• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. PEMBAHASAN

Bimbingan akademik ialah bimbingan dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-tuntutan belajar di suatu institusi pendidikan. Sebagian besar waktu dan perhatian orang muda tercurahkan pada kepentingan belajar di sekolah (Winkel dan Sri Hastuti 2004).

Siswa dan siswi SMP Stella Duce 2 Yogyakarta, pada umumnya tertarik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Fisika, Geografi, Matematika, Bahasa Inggris, Penjaskes, Bahasa Jawa, PPKN, Kesenian, Sejarah, Agama, PKK, Bimbingan dan Konseling. Pada beberapa siswa dan siswi, mata pelajaran yang tidak menarik yaitu Biologi. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti yaitu menggambar, menari, menyanyi, tae kwondo, tennis meja, sepak bola, futsal, basket, renang, bulu tangkis, musik, paduan suara, membaca. Penggunaan waktu luang siswa dan siswi adalah menonton TV, bermain, olah raga renang, belajar, musik, beristirahat, menulis, membantu orang tua, membaca buku, makan, menulis puisi, jalan-jalan, bermain game online.

Sesuai teori Coley (dalam Santrock, 2007:230) laki-laki memperlihatkan performa sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan yaitu menampilkan sesuatu yang lebih dari dirinya. Sepanjang masa kanak-kanak, minat itu egosentris yaitu hanya berpusat pada dirinya sendiri. Misalnya minat anak laki-laki pada mata pelajaran matematika, berdasarkan suatu keyakinan bahwa kepandaian di bidang matematika di sekolah merupakan langkah penting menuju kedudukan yang

menguntungkan dan bergengsi didunia usaha hal itu terjadi juga pada siswi(

dalam Santrock, 2007: 230 ).

Meskipun demikian, secara keseluruhan, pada umumnya perempuan termasuk siswa yang superior, memperoleh rangking lebih tinggi, dan memiliki kemampuan membaca yang lebih baik dibandingkan laki-laki. Perempuan memperlihatkan prestasi membaca dan ketrampilan menulis yang lebih baik dari pada laki-laki. Perempuan cenderung lebih baik dalam menangani materi-materi akademis dan berpartisipasi di kelas, berusaha lebih keras dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis, dan berpartisipasi di kelas Dezolt Hull (dalam santrock, 2007: 230). Singkatnya, faktor-faktor berkontribusi terhadap remaja berpikir dan bertindak sebagai laki-laki dan perempuan yaitu dengan adanya faktor tersebut remaja dapat melakukan semua kegiatanya dengan baik. tetapi terkadang siswa dan siswi tidak menyukai bahasa atau menulis karena sulit untuk menghafal, atau menulis yang indah.

Perempuan cenderung lebih baik dalam menangani materi-materi akademis, memberikan perhatian di kelas, berusaha lebih keras dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis, dan berpartisipasi di kelas ( Dezolt Hull, dalam Santrock, 2007: 230). Singkatnya, faktor-faktor kognitif berkontribusi terhadap cara remaja berpikir dan bertindak sebagai laki-laki dan perempuan yaitu dengan adanya faktor tersebut remaja dapat melakukan semua kegiatanya dengan baik. (Gilligan dalam Santrock, 2003; 384 ) Giligan Juga menyatakan bahwa anak perempuan menghadapi masa kritis dalam perkembangan mereka ketika mencapai masa remaja. Gilligan mengatakan bahwa pada remaja awal (

biasanya sekitar usia 11-12 tahun), anak perempuan menjadi sadar bahwa minat yang kuat dalam hubungan intim tidak dihargai oleh budaya dominasi laki-laki, walaupun perempuan itu mengasihi dan mendahulukan kepentingan orang lain.

Beberapa perkembangan dalam masyarakat selama 30 tahun terakhir memiliki pengaruh yang lebih besar pada remaja, televisi adalah salah satunya.

Kemampuan persuasif televisi ternyata mengejutkan. Seiring dengan perkembanganya, banyak remaja sekarang menghabiskan lebih banyak waktu di depan televisi daripada dengan orang tua mereka maupun di dalam kelas. Radio, kaset, musik rock dan video musik adalah media-media lain yang memiliki pengaruh penting di dalam hidup banyak remaja (Santrock, 2003). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan persentase yaitu sembilan orang siswa dan siswi (9%) merasa tertarik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Tiga orang siswa(5%) tertarik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan 6 orang siswi (9%) tertarik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Siswi lebih tertarik dari pada siswa karena siswi memiliki kemampuan membaca, menulis yang lebih baik terutama kemampuan visual sedangkan siswa tidak tertarik karena lebih senang kepada hal-hal yang membutuhkan ketrampilan atau lebih kepada kegiatan praktek hal ini di dukung oleh teori Dezolt Hull (dalam Santrock, 2007: 230).

