KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh ETIN KURNIA NIM. 6661121720
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Gandung Ismanto, S.Sos., MM
Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten (JAMSOSRATU) adalah salah satu Program Perlindungan dan Jaminan Sosial Pemerintah Provinsi Banten untuk menjamin rakyat yang berasal dari kelompok rumah tangga menengah tidak mampu kebawah berdasarkan data PPLS yang telah divalidasi dan diverifikasi sebagai RTS serta mendapat Bantuan Sosial Tunai Bersyarat dan Santunan Pertanggungan Kesejahteraan Sosial (Sankesos). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah Implementasi Program Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (JAMSOSRATU) di Kecamatan Kasemen Kota Serang. Penelitian ini bertitik tolak dari teori implementasi kebijakan publik dari Van Metter dan Van Horn (1975), yang terdiri dari ukuran dan tujuan kebijakan publik, sumberdaya, karakteristik agen pelaksana, sikap atau kecenderungan, komunikasi antar organisasi dan aktivitas pelaksana, dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa implementasi Program Jamsosratu di Kecamatan Kasemen Kota Serang secara umum sudah berjalan dengan baik. Namun masih ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki seperti, investasi dalam bentuk tabungan uang belum tercapai, pembagian RTS dampingan setiap pendamping belum merata, masih ada pendamping yang kurang bisa untuk melakukan pendekatan dengan RTS nya, masih kurangnya komunikasi yang dilakukan oleh pendamping dengan pihak terkait dilapangan, sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah hanya pada tingkat SKPD.
S.Sos., MM
Social security the people Banten united in banten (Jamsosratu) is one of the programs protection and social insurance the government Banten to ensure the people who come from the households medium not capable of down based on the data BPS that have been validated and verified as RTS and make social assistance conditional cash and donation reckoning social welfare (Sankesos). Research aims to understand how the implementation of social security program the people Banten unite (Jamsosratu) in districk Kasemen of Serang city. This research dotted turning of the theory of policy public of van metter and van horn ( 1975 ) , consisting of size and the purpose of public policy, resources, characteristic of implementing agent, attitude or a tendency, communication between organization and activity implementing, and economic environment, social and political. Research methodology used is qualitative. This study discovered that the implementation of program Jamsosratu in districk kasemen of city Serang have generally been going well. But still some of the things that still needs to be improved as, investment in the form of savings money has yet to be reached, the division of RTS cooperate every a companion has not been spread evenly, there are still a mentor less get to do the approach to RTS his, there is a lack of communication done by mentors with related parties he , socialization done by each local government only on the SKPD level
Karena semua perjuangan tidak akan ada yang sia-sia.
“Jangan pernah berhenti dan menyerah untuk melakukan sesuatu yang baik,
Karena mengerjakan kebaikan itu BAIK”
Untuk mereka yang selalu menyayangiku dan mensupportku
yaitu Mamah, Papah, dan adikku. And especially my dear husbi
ii
melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada peneliti untuk dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Implementasi Program Jaminan
Sosial Rakyat Banten Bersatu (JAMSOSRATU) di Kecamatan Kasemen Kota Serang”.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar
sarjana Ilmu Sosial pada konsentrasi kebijakan publik program studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
Terimakasih atas dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu secara
moril maupun materil dalam melakukan penelitian untuk kelancaran skripsi ini.
Sehubungan dengan hal itu maka peneliti juga menyampaikan ucapan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd., selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Ibu Rahmawati, S.Sos, M.Si selaku Wakil Dekan I sekaligus selaku Dosen
Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Iman Mukhroman, S.Ikom., M.Ikom, selaku Wakil Dekan II Fakultas
iii
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Bapak Riswanda S.Sos., M.PA., P.hD, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
8. Bapak Abdul Hamid, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I yang mengarahkan,
memberikan masukan atau kritikan yang membangun, memberikan
semangat dan motivasi.
9. Bapak Gandung Ismanto, S.Sos., M.M., selaku Dosen Pembimbing II yang
selalu mengarahkan, memberikan masukan atau kritikan yang membangun,
memberikan semangat, dan motivasi.
10.Terima kasih kepada para informan. Karena dengan adanya mereka, skripsi
ini dapat dirampungkan dengan baik.
11.Segenap pegawai Dinas Sosial Provinsi Banten, pegawai Dinas Sosial Kota
Serang, pegawai kecamatan Kasemen, Pendamping Jamsosratu Kecamatan
Kasemen dan seluruh RTS penerima Jamsosratu Kecamatan Kasemen.
12.Kedua Orang Tua tercinta dan adik-adikku deella dan demila, yang selalu
tulus dan tidak pernah henti-hentinya memberikan do’a, dukungan, kasih
iv
dukungan berupa moral maupun moril, dan perhatiannya selama ini kepada
penulis.
15.Terima kasih kepada para alay Family (Utut Wulandari, Dian P
Dhamayanti, Fani Andiani, Dilon I Yuansyah, Galih Hidayat), kemudian
terima kasih juga untuk sahabat yang satu ini, Nur Laila Sari. Terima kasih
yang sangat dalam untuk kalian semua untuk 4 (empat) tahun ke belakang
pertemanan kita yang banyak diisi oleh suka duka yang tetap indah bila
bersama. I Love u all, sukses terus untuk kita semua.
16.Terima kasih kepada kawan-kawan seperjuangan, teman-teman di kelas
Ilmu Administrasi Negara FISIP UNTIRTA 2012 yang telah mengajarkan
banyak hal dan saling berbagi cerita semasa kuliah dan telah memberikan
ilmu mengenai kebersamaan dan saling berbagi. Semua kenangan tentang
kita akan selalu di kenang.
17.Terima Kasih kepada kawan-kawan KKM 54 Desa Lambangsari Kecamatan
Bojonegara, Kabupaten Serang tahun 2015, yang pernah memberikan warna
dalam hidup peneliti, makna kebersamaan dan jiwa kemandirian.
18. Terima kasih untuk sahabat-sahabatku, teman-teman bermain, teman
diskusi, adik tingkat, kakak tingkat dan semua yang selalu memberikan
v
sempurna. Untuk itu peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna sempurnanya skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya untuk peneliti.
Serang, November 2016
Penulis
vi
LEMBAR PERNYATAAN ORSINILITAS ... i
LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL... x
DAFTAR BAGAN ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 21
1.3 Batasan Masalah ... 22
1.4 Rumusan Masalah ... 22
1.5 Tujuan Penelitian ... 22
vii ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Landasan Teori ... 27
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik... 27
2.1.2 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik ... 35
2.1.3 Model-model pendekatan Implementasi ... 41
2.1.4 Pengertian Jaminan Sosial (Social Security)... 49
2.1.5 Pengertian Jamsosratu ... 57
2.2 Penelitian Terdahulu ... 58
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 60
2.4 Asumsi Dasar ... 62
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 63
3.2 Ruang Lingkup/ Fokus Penelitian ... 64
3.3 Lokasi Penelitian ... 65
3.4 Fenomena yang diamati ... 65
3.4.1 Definisi Konsep ... 65
3.4.2 Definisi Operasional ... 65
viii
3.7.1 Teknik Pengumpula Data ... 68
3.7.2 Teknik Analisis Data... 73
3.7.3 Uji Keabsahan Data ... 76
3.8 Jadual Penelitian ... 77
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ... 78
4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Kasemen ... 78
4.1.2 Gambaran Umum Jamsosratu ... 83
4.2 Deskripsi Data ... 97
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ... 97
4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian... 100
4.3 Deskripsi Data Penelitian ... 102
4.3.1 Ukuran dan Tujuan Kebijakan ... 102
4.3.2 Sumberdaya ... 117
4.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana ... 123
4.3.4 Sikap/ Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana ... 127
4.3.5 Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana ... 129
ix
5.1 Kesimpulan ... 153
5.2 Saran ... 156
DAFTAR PUSTAKA
x
Tabel 1.1 RTS Jamsosratu Provinsi Banten Tahun 2015 ... 10
Tabel 1.2 Pencapaian Indikator Angka Kematian Ibu (AKI) Kabupaten/ Kota Se- Provinsi BantenTahun 2006-2014 ………... 12
Tabel 1.3 Pencapaian Indikator Angka Kematian Bayi (AKB) Kabupaten/ Kota Se- Provinsi BantenTahun 2006-2014 …... 13
Tabel 1.4 RTS Jamsosratu Kota Serang Tahun 2015 ………. 16
Tabel 1.5 RTS Jamsosratu Kecamatan Kasemen Tahun 2015 …………... 17
Tabel 3.1 Informan Penelitian ……… 68
Tabel 3.2 Pedoman Wawancara ………. 70
Tabel 3.3 Jadual Penelitian ………. 77
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Kasemen Tahun 2014 ...
