur pemberi hak tanggungan yang telah dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang seharusnya menjadi kewenangan penuh kreditur pemegang sertipikat hak tanggungan dibatasi oleh Pasal 56 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang ditangguhkan untuk jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Pasal 56 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut dipandang sebagai ketentuan yang tidak konsisten karena bertentangan dengan

130 Imran Nating, 2004, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan

(38)

ketentuan Pasal 55 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang tersebut.131

Dalam hukum jaminan hak tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan, eksekusi objek jaminan hak tanggungan erat kaitannya dengan waktu jatuh tempo utang yang harus dibayar oleh debitur. Artinya apabila pada saat jatuh tempo utang debitur dibayar, dan debitur tersebut telah ditegur, diperingati secara layak bahkan sudah dilakukan somatie terhadap debitur tersebut, namun tidak juga melakukan pembayaran utangnya, maka debitur tersebut telah melakukan wanprestasi, dan kreditur berhak menggunakan haknya untuk mengeksekusi dengan kekuasaan sendiri objek jaminan hak tanggungan tersebut dan dijual melalui badan pelelangan umum. Hasil penjualan objek hak tanggungan tersebut dipergunakan untuk melunasi hutang debitur, dan bila ada sisa dananya dikembalikan kepada debitur.132

Pasal 55 ayat 1 memerintahkan untuk menangguhkan eksekusi objek hak tanggungan oleh kreditur untuk mengeksekusi objek hak tanggungan tersebut dilakukan pada saat utang debitur belum jatuh tempo, maka keadaan tersebt tidak berpengaruh terhadap hak kreditur pemegang sertipikat hak tanggungan. Namun apabila masa penangguhan tersebut terjadi pada saat debitur sudah dinyatakan wanpestasi atas pembayaran utangnya, maka masa penangguhan 90 hari tersebut jelas membatasi kewenangan kreditur pemegang sertipikat hak tanggungan untuk

131Mardjono, 2007,Hukum Kepailitan,Sinar Grafika, Jakarta, hal 24.

132 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan,

(39)

mengeksekusi objek hak tanggungan tersebut untuk segera dapat mengambil pelunasan piutangnya terhadap debitur pemberi hak tanggungan.133

Dari ketentuan Pasal 56 ayat 1 tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa hak kreditur pemegang sertipikat hak tanggungan (kreditur separatis) dibatasi dalam melakukan eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungan tersebut.134Oleh karena itu dalam prakteknya, kreditur separatis sebagai pemegang sertipikat hak tanggungan tidak memperoleh sepenuhnya haknya dalam pengambilan piutangnya dari debitur pemberi hak tanggungan yang telah dinyatakan pailit oleh suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap karena harus berbagi harta boedel pailit yang jumlahnya lebih kecil dari utang debitur pailit, dengan kreditur preferen dan kreditur konkuren lainnya.135

133 Ainal Irham, 2011, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,

Refika Aditama, Bandung, hal 16.

134Yoga Riswanto, 2010,Tata Cara Pengajuan Gugatan Permohonan Pailit ke Pengadilan

Niaga,Rineka Cipta, Jakarta, hal 76.

135 Zainal Sudiono, 2008, Seluk-Beluk Praktek Hukum Kepailitan, Pradnya Paramitha,

(40)

BAB IV

EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

A. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Kreditur Separatis Dalam Mengeksekusi Objek Hak Tanggungan Pada Debitur Pailit

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.136

Dalam Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 disebutkan bahwa, “Apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut”. Selanjutnya menurut Pasal 21 UUHT No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa, “Apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan UUHT No. 4 Tahun 1996”.

