BAB I PENDAHULUAN
2.1 Landasan Teori
2.1.4 Pengertian Jaminan Sosial (Social Security)
Istilah jaminan sosial muncul pertama kali di Amerika Serikat dalam The Social Security Act tahun 1935 untuk mengatasi masalah- masalah pengangguran, manula, orang-orang sakit dan anak-anak akibat depresi ekonomi. Meskipun penyelenggaraan jaminan sosial di negara-negara maju belakangan ini mengalami perubahan, pada dasarnya penyelenggaraan jaminan sosial di sana pada hakekatnya dipahami sebagai bentuk nyata perlindungan negara terhadap rakyatnya. Kecenderungan / Disposisi dari Pelaksana KINERJA KEBIJAKAN PUBLIK Aktivitas Implementasi dan Komunikasi Antarorganisasi Kondisi Ekonomi, Sosial, dan Politik KEBIJAKAN PUBLIK Standar dan Tujuan Standard dan Tujuan Karakteristik dari Agen
Internatinal Labour Organization (ILO) dalam konvensi nomor 102 tahun 1952 menganjurkan semua negara di dunia memberi perlindungan dasar kepada setiap warga negaranya dalam rangka memenuhi Deklarasi PBB tentang hak jaminan sosial. Konvensi ini merupakan satu-satunya instrumen internasional untuk penyelenggaraan jaminan sosial, mengatur kesepakatan di antara negara-negara anggota tentang standar minimal untuk penyelenggaraaan sembilan program jaminan sosial. Sembilan program tersebut mencakup:
Pelayanan kesehatan (medical care);
Santunan selama sakit (sickness benefit);
Santunan pengangguran (unemployment benefit);
Jaminan hari tua (old-age benefit);
Jaminan kecelakaan kerja (employment injury benefit);
Santunan/ pelayanan bagi anggota keluarga (family benefit);
Perawatan kehamilan dan persalinan (maternity benefit);
Santunan kecacatan (invalidity benefit); dan
Santunan bagi janda dan ahli waris (survivors' benefit).
Walaupun Konvensi no. 102 mencakup sembilan program, namun tiap negara hanya diwajibkan untuk menyelenggarakan sekurang-kurangnya tiga program.
Konvensi tidak mengatur dengan detil tata kelola dan mekanisme penyelenggaraan jaminan sosial. ILO memberikan keleluasaan kepada masing-masing negara untuk mengatur sendiri dan mengembangkan program secara bertahap sesuai dengan kemampuan. Tujuan penyelenggaraan jaminan sosial dapat dicapai dengan berbagai mekanisme, antara lain program cakupan semesta, asuransi sosial yang dibiayai melalui iuran yang proporsional terhadap pendapatan
atau iuran tetap untuk semua tingkatan penghasilan, bantuan sosial atau kombinasi dari model-model ini.
Konvensi No. 102 menyepakati prinsip-prinsip penyelenggaraan jaminan sosial, yaitu:
Manfaat yang diberikan pasti
Penyelenggaraan melibatkan partisipasi tri-parti untuk menjamin terselenggaranya dialog antara pemerintah, pekerja dan pemberi kerja
Negara bertanggungjawab atas penyelenggaraan yang benar dan hak jaminan
Pembiayaan program oleh pajak atau kontribusi
Tinjauan aktuaria berkala untuk menjamin kesahehan program.
Hingga saat ini 41 negara telah meratifikasi Konvensi ILO No. 102. Indonesia belum meratifikasi Konvensi ini ke dalam UU. Negara-negara tergabung dalam Uni Eropa telah mengimplementasikan Konvensi ini dengan menetapkan Undang-Undang Jaminan Sosial Eropa (the European Code of Social Security) namun dengan manfaat yang jauh lebih tinggi dari yang ditetapkan dalam Konvensi ILO No. 102.
ILO Convension no 102 mendefinisikan jaminan sosial sebagai:
“Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah untuk masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh hilangnya sebagian atau seluruh pendapatan akibat berbagai resiko yang diakibatkan oleh sakit, kehamilan, persalinan, kecelakaan kerja, kecacatan, pengangguran, pensiun, usia tua, kematian dini penghasil utama pendapatan, perawatan medis termasuk pemberian santunan kepada anggota keluarga termasuk anak-anak”.
