BAB IV PEMBAHASAN
4.2 Deskripsi Data
4.3.2 Sumberdaya
Sumberdaya sangat berperan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resources). Manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi karena sebagai implementor suatu kebijakan tersebut. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumberdaya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan.
Akan tetapi selain sumberdaya manusia, sumber-sumberdaya lain yang perlu diperhitungkan juga seperti sumberdaya financial. Karena, mau tidak mau, ketika sumber daya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia sedangkan
kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh tujuan kebijakan publik. Karena itu sumberdaya yang diminta dan dimaksud oleh Van Metter dan Van Horn adalah kedua bentuk sumber daya tersebut. Maka bila dilihat dari sumberdaya yang dimaksud tersebut, dalam pelaksanaan program Jamsosratu di Kecamatan Kasemen Kota Serang kedua bentuk sumberdaya tersebut sangat berpengaruh.
Yang pertama adalah sumberdaya manusia, dalam proses pelaksanaan program Jamsosratu di Kecamatan Kasemen Kota Serang unsur sumberdaya manusia yang paling berperan adalah pendamping, karena pendamping berperan penting sebagai pengawasan, verifikasi dan mendampingi para penerima manfaat dalam memenuhi komitmennya. Pendamping Jamsosratu dipilih diluar dari staff pemerintahan, dimana orang-orangnya murni masyarakat yang melalui tahapan rekruitmen dan kualifikasi pendidikannya diutamakan Sarjana (S1). Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor 16 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten. Sebagaimana yang telah disampaikan oleh I1 bahwa rekruitmen pendamping setiap tahun ketika ada penambahan perluasan penerima/ penambahan kuota, dan memerlukan pendamping yang lebih banyak. Dimana proses rekruitmennya, pertama menyampaikan ke dinas kabupaten/ kota, lamaran melalui kabupaten/ kota, di rekap dan di masukan ke Dinas Sosial provinsi. Terus di rekap, setelah itu baru di verifikasi layak tidaknya, misal min- D3, diutamakan untuk operator dari background komunikasi atau komputer imformatika, pendamping diutamakan dari
sosial min- D3. Untuk usia tidak lebih dari 40 tahun. Setelah di verifikasi baru di tetapkan calon yang layak, setelah itu seleski berupa ujian tertulis dan interview. (Wawancara dengan TPJP, 19 April 2016, di Dinas Sosial Provinsi Banten).
Hal ini senada juga dengan pernyataan I2 yang menyatakan bahwa rekrutmen Pendamping baru dilakukan oleh dinas sosial provinsi jika ada penambahan kuota penerima Jamsosratu. (Wawancara dengam TPJK Dinas Sosial Kota Serang, 16 Mei 2016, di Dinas Sosial Kota Serang).
Maka dari hasil wawancara diatas bisa dilihat bahwa dalam perekrutan pendamping di sesuaikan dengan kebutuhan dilapangan. Akan tetapi kenyataannya dilapangan para pendamping merasa kuota RTS Jamsosratu yang mereka dampingi melibihi kuota yang seharusnya, yaitu 100-200 RTS, seperti halnya yang dinyatakan oleh I3-2 sebagai berikut:
“Saya untuk 2015 pegang 235 RTS”. (Wawancara dengan Pendamping Jamsosratu Kelurahan Margaluyu Kecamatan Kasemen, 27 April 2016, di SD Negeri Kasemen).
Berdasarkan hasil wawancara diatas melihat beban pendamping yang melebihi batas maksimal maka peneilit melihat data yang di dapat saat dilapangan sebagai berikut:
Tabel 4.7
Data Pendamping dan Jumlah RTS Dampingannya Ade Maulana
KASEMEN
Margaluyu 235
Gemala Citra Banten 177
Dedi Sunardi Sawah Luhur 217
Haryadi Warung Jaud 237
Akhmad Khuzairi Kasemen 167
Husni Mubarak Bendung 61
Mesjid Priyayi 99
Jamhadi Kilasah 156
Kholista Ayadilanopa Terumbu 165
Rizky Fahrul Firdaus Kasunyatan 104
Kasemen Total 1618
Sumber: Operator Jamsosratu Kota Serang, 2016.
Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa memang terdapat beberapa pendamping yang jumlah RTS nya melebihi batas maksimal, tapi disisi lain juga ada beberapa pendamping yang jumlah RTS nya sangat sedikit. Maka perlu adanya pembagian jumlah RTS yang merata setiap pendamping, agar kuota yang di dampingi setiap pendamping tidak melebihi batas maksimal, karena tugas pendamping cukup berat dilapangan.
Selain pendamping ada juga operator sebagai pelaksana teknis dalam proses pengolahan database peserta jamsosratu. Operator berada pada tingkat provinsi maupun kabupaten/ Kota. Seperti yang di katakana I1 sebagai berikut:
“Ada bagian yang mengurus masalah data, yaitu operator tingkat provinsi
mupun kabupaten/ kota”. (Wawancara dengan TPJP, 19 April 2016, di Dinas Sosial Provinsi banten).
Dalam hal ini, untuk operator sudah memenuhi. Karena setiap kabupaten/ kota mempunya satu operator, dan beda lagi untuk tingkat provinsi yang memiliki dua operator.
Kedua adalah sumberdaya finansial, terkait sumberdaya finansial tidak terlepas dari anggaran APBD. Sesuai dengan Peraturan Gubernur Banten Nomor 16 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jaminan Sosial Rakyat Banten Bersatu di Provinsi Banten, pelaksanaan Jamsosratu dianggarkan dalam APBD provinsi Banten Tahun Anggaran 2015.
Seperti yang diungkapkan oleh I1 sebagai berikut:
“Anggarannya sendiri kan di ambil dari APBD. Untuk bantuanya sendiri 3
tahap setiap tahapnya Rp. 750.000,- per triwulan setaip RTS, jadi total kali 3 jadi Rp,- 2.250.000,- per RTS. Kalau untuk tahun kemarin 49.000 RTS x Rp. 2.250.000,- = Rp. 110.250.000.000,- untuk tahun 2015, itu untuk dana bantuannya sendiri. Tapi disamping itu ada dana dampingan juga, jadi ada honor pendamping dan operasional pendamping, ada juga operator. Cuma untuk bantuannya karna disesuaikan dengan jumlah RTS, pendamping yang
tiap tahun pasti bertambah”. (Wawancara dengan TPJP, 19 April 2016, di Dinas Sosial Provinsi Banten).
Hal ini juga di ungkapkan oleh I2, yang mengatakan bahwa untuk anggaran Jamsosratu semua dari provinsi yaitu dari APBD. (Wawancara dengan TPJK Dinas Sosial Kota Serang, 16 Mei 2016, di Dinas Sosial Kota Serang).
Berdasarkan wawancara diatas bisa dilihat bahwa pelaksanaan Jamsosratu memang sudah dipersiapkan dan direncanakan dalam segi anggarannya, yaitu jelas dianggarkan dalam APBD, termasuk biaya honor untuk para pendamping maupun operator di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota. dan jumlahnya pun per tahun selalu meningkat disesuaikan jumlah kuota RTS yang selalu di tambah dan diperluas.
Begitu juga menurut pernyataan I6 yang mengatakan bahwa sumberdaya Jamsosratu sudah diperisapkan baik dari pelaksana maupun anggarannya. (Wawancara dengan LSM JP3B, 14 Juni 2016, di Sekretariat JP3B).
Berdasarkan dari kedua sumberdaya tersebut diatas saling berkaitan antara sumberdaya manusia, sumberdaya finansial dan sumberdaya waktu. Sumberdaya manusia dalam pelaksanaan Jamsosratu di Kecamatan Kasemen ini tidak meratanya dalam pembagian jumlah RTS dalam hal pendamping, dimana ada beberapa pendamping melebihi batas maksimal dalam mendampingi RTS, sehingga pada waktu-waktu tertentu mereka keteteran dalam melaksanakan tugasnya yang cukup berat dimana dalam hal ini pendamping harus mengawasi, memverifikasi/ validasi penerima Jamsosratu. Sedangkan dalam sumberdaya finansial sangat berkaitan dengan sumberdaya waktu. Dimana dalam pelaksanaan Jamsosratu pada awal tahun 2013 hanya di laksanakan di 2 kabupaten/ kota yaitu Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang, karena program Jamsosratu memang di laksanakan bertahap dan juga dikarenakan keterbatasan APBD, sehingga tidak bisa langsung dilaksanakan menyeluruh. maka butuh waktu yang panjang dalam mencapai target Jamsosratu.
Maka dapat disimpulkan bahwa sumber daya program Jamsosratu baik sumberdaya manusia, financial, maupun waktu secara keseluruhan sudah baik, meskipun dalam hal pembagian RTS setiap pendamping tidak merata, sehingga sumberdaya manusia yang ada tidak bisa di manfaatkan secara maksimal, karena masih ada beberapa pendamping yang merasa bebannya lebih besar dengan pendamping yang lain.
4.3.3 Karakteristik Agen Pelaksana
Agen Pelaksana ikut menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan dalam sebuah implementasi. Dalam salah satu indikator teori Van Metter dan Van Horn ini pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Misalnya, implementasi kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindaklaku manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum. Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar manusia, maka dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama.
Dilihat dari pengertian di atas bahwa untuk mewujudkan tujuan umum dari program Jamsosratu yaitu, meningkatkan kondisi kesejahteraan sosial bagi RTS, mengurangi angka dan memtus rantai kemiskinan, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, serta berubahnya perilaku yang kurang mendukung peningkatan kesejahteraan RTS di provinsi banten bukanlah hal yang mudah, karena program jamsosratu itu merupakan sinergitas program pusat dan daerah yang di danai APBD dan melibatkan instansi terkait, dengan tugas masing-masing, seperti dinsos selain sebagai leading sector juga sebagai tim pengendali jamsosratu provinsi. Maka dengan demikian perlu adanya dukungan dari berbagai
pihak terkait, maupun dari segi koordinasi ataupun komunikasi. Seperti yang diungkapkan oleh I1 sebagai berikut:
“Hambatannya sih sejauh ini, seperti mengenai koordinasi antar lembaga terkait yang harus lebih diperbaiki, dan mungkin untuk dilapangan agar pihak-pihak seperti sekolah dan posyandu atau faskes lainnya agar tidak mempersulit pendamping dalam hal memberikan data di saat validasi data, karena kami sering mendapatkan keluhan dari pendamping mengenai
kesulitan dilapangan”. (Wawancara dengan TPJP, 19 april 2016, di Dinas Sosial Kota Serang).
Seperti hal nya yang diungkapkan oleh I3-1, sebagai berikut:
“Hambatannya dilapangan terkadang ada pihak sekolah yang susah untuk di minta tanda tangan sebagai bukti kami sudah validasi data ke sekolah itu, selain itu banyaknya komplen dari masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan ingin dapet juga”. (Wawancara dengan Pendamping Jamosratu Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen, 20 april 2016, di Kediaman I3-1). Berdasarkan wawancara tersebut, terlihat bahwa selain koordinasi, yang menjadi hambatan dalam implementasi program jaminan sosial rakyat banten bersatu, di Kecamatan Kasemen perlu adanya dukungan yang lebih dari pihak-pihak terkait seperti sekolah, posyandu atau faskes lainnya dalam mendukung pendamping melaksanakan tugasnya, selain itu banyaknya masyarakat yang cemburu sosial dimana mereka yang tidak dapat bantuan ingin mendapatkan bantuan juga.
Dalam hal ini peneliti melihat bahwa sosialisasi bukan masalah yang di prioritaskan, kurangnya sosialisasi menyebabkan terjadinya cemburu sosial di masyarakat, karena mereka tidak tahu bantuan Jamsosratu itu seperti apa. Seperti yang pernyataan dari I1 bahwa sosialisasi bukan hanya tanggung jawab dinsos provinsi saja, tapi dinas sosial Kab/ Kota juga seharusnya melakukan sosialisasi, karena ini untuk keseluruhan, maka diperlukan koordinasi yang bagus. Serta
tingkat kepedulian kab/ kota nya untuk mendukung berjalannya Program Jamsosratu. (Wawancara dengan TPJP, 19 April 2016, di Dinas Sosial Provinsi Banten).
Berdasarakan hasil wawancara diatas, dapat disimpulkan bahwa tugas sosialisasi adalah tugas semua pihak yang terkait terutama untuk kabupaten/ kota juga harus mengadakan program yang mendukung berjalannya program Jamsosratu ini seperti sosialisasi tingkat kab/ kota, pembinaan maupun kegiatan lainnya. Seperti hal nya yang di ungkapkan oleh I2 sebagai berikut:
“Satu tahun anggaran itu ada beberapa macam kegiatan, Sosialisasi dan pemantaun kelapangan juga. Sosialisasi juga harusnya dilakukan oleh
pihak pendamping dilapangan yang terjun langsung ke masyarakat”.
(Wawancara dengan TPJK Dinas Sosial Kota Serang, 16 Mei 2016, di Dinas Sosial Kota Serang).
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa memang sosialisasi yang paling harus di lakukan yaitu oleh pendamping kepada masyarakat yang tidak memahami program Jamsosratu. Karena itu lah salah satu tugas penting pendamping bagimana memberikan penjelasan kepada masyarakat yang komplen atupun cemburu sosial. Seperti yang diungkapkan oleh I3-2 yang mengungkapkan bahwa sosialisasi dilakukan kemasyarakat seandainya ada masyarakat yang komplen saja. (Wawancara Dengan Pendamping Jamsosratu Kelurahan Margaluyu Kecamatan Kasemen, 27 April 2016, di SD Negeri Kasemen).
Hal ini juga diungkapkan oleh I3-1 sebagai berikut:
“paling pendekatan saja dengan masyarakat yang komplen, diajak ngobrol dan diberikan penjelasan dam pemahaman mengenai Jamsosratu itu
sendiri”. (Wawancara dengan Pendamping Jamsosratu Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen, 20 April 2016, di Kediaman I3-1).
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi kepada masyarakat hanya dilakukan oleh pendamping itu juga hanya kepada masyarakat yang komplen langsung kepada pendamping tidak ada sosialisasi khusus yang memang diadakan untuk masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa program jamsosratu masih dikenal di level SKPD saja, belum di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan lebih kepada lemahnya sosialisasi, terutama di tingkat kecamatan atau kelurahan.
Dalam menganalisis dimensi karakteristik agen pelaksanana, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
Dalam pelaksanaan Program Jamsosratu, agen pelaksananya yaitu pendamping sudah sesuai dengan luas cakupan kebijakannya. Sebagaimana yang disampaikan oleh I1 sebagai berikut:
“Kalau jamsosratu relatif sesuai ya, tinggal keterampilan pendamping,
kemampuan mereka di maksimalkan”. (Wawancara dengan TPJP, 19 April 2016, di Dinas Sosial Provinsi Banten).
Dari hasil wawancara di atas peneliti mengkonfirmasi kepada salah satu informan, yaitu kepada I3-2, beliau mengungkapkan:
“Saya untuk tahun 2015 pegang 235 RTS”. (Wawancara dengan Pendamping Jamsosratu Kelurahan Margaluyu Kecamatan Kasemen, 27 April 2016, di SD Negeri Kasemen).
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kesesuaian luas cakupan masih belum sesuai, masih ada pendamping yang
melebihi batas maksimal jumlah RTS yang seharusnya di dampingin yaitu 100-200 RTS. Sehingga perlu adanya evaluasi dalam hal pembagian RTS per pendamping agar tidak ada pendamping yang merasakan bebannya lebih berat dibandingkan yang lain.
Maka dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik agen pelaksana dari program jamsosratu belum terlaksana dengan baik. Dimana masih ada nya hambatan dilapangan seperti kurangnya dukungan dari pihak terkait seperti pihak sekolah saat pendamping melakukan verifikasi, hal itu juga dikarenakan koordinasi yang masih kurang dari pendamping dengan pihak sekolah.