Pemberi hak tanggungan dapat sebagai debitur dan dapat pula hanya sebagai orang ketiga yang bertindak sebagai penjamin. Dalam hal pemberi hak tanggungan

136 Surahman Aditya, 2012, Hak Tanggungan dan Kreditu Preferen Dalam UUHT No. 4

(41)

bertindak juga sebagai debitur, maka dari kedua pasal tersebut di atas yaitu Pasal 6 dan Pasal 21 UUHT No. 4 Tahun 1996 dapat dikatakan bahwa pemegang hak tanggungan selaku kreditur pemegang hak tanggungan pertama dapat mengeksekusi aset pemberi hak tanggungan selaku debitur meskipun debitur telah dinyatakan pailit. Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mendukung ketentuan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 agar eksekusi hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.137

Penyelesaian melalui lembaga kepailitan ini diharapkan dapat memberikan keamanan dan jaminan terlaksananya kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu debitur dan kreditur. Namun demikian, harapan penyelesaian utang melalui lembaga kepailitan dapat menjamin kepentingan para pihak, ada kemungkinan kurang dirasakan sepenuhnya oleh kreditur seperatis. Hal ini disebabkan adanya pengaturan tentang pembatasan hak-hak kreditur seperatis, yang pada akhirnya dianggap kurang melindungi kedudukan kreditur separatis.138

Dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit dijumpai beberapa hal berkaitan dengan Daftar Pembagian yang diusulkan oleh Kurator kepada Hakim Pengawas selanjutnya disetujui dengan Penetapan Hakim Pengawas tentang Penetapan Daftar Pembagian. Apabila para pihak tidak menerimanya, maka mereka

137Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

138 Ketentuan yang mengatur hak-hak kreditur seperatis antara lain Pasal 55, 56, dan 59

(42)

dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan yang akan diputus oleh Majelis Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Niaga. Ternyata dalam Penetapan Hakim Pengawas maupun Majelis Hakim tersebut di dapat hal yang tidak sesuai dengan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yaitu kreditur seperatis tidak mendapatkan secara utuh hasil penjualan lelang akan tetap masih harus berbagi dengan kreditur lainnya yang kedudukannya bukan kreditur seperatis.139

Ketentuan yang secara limitatif diatur dalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 diterobos dalam praktek. Penyelesaian pembagian harta pailit kepada pada debitur menjadi berbeda daripada yang diatur dalam Undang-Undang.

Dalam Pasal 56 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terdapat hambatan untuk melaksanakan hak eksekusi yang diberikan oleh UUHT No. 4 Tahun 1996 tersebut yaitu “dengan adanya penundaan serta pembatasan waktu terhadap pelaksanaan eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan tersebut maka hak eksekusi dari kreditur separatis tidak serta merta dapat langsung dilaksanakan seketika itu juga saat debitur telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, karena disebutkan bahwa hak eksekusi kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam pengawasan debitur

139 Titik Tejaningsih, 2015, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Saparatis Dalam

(43)

pailit atau kurator ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal pernyataan pailit tersebut diucapkan”.140

Kreditur seperatis yang memiliki hak jaminan baik yang diikat oleh hak tanggungan, fidusia, hipotik dan gadai berdasarkan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang berhak mengeksekusi barang jaminannya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, namun didalam prakteknya, apabila debitur pailit maka kreditur harus melapor dan mendaftarkan objek jaminan yang diikat oleh Hak Tanggungan, Fidusia, Gadai dan Hipotek pada kurator agar jaminan piutang tersebut diakui oleh Pengadilan, hal ini berlaku untuk semua jenis kreditur termasuk kreditur separatis dan konkuren. Dan wajib menyerahkan kepada kurator dalam jangka waktu tertentu.141

Pranata hukum yang disebut sebagai penangguhan eksekusi jaminan hutang (stay) atau cool down period atau regal moratorium terjadi karena hukum (by the operation of law), tanpa perlu diminta sebelumnya oleh kurator. Dengan adanya masa penangguhan selama 90 (sembilan puluh) hari kreditur separatis tidak dapat dengan segera melaksanakan hak eksekusinya terhadap asset jaminan debitur untuk memperoleh pengembalian utang debitur dari hasil penjualan asset. Hak eksekusi

140 Rahayu Hartini, 2012, Hukum Kepailitan, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang,

hal 36.