79
Tabel 4.2 Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Kasemen ... 80
Tabel 4.3 Jumlah Rumah Tangga, Kepadatan Penduduk dan Mata Pencaharian Sebagian Besar Penduduk di Kecamatan Kasemen Tahun 2014 ...
81
Tabel 4.4 Banyaknya Pemeluk Agama di Kecamatan Kasemen
Tahun 2014 ... 82
Tabel 4.5 Sebaran RTS penerima JAMSOSRATU Tahun 2015 ... 96
Tabel 4.6 Daftar Informan ... 101
Tabel 4.7 Data Pendamping dan Jumlah RTS Dampingannya ... 120
Tabel 4.8
Jumlah Keluarga Menurut Status Tahapan Keluarga Sejahtera
xi Tabel 4.11
2014 dan 2015 ... Tabel 4.12 Angka Partisipasi Kasar (APK) Kecamatan Kasemen Tahun 2014 dan 2015 ...
145
Tabel 4.13 Hasil Kegiatan Kunjungan Bumil Kecamatan Kasemen tahun 2014 dan 2015 ...
145
Tabel 4.14 Kunjungan Ibu Nifas Kecamatan Kasemen tahun 2014 dan 2015
... 146
xii
Gambar 1.1 Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Banten, 2011-2015 .. 5
Gambar 1.2 Struktur Kelembagaan Program Jamsosratu ……….. 8
Gambar 2.1 Model Pendekatan A Framework fot Implementation Analiysis menurut Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier …..
43
Gambar 2.2 Model Pendekatan Direct and Indirect on Implementation
oleh George Edward III ……….
45
Gambar 2.3 Model Pendekatan The Policy Implementation Process oleh Donald S. Van Metter dan Carl Van Horn
49
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir ……….. 61
xiii
xiv 2. Member Check
3. Matriks Sebelum Reduksi Data
4. Matriks Setelah Reduksi Data
5. Catatan Bimbingan Skripsi
6. Dokumentasi Foto
7. Pergub Jamsosratu
1 1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan
jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahun, sehingga tingkat
kesejahteraan rakyatnya masih jauh dibawah tingkat kesejahteraan negara-negara
maju. Kemiskinan seyogyanya digambarkan dengan kondisi seseorang yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan pokoknya seperti, sandang, pangan, dan papan.
Kurangnya pendapatan mengakibatkan seseorang memiliki kualitas hidup yang
rendah. Hal ini disebabkan orang miskin tidak memiliki biaya untuk mengakses
berbagai layanan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Kemiskinan telah
membatasi hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan yang layak, mendapatkan
pekerjaan yang memadai, dan mengakses kesehatan yang terjamin.
Negara yang merdeka pada tahun 1945 ini masih harus banyak membenahi
diri agar masyarakatnya dapat terhindar dari ketidak sejahteraan, dan tidak
termasuk kedalam golongan Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) sehingga
masyarakat bisa hidup layak dan sejahtera dapat terwujud, dan agar tujuan Bangsa
Indonesia yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi
segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa bisa tercapai. Maka
kesejahteraan sosial dan masalah-masalah lain yang dapat menghambat bangsa
Indonesia untuk menjadi Negara yang sejahtera dapat diminimalisir.
Masalah kemiskinan merupakan akar dari masalah sosial lainnya. Rumah
Tangga Sangat Miskin (RTSM) sangat rentan terhadap goncangan internal seperti
kepala keluarga baik laki-laki maupun perempuan mengalami jatuh sakit,
menganggur dan meninggal maupun goncangan eksternal seperti terjadi bencana
alam, konflik sosial dan lain-lain. Kerentanan yang cukup, karena pada umumnya
mereka tidak memiliki mata pencaharian yang pasti.
Mengutip dari buku Petunjuk Teknis JAMSOSRATU (Jaminan Sosial
Rakyat Banten Bersatu) Provinsi Banten Tahun 2015, terdapat lima masalah yang
ada pada kehidupan RTSM. Pertama, masalah kemiskinan itu sendiri. Masalah
kemiskinan RTSM ditunjukan dengan tidak mempunyai sumber mata pencaharian
tetap dan tidak mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar
sehari-hari seperti tidak mampu memenuhi kebutuhan bahan makanan, pakaian,
perumahan, air bersih, kesehatan dasar dan pendidikan. Kedua, masalah
kelemahan fisik. Akibat tidak mempunyai kemampuan dan tidak mempunyai
akses dalam memenuhi kebutuhan bahan makanan, pakaian, perumahan dan
kesehatan dasar menyebabkan fisik anggota RTSM menjadi lemah dan rentan
terhadap penyakit. Ketiga, masalah keterbatasan kondisi ketersaingan anggota
RTSM dalam kegiatan kemasyarakatan. Kondisi ketersaingan ini tidak hanya
terbatas pada lokasi RTSM, tetapi juga berkaitan dengan adanya sikap menarik
diri dari lingkungan masyarakat karena mempunyai keterbatasan dalam hal
Kerentanan ataupun kerapuhan RTSM dapat dilihat dari ketidak mampuan
anggota RTSM untuk menyediakan sesuatu dalam menghadapi keadaan yang
secara tiba-tiba terjadi pada salah satu anggota keluarganya. Kelima, tidak
berdaya. Ketidakberdayaan RTSM seringkali menjadi objek bagi kepentingan
orang lain. Mereka juga tidak berdaya dalam menjalankan hubungan kerjasama
baik secara sosial, ekonomi maupun politik.
Secara faktual, tingkat kemiskinan RTSM terkait dengan tingkat kesehatan
dan tingkat pendidikan. Tingkat kemiskinan RTSM juga berkaitan dengan tidak
adanya investasi dalam bentuk tabungan uang untuk memenuhi kebutuhan yang
mendesak dan munculnya secara tak terduga. Untuk meningkatkan efektivitas
penanggulangan kemiskinan, memutuskan budaya kemiskinan, penciptaan
lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat, maka penanganan masalah RTSM
harus diarahkan pada; pertama, pemenuhan kebutuhan bahan makanan, pakaian
dan perumahan. Kedua, peningkatan tingkat kesehatan anggota keluarga RTSM
dan ibu hamil. Ketiga, peningkatan kondisi kesehatan bayi yag dilahirkan dan
optimalisasi tumbuh kembang anak 0-6 tahun. Keempat, meningkatkan partisipasi
anak usia sekolah dari RTSM sampai pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA/ sederajat). Kelima, meningkatkan investasi dalam bentuk tabungan uang.