Tiga belas orang siswa dan siswi (10%) tertarik pada mata pelajaran Fisika. Enam orang siswa (7%) tertarik pada mata pelajaran Fisika dan 7 orang siswi (10%) tertarik pada mata pelajaran Fisika. Siswi lebih tertarik dari pada siswa karena siswi lebih mampu menyelesaikan tugas akademis, sedangkan siswa

kurang tertarik karena merupakan hal yang rumit dan membutuhkan waktu untuk mempelajarinya hal ini di dukung oleh teori Dezolt Hull (dalam Santrock, 2007:

230).

Enam belas orang siswa dan siswi (13% ) tertarik pada mata pelajaran Geografi. Sepuluh orang siswa (17%) tertarik pada mata pelajaran Geografi dan 6 orang siswi (9%) tertarik pada mata pelajaran Geografi. Siswa lebih tertarik karena siswa ingin meningkatkan performa lebih tinggi sedangkan siswi ingin memperoleh rangking lebih tinggi hal ini di dukung oleh teori Coley (dalam Santrock, 2007: 230).

Empat belas orang siswa dan siswi (11%) tertarik pada mata pelajaran Matematika. Lima orang siswa (8%) tertarik pada mata pelajaran Matematika dan 9 orang siswi (13%) tertarik pada mata pelajaran Matematika. Siswi lebih tertarik karena ingin menyelesaikan tugas akademis dengan baik dalam mata pelajaran matematika, sedangkan siswa berlandaskan kenyakinan bahwa kepandaian dibidang matematika di sekolah akan merupakan langkah penting menuju kedudukan yang menguntungkan dan bergengsi didunia usaha hal ini didukung (dalam Santrock, 2007: 230).

Dua belas orang siswa dan siswi (10%) tertarik pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Empat orang siswa(5%) tertarik pada mata pelajaran Bahasa Inggris dan 8 orang siswi (12%) tertarik pada mata pelajaran Bahasa Inggris.

Siswi lebih tertarik dari pada siswa karena ingin memperoleh rangking lebih tinggi, dan memiliki kemampuan membaca ataupun menulis yang baik.

Sedangkan siswa memperlihatkan performa sedikit lebih tinggi dibidang bahasa hal ini di dukung oleh teori Coley (dalam Santrock, 2007: 230).

Sembilan orang siswa dan siswi (7%) tertarik pada mata pelajaran Penjaskes. Empat orang siswa (7%) tertarik pada mata pelajaran Penjaskes dan 5 orang siswi ( 8% ) tertarik pada mata pelajaran Penjaskes. Siswi lebih tertarik daripada siswa karena faktor kognitif berkontribusi terhadap cara remaja berpikir dan bertindak begitu pun dengan siswa karena dengan menggunakan fisik pengetahuan bisa dicapai. Faktor kognitif merupakan pengetahuan tentang mata pelajaran Penjaskes. Salah satu cara memastikan semua remaja mendapatkan olah raga yang cukup adalah dengan meningkatkan partisipasi di dalam pendidikan jasmani di semua tingkatan sekolah hal ini di dukung oleh teori Martin Dinella (dalam Santrock, 2007: 230).

Sebelas orang siswa dan siswi (7%) tertarik pada mata pelajaran Bahasa Jawa. Tujuh orang siswa (12%) tertarik pada mata pelajaran Bahasa Jawa dan 4 orang siswi (9%) tertarik pada mata pelajaran Bahasa Jawa. Siswa lebih tertarik daripada siswi karena ingin memperlihatkan performa sedikit lebih tinggi dibanding siswi sedangkan siswi tertarik karena termasuk siswi memiliki kemampuan membaca yang lebih baik. Hal ini didukung oleh teori Coley (dalam Santrock 2007: 230).

Sembilan orang siswa dan siswi (7% ) tertarik pada mata pelajaran PPKN.

Tujuh orang siswa (12%) tertarik pada mata pelajaran PPKN dan 5 orang siswi (7% ) tertarik pada mata pelajaran PPKN. Siswa lebih tertarik karena faktor kognitif berkontribusi terhadap cara remaja berpikir dan bertindak sebagai

perempuan sedangkan siswa tertarik karena untuk melakukan aktivitas. Hal ini di dukung oleh teori Coley (dalam Santrock, 2007: 230)

Lima belas orang siswa dan siswi (12%) tertarik pada mata pelajaran Kesenian. Delapan orang siswa (14%) tertarik pada mata pelajaran Kesenian dan 7 orang siswi (10%) tertarik pada mata pelajaran Kesenian. Pada umumnya siswa dan siswi tertarik karena tuntutan dari sekolah yang mengharuskan siswa dan siswi menyenangi mata pelajaran Kesenian. Perempuan cenderung lebih baik dalam menangani materi-materi akademis, memberikan perhatian di kelas, berusaha lebih keras dalam menyelesaikan tugas-tugas akademis, dan berpartisipasi di kelas, dalam mengikuti pelajaran kesenian yaitu mengikuti paduan suara, atau lomba menggambar hal ini didukung oleh teori Coley ( dalam Santrock, 2007: 230).

Empat orang siswa dan siswi (3%) tertarik pada mata pelajaran Sejarah.

Dua orang siswa (3%) tertarik pada mata pelajaran Sejarah dan 2 orang siswi (3%) tertarik pada mata pelajaran Sejarah. Siswa dan siswi mempunyai presentase yang sama pada mata pelajaran Sejarah karena siswa senang mengamati hal- hal yang sudah terjadi pada masa lampau, sedangkan siswi tertarik karena senang menghafal atau hanya karena tuntutan.

Empat orang siswa dan siswi (7%) tertarik pada mata pelajaran Agama.

Tiga orang siswa (5%) tertarik pada mata pelajaran Agama dan 1 orang siswi (2%) tertarik pada mata pelajaran Agama. Siswa lebih tertarik daripada siswi karena ingin memperlihatkan performa sedikit lebih tinggi sedangkan siswi senang tidak terlalu sulit untuk di pelajari. Fowler percaya bahwa perkembangan

nilai moral remaja sangat berhubungan dengan perkembangan nilai religius mereka dan mata pelajaran agama sangat penting hal ini di dukung oleh teori Fowler (dalam Santrock, 2003:460).

Empat orang siswa dan siswi (3%) tertarik pada mata pelajaran PKK. Dua orang siswa (3%) tertarik pada mata pelajaran PKK dan 2 orang siswi (3%) tertarik pada mata pelajaran PKK. Siswa lebih daripada siswi karena siswa ingin melatih ketrampilanya dalam hal membuat bagunan, dan kreativitasnya sedangkan siswi senang untuk melatih ketrampilan misalnya mengikuti lomba memasak di kelas. Hal ini di dukung oleh teori Carol Jacklin (dalam Santrock, 2007: 230).

Lima orang siswa dan siswi (4%) tertarik pada Bimbingan dan Konseling.

Satu orang siswa (2%) tertarik pada Bimbingan dan Konseling dan 4 orang siswi (6%) tertarik pada Bimbingan dan Konseling. Siswi lebih tertarik karena faktor kognitif yaitu pengetahuan tentang Bimbingan dan Konseling dan berkontribusi terhadap cara remaja berpikir dan bertindak, mengungkapkan sesuatu yang dirasa sulit, membutuhkan orang lain untuk membantunya, sedangkan siswa tertarik untuk mencari informasi yang tidak diketahui mencari melalui orang lain. Hal ini di dukung oleh teori Martin Dinella (dalam Santrock, 2007: 226).

Siswa dan siswi tidak tertarik dengan mata pelajaran Biologi. Karena siswa dan siswi pasti membutuhkan pengetahuan yang cukup, untuk mempelajari biologi, terlalu sulit, terlalu banyak bahannya untuk waktu yang terbatas hal ini didukung oleh teori Sarwono (dalam Sarwono, 2007:124)

Lima orang siswa dan siswi (6%) tidak tertarik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dua orang siswa (5%) tertarik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dan 3 orang siswi (8%) tidak tertarik pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Siswi tidak tertarik karena bahasa membutuhkan ketrampilan untuk menulis dan membaca padahal beberapa siswi tidak suka dengan bahasa sedangkan siswa tidak tertarik karena siswa lebih suka yang menantang, yang membutuhkan ketrampilan untuk berbahasa, menulis dengan baik. Hal ini di dukung oleh teori Dezolt Hull (dalam Santrock, 2001: 230).

Empat belas orang siswa dan siswi (18%) tidak tertarik pada mata pelajaran Fisika. Empat orang siswi (10%) tidak tertarik pada mata pelajaran Fisika dan 10 orang siswa (27%) tidak tertarik pada mata pelajaran Fisika. Siswi tidak tertarik karena diawal semester siswa tidak ingin disibukkan dengan faktor kognitif yang membutuhkan kemampuan lebih sedangkan siswa karena terlalu banyak membutuhkan ketelitian dan kecermatan mendapatkan hasil akhir hal ini di dukung oleh teori Martin Daniella 2001 (dalam Santrock, 2007: 226).

Satu orang siswa (1%) tidak tertarik pada mata pelajaran Geografi. Satu orang siswa (2%) tidak tertarik pada mata pelajaran Geografi dan semua siswi tidak tertarik dengan mata pelajaran Geografi. Siswa tidak tertarik karena harus banyak membaca, performanya harus lebih tinggi sedangkan semua siswi tidak tertarik karena harus banyak belajar untuk mendapat rengking pertama di kelas hal ini didukung oleh teori Coley (dalam Santrock, 2007: 230).

Sebelas orang siswa dan siswi (14%) tidak tertarik pada mata pelajaran matematika. Delapan orang siswa (8%) tidak tertarik pada mata pelajaran

Matematika dan 3 orang siswi (2%) tidak tertarik pada mata pelajaran Matematika karena siswa tidak tertarik untuk menuju kedudukan yang menguntungkan dan bergengsi didunia usaha perlu bekerja keras sedangkan siswi menyelesaikan tugas akademis perlu bekerja keras terutama dalam mata pelajaran matematika. Hal ini didukung teori Coley (Dalam Santrock, 2007:230).

Tiga orang siswa dan siswi (4%) tidak tertarik pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Dua orang siswa (2%) tidak tertarik pada mata pelajaran Bahasa Inggris dan 1 orang siswi (3%) tidak tertarik pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Siswa tidak tertarik karena siswa lebih tertarik dengan hal-hal yang membutuhkan ketrampilan atau praktek, Sedangkan siswi tidak tertarik harus banyak belajar membaca, menulis hal ini di dukung teori Coley (dalam Santrock, 2003: 230).

Dua orang siswa dan siswi (3%) tidak tertarik pada mata pelajaran Penjaskes. Dua orang siswa (5%) tidak tertarik pada mata pelajaran Penjaskes, dan siswi tidak tertarik dengan mata pelajaran Penjaskes. Siswa tidak tertarik karena membutuhkan performa sedikit lebih tinggi sedangkan siswi karena kurang berminat pada mata pelajaran penjaskes hal ini didukung oleh teori Martin Dinella (dalam Santrock, 2007: 226)

Dua orang siswa dan siswi (3%) tidak tertarik pada mata pelajaran Bahasa Jawa. Satu orang siswa (2%) tidak tertarik pada mata pelajaran Bahasa Jawa, dan 1 orang siswi (3%) tidak tertarik pada mata pelajaran Bahasa Jawa. Siswa dan siswi memiliki persentase yang sama tidak tertarik dengan mata pelajaran Bahasa

Jawa karena untuk mempelajari Bahasa Jawa diperlukan kemampuan membaca tulisan bahasa jawa yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia.

Tiga orang siswa dan siswi (4%) tidak tertarik pada mata pelajaran PPKN.

Dua orang siswa (5%) tidak tertarik pada mata pelajaran PPKN dan 1 orang siswi (3%) tidak tertarik pada mata pelajaran PPKN. Siswa tidak tertarik karena tidak suka berpolitik, dan tentang belajar hukum sedangkan siswi karena faktor kognitif berkontribusi yaitu pengetahuan mereka terhadap mata pelajaran PPKN yang di peroleh sewaktu SD. Hal ini di dukung oleh teori Martin Dinella (dalam Santrock, 2007:226).

Dua orang siswa dan siswi (3%) tidak tertarik pada mata pelajaran Kesenian. Satu orang siswa (2%) tidak tertarik pada mata pelajaran Kesenian dan 1 orang siswi (3%) tidak tertarik pada mata pelajaran Kesenian. Karena siswa dan siswi mungkin lebih senang berpraktek kesenian, bukan hanya berupa teori tentang kesenian.

Enam belas orang siswa dan siswi (21%) tidak tertarik pada mata pelajaran Sejarah. Tujuh orang siswa (18%) tidak tertarik pada mata pelajaran Sejarah dan 9 orang siswi (24%) tidak tertarik pada mata pelajaran Sejarah. Siswi tidak tertarik karena belajar Sejarah memerlukan banyak kemampuan berpikir atau menghafal sedangkan siswa tidak tertarik karena banyak mempelajari peristiwa yang sudah lampau berpikir dan menghafal merupakan sesuatu yang tidak menarik.

Satu orang siswa (1%) tidak tertarik pada mata pelajaran Agama dan 1 orang siswi tidak tertarik pada mata pelajaran Agama. Karena pada umumnya siswa kurang menyukai hal-hal yang berkaitan dengan religious dan bayaknya

tugas rumah yang dikerjakan. Sedangkan siswi karena pelajaran ini menuntut kemampuan yang kurang disenangi siswi hal ini di dukung oleh teori Fowler tentang Agama dikalangan remaja (dalam Santrock, 2003: 460).

Enam belas orang siswa dan siswi (21%) tidak tertarik pada mata pelajaran PKK. Delapan orang siswa (20%) tidak tertarik pada mata pelajaran PKK dan 8 orang siswi (21%) tidak tertarik pada mata pelajaran PKK. Siswa dan siswi tidak tertarik mata pelajaran ini karena pelajaran ini, membutuhkan kecekatan dan ketelitian.

Satu orang siswa (1%) tidak tertarik pada (BK). Siswa tidak tertarik BK karena ketika mendapat masalah dia lebih memilih teman untuk menceritakan masalahnya daripada dengan guru BK.

Siswa dan siswi tidak tertarik dengan mata pelajaran Biologi, Karena pada semester awal Biologi hanya untuk diketahui, bukan sesuatu yang menarik, yang menuntut seorang siswa ataupun siswi pandai terhadap mata pelajaran Biologi, membosankan, sulit hal ini didukung oleh hasil penelitian Sarwono (dalam Sarwono, 2007:124).

Empat orang siswa dan siswi (5%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler menggambar. Dua orang siswa (3%) mengikuti kegiatan menggambar dan 2 orang siswi (3%) mengikuti kegiatan menggambar. Siswa dan siswi lebih suka Menggambar dari pada mendengarkan guru yang lagi mengajar menggambar membutuhkan kreatifitas diri, yang membuat siswa-siswi menyenangi kegiatan ini.

Tiga orang siswa dan siswi (4%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler menari. Dua orang siswa (5%) mengikuti kegiatan menari dan 1 orang siswi (2%) mengikuti kegiatan menari. Siswa tertarik karena menggerakkan tubuh untuk berlatih menari dan untuk menyalurkan hobi atau mengembangkan bakat dalam dunia tari begitu juga dengan siswi

Sepuluh orang siswa dan siswi (13%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler menyanyi. Tiga orang siswa (8%) dan 7 orang siswi (17%) mengikuti kegiatan menyanyi. Siswi lebih tertarik karena dengan menyanyi melatih kemampuan suara dan mungkin pula untuk menghilangkan masalah yang menderanya sedangkan siswa tertarik karena dengan menyanyi akan melatih suara agar kedengaran lebih indah.

Dua orang siswi (5%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tae kwondo.

Semua siswa tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tae kwondo dan dua orang siswi (5%) mengikuti kegiatan tae kwondo. Karena siswi ingin memiliki kemampuan untuk belajar membela diri sedangkan siswa tidak mau mengikuti kegiatan ini karena merasa bisa membela diri bila kejahatan itu terjadi.

Sembilan orang siswa dan siswi (11%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tennis meja. Lima orang siswa (13%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tennis meja dan 4 orang siswi (10%) yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler tennis meja. Siswa dan siswi tertarik bermain tennis meja karena olah raga ini membutuhkan kecepatan tangan.

Tiga belas orang siswa dan siswi (17%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sepak bola. Delapan orang siswa (21%) mengikuti kegiatan sepak bola dan 5

orang siswi (12%) mengikuti kegiatan sepak bola. Siswa mengikuti karena sepak bola merupakan olahraga yang menggerakkan semua otot tubuh sedangkan siswi mengikuti olahraga ini karena mungkin mengikuti arah perkembangan masa kini bahwa sepak bola tidak hanya didominasi oleh pria atau siswa tetapi juga diminati oleh wanita.

Tujuh orang siswa dan siswi (9%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler futsal. Lima orang siswa (13%) mengikuti kegiatan futsal dan 2 orang siswi (5%) mengikuti kegiatan futsal. Siswa mengikuti karena senang futsal yaitu menggerakkan semua fisiknya, sedangkan siswi mengikuti karena futsal bukan hanya didominasi oleh siswa tapi juga siswi karena siswa juga bisa bermain futsal.

Sebelas orang siswa dan siswi (14%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler basket. Tujuh orang siswa (18%) mengikuti kegiatan basket dan 4 orang siswi (10%) mengikuti kegiatan basket. Siswa dan siswi mengikuti olah raga basket karena melatih ketrampilan tangan dan memberikan kekuatan pada fisik.

Sepuluh orang siswa dan siswi (13%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler berenang. Satu orang siswa (3% ) mengikuti kegiatan berenang dan 9 orang siswi (23%) mengikuti kegiatan berenang. Siswi mengikuti karena siswi senang dengan olahraga air yang sifatnya menantang sedangkan siswa untuk menyalurkan hobi atau menyalurkan bakatnya di olah raga air yaitu berenang.

Dua orang siswa dan siswi (3%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler bulu tangkis. Satu orang siswa (3%) mengikuti kegiatan bulu tangkis dan 1 orang siswi (3%) mengikuti kegiatan bulu tangkis. Siswa dan siswi mengikuti olahraga bulu

tangkis karena olah raga ini akan menggerakkan seluruh tubuh selain itu olah raga ini termasuk salah satu olah raga yang terkenal di Indonesia.

Tiga orang siswa dan siswi (4%) yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler musik. Tiga orang siswa (8% ) mengikuti kegiatan musik. Siswi tidak mengikuti kegiatan musik. Siswa mengikuti karena melatih kemampuanya untuk bermain musik sedangkan siswi tidak mengikuti karena kurang mendapat dukungan dari keluarga untuk bermain musik. Musik memenuhi beberapa kebutuhan pribadi dan sosial remaja hal ini di dukung oleh teori Christenson dan Robert (dalam Santrock, 2003:318).

Tiga orang siswa dan siswi (4%) yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler paduan suara. 1 orang siswa (3%) mengikuti kegiatan paduan suara dan 2 orang siswi (5%) mengikuti kegiatan paduan suara. Siswi mengikuti karena untuk melatih kemampuan suara agar lebih indah sedangkan siswa untuk menyalurkan hobi.

Satu orang siswi (1%) mengikuti kegiatan ekstrakurikuler membaca. Siswa tidak menyukai kegiatan membaca. Siswi mengikuti karena hobinya untuk membaca dan sedangkan siswa tidak menyukai bahasa apalagi dengan membaca hal ini di dukung oleh teori Coley (dalam Santrock, 2007: 230).

Dua belas orang siswa dan siswa ( 16 %) menggunakan waktu luangnya untuk menonton televisi. Lima orang siswa (13%) menonton televisi dan 7 orang siswi (18%) menggunakan waktu luangnya untuk menonton televisi. Siswi menggunakan waktu luangnya untuk sekedar mengisi waktu disamping bermain ataupun belajar sedangkan siswa menggunakan untuk melihat, menonton flm atau acara TV yang menarik misalnya menonton pertandingan sepak bola. Seiring dengan

perkembanganya, banyak remaja sekarang menghabiskan lebih banyak waktu di depan televisi daripada dengan orang tua mereka maupun di dalam kelas. Radio, kaset, musik rock dan video musik adalah media-media lain yang memiliki pengaruh penting di dalam hidup banyak remaja ( dalam Santrock, 2003:316)

Dua puluh satu orang siswa dan siswi (21%) menggunakan waktu luangnya untuk bermain. Tiga belas orang siswa (34%) menggunakan waktu luangnya untuk bermain dan 8 orang siswi (21%) menggunakan waktu luangnya untuk bermain.

Karena siswa lebih senang bermain dari pada melakukan hal-hal yang bermanfaat sedangkan siswi termasuk siswi yang superior yaitu kegiatan apapun yang dia senangi akan diikutinya.

Enam orang siswi (8%) menggunakan waktu luangnya untuk olah raga renang. Siswa tidak menggunakan waktu luangnya untuk olah raga renang. Siswi suka akan hal-hal yang menantang yaitu berada di air, sedangkan siswa tidak menyukainya karena siswa merasa lelah bila berada di air. Suatu kemungkinan yang

Enam orang siswi (8%) menggunakan waktu luangnya untuk olah raga renang. Siswa tidak menggunakan waktu luangnya untuk olah raga renang. Siswi suka akan hal-hal yang menantang yaitu berada di air, sedangkan siswa tidak menyukainya karena siswa merasa lelah bila berada di air. Suatu kemungkinan yang

Dokumen terkait