141 Pasal 56 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

(44)

tersebut dapat dilaksanakan setelah debitur dinyatakan dalam keadaan insolvensi serta dibatasi hanya dalam waktu dua bulan sejak keadaan insolvensi.142

Penangguhan eksekusi objek jaminan hak tanggungan ditujukan untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit, dan memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal.143 Tetapi hal ini menjadi salah satu kendala bagi kreditur separatis untuk dapat segera mendapatkan hak piutangnya terhadap asset debitur. Kreditur separatis diberi hak untuk melawan penangguhan eksekusi objek jaminan hak tanggungan, tetapi walaupun sedang mengajukan perlawanan, kreditur separatis tetap harus melaksanakan hak eksekusinya dalam waktu 2 (dua) bulan sejak debitur dinyatakan dalam insolvensi.144

Perhitungan waktu 2 (dua) bulan tersebut tidak dapat dihentikan sementara kreditur separatis mengajukan perlawanan terhadap penangguhan eksekusi. Tetapi tidak tertutup kemungkinan kondisi ideal tersebut tidak tercapai sebagaimana mestinya. Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas dapat dilihar bahwa adanya disharmonisasi antara Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996 dengan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. UUHT No. 4 Tahun 1996 menjamin terpenuhinya hak eksekusi pemegang hak tanggungan meskipun pemberi hak tanggungan telah

142Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang.

143 M. Hadi Subhan, 2012,Kepailitan, Primsip, Norma, dan Praktek di Peradilan,Kencana,

Jakarta, hal 70.

144 Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, 2012, Hukum Bisnis (Kepailitan), Pustaka Utama,

(45)

dinyatakan pailit, namun Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengingkarinya dengan menunda pelaksanaan eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan selama 90 (Sembilan puluh) hari sejak debitur dinyatakan pailit melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap serta membatasi pelaksanaan eksekusi hanya dalam waktu 2 (dua) bulan sejak debitur dinyatakan dalam keadaan insolvensi, walaupun pemegang hak tanggungan sedang dalam upaya hukum melakukan perlawanan penangguhan.

Dengan adanya ketentuan dari Undang-Undang Kepailitan yang membatasi pelaksanaan eksekusi atas jaminan yang dibebani hak tanggungan, maka diperlukan suatu asas untuk menyelesaikan masalah yaitu asas lex specialis derogate legi generalis, yaitu ketentuan mana yang dianggap sebagai ketentuan umum dan mana dianggap ketentuan khusus.145

Apabila dicermati ketentuan diatas maka dapat disimpulkan ketika di dalam praktek pada saat debitur dinyatakan pailit berdasarkan putusan Pengadilan maka yang berlaku adalah dalam hukum kepailitan, sehingga ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitanatas objek jaminan yang diikat dengan gadai, fidusia, hak tanggungan dan hipotek merupakan bentuk khusus (lex specialis derogate ) dari ketentuan jaminan secara umum (legi generalis) sebagaimana diatur dalam Pasal

145Munir Fuady, 2005, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek,Citra Aditya Bakti, Bandung,

(46)

1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata dan Undang-Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 2004.146

Namun demikian, Undang – Undang No.37 Tahun 2004 merupakan penerapan lebih lanjut dari Pasal 1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata. Di samping kendala-kendala yang dihadapi oleh kreditur separatis dalam mengeksekusi objek jaminan yang diikat oleh hak tanggungan, kendala lain juga dihadapi oleh Balai Harta Peninggalan selaku Kurator dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta/boedel kekayaan debitur pailit. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain:147

1. Kurangnya pemahaman instansi terkait, sehingga proses penetapan putusan pailit dari Pengadilan Niaga terlambat datangnya dan kadang – kadang menyebabkan asset pailit rusak atau habis.