Keenam, adanya jaminan sosial untuk pengganti penghasilan jika kepala keluarga
RTSM mengalami kecelakaan, sakit atau meninggal dunia. Dengan penanganan
masalah RTSM penigkatan keberdayaan RTSM dapat terwujud, sehingga
diharapkan nantinya dapat mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh
Undang-Undang dasar 1945 mengamatkan bahwa setiap individu termasuk
kelompok rentan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) berhak
memperoleh pemenuhan kebutuhan dasar untuk hidup yang layak sebagai
perwujudan dari perlindungan sosial yang harus diberikan oleh Negara. Atas dasar
itu, menjadi kewajiban Negara untuk melaksanakan dan mengembangkan suatu
sistem Jaminan Sosial. Bentuk sistem jaminan sosial yang ditawarkan oleh
pemerintah adalah memberikan bantuan sosial tunai bersyarat dan santunan
pertanggungan kesejahteraan sosial (Sankesos)/ Asuransi Kesejahteraan Sosial
(Aksesos), yang merupakan amanat pasal 9 dan 10 UU nomor 11 tahun 2009
tentang kesejahteraan sosial. Pada saat ini pemerintah pusat melalui kementrian
sosial RI telah melaksanakan kedua jenis perlindungan sosial tersebut melalui
program Bantuan Langsung Berkelanjutan Bersyarat melalui Program Keluarga
Harapan (PKH), dan melalui program Asuransi Kesejahteraan Sosial Pekerja
Sektor Internal (Aksesos PSI).
Negara yang memiliki jumlah Provinsi sebanyak 34 Provinsi, 416
Kabupaten, dan 98 Kota, selain memiliki keanekaragaman suku, bahasa dan
agama Indonesia juga memiliki begitu banyak permasalahan-permasalahan sosial
yang terjadi dimasyarakat termasuk di Provinsi Banten. Banten adalah salah satu
Provinsi di Pulau Jawa, yang dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat
namun telah terpisah dan menjadi Provinsi sejak tahun 2000. Provinsi yang
memiliki 4 kabupaten dan 4 kota, Provinsi yang baru berdiri selama 16 tahun ini
Berdasarkan data Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Banten Tahun 2015,
selang periode Maret 2011 sampai Maret 2015, jumlah penduduk miskin di
Provinsi Banten cukup berfluktuasi. Pada September 2013, jumlah penduduk
miskin mengalami kenaikan tertinggi sebesar 3,86 persen dibandingkan Maret
2013. Hal ini disebabkan inflasi umum yang relatif tinggi akibat kenaikan harga
BBM pada bulan Juli 2013. Namun, pada Maret 2014 jumlah penduduk miskin
mengalami penurunan yang cukup besar, yaitu dari sebesar 677,51 ribu jiwa pada
September 2013 menjadi 622,84 ribu jiwa. Setelah turun pada Maret 2013, angka
kemiskinan Banten terus meningkat di periode-periode selanjutnya. Pada
September 2014 penduduk miskin di Provinsi Banten mengalami kenaikan
sebesar 4,23 persen. Peningkatan penduduk miskin kembali terjadi pada Maret
2015 yaitu bertambah sebesar 53,21 ribu jiwa. Pada periode pengamatan yaitu
September 2015, jumlah penduduk miskin di Banten berkurang sebesar 11,73 ribu
jiwa atau sekitar 1,67 persen. Lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar 1.1 berikut:
Gambar 1.1
Perkembangan Kemiskinan di Provinsi Banten, 2011-2015.
Itu artinya masih banyak masyarakat di Provinsi Banten yang kesulitan
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti untuk biaya pendidikan dan
kesehatan, apalagi seperti sekarang ini harga-harga kebutuhan bahan pokok yang
semakin hari semakin meningkat harganya, hal tersebut semakin memperparah
kondisi masyarakat. Untuk itu masyarakat di Provinsi Banten ini sangat
memerlukan bantuan maupun program yang bisa meminimalisir permasalahan
kesejahteraan sosial, khususnya kemiskinan yang terus bertambah dari hari ke
hari. Namun karena keterbatasan APBN, masih banyak RTSM di Provinsi Banten
yang memang belum tersentuh dan terjangkau oleh program perlindungan sosial
yang digulirkan pemerintah pusat.
Maka untuk menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di
provinsi Banten dalam hal ini pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Sosial
dibawah Supervisi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
(TKPKD) pada 26 maret 2013, menetapkan dan melaksanakn program untuk
mengatasi masalah kemiskinan yaitu dengan membuat program Jaminan Sosial
Rakyat Banten Bersatu (JAMSOSRATU) yang ditunjukan bagi RTSM di Provinsi
Banten.
Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu disingkat JAMSOSRATU adalah
skema yang terpadu dalam kelembagaan untuk menjamin rakyat yang berasal dari
kelompok Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM), yang telah ditetapkan sebagai
peserta Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu untuk mendapatkan bantuan sosial
tunai bersyarat dan mendapatkan Santunan pertanggungan Kesejahteraan Sosial
Keluarga Harapan (PKH) dengan program Asuransi Kesejahteraan Sosial
(Askesos). Tujuannya untuk meningkatkan keberdayaan sosial Rumah Tangga
Sangat Miskin (RTSM) melalui sektor pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial.
Untuk RTSM yang menjadi sasaran dari Jamsosratu ini mengacu pada Pendataan
Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, yang dilaksanakan oleh Badan Pusat
Statistik (BPS), dan dipublikasikan oleh Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), untuk menentukan klasterisasi tingkat
kesejahteraan sosial individu maupun rumah tangga, sebagai sasaran penerima
program perlindungan sosial. Pemprov Banten meluncurkan program Jamsosratu
sebagai wujud komitmennya dalam percepatan penanggulangan kemiskinan dan
peningkatan kesejahteraan sosial.
Program Jamsosratu dilaksanakan dengan berpedoman kepada Peraturan
Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan
Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten, yang diperbaharui dengan
Peraturan Gubernur Banten Nomor 5 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Peraturan Gubernur Banten Nomor 2 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten. Dan yang terbaru
Peraturan Gubernur Banten Nomor 16 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu.
Dengan adanya payung hukum berupa Pergub tersebut, maka Jamsosratu
dinyatakan sah dan legal sebagai sebuah kebijakan Pemprov Banten. Hal ini
sejalan dengan upaya Pemerintah Pusat dalam percepatan penanggulangan
perlindungan sosial, program Jamsosratu sangat ideal dilaksanakan di Provinsi
Banten mengingat dengan berjalannya Jamsosratu maka RTSM di Provinsi
Banten dapat meningkatkan kesejahteraan sosialnya. Hal ini sesuai dengan visi
Provinsi Banten yakni “Bersatu Mewujudkan Rakyat Banten Sejahtera Berlandaskan Iman dan Takwa”.
Dalam pelaksanaannya, program Jamsosratu memiliki sistem kelembagaan.
sebagai berikut:
Bagan 1.1
Struktur Kelembagaan Program Jamsosratu
Sumber: Operator Jamsosratu Provinsi Banten, 2016.
Program Jamsosratu merupakan bantuan uang tunai kepada Rumah Tangga
Sangat Miskin (RTSM) dengan catatan mengikuti persyaratan yang diwajibkan.
Persyaratan itu terkait dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yaitu
Pemerintah Provinsi Banten cq. Dinas Sosial
(Tim Pengendali JAMSOSRATU Provinsi (TPJ-Provinsi))
Dinas Instansi Sosial Kabupaten/Kota
(Tim Pengendali JAMSOSRATU Kabupaten/Kota (TPJ-Kab./Kota))
Lembaga Pelaksanaan Askesos Jamsosratu (LPA -JAMSOSRATU)
(Administrator JAMSOSRATU pada tingkat komunitas)
Pendamping JAMSOSRATU Operator JAMSOSRATU (OP-JAMSOSRATU)
Kelompok JAMSOSRATU
kesehatan dan pendidikan. Sasaran dari program ini yakni ibu hamil, ibu
menyusui, memiliki anak balita dan anak usia sekolah setingkat SD-SMA.
Penerima bantuan ini adalah ibu atau wanita dewasa yang mengurus anak pada
rumah tangga yang bersangkutan. RTSM diberikan bantuan Jamsosartu untuk
meningkatkan keberfungsian dan keberdayaan sosial berupa:
1. Bantuan Sosial Tunai Bersyarat Jamsosratu sebesar Rp. 2.250.000 per
tahun dibayarkan setiap 4 (empat) bulan satu kali atau sebanyak 3 (tiga)
kali dalam satu tahun.
