• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Gerakan Sosial

Dalam dokumen RE M PU AN D I IN D ON ES IA (Halaman 56-62)

2 Perempuan dan

A. Konsep Gerakan Sosial Ormas Perempuan

1. Pengertian Gerakan Sosial

Dewasa ini, gerakan sosial (social  movement) menjadi pokok bahasan yang populer bagi kalangan sosiolog di Barat, khususnya di Amerika Serikat. Namun Gerakan Sosial termasuk istilah baru dalam kamus ilmu-ilmu sosial, meskipun demikian di lingkungan yang sudah modern seperti di Indonesia fenomena munculnya gerakan sosial bukanlah hal aneh. Misalnya ketika kenaikan tarif listrik sudah terlalu tinggi, kemudian muncul nama seperti Komite Penurunan Tarif Listrik. Perlawanan atau desakan untuk mengadakan perubahan seperti itu dapat dikategorikan sebuah gerakan sosial. Berbagai gerakan sosial dalam bentuk LSM dan ormas, bahkan Parpol yang kemudian menjamur memberikan indikasi bahwa dalam suasana demokratis masyarakat memiliki banyak prakarsa untuk mengadakan perbaikan sistem atau struktur yang cacat. Dari kasus itu, dapat kita ambil semacan kesimpulan sementara bahwa gerakan sosial merupakan sebuah gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa masyarakat dalam

usaha menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintah.

Di sini terlihat tuntutan perubahan itu biasanya karena kebijakan tidak sesuai lagi dengan masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian rakyat. Karena gerakan sosial itu lahir dari masyarakat, maka kekurangan apapun di tubuh pemerintah menjadi sorotannya. Apabila tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka gerakan sosial yang sifatnya menuntut perubahan institusi, pejabat, atau kebijakan akan berakhir dengan terpenuhinya permintaan gerakan sosial. Sebaliknya jika gerakan sosial itu bernafaskan ideologi, maka tak terbatas pada perubahan institusional, tetapi lebih jauh dari itu adalah perubahan mendasar berupa perbaikan dalam pemikiran dan kebijakan pemerintah.

Namun ada pula yang mendefinisikan bahwa gerakan sosial sebagai sebuah gerakan yang anti pemerintah dan juga pro pemerintah. Hal ini berarti tidak selalu gerakan sosial itu muncul dari masyarakat, tetapi bisa pula hasil rekayasa para pejabat pemerintah atau penguasa. Jika definisi tersebut digunakan, maka gerakan sosial tidak terbatas pada sebuah gerakan yang lahir dari masyarakat yang menginginkan perubahan pemerintah, tapi juga gerakan yang berusaha mempertahankan kemauannya. Dengan demikian betapa relatifnya makna gerakan sosial itu sebab tidak selalu mencerminkan sebuah gerakan murni dari masyarakat” (Suaedy, 2006).

Karena itu, gerakan sosial dalam hal ini berbeda dengan bentuk aksi massa seperti kerumunan dan kerusuhan, pemberontakan, revolusi, dan sebagainya. Kerumunan (crowd) merupakan aksi massa yang tidak memiliki sebentuk organisasi, sangat cair, meletup dan hilang secara tiba-tiba. Kerusuhan (riot) adalah kekacauan massal yang meletup secara tiba-tiba, dalam periode singkat, melakukan perusakan atau menyerang kelompok tertentu. Bedanya dengan kerumunan ialah bahwa kerusuhan selalu menggunakan kekerasan. Pemberontakan (revolt) merupakan aksi terorganisir untuk menentang atau memisahkan diri dari sistem dan otoritas yang dianggap mapan. Sedangkan revolusi (revolution) mengandaikan partisipasi seluruh masyarakat dalam keseluruhan wilayah suatu negara untuk menggulingkan dan menggantikan tatanan politik dengan suatu yang baru. Revolusi, dalam pengertian ini, adalah upaya menyusun kembali tatanan sosial, politik, dan ekonomi, dengan memasukkan perubahan

fundamental dalam struktur masyarakat (Singh, 2001).

Sedangkan menurut Singh, gerakan sosial biasanya merupakan mobilisasi untuk menentang Negara dan sistem pemerintahannya yang tidak selalu menggunakan kekerasan dan pemberontakan bersenjata, sebagaimana terjadi dalam kerusuhan, pemberontakan, dan revolusi. Menurutnya, gerakan sosial menyatakan dirinya di dalam kerangka nilai demokratik. Sedangkan Tarrow mendefinisikan gerakan sosial sebagai tantangan kolektif yang dilakukan sekelompok orang yang memiliki tujuan dan solidaritas yang sama, dalam konteks interaksi yang berkelanjutan dengan kelompok elite, lawan, dan penguasa. Di sini terdapat empat kata kunci penting yakni tantangan kolektif, tujuan bersama, solidaritas sosial, dan interaksi berkelanjutan (Singh, 2001).

Berbeda dengan Wilson, ia lebih menekankan pada “cara-cara yang tidak melembaga” (noninstitutionlized  means), serta gerakan ini tidak ditujukan untuk memperoleh posisi-posisi kekuasaan (permanent  power  position), tetapi sebagai tawar-menawar untuk memengaruhi pembuat kebijakan (decision makers) mengambil solusi yang menguntungkan bagi mereka (Wilson, 1973).

Porta dan Diani menawarkan sedikitnya empat karakteristk utama gerakan sosial, yakni: (1) jaringan interaksi informal; (2) perasaan dan solidaritas bersama; (3) konflik sebagai fokus aksi kolektif; (4) mengedepankan bentuk-bentuk protes (Porta & Diani, 1999). Dengan kata lain, gerakan sosial merupakan jaringan-jaringan informal yang mendasarkan diri pada perasaan dan solidaritas bersama yang bertujuan untuk memobilisasi isu-isu konfliktual, melalui berbagai bentuk protes yang dilakukan secara terus-menerus. Hal ini pula yang membedakan gerakan sosial dengan gerakan yang dilakukan oleh partai politik, kelompok kepentingan, sekte-sekte agama, protes sesaat, atau koalisi politik sesaat.

Sebagaimana pula yang disebutkan oleh Markoff bahwa setidaknya ada empat aspek dalam gerakan sosial yang banyak direplikasi, yakni; 1) ide-ide yang luas; 2) pembentukan aksi publik; 3) adanya pengorganisasian sarana; 4) penggunaan simbol/slogan (Markoff, 1996). Bersandar pada empat elemen dasar dari gerakan social tersebut, Markoff melihat bahwa gerakan demokratisasi pada era 1970an hingga tahun 1990an telah memberi warna berbeda pada gerakan sosial. Gerakan demokratisasi membuka ruang gerakan

sosial berinteraksi dengan kelompok elit dengan cara-cara dan model komunikasi yang lebih interaktif hal yang relatif berbeda dengan gerakan sosial era sebelumnya. Markoff memberikan kerangka yang luas terhadap gerakan sosial, dan ia menekankan bahwa dalam konteks gerakan sosial ada proses dialog yang dinamis yang terjadi antara mereka yang tidak memiliki sumber-sumber kekuasaan dengan mereka yang memiliki.

Markoff juga menggambarkan adanya perkembangan khususnya di era 1990an dimana gerakan sosial mempunya wadah yang lebih cair dalam wadah-wadah yang disebutkan oleh Markoff seperti sebuah forum ketimbang sebelumnya yang keanggotaannya banyak dalam bentuk serikat pekerja, parpol atau organisasi bawah tanah, namun dalam era 1990an pengorganisasian menjadi lebih cair. Memang, konsep tentang gerakan sosial telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Amin Samir, dalam “New  Sosial  Movement  in  the 

South-Empowering the People”; melihat bahwa telah muncul apa yang

disebut “gerakan sosial baru”. Sebelumnya Samir melihat bahwa gerakan sosial berkutat pada beberapa tema; 1) perjuangan kelas (seperti perjuangan buruh dan petani yang didasarkan pada posisi kelas dan kepentingan ekonomi dan; 2) ideologi politik ; pertarungan antara ideologi mereka yang dikenal sebagai “kanan konservatif” dan “kiri reformis”; 3) spesifik di Afrika dan Asia yang memperjuangkan kebebasan nasional dari penguasa kolonial. Sementara itu, gerakan sosial baru ini diusung oleh gerakan ekologi dan lingkungan, gerakan perempuan, gerakan etnis dan religious (Amin, 1993).

Gerakan tersebut menurut Samir adalah wujud ekpresi dari keinginan masyarakat terhadap adanya perubahan kondisi yang ada. Gerakan Sosial Baru merupakan gerakan yang tidak secara jelas mempertentangkan relasi-relasi kuasa yang ada seperti dalam konteks relasi kelas, ideologi maupun dalam konteks antara penguasa kolonial dan rakyat yang dijajah. Mansour Fakih, merujuk pada Escobar dan Alvarez, memaparkan bahwa salah satu ciri dari gerakan sosial baru adalah penolakan terhadap penggunaan analisa sosial yang semata-mata hanya didasarkan pada pertentangan antara dua kubu (borjuis dan proletar) (Amin, 1993).

Kemunculan dan dampak dari gerakan ini tidak bisa diukur dengan parameter yang sama seperti gerakan sosial lainnya karena apa yang diperjuangkan berbeda. Gerakan sosial baru ini perlu

diletakkan dalam konteks proses demokratisasi yang lebih luas (Amin, 1993). Karena dapat menjadi sebuah bentuk ketidakpuasan terhadap tatanan social, karena Samir cenderung pesimis melihat gerakan sosial baru yang dinilainya tidak menjawab permasalah sampai ke akarnya, bahkan cenderung terkoptasi terhadap sistem besar yang mendominasi saat ini yaitu arus besar kapitalisme. Kelemahan gerakan sosial baru diakui pula oleh Fakih.

Fakih melihat bahwa gerakan sosial baru cenderung sebagai gerakan yang lemah karena kepentingan gerakan ini terbatas pada ruang lingkup kepentingan aksi mereka yang spesifik. Merujuk pada Epstein (1991), disebutkan oleh Fakih bahwa sejarah kemunculannya, gerakan ini merupakan gerakan yang diinisiasi oleh kaum elit dari kelas menengah, dimana cenderung meminggirkan perjuangan yang berbasis kelas. Dicontohkan bahwa gerakan perempuan dan gerakan lingkungan, meninggalkan gerakan buruh dalam aksi-aksi mereka. Ada tendensi bahwa aktor-aktor sosial yang beragam dari gerakan sosial baru bergerak pada ruang masing-masing, dan terfragmentasi (Fakih, 1996a).

Namun Fakih masih melihat bahwa gerakan ini sesungguhnya dapat membawa perubahan yang lebih luas. Fakih memang menolak cara pandang yang melihat ada analisa tunggal yang semata didominasi oleh analisa kelas dan atau berbasis pada perekonomian sebagai satu-satunya faktor terpenting dalam perubahan sosial. Dengan demikian Fakih mendefenisikan gerakan sosial sebagai “gerakan yang diorganisir dengan tujuan, strategi dan metodologi yang diformulasikan secara jelas dan sadar berdasarkan analisa sosial yang kuat”. Elemen “kesadaran” yang disandarkan pada “analisa yang kuat” merupakan elemen kuncinya (Fakih, 1996a). Sementara menurut Bruce J Cohen (1992) bahwa gerakan sosial (politik) adalah gerakan yang dilakukan sekelompok individu yang terorganisir untuk merubah (pro perubahan) ataupun mempertahankan (konservatif) unsur tertentu dari masyarakat yang lebih luas.

Dari sisi yang berbeda Kamanto Sunarto (2004) melihat bahwa gerakan sosial (politik) adalah perilaku kolektif yang ditandai kepentingan bersama dan tujuan jangka panjang, yaitu untuk mengubah ataupun mempertahankan masyarakat atau institusi yang ada di dalamnya. Sejalan dengan Kamanto, James W. Vander Zanden (1990) dan Rafael Raga Maran (2001) menjelaskan bahwa

gerakan sosial (politik) adalah suatu upaya yang kurang lebih keras dan terorganisir yang dilakukan oleh orang orang yang relative besar jumlahnya, entah untuk menimbulkan perubahan, entah untuk menentangnya (mempertahankan status-quo).

Robert Mirsel (2004) bahwa gerakan kemasyarakatan adalah seperangkat keyakinan dan tindakan yang tak terlembaga (noninstitutionalised) yang dilakukan sekelompok orang untuk memajukan atau menghalangi perubahan di dalam suatu masyarakat. Tidak terlembaga mengandung arti mereka cenderung tidak diakui sebagai sesuatu yang berlaku umum secara luas dan sah di dalam suatu masyarakat. Sementara itu, Laode Ida (2004) melihat bahwa gerakan sosial (politik) adalah upaya kolektif untuk melakukan perubahan melalui organisasi sebagai wadah gerakan, gerakan tersebut melembaga, memiliki gagasan alternatif perubahan, aktivitas dan gerakannya tersus-menerus, memiliki identiitas koletif, serta kehadirannya menjadi tantangan bagi pihak lain.

Menurut Darmawan Triwibowo bahwa gerakan sosial diartikan sebagai: sebentuk aksi kolektif dengan orientasi konfliktual yang jelas terhadap lawan sosial dan politik tertentu, dilakukan dalam konteks jejaring lintas kelembagaan yang erat oleh actor aktor yang diikat rasa solidaritas dan identitias kolektif yang kuat melebihi bentuk bentuk ikatan dalam koalisi dan kampanye bersama (Triwibowo, 2006). Definisi ini berdasarkan dari M.Diani dan I. Bison yang dipublikasikan di Universitas Trento tahun 2004. Definisi ini tidaklah jauh berbeda dengan yang kita jumpai dalam kepustakaan sosiologi, misalnya: Social  movements  have  traditionally  been  defined  as  organized 

effrots to bring about social change. Selain itu terdapat pula definisi lain

yakni: Social movements are described most simply as collective attempts to 

promote or resist change in a society or a group. Demikian pula definisi

yang “populer” gerakan sosial adalah:” “…a type of group action. They 

are large informal groupings of individuals and/or organizations focused on  specific political or social issues, in other words, on carrying out, resisting or  undoing a social change.

Sampai dengan perkembangan masa kini teori gerakan sosial makin beraneka ragam, dan dengan demikian tidak ada definisi tunggal mengenai konsep gerakan sosial sebagai suatu gejala sosial. Giddens (1993) mendefinisikan gerakan sosial sebagai suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama, atau mencapai tujuan

bersama melalui tindakan kolektif (collective  action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan. Lalu Tarrow (1998: 4), menyatakan gerakan sosial adalah tantangan-tantangan kolektif yang didasarkan pada tujuan-tujuan bersama dan solidaritas sosial, dalam interaksi yang berkelanjutan dengan para elit, penentang dan pemegang wewenang.

Dari beberapa penjelasan di atas, bahwa gerakan sosial ini dapat mendeskripsikan gejala civil  society  in  action. Gerakan sosial dapat dibagi menjadi Old Social Movement yang memfokuskan pada isu yang berkaitan dengan materi dan biasanya terkait dengan satu kelompok (misalnya, petani atau buruh). Sementara New Social Movement lebih berkaitan dengan masalah ide atau nilai seperti gerakan feminisme atau lingkungan. Maka dalam konteks ini organisasi Aisyiah Muhamadiyah dan Muslimat NU dapat dikelompokan kepada new sosial movement.

Sedangkan dalam konteks disertasi ini, gerakan sosial Aisyiah dan Muslimat NU didefinisikan sebagai gerakan yang meluas yang bertujuan mengubah kondisi yang lebih baik. Dalam merumuskan tujuannya gerakan sosial ini didasarkan pada analisa tertentu terhadap realitas yang ingin diubah. Gerakan ini juga dimungkinkan menggunakan simbol-simbol atau slogan tertentu sebagai simbol dari tujuan bersama. Gerakan tersebut menggunakan berbagai media sebagai sarana komunikasi baik di dalam maupun keluar.

Dalam dokumen RE M PU AN D I IN D ON ES IA (Halaman 56-62)