2. Debitur pailit kadangkala tidak diketahui keberadaannya sehingga Kurator mengalami hambatan untuk mengetahui keberadaan harta debitur pailit. Dan jika Kurator telah mengetahui dimana asset kekayaan debitur pailit, kadangkala pihak – pihak yang bekerja untuk debitur menghalang-halangi Kurator untuk melakukan inventarisasi harta debitur pailit.Dan aset yang dikira milik debitur pailit ternyata hanya asset yang disewa oleh debitur. Kendala lainnya adalah agar

146Wawancara dengan Syuhada, Anggota Tehnis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan.

Wawancara dilakukan pada hari Selasa tanggal 13 Desember 2016.

147 Pasal 1131 KUH Perdata berbunyi: Segala barang-barang bergerak dan barang-barang

(47)

asset barang bergerak tidak cepat dipindah tangankan yang akan mengurangi asset utk menghindari pengalihan-pengalihan diluar pengetahuan kurator. Kurator harus cepat mengumumkan kepada seluruh masyarakat melalui surat kabar yang berhubungan dengan si debitur pailit mengenai keadaan debitur. Dalam kepailitan, masalah dapat terjadi tanpa dapat diprediksi. Misalnya tidak adanya kerjasama dari pihak debitur pada saat Kurator melakukan pengecekan asset.

3. Kendala lain yang dihadapi oleh Kurator adalah tidak adanya tempat bagi Kurator untuk menyimpan barang-barang debitur pailit dan belum terdapat SOP (standard Operation Procedure)untuk penyimpananboedelpailit.

4. Tidak lengkapnya dokumen kreditur separatis sehingga menghambat proses pelaksanaan eksekusi objek jaminan. Dalam melaksanakan pemberesan dan pengurusan harta pailit, Kurator harus bekerjasama dengan aparat-aparat Pemerintah seperti pihak Kepolisian, Kecamatan, Kelurahan bahkan buruh dari Perusahaan debitur pailit untuk menjaga asset pailit agar tidak hilang sebelum dilakukan pemberesan.148

B. Kedudukan Kreditur Pemegang Sertipikat Hak Tanggungan Pada Debitur Pailit

Pada Pasal 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa kepailitan adalah “sita umum atas seluruh kekayaan debitur pailit yang pengurusan serta pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas”.

148Wawancara dengan Syuhada, Anggota Tehnis Hukum Balai Harta Peninggalan Medan.

(48)

Selanjutnya Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa “Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan satu atau lebih kreditornya”. Kepailitan merupakan eksekusi massal yang ditetapkan dengan putusan pengadilan, yang berlaku serta merta, dengan melakukan penyitaan umum atas semua harta orang yang dinyatakan pailit, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit, maupun yang diperoleh selama kepailitan berlangsung, untuk kepentingan semua kreditor, yang dilakukan dengan pengawasan pihak yang berwajib.Pasal 1 ayat (1) dengan Pasal 168 Undang-undang No. 37 Tahun 2004, jelas terlihat perbedaan antara tidak membayar sebagai syarat kepailitan (Pasal 1 ayat (1)) dan keadaan tidak mampu membayar(insolvency) karena tidak tercapai perdamaian setelah pernyataan pailit (Pasal 178).

Dalam hubungannya terhadap hak eksekusi yang didahulukan untuk kreditur seperatis, terdapat ketentuan dalam Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 yang dirasakan memberikan batasan dalam pelaksanaan eksekusi tersebut yang diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang KPKPU No. 37 Tahun 2004 yang menentukan sebagai berikut:149

1. Hak eksekusi kreditur dan hak pihak ketiga sebagaimana dijelaskan pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang KPKPU No. 37 Tahun 2004 untuk menuntut hartanya dalamboedelpailitditangguhkan hingga 90 (Sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan pailit diucapkan.