2. Santunan Pertanggungan Kesejahteraan Sosial (Sankesos):
a. Sankesos Kecelakaan Kerja (SKK)
b. Sankesos Kematian (SK)
c. Sankesos Kumulatif (perpaduan SK dan SKK).
Peserta Jamsosratu juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu:
pertama, kewajiban yang berkaitan dengan kesehatan. Kedua, kewajiban yang
berkaitan dengan pendidikan. Ketiga, kewajiban yang berkaitan dengan investasi
dalam bentuk Takesos (Tabungan Kesejahteraan Sosial) sebesar Rp 10.000 setiap
bulannya, dan kewajiban lainnya. Dan adapula sanksi-sanksi BSTB (Bantuan
Sosial Tunai Bersyarat) Jamsosratu, yang apabila RTS tidak memenuhi
komitmen/ kewajiban baik itu pendidikan maupun kesehatan dalam satu tahap
pembayaran Jamsosratu, maka BSTB akan dikurangi sebesar 5% dari BSTB tahap
berjalan atau sebesar Rp 75.000.
Program ini tergolong berhasil menurunkan angka kemiskinan, karena
memberikan bantuan tunai untuk membiayai kebutuhan. Akan tetapi namun
penerimaannya menyaratkan melakukan pemeriksaan kesehatan di posyandu atau
layanan kesehatan bagi ibu hamil dan anak balita, dan meningkatkan kehadiran
sekolah secara rutin/ teratur bagi anak-anak RTSM yang memiliki usia SD-SMA.
(sumber: Peraturan Gubernur Banten Nomor 16 Tahun 2015 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten).
Program Jamsosratu dilaksanakan di 6 kabupaten/ kota di Provinsi Banten
sebanyak 49.000 RTS, yang tersebar di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Serang, Kabupaten Lebak, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang
Selatan. Yang secara jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini:
Tabel 1.1
RTS Jamsosratu Provinsi Banten Tahun 2015
NO KAB/ KOTA JUMLAH RTS
1 Kab. Pandeglang 15.157
2 Kab. Serang 11.402
3 Kab. Lebak 14.291
4 Kota Serang 4.200
5 Kota Cilegon 2.950
6 Kota Tangerang Selatan 1.000
7 Kab. Tangerang -
8 Kota Tangerang -
Jumlah 49.000
Dilihat dari table 1.1, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang belum
tersentuh atau terjangkau oleh bantuan Jamsosratu. Melihat berdasarkan ketentuan
didalam Petunjuk Teknis JAMSOSRATU (Jaminan Sosial Rakyat Banten
Bersatu) di Provinsi Banten Tahun 2015, ada faktor-faktor yang diperhatikan
dalam pemilihan lokasi pelaksanaan JAMSOSRATU, diantaranya:
1. Keberagaman karakteristik daerah (Tingkat kemiskinan tinggi/ sedang/
rendah).
Jika dilihat berdasarkan data BPS provinsi Banten, persentase
penduduk miskin menurut kabupaten/ kota, tahun 2014 Kab. Tangerang
berada diperingkat 4 yaitu sebesar 5,26 persen, itu berarti tingkat kemiskinan
di Kab. Tangerang masuk kedalam kategori sedang. Dan Kota Tangerang
diperingkat 5 yaitu sebesar 4,91 persen, yang artinya sudah masuk kedalam
kategori sedang.
2. Tingginya jumlah RTS di Kabupaten/ Kota.
Berdasarkan data BPS Provinsi Banten, jumlah penduduk miskin di
Kab. Tangerang tahun 2014 sebanyak 173.10 ribu jiwa, dan merupakan
paling banyak se- provinsi Banten, dan di Kota Tangerang sebanyak 98.80
ribu jiwa yang berada diperingkat ke 4 paling banyak se- provinsi Banten.
Tabel 1.2
Pencapaian Indikator Angka Kematian Ibu (AKI) Kabupaten/ Kota Se- Provinsi BantenTahun 2011-2014
Sumber: Laporan Kematian Ibu dan Kematian Bayi Kab/ Kota Se-Provinsi Banten; Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2016.
Dilihat dari tabel diatas bahwa Kab. Tangerang pada tahun dimulainya
program Jamsosratu sampai tahun 2014/ 2013-2014, AKI masih cukup tinggi.
Dan untuk Kota Tangerang memang cukup rendah meskipun tahun 2014
mengalami kenaikan.
NO KAB/KOTA ANGKA KEMATIAN IBU
2011 2012 2013 2014
1 Kota Tangerang 0 13 9 13
2 Kota Serang 6 12 17 6
3 Kab. Lebak 49 44 33 47
4 Kab. Tangerang 23 37 39 47
5 Kab. Pandeglang 38 47 35 48
6 Kota Cilegon 11 18 12 12
7 Kab. Serang 43 57 57 50
8 Kota Tangerang
Selatan 13 12 14 10
4. Angka Kematian Bayi (AKB). Bisa dilihat pada table 1.3 berikut:
Tabel 1.3
Pencapaian Indikator Angka Kematian Bayi (AKB) Kabupaten/ Kota Se- Provinsi BantenTahun 2011-2014
Sumber: Laporan Kematian Ibu dan Kematian Bayi Kab/ Kota Se-Provinsi Banten; Dinas Kesehatan Provinsi Banten, 2016.
Dilihat dari tabel diatas bahwa Kab. Tangerang pada tahun dimulainya
program Jamsosratu sampai tahun 2014/ 2013-2014, AKB sangat tinggi. Dan
untuk Kota Tangerang cukup rendah pada tahun 2013, meskipun tahun 2014
mengalami kenaikan.
5. Angka Gizi Buruk.
Berdasarkan Buku Profil Kesehatan 2012 Kabupaten /Kota Se-Provinsi
Banten, angka gizi buruk Kab. Tangerang berada diperingkat ke 4 paling banyak
dengan jumlah 2.421, dan untuk Kota Tangerang berada diperingkat ke 6 dengan
jumlah 143.
NO KAB/ KOTA
ANGKA KEMATIAN BAYI
2011 2012 2013 2014
1 Kota Tangerang 10 4 10 12
2 Kota Serang 14 14 2 29
3 Kab. Lebak 43 63 53 32
4 Kab. Tangerang 6 15 27 25
5 Kab. Pandeglang 25 39 31 28
6 Kota Cilegon 9 14 29 6
7 Kab. Serang 16 21 32 19
8 Kota Tangerang
Selatan 12 20 5 11
6. Angka Drop Out Sekolah Dasar/ Sekolah Menegah Pertama/ Sekolah
Menengah Atas.
Berdasarkan data dari Buku Profil Pendidikan Provinsi Banten Tahun 2015.
Bisa disimpulkan bahwa Angka Putus Sekolah dilihat dari keseluruhan tingkatan
sekolah SD-SMA/ sederajat, untuk Kab. Tangerag masih cukup tinggi yaitu
sebanyak 498. Dan untuk Kota Tangerang Angka Putus Sekolah tingkat sekolah
SD-SMA/ sederajat cukup tinggi yaitu sebanyak 373.
7. Tersedianya fasilitas pendidikan dan kesehatan.
Berdasarkan data Buku Profil Kesehatan 2012 Kabupaten /Kota
Se-Provinsi, dapat disimpulkan bahwa fasilitas kesehatan di Kab. Tangerang berupa
Rumah Sakit, Puskesmas dan Posyandu masih cukup rendah yaitu sebanyak 1347,
sedangkan untuk Kota Tangerang Cukup Tinggi yaitu sebanyak 2305.
Untuk fasilitas pendidikan sendiri, berdasarkan Buku Profil Dinas
Pendidikan Provinsi Banten Tahun 2015, dapat disimpulkan bahwa fasilitas
pendidikan tingkat TK-SMA/ Sederajat negeri maupun swasta di Kab. Tangerag
sudah tinggi/ banyak yaitu sebanyak 2986 ditambah jumlah Pendidikan Luar
Biasa (PLB) sebanyak 12 sekolah, begitu juga untuk Kota Tangerang fasilitas
pendidikan tingkat TK-SMA/ Sederajat negeri maupun swasta sudah cukup tinggi
yaitu sebanyak 1685 ditambah Pendidikan Luar Biasa (PLB) sebanyak 11
sekolah.