1. Bantuan sosial adalah bentuk dukungan pendapatan kepada penduduk yang tidak mampu, baik dalam bentuk uang tunai atau pelayanan. Pembiayaan bantuan sosial dapat bersumber dari anggaran negara atau dari masyarakat, yang besarnya disesuaikan dengan kemampuan negara atau masyarakat. Bantuan sosial diberikan kepada masyarakat yang betul-betul membutuhkan, seperti penduduk berusia lanjut, korban bencana atau mereka yang terpaksa menganggur. Berbagai negara menetapkan uji kebutuhan (means test) untuk menegakkan keadilan dengan tujuan menyaring mereka yang betul-betul membutuhkan dari mereka yang mampu.
2. Asuransi sosial adalah bentuk dukungan pendapatan bagi masyarakat pekerja yang dibiayai oleh iuran wajib pekerja atau pemberi kerja atau secara bersama-sama. Asuransi sosial merupakan upaya negara untuk melindungi pendapatan warga negara agar mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup dengan mengikutkannya secara aktif dalam program jaminan sosial dengan membayar iuran. Kepesertaan wajib ditujukan sebagai solusi dari ketidakmampuan penduduk melihat risiko masa depan dan ketidakdisiplinan menabung untuk masa depan.
Adanya perlindungan terhadap risiko sosial ekonomi melalui asuransi sosial dipandang dapat mengurangi beban negara dalam penyediaan dana bantuan sosial. Melalui prinsip kegotong-royongan, asuransi sosial dapat merupakan sebuah instrumen negara yang kuat dalam penanggulangan risiko sosial ekonomi yang setiap saat dapat terjadi. (sumber: http:// www.jamsosindonesia.com /cetak /printout /247, 14 januari 2016).
Jaminan sosial (social security) merupakan bagian dari konsep perlindungan sosial (social protection), dimana perlindungan sosial sifatnya lebih luas. Perbedaan keduanya adalah bahwa jaminan sosial memberikan perlindungan sosial bagi individu dengan dana yang diperoleh dari iuran berkala, sedangkan perlindungan sosial biasanya melibatkan banyak pihak dalam memberikan perlindungan baik kepada individu, keluarga atau komunitas dari berbagai risiko kehidupan yang tidak dapat diprediksi sebelumnya seperti krisis ekonomi, atau bencana alam.
Hal tersebut sejalan dengan pendapat BAPPENAS yang telah mengadakan Kajian awal Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan dalam kajian tersebut dikemukakan pendapat bahwa jaminan sosial mencakup dua hal yaitu (a) Asuransi Sosial (social insurance) dan (b) Bantuan Sosial (Social Assistance). Asuransi sosial mempunyai konsep sebagaimana asuransi pada umumnya, dimana pembayaran premi menjadi tanggungan bersama antara pemberi kerja (yaitu pemerintah atau pengusaha) dan pekerja (Pegawai Negeri Sipil (PNS), ABRI/POLRI atau pegawai swasta) oleh karena adanya hubungan kerja.
Pengertian yang lain dikemukakan oleh Agusmindah, bahwa jaminan sosial adalah:
“Bentuk perlindungan bagi pekerja/ buruh yang berkaitan dengan penghasilan berupa materi, guna memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam hal terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan yang menyebabkan seseorang tidak dapat bekerja, ini diistilahkan juga sebagai perlindungan ekonomis”.
Pengertian ini mencerminkan konsep asuransi sosial yang ditujukan bagi pekerja di sektor formal dengan rumus yang telah ditentukan yaitu berdasarkan partisipasi pekerja dan majikan yang menyetorkan porsi iuran secara berkala yang penyelenggaraannya dilakukan oleh PT JAMSOSTEK.
Ahli lain yang mempertahankan konsep asuransi sosial sebagai dasar teknik jaminan sosial adalah Vladimir Rys, yang mengatakan bahwa:
“Jaminan sosial adalah seluruh rangkaian langkah wajib yang dilakukan oleh masyarakat untuk melindungi mereka dan keluarga mereka dari segala akibat yang muncul karena gangguan yang tidak terhindarkan, atau karena berkurangnya penghasilan yang mereka butuhkan untuk mempertahankan taraf hidup yang layak”.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dimana Pasal 1 angka 1 mendefinisikan bahwa:
“Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak”.
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Jaminan Sosial mempunyai pengertian yang universal, sehingga jika disimak lebih dalam, maka Jaminan Sosial merupakan suatu perlindungan bagi seluruh rakyat dalam bentuk santunan baik berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang maupun pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang diakibatkan oleh risiko-risiko sosial berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia melalui mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib.
Jaminan sosial (social security) dapat didefinisikan sebagai sistem pemberian uang dan/ atau pelayanan sosial guna melindungi seseorang dari resiko
tidak memiliki atau kehilangan pendapatan akibat kecelakaan, kecacatan, sakit, menganggur, kehamilan, masa tua, dan kematian. Spicker (1995) dan MHLW (1999), memberi batasan dan penjelasan mengenai jaminan sosial sebagai berikut:
The term “social security” is mainly now related to financial assistance, but
the general sense of the term is much wider, and it is still used in many countries to refer to provisions for health care as well as income. Although the benefits of security are not themselves material, they do have monetary value; people in Britain, where there is a National Health Service, are receiving support which people in the US have to pay for through private insurance or a Health Maintenance Organisation. (Spicker, 1995:60). Social security systems mean the systems to enable every citizen to lead a worthy life as a member of cultured society. Social security systems provide countermeasures against the causes for needy circumstances including illness, injury, childbirth, disablement, death, old age, unemployment and having a lot of children by implementing economic security measures through insurance or by direct public spending. (MHLW, 1999:2).
(sumber: https://www.academia.edu/10203759/tugas_makalah_jaminan_sosial, 14 Januari 2016).
ILO (2002) menyebutkan bahwa jaminan sosial merupakan:
“Bentuk perlindungan yang disediakan dalam suatu masyarakat untuk masyarakat itu sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia, ataupun kematian”.
Lebih jauh dijelaskan bahwa jaminan sosial terdiri dari asuransi sosial, bantuan sosial, tunjangan keluarga, provident funds, dan skema yang diselenggarakan oleh employer seperti kompensasi dan program komplimenter lainnya.
Michael von Hauff dalam “The Relevance of Social Security for Economic Development” mengutip kesepakatan dari the World Summit for Social Development di Kopenhagen tahun 1995, bahwa:
“sistem jaminan sosial merupakan komponen esensial dari perluasan pembangunan sosial dan dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Lebih rinci, deklarasi summit tersebut antara lain mencanangkan “to develop and implement policies which ensure that all persons enjoy adequate economic and social protection in the event of unemployment, sickness, during motherhood and child-rearing, in the event of widowhood, disability and in old age.”
Selain untuk penanggulangan kemiskinan, jaminan sosial juga berfungsi sebagai perlindungan bagi individual dalam menghadapi kondisi kehidupan yang semakin memburuk yang tidak dapat ditanggulangi oleh mereka sendiri (von Hauff dan de Haan; 1997).
Barrietos dan Shepherd (2003) menjelaskan bahwa:
“Jaminan sosial lebih sempit dibandingkan perlindungan sosial. Jaminan sosial umumnya dihubungkan dengan hal-hal yang menyangkut kompensasi dan program kesejahteraan yang lebih bersifat „statutory schemes‟”.
(sumber: www.bappenas.go.id/files/1913/5029/1452/spjs.doc, 14 januari 2016). Dari pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jaminan sosial mempunyai beberapa aspek yaitu:
1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja serta keluarganya.
2. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan, sebagai pengganti atau seluruh penghasilan yang hilang.
3. Menciptakan ketenangan kerja karena adanya upaya perlindungan terhadap resiko ekonomi maupun sosial.
4. Karena adanya upaya perlindungan dan terciptanya ketenangan kerja akan berdampak meningkatkan produktifitas kerja.
5. Dengan terciptanya ketenangan kerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga manusia dalam menerima dan menghadapi resiko sosial ekonomi.