149 Pasal 56 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

(49)

2. Penangguhan tersebut tidak berlaku terhadap kreditur yang hutangnya dijamin dengan uang tunai dan hak kreditur untuk memperjumpakan hutang.

3. Selama jangka waktu penangguhan kurator berhak untuk menggunakan harta pailit berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak yang berada dalam penguasaan kurator untuk kelangsungan usaha debitur dan telah diberikan perlindungan yang wajar untuk kepentingan kreditur dan pihak ketiga.

(50)

penjelasan ayat ini juga disebutkan bahwa dalam masa penangguhan kurator dapat mengoptimalkan penggunaan harta pailit demi kelangsungan usaha debitur setelah memberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditur dan pihak ketiga, yang artinya kurator berhak untuk menjual objek jaminan yang diikat oleh Hak Tanggungan untuk benda tidak bergerak dan gadai, fidusia untuk benda bergerak. Berdasarkan uraian ini Pasal 56 Undang-Undang KPKPU No. 37 Tahun 2004 kurang sejalan dengan hukum jaminan dan hukum kepailitan itu sendiri yang menimbulkan konflik apabila terdapat perbedaan pemahaman antara kreditur separatis dan kurator. Ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang KPKPU No. 37 Tahun 2004.

Ketentuan lain yang membatasi hak kreditur adalahPasal 59 Undang-undang Undang-Undang KPKPU No. 37 Tahun 2004 yang menentukan:150

1. Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, 57, dan 58 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (3) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004.

2. Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunana selanjutnya dijual sesuai

150Pasal 59 Undang-Undang KPKPU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan

(51)

dengan ketentuan pasal 185, tanpa mengurangi hak kreditur pemegang hak tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut.

3. Setiap waktu kurator dapat membebaskan benda yang menjadi agunan dengan membayar jumlah terkecil antara harga pasar benda agunan dan jumlah hutang yang dijamin dengan benda agunan tersebut kepada kreditur yang bersangkutan.

Pembatasan waktu yang diuraikan dalam Pasal 59 ayat (1) tidak selaras dengan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa Kreditur separatis dapat mengeksekusi benda jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Artinya, pelaksanaan eksekusi tidak terikat pada batas waktu yang diuraikan pada Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004.

Kedudukan kreditur separatis diatur dalam dua tahap yaitu masa pra pailit dan setelah masa debitur dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan niaga (pasca pailit) yaitu kepailitan yang timbul akibat prosedur pailit atau timbul dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

1. Kedudukan Kreditur Separatis pada periode Pra Pailit

Kedudukan kreditur separatis pada periode pra pailit jelas diatur pada Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa kreditur separatis dapat melakukan eksekusi terhadap haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Ketentuan ini konsisten dengan ketentuan Parate Executie dalam Hukum jaminan atas benda agunan yang dibebankan Hak Tanggungan, hipotik, gadai dan fidusia dan kreditur pemegang hak retensi.

(52)

Kedudukan kreditur separatis pasca pailit tetap mengacu kepada Pasal 55 dan Pasal 244 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004, yakni kreditur separatis ditempatkan diluar dari kepailitan karena sifat dari objek jaminannya yang memberi hak untuk mengkesekusi sendiri objek jaminannya.

Apabila hasil penjualan dari objek jaminan tidak mencukupi untuk pelunasan hutangnya maka kreditur separatis dapat meminta sisa pembayaran kepada kurator, dalam hal ini kreditur separatis menjadi kreditur konkuren untuk hanya kekurangan dari sisa hutangnya yang diajukan dan dicocokkan dalam rapat verifikasi. Untuk tagihan yang dibatah, Pasal 118 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 menyebutkan bahwa untuk sementara tagihan dapat dimasukkan ke dalam daftar piutang sementara.