Berdasarkan data-data diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa dilihat
dari ke 7 faktor yang diperhatikan dalam pemilihan lokasi pelaksanaan
nya saja yang memang sudah tinggi/ banyak, sedangkan faktor yang lainnya
masih cukup buruk. Dan untuk Kota Tangerang dari ke 7 faktor yang diperhatikan
dalam pemilihan lokasi pelaksanaan jamsosratu, ada 4 faktor yang sudah baik, dan
selebihnya masih buruk seperti angka kemisikinannya, jumlah RTS nya, AKB,
dan Angka Putus Sekolah. Maka menurut peneliti seharusnya Kab. Tangerang dan
Kota Tangerang seharusnya bisa di jangkau oleh program Jamsosratu. Namun
berdasarkan wawancara peneliti dengan pihak Dinas Sosial Provinsi Banten
sebagai yang mempunyai program, alasan kenapa Kab. Tangerang dan Kota
Tangerang tidak tercakup oleh Program Jamsosratu dikarenaka memang dari
pihak merekanya sendiri yang memang belum siap untuk mengimplementasikan
atau melaksanakan Program Jamsosratu di daerahnya karena alasan beberapa hal.
Akan tetapi peneliti tidak membahas hal itu, dikarenakan cakupannya terlalu
luas dan keterbatasan peneliti, dan peneliti cakupannya hanya tingkat kecamatan
saja.
Pelaksanaan Jamsosratu rencananya akan dilaksanakan di wilayah Provinsi
Banten secara berkelenjutan selama 5 tahun yang dimulai pada tahun 2013 sampai
tahun 2017, dan akan dilanjutkan apabila berdasarkan hasil evaluasi dipandang
perlu serta terbukti memiliki peran dan manfaat yang signifikan dalam upaya
mengatasi kemiskinan. (sumber: Operator Jamsosratu Provinsi Banten, Bapak
Hikmat, tanggal 25 Februari 2016).
Di Kota Serang sendiri penerima program Jamsosratu sebanyak 4200 RTS.
Tabel 1.4
RTS Jamsosratu Kota Serang Tahun 2015
NO KECAMATAN
JUMLAH Rumah Tangga Sasaran
(RTS)
1 Cipocok Jaya 415
2 Curug 600
3 Kasemen 1,618
4 Serang 801
5 Taktakan 432
6 Walantaka 334
Grand Total 4,200
Sumber: Operator Jamsosratu Provinsi, 2016.
Program ini telah berjalan sesuai yang diharapkan, namun demikian tidak
terlepas dari hambatan/ hal-hal yang tidak sesuai dengan program Jamsosratu ini.
Di dalam penelitian ini, peneliti memusatkan tempat penelitian di Kecamatan
Kasemen Kota Serang, dimana Kota Serang merupakan wilayah terdekat dengan
pusat pemerintahan provinsi Banten, sehingga aksesnya lebih dekat, dan lebih
mudah dalam kepentingan apapun seperti pelaporan atau koordinasi bagi
pelaksana program Jamsosratu. Kecamatan Kasemen merupakan kecamatan yang
paling banyak terdapat RTS Jamsosratu diantara kecamatan yang lainnya di Kota
Serang, yaitu sebanyak 1618 RTS. Data selengkapnya per kecamatan disajikan
Tabel 1.5
RTS Jamsosratu Kecamatan Kasemen tahun 2015
NO DESA/ KEL JUMLAH RTS
1 Margaluyu 235
2 Banten 177
3 Sawah luhur 217
4 Warung jaud 237
5 Kasemen 167
6 Bendung 61
7 Mesjid priyayi 99
8 Kilasah 156
9 Terumbu 165
10 Kasunyatan 104
Grand total 1618
Sumber: Operator Jamsosratu Provinsi, 2016.
Kecamatan Kasemen memiliki luas wilayah 56,36 Km2 yang terdiri dari 10 kelurahan/ desa, dengan jumlah penduduk sebanyak 91.852 orang. Kecamatan
Kasemen juga memiliki jumlah fakir miskin yang cukup banyak berdasarkan data
terakhir yaitu sebanyak 5934 KK.
Di dalam pelaksanaannya program Jamsosratu di Kecamatan Kasemen Kota
Serang terdapat beberapa masalah yang dapat menghambat tercapainya tujuan dari
Program Jamsosratu itu sendiri. Adapun permasalahan tersebut di antaranya
sebagai berikut:
program ini, hal tersebut menyebabkan pengawasan dari masyarakat mengenai
program ini masih sangat kurang, karena memang masyarakat sendiri banyak
yang belum mengetahui program jamsosratu itu sendiri baik itu tujuan, sasaran
serta besaran yang diterima oleh masyarakat. Hal ini dibenarkan oleh Pak Ahmad
Hujair selaku salah satu pendamping Jamsosratu di Kecamatan Kasemen yang
mengatakan bahwa sosialisasi hanya dilakukan kepada pihak-pihak terkait, yaitu
perwakilan dari pihak kecamatan, perwakilan dari pihak kelurahan, pendamping
Jamsosratu dan RTS Jamsosratu. (sumber: Wawancara dengan Pendamping
Jamsosratu Kec.Kasemen, Pak Ahmad Hujair, Jumat, 22 Januari 2016, di Kantor
Kec.Kasemen).
Kedua, berdasarkan observasi awal, peneliti masih menemukan RTS Jamsosratu yang tidak sesuai dengan kriteria RTSM yang ditentukan oleh BPS,
yang memang peneliti lihat masih ada Rumah Tangga Sasaran penerima
Jamsosratu yang keadaan fisik rumahnya memiliki luas lebih dari 8M2, dengan dinding dari tembok, dari cirik fisik rumah tersebut tidak masuk kedalam
indikator dari kriteria RTSM. Seperti contoh Ibu Sunarsih, salah satu RTS
Jamsosratu kecamatan Kasmen.
Ketiga, terjadinya data ganda. Dimana dalam satu RTS menerima bantuan PKH dan JAMSOSRATU. Sedangkan seharusnya menurut ketentuan jika sudah
tercover oleh PKH tidak berhak untuk mendapatkan bantuan Jamsosratu. Hal ini
terjadi kepada Ibu Eneng, RTS Kp.Sukadana Kec.Kasemen. Beliau menerima
RTS, Ibu Eneng, Kamis, 21 Januari 2016 di kediaman Ibu Sunarsih). Hal ini juga
dibenarkan oleh Pak Ahmad Hujair selaku pendamping.
Keempat, program Jamsosratu di Kecamatan Kasemen belum merata. Tidak semua masyarakat miskin di Kecamatan Kasemen menerima bantuan Jamsosratu
dikarenakan keterbatasan anggaran sehingga masih diberi kapasitas yang terbatas
perkecamatan. Sehingga menyebabkan timbulnya rasa kecemburuan sosial yang
terjadi antara warga yang menerima bantuan Jamsosratu dengan warga yang tidak
menerima program Jamsosratu. Tidak sedikit warga yang tidak menerima bantuan
program Jamsosratu yang keadaannya tergolong miskin, dan tidak sedikit pula
penerima bantuan Jamsosratu justru perekonomiannya jauh lebih stabil, ketidak
sesuaian bantuan yang didapatkan oleh masyarakat menyebabkan terjadinya
kecemburuan sosial diantara warga-warga. Begitu juga menurut Pak. Ahmad Hujair, “banyak masyarakat yang menuntut untuk dapat program Jamsosratu ini”. (sumber: Wawancara dengan Pendamping Jamsosratu Kec.Kasemen, Pak.Ahmad Hujair, Jum’at, 22 Januari 2016 di Kantor Kec.Kasemen).
Kelima, adanya kekurangan kriteria berdasarkan kondisi miskinnya, yaitu nominal bantuan disesuaikan dengan jumlah anak sekolah dalam satu RTS.
