• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

F. Pengertian Kekerasaan

Sebelum melakukan penelitian secara mendalam tentang kekerasaan terhadap perempuan dalam rumah tangga khususnya seorang istri dan pembantu rumah tangga, terlebih dahulu perlu dibahas pengertian tentang kekerasaan.

63

Soerjono Soekanto dan Pudji Santono dalam kamus kriminologi mendefenisikan violence (kekerasan; kejahatan dengan kekerasan) yaitu:

“Suatu istilah yang dipergunakan bagi terjadinya cedera mental atau fisik kejahatan dengan kekerasaan sebenarnya merupakan bagian proses kekerasan, yang kadang-kadang diperbolehkan, sehingga jarang disebut sebagai kekerasan. Masyarakat biasanya membuat kategori-kategori tertentu mengenai tingkah laku yang dianggap keras dan yang tidak. Semakin sedikit terjadi kekerasan dalam suatu masyarakat, semakin benar kekhwatiran yang ada apabila kekerasan itu terjadi.”64

Pengertian kekerasan di atas, berarti bahwa kekerasaan secara mental atau fisik ada yang legal dan illegal. Kekerasan legal merupakan kekerasan yang diperbolehkan karena telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan seperti TNI yang menjalankan tugas di medan perang. Sedangkan kekerasan illegal merupakan kekerasan baik secara fisik maupun psikis yang bertentangan dengan peraturan.

Selanjutnya kekerasaan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah perbuatan perorangan atas sekelmpok orang yang menyebebkan cidera atau matinya orang lain.65 Istilah kekerasan digunakan untuk menggambarkan prilaku, baik yang terbuka (overf) atau tertutup (covert) dan baik yang bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (devensive) yang disertai dengan penggunaan kekekuatan kepada orang lain.66

64

Soerjono Soekarto dan Panjdi Santoso, Kamus Kriminolog, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), h. 104.

65

Tim Penyusun Pusat Pembinaan, Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 425.

66

Rita Serena Kalibonso, Kejahatan itu Bernama Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Undang-undang PKDRT menyebutkan bahwa kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan suami terhadap istri/pembantu rumah tangga, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.67

Kekerasaan dalam rumah tangga adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang paling berbahaya. Hal ini lazim pada semua masyarakat. Dalam hubungan kekeluargaan di segala umur, perempuan menderita segala macam penderitaan, termasuk pemukulan, perkosaan, bentuk-bentuk lain dari penyerangan seksual, mental yang dilakukan oleh sikap-sikap tradisional. 68

Neil Alan Weiner, dkk. Berpendapat bahwa kekerasan diartikan sebagai ancaman, usaha atau penggunaan kekuatan fisik yang dilakukan oleh seseorang atau lebih yang menimbulkan luka baik secara fisik maupun non fisik terhadap orang lain.69 Sedangkan Harkristuti Harkrisnowo menyatakan, bahwa kekerasan terhadap wanita atau perempuan adalah segala tindakan seseorang yang menyakiti seorang wanita atau perempuan baik secara fisik maupun psikologis maupun non fisik.70

67

Indonesia, Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,

UU No.23 thn 2004, pasal 1 ayat 1.

68

Rekomendasi Umum no. 19 Tentang Kekerasaan Terhadap Perempuan, Komite PBB

Tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Pasal 16, h.14.

69

Aroma Elmina Martha, Perempuan Kekerasan dan Hukum (Yogyakarta: UII Perss,

2001), h.13-14.

70

Korban KDRT adalah orang yang mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga,71 KDRT bisa dialami siapa saja selagi masih dalam ruang lingkup rumah tangga. Lingkup rumah tangga dalam Undang- Undang ini meliputi:72

1. Suami, istri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri).

2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam angkat 1 karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan).

3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga).

Korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari Negara atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusian.

Namun, kekerasan yang selama ini terjadi di belahan dunia, dapat terjadi terhadap siapa saja, tidak memandang status pendidikan, agama, ras, ekonomi, sosial maupun budaya seseorang, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Kecendrungan kekerasan akan terjadi setiap saat selama manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya baik di rumah, tempat kerja maupun tempat umum. Persoalan kekerasan yang terjadi terhadap manusia, umumnya yang

71

Indonesia, Undang-Undang Tentang Penghapusan….,Pasal 1 Ayat 3.

72

menjadi perhatian masyarakat dunia adalah perempuan karena tidak terlepas dari kodratnya sebagai makhluk yang lemah dan rentan. Adapun pengertian lain dari kekerasan terhadap perempuan menurut Omas Ihromi dkk, “adalah tindakan atau sikap yang dilakukan dnegan tujuan tertentu sehingga dapat merugikan perempuan baik secara fisik maupun psikis”.73

Sedangkan pengelompokan kekerasan terhadap perempuan dapat digolongkan yaitu:

1. Kekerasan dalam area domestik/hubungan intim personal: berbagai bentuk kekerasan yang pelaku dan korbannya memiliki hubungan keluarga/hubungan kedekatan lain, termasuk disini terhadap istri, penganiayaan terhadap pacar, bekas istri, tunangan, anak kandung dan anak tiri, penganiayaan terhadap orang tua, serangan seksual atau pemerkosaan oleh anggota keluarga.

2. Kekerasan dalam area publik: berbagai bentuk kekerasan yangterjadi di luar hubungan personal lain. Dapat dimasukan disini berbagai bentuk kekerasan yang sangat luas cakupanya, baik yang dilakukan di tempat kerja, (dalam semua tempat termasuk untuk kerja-kerja domestic, misalnya baby sitter, pembantu rumah tangga, perawat orang sakit), di tempat umum (bus dan kendaraan umum, di pasar, restoran, tempat-tempat umum lain): di lembaga pendidikan: dalam bentuk publikasi atau produk dan praktik ekonomis yang meluas distribusinya (misalnya pornografi, perdagangan perempuan-perempuan, pelacuran paksa, dll) maupun bentuk-bentuk lain.

3. Kekerasan yang dilakukan oleh/dalam lingkup Negara: kekerasan secara fisik, seksual atau psikologi yang dilakukan, dibenarkan, atau didiamkan atau dibiarkan terjadi oleh Negara dimanapun terjadinya. Dalam bagian ini termasuk pelanggaran-pelanggaran hak asasi perempuan dalam pertentangan antar kelompok, dalam situasi konflik bersenjata, berkait dengan antara lain pembunuhan, perkosaan (sistematis), perbudakan seksual dan kehamilan paksa.74

73

Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto dan Achie Sudiarti Luhulima, (ed), Penghapusan

Diskriminasi Trehadap Wanita (Bandung: Alumni, 2000), h. 267.

74

Achie Sudiarti Luhulima (ed), Pemahaman Bentuk-bentuk Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Alternatif Pemecahanya (Jakarta: Pusat Kajian Wanita dan Jender UI, 2000), h. 13-14.

Dokumen terkait