Dalam prakteknya, lembaga kepailitan lebih banyak digunakan oleh kreditur konkuren dan kurator harus secara tegas untuk membagi kepentingan hutang kreditur secara pari pasu. Dalam hal ini, walaupun kreditur separatis mempunyai hak istimewa untuk mengeksekusi haknya namun kreditur seperatis dapat menjadi kreditur konkuren dalam hal masih ada sisa pembayaran yang belum mencukupi setelah dilakukan penjualan terhadap objek jaminannya.

(53)

tidak bertentangan dengan proses perkara pada umumnya, kecuali apabila secara tegas memang disimpangi dan diatur khusus.

C. Eksekusi Benda Jaminan yang Dibebani Hak Tanggungan Pada Debitur Pailit

Pasal 59 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUKPKPU), UU No. 37 Tahun 2004, menyatakan: “(1) Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, Kreditor pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat 1 harus melakukan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat 1. (2) Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat 1 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, tanpa mengurangi hak kreditor pemegang hak tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut. (3) Setiap waktu Kurator dapat membebaskan benda yang menjadi agunan dengan membayar jumlah terkecil antara harga pasar jumlah agunan dan jumlah utang yang dijamin dengan benda agunan tersebut kepada Kreditor yang bersangkutan.

(54)

ketentuan UUHT. Dengan demikian berarti bahwa Pasal 59 UUKPKPU mengambil dengan sewenang-wenang hak dari kreditur pemegang hak tanggungan yang dijamin oleh UUHT. Keadaan yang demikian menunjukkan adanya konflik norma yang menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pelaku ekonomi khususnya pemegang hak jaminan antara UUKPKPU dengan UUHT yang mengatur tentang hak kreditur separatis.

Dengan adanya konflik norma diperlukan suatu asas untuk menyelesaikan yaitu lex specialis derogate legi generalis (Undang-Undang Khusus mengalahkan Undang-Undang yang umum). Asas ini menunjuk kepada 2 (dua) peraturan perundang-undangan yang secara hierarkis mempunyai kedudukan yang sama. Akan tetapi ruang lingkup materi muatan antara kedua peraturan perundang-undangan itu tidak sama, yaitu yang satu merupakan pengaturan secara khusus dari yang lain merupakan pengaturan secara umum.151

Didalam konteks eksekusi objek jaminan hak tanggungan milik debitur yang telah dinyatakan pailit oleh suatu pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka ketentuan khusus (lex specialis) yang berlaku dalam pelaksanaan eksekusi tersebut adalah Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Didalam pelaksanaan eksekusi objek jaminan hak tanggungan milik debitur yang telah dinyatakan pailit oleh keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut maka proses eksekusi dilakukan dengan cara eksekusi lelang. Namun sebelum proses eksekusi lelang

Gambar

Tabel 1 Kreditur-Kreditur PT. Aneka Surya Agung
Tabel 2. Daftar Pengeluaran PT Krene
Tabel 3 Laporan Hutang Tagihan Tetap PT Krene

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan umpan dan pelarut (f/s), jenis antisolvent dan jenis pelarut terhadap ekstraksi likopen

Sikap staff dalam melayani urusan publik sangat berpengaruh bagi kualitas pelayanan pembuatan E-KTP di Kecamatan Pedurungan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat,

Pada umumnya mesin gerinda tangan digunakan untuk menggerinda atau memotong logam, tetapi dengan menggunakan batu atau mata yang sesuai kita juga dapat menggunakan mesin gerinda

Tatakaedah kajian menggunakan Teknik Delphi yang temu bual bersama tujuh orang pakar bidang pendidikan vokasional telah dijalankan bagi memperoleh kesepakatan

Moran’s I dan Estimasi Kepadatan Kernel. Hasilnya menggambarkan bahwa konsentra si rumah-rumah klaster membentuk sebuah pola mengelompok. Penelitian ini menggunakan model

kemampuan yang berbeda, serta kekuatan dan kelemahan yang berbeda pula, oleh karena itu perlu ditetapkan sasaran pembinaan dan program latihan mental sesua

[r]

Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan pada agroindustri