Contohnya Ibu Sunarsih dengan Ibu Eneng, Ibu Sunarsih memiliki dua anak yang
sekolah (kelas 1 SD dan Kelas 3 SD), sedangkan Ibu Eneng Tuti memiliki 4 anak
yang sekolah (Kelas 1 SMP, Kelas 6 SD, Kelas 3 SD, dan PAUD), akan tetapi
mereka sama-sama menerima bantuan sebesar Rp. 2.250.000,- /tahunnya.
Tentunya uang sebesar 2.250.000,- akan sangat berbeda manfaatnya bagi Ibu
(sumber: Wawancara dengan RTS Jamsosratu Kec.Kasemen, Ibu Sunarsih dengan
Ibu Eneng Tuti, Kamis, 21 Januari 2016 di Kediaman Ibu Sunarsih dan Ibu Eneng
Tuti).
Keenam, akses yang ditempuh oleh penerima Jamsosratu untuk mengambil dana pencairan cukup jauh. Hanya dipusatkan pada satu tempat yaitu di kantor
POS Serang untuk RTS Jamsosratu Kecamatan Kasemen. Contohnya seperti Ibu
Enok yang harus menempuh jarak sejauh kurang lebih ± 9 KM, dan harus
mengeluarkan uang untuk menggunakan kendaraan umum seperti angkot.
Sehingga mempersulit RTS untuk mengambil dana pencairan. Karena, seperti Ibu
Enok terkadang tidak memiliki uang sepeserpun untuk ongkos naik angkot,
sehingga harus meminjam dulu. Selain itu pencairan dana tidak boleh di wakilkan
oleh anggota keluarga manapun. Sehingga mempersulit RTS Jamsosratu dalam
mencairkan dana bantuan. Contohnya seperti saat sakit atau sedang ada halangan,
apabila diwakilkan harus menggunakan surat keterangan dari dokter atau pihak
kecamatan, itupun pihak PT POS masih meragukan kebenarannya. (sumber:
Wawancara dengan RTS Jamsosratu Kec.Kasemen, Ibu Enok, Kamis, 21 Januari
2016, di kediaman Ibu Enok).
Dengan adanya program Jamsosratu di Kota Serang diharapkan tingkat
kemiskinan di Kota Serang akan dapat diatasi. Sehingga kesejahteraan masyarakat
di Kota Serang dapat terwujud khususnya bagi kecamatan Kasemen. Serta dengan
adanya program Jamsosratu diharapkan akses bagi kesehatan dan pendidikan di
partisipasi sekolah bagi anak-anak akan lebih meningkat dan kesehatan bagi anak
dan ibu hamil/ nifas bisa di akses dengan mudah.
Berangkat dari permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti sebagai bahan skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI
PROGRAM JAMINAN SOSIAL RAKYAT BANTEN BERSATU
(JAMSOSRATU) DI KECAMATAN KASEMEN, KOTA SERANG”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan diatas maka
identifikasi masalah di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sosialisasi Jamsosratu yang kurang menyeluruh untuk masyarakat
sehingga masih banyaknya masyarakat yang belum mengetahui
mengenai program Jamsosratu.
2. Validitas data penerima Jamsosratu yang kurang transparan, sehingga
menyebabkan tidak sesuainya dengan kriteria yang ditetapkan BPS.
3. Terjadinya data ganda. Dimana dalam satu RTS menerima double bantuan (PKH dan JAMSOSRATU), hal ini tidak sesuai dengan
ketentuan.
4. Program Jamsosratu di Kecamatan Kasemen Kota Serang belum
merata, tidak semua masyarakat miskin di kecamatan Kasemen
menerima bantuan Jamsosratu. Sehingga menyebabkan kecemburuan
sosial yang terjadi antara warga penerima program Jamsosratu dengan
5. Adanya kekurangan kriteria berdasarkan kondisi miskinnya, yaitu
nominal bantuan disesuaikan dengan jumlah anak sekolah dalam satu
RTS.
6. Proses pencairan bantuan yang menyulitkan penerima Jamsosratu.
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan uraian dalam identifikasi masalah, peneliti dalam penelitian ini
membatasi masalah pada “Implementasi Program Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (JAMSOSRATU) di Kecamatan Kasemen, Kota Serang”.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
disampaikan di atas maka perumusan masalah yang akan di kaji adalah sebagai
berikut:
“Bagaimanakah Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu (JAMSOSRATU) di Kecamatan Kasemen, Kota Serang?”.
1.5 Tujuan Penelitian
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat di dalam penelitian ini baik secara teroitis dan praktis
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti, seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian
diharapkan dapat lebih memantapkan penguasaan fungsi keilmuan yang
dipelajari selama mengikuti program perkuliahan Ilmu Administrasi
Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam program Jaminan
Sosial Rakyat Banten Bersatu (JAMSOSRATU) agar pelaksanaannya
dapat berjalan optimal, sehingga tujuan umum dari program Jamsosratu
dapat tercapai, yaitu meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial bagi
RTSM; mengurangi angka dan memutus rantai kemiskinan;
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia; dan berubahnya perilaku
yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan dari RTSM di
Provinsi Banten.
2. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah ilmu pengetahuan melalui penelitian yang
dilaksanakan sehingga memberikan kontribusi pemikiran bagi
b. Sebagai bahan pemahaman dan pembelajaran bagi peneliti maupun
mahasiswa lain untuk melakukan penelitian-penelitian secara lebih
mendalam mengenai Implementasi program Jaminan Sosial Rakyat
Banten Bersatu (JAMSOSRATU) di Kecamatan Kasemen, Kota
Serang.
1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang yang menerangkan ruang lingkup dan kedudukan
masalah yang akan diteliti, dari lingkup yang paling umum sehingga menukik ke
masalah yang paling spesifik. Kemudian yang selanjutnya yaitu identifikasi
masalah mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari tema/
topik/ judul penelitian atau dengan masalah. Pembatasan masalah dan perumusan
masalah yang paling urgent yang berkaitan dengan judul penelitian. Maksud tujuan penelitian, dalam hal ini mengungkapkan tentang sarana yang ingin di
capai dengan dilaksanakan penelitian. Kemudian terdapat juga kegunaan
penelitian yang menjelaskan manfaat dari penelitian yang akan diteliti dan yang
terakhir yaitu sistematika penulisan yang menjelaskan isi dari bab per bab yang
ada dalam penelitian.
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR
Terdapat deskripsi teori dalam kerangka berpikir. Deskripsi teori mengkaji
berfikir menceritakan alur pikiran peneliti dalam penelitian. Dan asumsi dasar
yaitu dugaan sementara peneliti mengenai penelitian yang sedang peneliti
lakukan.
BAB III METODELOGI PENELITIAN
Terdiri dari metode penelitian yang menjelaskan tentang penggunaan
metode yang digunakan. Terdapat definisi konsep dan definisi oprasional yang
digunakan sebagai bahan pedoman dilakukannya wawancara. Instrumen
penelitian menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan
data. Teknik pengumpulan dan analisis data menjelaskan tentang teknik analisis
beserta rasionalisasinya. Terakhir tentang tempat dan waktu penelitian tersebut
berlangsung.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Terdiri dari deskripsi obyek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara
jelas, struktur organisasi, kemudian deskripsi data yang menjelaskan tentang hasil
penelitian yang telah diolah dari data yang peneliti dapatkan melalui observasi dan
wawancara, dan kemudian dilakukan pembahasan lebih lanjut terhadap pesoalan
yang diteliti.
BAB V PENUTUP
Dalam penutup ini memuat penjelasan mengenai simpulan yaitu
menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas dan mudah
di pahami dan saran yang berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Memuat daftar referensi (literatur lainnya) yang digunakan dalam
penyusunan skripsi, daftar pustaka hendaknya menggunakan literatur yang
mutakhir.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Memuat tentang hal-hal yang perlu dilampirkan untuk menunjang
penyusunan skripsi, seperti lampiran tabel-tabel, lampiran grafik, instrumen
63
DASAR PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
Sugiyono (2012:43) mendefinisikan bahwa teori adalah seperangkat konsep,
asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi, baik organisasi formal maupun
organisasi informal. Berdasarkan definisi tersebut dapat dikemukakan ada empat
kegunaan teori di dalam penelitian yaitu (Sugiyono, 2012:43):
1. Teori berkenaan dengan konsep, asumsi dan generalisasi yang logis
2. Teori berfungsi untuk mengungkapkan, menjelaskan dan memprediksi
perilaku yang memiliki keteraturan
3. Teori sebagai stimulant dan panduan untuk mengembangkan pengetahuan
4. Teori sebagai pisau bedah untuk suatu penelitian.
Maka dari itu pada bab ini peneliti akan menjelaskan beberapa teori yang
berkaitan dengan masalah penelitian diantaranya teori Implementasi Kebijakan
Publik untuk mengetahui upaya-upaya pemerintah dalam melaksanakan suatu
kebijakan, serta penjelasan mengenai jaminan sosial dan Jamsosratu itu sendiri.
2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Sebelum menjelaskan tentang evaluasi kebijakan publik terlebih dahulu
dalam Nugroho mendefiniskan kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang
dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat
sebuah kehidupan bersama tampilan berbeda (1992, 2-4) (Nugroho, 2003: 3).
Menurut Laswell (dalam Nugroho, 2003:4) mendefiniskan kebijakan publik
sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu
nilai-nilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu (1979, 4).
Sedangkan menurut Friedrick mendefinisikannya sebagai serangkaian
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di mana kebijakan
yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus
mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu (1963, 79).
Kemudian, Easton melukiskannya sebagai pengaruh (impact) dari aktivitas pemerintah (1965, 212) (dalam Nugroho, 2003: 4).
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik
dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yang dipahami oleh Nugroho sebagai (Nugroho, 2003: 3):
“suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan di depan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi”.
Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai
kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan
dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang
perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang
berwenang dan ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu
kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah, termasuk pula
Peraturan Walikota maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang
harus ditaati.
Definisi tentang kebijakan (policy) tidak ada pendapat yang tunggal, tetapi menurut konsep demokrasi modern, kebijakan negara tidaklah hanya berisi
cetusan pikiran atau pendapat para pejabat yang mewakili rakyat, tetapi opini
publik juga mempunyai porsi yang sama besarnya untuk diisikan dalam kebijakan
negara, misalnya kebijakan negara yang menaruh harapan banyak agar pelaku
kejahatan dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya, dari sisi lain sebagai abdi
masyarakat haruslah memperhatikan kepentingan publik (Islamy, 2007: 10).
Menurut Easton, beliau mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah
(Sunggono, 1997: 39):
“policy is the authoritative allocation of value for the whole society”.
(pengalokasian nilai-nilai secara paksa/ syah pada seluruh anggota masyarakat), di mana melalui proses pembuatan keputusanlah komitmen-komitmen masyarakat yang acapkali masih kabur dan abstrak sebagaimana tampak dalam nilai-nilai dan tujuan-tujuan masyarakat, diterjemahkan oleh para aktor politik ke dalam komitmen-komitmen yang lebih spesifik menjadi tindakan-tindakan dan tujuan-tujuannya konkrit.
Menurut Anderson (1984:3) (dalam Agustino, 2012: 7), memberikan
“serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/ tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”.
Menurut Thomas R. Dye (dalam Islamy, 2007: 18), Kebijakan publik adalah “public policy is whatever government choose to do or not to do”, yaitu bahwa apa pun pilihan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintahan itulah yang merupakan public policy atau kebijakan pemerintah.
Menurut Charles Lindblom, pembuatan kebijakan publik (public policy
making) pada hakikatnya merupakan proses politik yang amat kompleks dan analitis di mana tidak mengenal saat dimulai dan diakhirinya, dan batas-batas dari
proses itu sesungguhnya tidak pasti. Serangkaian kekuatan-kekuatan itu agak
kompleks yang kita sebut sebagai pembuatan kebijakan publik, itulah yang
selanjutnya membuahkan hasil yang disebut kebijakan (dalam Islamy, 2007: 35).
Sedangkan menurut Amitai Etzioni, kebijakan publik dijelaskan sebagai
kebijakan yang melalui proses pembuatan keputusanlah komitmen-komitmen
masyarakat yang acap kali masih kabur dan abstrak sebagai mana tampak dalam
nilai-nilai dan tujuan-tujuan masyarakat, diterjemahkan oleh para aktor (politik)
ke dalam komitmen-komitmen yang lebih spesifik, menjadi tindakan dan
tujuan-tujuan yang konkrit (dalam Islamy, 2007: 95).
Menurut Chief J.O. Udoji (dalam Islamy, 2007: 16-17), merumuskan
tentang kebijakan:
Ada tiga alasan mempelajari kebijakan negara menurut Anderson dan
Thomas R. Dye (dalam Islamy, 2007: 12-13), yaitu:
1. Dilihat dari alasan ilmiah (Scientific reason)
Kebijakan negara dipelajari dengan maksud memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam mengenai hakikat dan asal mula kebijakan negara, berikut proses-proses yang mengantarkan perkembangannya serta akibat-akibatnya pada masyarakat.
2. Dilihat dari alasan profesional (Professional reason)
Maka studi kebijakan negara dimaksudkan untuk menerapkan pengetahuan ilmiah dibidang kebijakan negara guna memecahkan masalah sosial sehari-hari. Sehubungan dengan ini, terkandung sebuah pemikiran bahwa apabila kita mengetahui tentang faktor yang membentuk sebuah kebijakan negara, atau memberikan atau mengevaluasi kebijakan tersebut agar tepat sasaran. 3. Dilihat dari alasan politis (Political reason)
Mempelajari kebijakan negara dimaksudkan agar pemerintah dapat menempuh kebijakan yang tepat guna mencapai tujuan yang tepat pula. Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kebiajakn publik memiliki implikasi sebagai berikut:
a. Bentuk awalnya adalah merupakan penetapan tindakan-tindakan pemerintah;
b. Kebijakan publik tidak cukup hanya dinyatakan dalam bentuk-bentuk teks formal, namun juga harus dilaksanakan atau diimplementasikan secara nyata;
c. Kebijakan publik harus memiliki tujuan-tujuan dan dampak-dampak, baik jangka panjang maupun jangka pendek, yang telah dipikirkan secara matang terlebih dahulu;
d. Pada akhirnya, segala proses yang ada di atas adalah diperuntukkan bagi pemenuhan kepentingan masyarakat.
Sedangkan Friedrick(dalam Islamy, 2007: 12-13) menyatakan:
“Public policy is a proposed course of action of a person, group, or government within a given environment providing obstacles and opportunities which the policy was proposed to utilize and overcome in an effort to reach a goal or realize an objective or purpose”
(Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu).
Menurut Laswell (dalam Nugroho, 2003: 4) salah seorang pakar kebijakan
yang telah mendirikan think-tank awal di Amerika yang dikenal dengan nama American Policy Commission mendefiniskan:
“Public policy is a projected program of goals, values and practices”. (kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu dan praktek-praktek tertentu).
Menurut Dwiyanto Indiahono dalam bukunya Kebijakan Publik,
mendefinisikan Kebijakan publik dalam kerangka substantif adalah segala
aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan masalah publik yang
dihadapi. Dengan membawa kebijakan publik dalam ranah upaya memecahkan
masalah publik maka warna administrasi publik akan lebih terasa kental.
Kebijakan publik diarahkan untuk memecahkan masalah publik untuk memenuhi
kepentingan dan penyelenggaraan urusan-urusan publik. Kebijakan publik sejauh
mungkin diupayakan berada dalam rel kebijakan yang beraras pada sebesar-besar
kepentingan publik. Kebijakan publik memang masuk dalam ranah kepentingan
dengan banyak aktor yang berkepentingan di dalamnya. Nilai-nilai rasional yang
dikembangkan dalam analisis kebijakan publik sejauh mungkin didekatkan
kepada kepentingan publik. Sampai titik ini memang diperlukan komitmen aktor
politik untuk memperjuangkan nilai-nilai kepentingan publik (Indiahono, 2009:
18-19).
Di sisi lain, kebijakan publik sangat berkaitan dengan administrasi negara
Kebutuhan masyarakat tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh individu atau
kelompoknya melainkan diperlukan keterlibatan pihak lain yang dibentuk oleh
masyarakat itu sendiri. Pihak lain inilah yang kemudian disebut dengan
administrasi negara.
Berdasarkan pengertian kebijakan publik diatas, dapat disimpulkan
mengenai makna dari kebijakan publik, yakni keputusan badan, lembaga atau
negara dalam memecahkan masalah publik melalui intervensi berupa tindakan
untuk melakukan suatu kebijakan dengan berbagai konsekuensinya, termasuk
tindakan untuk tidak melakukan apapun.
2.1.2 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik
Sebuah kebijakan publik, jika hanya ada wacana dan rencana saja tanpa
adanya tindakan pemerintah untuk mewujudkannya, maka hal itu sia-sia
direncanakan. Suatu tindakan pemerintah baru dikatakan sebagai suatu kebijakan
apabila tindakan tersebut dilaksanakan, bukan hanya suatu keinginan semata.
Suatu keinginan saja yang belum dilakukan pemerintah belum dapat dianggap
sebagai kebijakan. Pelaksanaan kebijakan tersebutlah yang kemudian disebut
sebagai implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan pada umumnya memang
lebih sulit dari sekadar merumuskannya sehingga tidak semua kebijakan berhasil
diimplementasikan. Berikut ini beberapa definisi implementasi menurut beberapa
tokoh.
Setelah melewati dari tahapan kebijakan publik, maka implementasi adalah
salah satu tahapan penting dalam kebijakan publik. Jika kebijakan tanpa ada
dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy maker untuk mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur
perilaku kelompok sasaran (Subarsono, 2010:87). Kamus Webster (Wahab, 2005:64) merumuskan implementasi secara pendek bahwa yaitu “to implement
(mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out; (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu)”. Menurut Metter dan Horn
dalam Wahab (2005:65) merumuskan proses implementasi sebagai:
“Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”.
Hal ini tak jauh berbeda dengan yang diutarakan oleh Grindle (1980) dalam
Agustino (2008:139):
“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya ditentukan dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual proyek dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”.
Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam
keseluruhan struktur kebijakan, karena melalui prosedur ini proses kebijakan
secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya
pencapaian tujuan. Hal ini dipertegas oleh Udoji (1981) dalam Agustino
(2008:140) bahwa:
Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk mempengaruhi apa
yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk memberikan pelayanan
atau mengatur perilaku kelompok sasaran (target gorup). Untuk kebijakan yang
sederhana, implementasi hanya melibatkan satu badan yang berfungsi sebagai
implementor. Sebaliknya, untuk kebijakan makro maka usaha-usaha implementasi
akan melibatkan berbagai institusi, seperti birokrasi kabupaten, kecamatan,
pemerintah desa (Subarsono, 2010:88).
Implementasi kebijakan publik menurut Nugroho dalam Public Policy (2011:618) bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar
sebuah kebijakan dapat mencapai tujuan. Sementara itu, Abidin (2012:163)
menjelaskan bahwa:
“Implementasi suatu kebijakan pada dasarnya merupakan transformasi yang multiorganisasi. Oleh karena itu, strategi implementasi mengaitkan kepentingan yang terakomodasikan, semakin besar kemungkinan suatu kebijakan berhasil diimplementasikan”.
Dari beberapa definisi diatas dapat dirumuskan definisi implementasi
kebijakan sebagai tindakan atau usaha untuk melaksanakan keputusan yang telah
ditetapkan pada perumusan kebijakan dan kebijakan tersebut dilaksanakan oleh
individu, pejabat atau kelompok tertentu seperti pemerintah atau swasta.
2.1.3 Model-model Pendekatan Implementasi
Menurut Nugroho dalam Public Policy (2011:625), rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20% sisanya adalah bagaimana
kita menegendalikan implementasi. Implementasi kebijakan adalah hal yang
konsep, muncul di lapangan.Selain itu, ancaman utama adalah konsistensi
implementasi.
Sebagaimana yang dikemukakan deLeon & deLeon (2001) dalam Nugroho
(2011:626), pendekatan-pendekatan dalam implementasi kebijakan publik dapat
dikelompokkan menjadi tiga generasi.
Generasi pertama, yaitu pada tahun 1970-an, memahami implementasi kebijakan sebagai masalah-masalah yang terjadi antara kebijakan dan
eksekusinya. Peneliti yang mempergunakan pendekatan ini antara lain Allison
dengan studi kasus misil kuba (1971, 1999). Pada generasi ini implementasi
kebijakan berhimpitan dengan studi pengambilan keputusan di sektor publik.
Generasi kedua, tahun 1980-an, adalah generasi yang mengembangkan pendekatan implementasi kebijakan yang bersifat ”dari atas ke bawah” (top-down perspective). Perspektif ini lebih fokus pada tugas birokrasi untuk melaksanakan kebijakan yang telah diputuskan secara politik. Para ilmuwan sosial yang
mengembangkan pendekatan ini adalah Mazmanian dan Sabatier (1983),
Nakamura dan Smallwood (1980), dan Berman (1980). Pada saat yang sama,
muncul pendekatan bottom-upper yang dikembangkan oleh Lipsky (1971, 1980) dan Hjern (1982, 1983).
Dalam bahasa Lester dan Steward (2000:108) dalam Agustino (2008:140),
Sedangkan dalam pendekatan top-down, misalnya, dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan,
walaupun demikian di antara pengikut pendekatan ini terdapat
perbedaan-perbedaan, sehingga memerlukan pendekatan bottom-up, namun pada dasarnya mereka bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan
kerangka analisis tentang studi implementasi.
Dalam pendekatan top-down, implementasi kebijakan yang dilakukan tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun diambil
dari tingkat pusat. Pendekatan top-down bertititk-tolak pada perspektif bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh pembuat
kebijakan harus dilaksanakan oleh administrator-administrator atau
birokrat-birokrat pada level di bawahnya. Jadi inti pendekatan top-down adalah sejauhmana tindakan para pelaksana (administrator dan birokrat) sesuai dengan
prosedur dan tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di tingkat
pusat.
Generasi ketiga, 1990-an, dikembangkan oleh ilmuwan sosial Goggin (1990), memperkenalkan pemikiran bahwa variabel perilaku aktor pelaksana
implementasi kebijakan lebih menentukan keberhasilan implementasi kebijakan.
Pada saat yang smaa, muncul pendekatan kontijensi atau situasional dalam
implementasi kebijakan yang mengemukakan bahwa implementasi kebijakan
banyak didukung oleh adaptabilitas implementasi kebijakan tersebut. Para
ilmuwan yang mengembangkan pendekatan ini antara lain Matland (1995),
Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai berbagai variabel yang
terlibat di dalam implementasi kebijakan melalui teori-teori implementasi sebagai
berikut.
a). Implementasi Kebijakan Model Donald S. Van Metter dan Carl Van Horn
Agustino dalam Dasar-Dasar Kebijakan Publik (2008:141) menjelaskan bahwa model pendekatan yang dirumuskan oleh Metter dan Horn disebut dengan
A Model of The Policy Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan yang pada
dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan
publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan variabel. Model ini
mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari
keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik.
Ada enam variabel menurut Metter dan Horn, yang mempengaruhi kinerja
kebijakan publik tersebut adalah sebagai berikut (Agustino, 2008:142).
1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan
Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya
jika-dan hanya-jika ukuran jika-dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan
sosio-kultur yang berada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau
tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level
warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang