• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Kajian Teori

2. Pengertian Kesadaran

Kesadaran adalah kesadaran akan perbuatan. Sadar artinya merasa, tau atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), keadaan ingat akan dirinya,

ingat kembali (dari pingsannya), siuman, bangun (dari tidur) ingat, tau dan mengerti. Adapun kesadaran menurut para ahli yaitu:

a. Menurut Sartre kesadaran adalah kekosongan. Alasannya, pertama, karena kesadaran adalah kesadaran diri. Kesadaran bisa melepaskan dirinya dari objek-objek sehingga menyadari bahwa dirinya bukan objek-objek tersebut. Kedua, kesadaran adalah kekosongan karena dunia seluruhnya berada di luar dirinya. Sartre mengungkapkan adanya tiga sifat kesadaran manusia. Pertama, kesadaran bersifat spontan. Artinya, ia dihasilkan bukan dari ego atau kesadaran lain. Ia menghasilkan dirinya sendiri. Kedua, kesadaran bersifat absolut. Artinya, kesadaran tidak menjadi objek bagi sesuatu yang lain. Ketiga, kesadaran bersifat transparan. Artinya, kesadaran mampu menyadari dirinya. Kesadaran diri merupakan eksistensi manusia yang membedakannya dengan eksistensi benda-benda.

b. Menurut Sigmun Freud bahwa kesadaran hanyalah sebagian kecil dari seluruh kehidupan psikis. Psikis diibaratkan fenomena gunung es di tangah lautan luas yang ada dalam alam sadar atau kesadaran, sedangkan yang berada dibawah permukaan air laut dan merupakan bagian terbesar adalah hal-hal yang tidak disadari atau ketidaksadaran. Menurut Freud di dalam ketidaksadaran inilah terdapat kekuatan-kekuatan dasar yang mendorong pribadi.

c. Menurut Maurice Bucke kesadaran diri adalah kesadaran tingkat sedang namun levelnya lebih tinggi dari sederhana kesadaran, perbedaannya adalah

jika sederhana kesadaran tidak mengetahui dan menyadari apa yang dilakukannya, kesadaran diri mengetahui dan menyadari apa yang dilakukannya. Contohnya manusia mengetahui informasi yang berada dilingkungannya dan menyadari apa yang dilakukannya.

3. Hak-Hak Perempuan Pasca Pereraian A. Perngertian Pernikahan

Pernikahan adalah upacarapengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan pernikahan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesuai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.

Pernikahan dalam Islam merupakan fitrah manusia dan merupakan ibadah bagi seorang muslim untuk dapat menyempurnakan iman dan agamanya. Dengan menikah, seseorang telah memikul amanah tanggung jawabnya yang paling besar dalam dirinya terhadap keluarga yang akan ia bimbing dan pelihara menuju jalan kebenaran. Pernikahan memiliki manfaat yang paling besar terhadap kepentingan-kepentingan sosial lainnya.

Kepentingan sosial itu yakni memelihara kelangsungan jenis manusia, melanjutkan keturunan, melancarkan rezeki, menjaga kehormatan,

menjagakeselamatan masyarakat dari segala macam penyakit yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta menjaga ketenteraman jiwa.

Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu membentuk suatu keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Hal ini sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa: "Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."

Sesuai dengan rumusan itu, pernikahan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja tetapi harus kedua-duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin inilah pernikahan merupakan satu perbuatan hukum di samping perbuatan keagamaan. Sebagai perbuatan hukum karena perbuatan itu menimbulkan akibat-akibat hukum baik berupa hak atau kewajiban bagi keduanya, sedangkan sebagai akibat perbuatan keagamaan karena dalam pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan ajaran-ajaran dari masing-masing agama dan kepercayaan yang sejak dahulu sudah memberi aturan-aturan bagaimana perkawinan itu harus dilaksanakan.

Dari segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting sekali terutama untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang

bukansaja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan denganTuhan, tetapi termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang melakukannya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum masyarakatnya.

Agama Islam menggunakan tradisi pernikahan yang sederhana, dengan tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata cara yang sederhana itu tampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: "Pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya." Dari pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan hukum Islam dalam pernikahan. Selain itu disebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang menghendaki demikian. Salah satu tata cara pernikahan adat yang masih kelihatan sampai saat ini adalah pernikahan yang tidak dicatatkan pada pejabat yang berwenang atau disebut nikah siri. Pernikahan ini hanya dilaksanakan di depan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga pernikahan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu.

B. Pengertian Perceraian

Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya, mereka bisa meminta pemerintah untuk dipisahkan. Selama perceraian, pasangan tersebut harus

memutuskan bagaimana membagi harta mereka yang diperoleh selama pernikahan seperti rumah, mobil, perabotan dan kontrak. Dan bagaimana mereka menemukan biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka.Banyak negara yang memiliki hukum dan aturan tentang perceraian, dan pasangan itu dapat menyelesaikan kepengadilan.

Seperti dikutip dalam buku pengantar antropologi hukum yang ditulis oleh prof. H. Hilman Hadikusumah, S.H. 2004

“Jika terjadi perselisihan di dalam rumah tangga, maka pihak yang merasa diperlakukan secara kasar, atau merasa dirugikan, dapat mengadukan masalahnya kepada anggota kerabat yang terpandang misalnya yang mempunyai kedudukan tinggi, seperti kepala perkampungan atau pemegang jabatan lain, untuk dapat menyelesaikan perselisihan mereka dengan baik.”

Didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak diatur mengenai pengertian perceraian tetapi hal-hal mengenai perceraian telah diatur dalam pasal 113 sampai dengan pasal 148 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dengan melihat isi pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa prosedur bercerai tidak mudah, karena harus memiliki alasan yang kuat dan alasan-alasan tersebut harus benar-benar menurut hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam(KHI) yang isinya sebagai berikut :"Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak."

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 115 seperti yang termaktub diatas maka yang dimaksud dengan perceraian perspektif

Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah proses pengucapan ikrar talak yang harus dilakukan didepan persidangan dan disaksikan oleh para hakim Pengadilan Agama.Apabila pengucapan ikrar talak itu dilakukan diluar persidangan, maka talak tersebut merupakan talak liar yang dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

1) Hukum bercerai

Talak meskipun secara umum diperbolehkan, namun hukum talak itu tidak tetap pada satu hukum saja, melainkan ada lima kemungkinan hukumnya, yaitu:

a. Wajib, adalah perceraian yang diajukan oleh dua penengah dari masing–

masing pihak setelah sebelumnya kedua bela pihak berselisihdan meminta ditengahi oleh perwakilan keluarganya, apabila kedua perwakilan tersebut sudah menetapkan agar suami istri itu bercerai maka perceraian pun menjadi wajib hukumnya.

b. Makruh, adalah perceraian yang tidak perlu dan tanpa alasan. Maka hukum perceraian seperti itu tidak diperbolehkan.

c. Mubah, adalah ketika cerai memang diperlukan akibat perbuatan istri yang tidak dapat menjaga perilakunya atau tidak dapat melayani suaminya dengan baik, ataupun tidak terpenuhinya maksud–maksud lainnya dari pernikahan itu sendiri. Sunnah nabi s.a.w pun menunjukkan kebolehan talak. Jadi, talak itu hukumnya mubah bagi setiap suami yang berkewajiban mahar, dan bagi siapa saja yang istrinya tidak terlepas dari kebaikan dan keburukan dalam satu keadaan.

d. Dianjurkan, adalah ketika istri sudah tidak dapat dinasehati lagi dan diajak untuk memenuhi hak Allah, misalnya tidak mau mengerjakan shalat atau semacamnya.

e. Terlarang, adalah kata cerai yang diucapkan oleh suami pada saat istrinya sedang haid, atau pada masa bersih namun diantara masa tersebut masih terjadi hubungan badan diantara keduanya. (Maryono. 2013:207).

2) Penyebab perceraian

Faktor penyebab perceraian antara lain adalah sebagai berikut:

a. Ketidakharmonisan dalam rumah tangga

Alasan tersebut diatas adalah alasan yang paling kerap dikemukakan oleh pasangan suami – istri yang akan bercerai. Ketidakharmonisan bisa disebabkan oleh berbagai hal antara lain, krisis keuangan, krisis akhlak, dan adanya orang ketiga. Dengan kata lain, istilah keharmonisan adalah terlalu umum sehingga memerlukan perincian yang lebih mendetail..

b. Krisis moral dan akhlak

Selain ketidakharmonisan dalam rumah tangga, perceraian juga sering memperoleh landasan berupa krisis moral dan akhlak, yang dapat dilalaikannya tanggung jawab baik oleh suami maupun istri, poligami yang tidak sehat, penganiayaan, pelecehan dan keburukan perilaku lainnya yang dilakukan oleh suami maupun istri, missal mabuk, berzina, terlibat tidak kriminal, bahkan utang piutang.

c. Perzinaan

Disamping itu, masalah lain yang dapat mengakibatkan terjadi perceraian adalah perzinaan, yaitu hubungan seksual diluar nikah yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.

d. Pernikahan tanpa cinta

Alasan lainnya yang kerap dikemukakan oleh suami dan istri, untuk mengakhiri sebuah pernikahan adalah bahwa pernikahan mereka telah berlangsung tanpa dilandasi adanya cinta.Untuk mengatasi kesulitan akibat sebuah pernikahan tanpa cinta, pasangan harus merefleksi diri untuk memahami masalah sebenarnya, juga harus berupaya untuk mencoba menciptakan kerjasama dalam menghasilkan keputusan yang terbaik.

e. Adanya masalah – masalah dalam pernikahan

Dalam sebuah pernikahan pasti tidak akan lepas dari yang namanya masalah. Masalah dalam pernikahan itu merupakan suatu hal yang biasa, tapi percekcokan yang berlarut-larut dan tidak dapat lagi didamaikan secara otomatis akan disusul dengan pisah ranjang seperti adanya perselingkuhan antara suami istri.

3) Syarat – syarat perceraian

Syarat – syarat termaktub dalam pasal 39 Undang-Undang pernikahan terdiri dari 3 ayat, yaitu:

a. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.

b. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan hidup rukun sebagai suami istri.

c. Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan perundangan tersendiri.

Putusan perceraian harus didaftarkan pada pegawai pencatatan sipil ditempat pernikahan itu telah dilangsungkan.Mengenai pernikahan yang dilangsungkan diluar negeri, pendaftaran itu harus dilakukan pada pegawai pencatatan sipil dijakarta.Pendaftaran harus dilakukan dalam waktu enam bulan setelah hari tanggal putusan hakim.Jikalau pendaftaran dalam waktu yang ditentukan oleh Undang – Undang dilalaikan, putusan perceraian kehilangan kekuatannya, yang berarti, menurut Undang – Undang pernikahan masih tetap berlangsung.

4) Bentuk – bentuk perceraian

Bentuk – bentuk perceraian yang mengakibatkan putusnya pernikahan yang diatur dalam hukum islam, yang dapat menjadi alasan – alasan hukum perceraiannya dan bermuara pada cerai talak dan cerai gugat yang telah diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan PP No. 7 Tahun 1975, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Talak

Secara harfiyah, talak berarti lepas dan bebas.Dihubungkan kata talak dalam arti kata ini dengan putusnya pernikahan, karena antara suami dan istrisudah lepas hubungannya atau masing – masing sudah bebas. Dalam mengemukakan arti talak secara terminologis, ulama mengemukakan

rumusan yang berbeda, namun esensinya sama, yakni melepaskan pernikahan dengan menggunakan lafaz talak dan sejenisnya.

Abdul Ghofur Anshori menjelaskan bahwa dalam hukum islam hak talak ini hanya diberikan kepada suami (laki-laki) dengan pertimbangan, bahwa pada umumnya suami lebih mengutamakan pemikiran dalamm empertimbangkan sesuatu dari pada istri (wanita) yang biasanya bertindak atas dasar emosi. Hal ini dimaksudkan agar terjadinya perceraian lebih dapat diminimalisasi daripada jika hak talak diberikan kepada istri.

b. Syiqaq

Konflik antara suami istri itu ada beberapa sebab dan macamnya.

Sebelum koflik membuat suami mengalami keputusan berpisah yang berupa thalaq, maka konflik – konflik tersebut antara lain adalah syiqaq.Jalan yang paling baik untuk menyelesaikan konflik antara suami dan istri adalah musyawarah oleh keluarga besarnya, karena merekalah yang paling berkepentingan terhadap kebaikan seluruh keluarga besar.Jika jalan terang ini tidak dilalui, maka dapat mengakibatkan kerusakan, permusuhan, dan kebencian yang melanda banyak rumah tangga lalu menghacurkan akhlak dan adab, serta keharmonisan keluarga, kerabat dan masyarakat itu sendiri.

c. Khulu‟

Penggunaan kata khulu‟ untuk putusnya pernikahan, karena istri sebagai pakaian bagi suaminya berusaha menanggalkan pakaiannya itu dari suaminya.Dalam arti istilah hukum dalam beberapa kitab fikih khulu‟

diartikan dengan putus pernikahan dengan menggunakan uang tebusan,

menggunakan ucapan talak atau khulu‟.Khulu‟ itu merupakan satu bentuk dari putusnya pernikahan itu, namun beda dengan bentuk lain dari putusnya pernikahan itu, dalam khulu‟ terdapat uang tebusan, atau ganti rugi atau

„iwadh.

d. Fasakh

Secara epistomologi, fasakh berarti membatalkan.Apabila dihubungkan dengan pernikahanfasakh berarti membatalkan pernikahan atau merusakkan pernikahan.Kemudian, secara terminologys fasakh bermakna pembatalan ikatan pernikahan oleh Pengadilan Agama atau berdasarkan tuntutan istri atau suami yang dapat dibenarkan Pengadilan Agama atau karena pernikahan yang telah terlanjur menyalahi hukum pernikahan.

Hukum pelaksanaan fasakh pada dasarnya adalah mubah atau boleh, yakni tidak disuruh dan tidak pula dilarang.Namun, bila melihat kepada keadaan dan bentuk tertentu, hukumnya bisa bergeser menjadi wajib, misalnya kelas dikemudian hari ditemukan adanya rukun dan syarat yang tidak dipenuhi oleh suami dan istri.

e. Fahisah

Fahisah menurut Alquran Surah An-Nisa‟ (4); 15 ialah perempuan yang melakukan perbuatan keji atau perbuatan buruk yang memalukan keluarga seperti perbuatan mesum, homo seksual, lesbian dan sejenisnya.Apabila terjadi peristiwa yang demikian itu, maka suami dapat bertindak mendatangkan 4 (empat) orang saksi laki-laki yang adil yang

memberikan kesaksian tentang perbuatan itu, apabila terbukti benar, maka kurunglah wanita itu dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya.

f. Ta‟lik Talak

Pada prinsipnya ta‟lik talak, menurut penjelasan sudarsono adalah suatu penggantungan terjadinya jatuhnya talak terhadap peristiwa tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya antara suami dan istri.Dalam kenyataan, hubungan suami istri menjadi putus berdasarkan ta‟lik talak dengan beberapa syarat, yaitu pertama, berkenaan dengan adanya peristiwa dimana digantungkan talak berupa terjadinya sesuatu seperti yang diperjanjikan. Misalnya: pernyaatan suami jika ia meninggalkan istri selama 6 bulan dengan tiada kabar dan tidak mengirim nafkah lahir batin atau suami berjanji bahwa ia tidak akan memukul istri lagi. Kedua, menyangkut ketidakrelaan istri.Apabila suami tenyata tetap melakukan pemukulan kepada istri, maka istri tidak rela.Ketiga, apabila istri sudah tidak rela, maka ia boleh menghadap pejabat yang berwenang menangani masalah ini, yang dalam hal ini Kantor Urusan Agama. Keempat, istri membayar „iwadl melalui pejabat yang berwenang sebagai pernyataan tidak senang terhadap sikap yang dilakukan suami terhadapnya.

g. Ila‟

Ila‟ berasal dari bahasa Arab, yang secara berarti kata berarti “tidak mau melakukan sesuatu dengan cara bersumpah” atau “sumpah”. Dalam artian definitif terdapat beberapa rumusan yang hampir atau berdekatan maksudnya. Definisi yang disepakati untuk mengartikan ila‟ adalah

sebagaimana yang terdapat dalam syarh minhaj Thalibin karya Jalal al-Dien al-Mahally (IV:8), yang berarti “sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya”.

h. Zhihar

Zhihar adalah prosedur talak, yang hampir sama dengan ila‟. Arti zhihar ialah seorang suami yang bersumpah bahwa istrinya itu baginya sama dengan punggung istrinya. Ibarat seperti ini erat kaitannya dengan kebiasaan masyarakat Arab, apabila masyarakat Arab marah, maka ibarat/penymaan tadi sering terucap. Apabila ini terjadi berarti suami tidak akan menggauli istrinya.

i. Li‟an

Pernikahan dapat putus karena li‟an.Li‟an diambil dari kata la‟n (melaknat), karena pada sumpah kelima, suami berkata bahwa ia menerima laknat Allah bila ia termaksuk orang-orang yang berdusta. Perkara ini disebut li‟an,itli‟an (melaknat diri sendiri) dan mula‟anah(saling melaknat). Li‟an diambil dari firman Allah: “Dan (sumpah) yang kelima, bahwa lanat Allah atasnya, jika ia termaksuk orang-orang yang berdusta”.

j. Murtad (Riddah)

Syaik Hasan Ayyub menjelaskan apabila salah seorang suami istri murtad sebelum terjadi persetubuhan, maka nikah terkena fasakh menurut pendapat mayoritas ulama.Dituturkan dari Abu Daud bahwa pernikahan tidak terkena fasakh sebab kemurtadan, karena menurut ketentuan dasar nikahnya tetap sah.Apabila kemurtadan terjadi setelah persetubuhan, maka dalam hal

ini ada dua pendapat.Satu mengatakan pendapat bahwa sertamerta terjadi perpisahan.Ini adalah pendapat Abu Hanifah, Malik dan Ahmad.

Pendapat lain mengatakan bahwa perpisahan ditunda hingga berakhirnya iddah. Apabila yang murtad itu kembali masuk islam sebelum iddah berakhir, maka suami istri tetap dalam hubungan pernikahan. Apabila ia tidak masuk islam sampai akhir iddah berakhir, maka terjadi perpisahan sejak hari ia murtad. Ini adalah mahzab syafi‟i, riwayat kedua dari Ahmad dan Daud Azh Zhahiri berdasarkan ketentuan diatas mengenai kemurtadan sebelum terjadinya persetubuhan.

5) Bentuk cerai dalam hukum positif a. Cerai talak (cerai)

Seorang suamiyang diberi hak mutlak mentalak istrinya. Hak talak diberikan kepada suami merupakan ketentuan dari Al-Qur‟an, sejalan dengan hal tersebut peraturan perundang-undangan tentang pernikahan di Indonesia juga memberikan hak mutlah kepada suami untuk mentalak istrinya tetapi dengan ketentuan yang berlaku

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam lebih tegas lagi menyebutkan bahwa bila mana pernikahan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan kepada bekas istrinya:

(1) Mut‟ah yang layak berupa uang atau barang

(2) Nafkah iddah yang meliputi nafkah tempat tinggal (maskan) dan perlengakapan hidup (kiswah).

(3) Melunasi mahar yang belum lunas terbayar.

(4) Biaya hadhanah biaya pemeliharaan untuk anak-anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun.

b. Cerai Gugat

Cerai gugat yaitu seorang istri menggugat suaminyauntuk bercerai melalui pengadilan, yang kemudian pihak pengadilan mengabulkan gugatan yang di maksud sehingga putus hubungan penggunggat (istri) dengan tergugat (suami) pernikahan (Ali, 2006:77). Dalam peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang merupakan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang pernikahan,dalam hal teknis yang menyangkut kompetensi wilayah Pengadilan seperti dalam cerai talak mengalami perubahan.

C. Pengertian hak – hak individu dan hak – hak perempuan

Secara umum, pengertian hak adalah segala sesuatu yang mutlak menjadi milik seseorang dimana penggunaanya tergantung kepada orang tersebut dengan rasa tanggung jawab.Pendapat lain mengatakan bahwa arti hak adalah segala sesuatu yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia, bahkan sejak manusia tersebut masih didalam kandungan. Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang harusnya diterima atau dilakukan oleh suatu pihak dan secara prinsip tidak dapat dituntut secara paksa oleh pihak lain.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pengertian hak adalah sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, dan kekuasaan seseorang untuk berbuat sesuatu karena telah diatur oleh Undang–undang atau peraturan.

Penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi hak adalah sesuatu

yang mutlak menjadi milik kita penggunaan hak tersebut tergantung kepada diri kita sendiri. Adapun hak menurut para ahli yaitu :

1. Pengertian Hak Menurut Menurut Srijanti Hak merupakan unsur normatif yang berfungsi pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan, serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. (Srijanti,2007:121)

2. Pengertian Hak Menurut Prof. Dr. Notonegoro Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat dilakukan oleh pihat lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya.

(Prof. Dr. Notonegoro, 2010:30)

Hak-hak perempuan terdiri dari beberapa jenis yaitu : a. Hak–hak utama perempuan

Perempuan sering kali termarjinalkan oleh konsepsi sosial budaya di masyarakat yang cenderung patriarkis tanpa melihat hak. Perlakuan diskriminatif kerap kali diterima perempuan Indonesia, baik dalam kehidupan sosial maupun dunia professional. Adapun 5 hak–hak perempuan yaitu:

1) Hak dalam ketenagakerjaan

Setiap perempuan berhak untuk memiliki kesempatan kerja yang sama dengan laki-laki. Hak ini meliputi kesempatan yang sama dari proses seleksi, fasilitas kerja, tunjangan, dan hingga hak untuk menerima upah

yang setara. Selain itu, perempuan berhak untuk mendapatkan masa cuti yang dibayar, termasuk saat cuti melahirkan.Perempuan tidak bisa diberhentikan oleh pihak pemberi tenaga kerja dengan alasan kehamilan maupun status pernikahan.

2) Hak dalam bidang kesehatan

Perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan bebas dari kematian pada saat melahirkan, dan hak tersebut harus diupayakan oleh Negara.Negara juga menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan KB, kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan.

Perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan bebas dari kematian pada saat melahirkan, dan hak tersebut harus diupayakan oleh Negara.Negara juga menjamin diperolehnya pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan KB, kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan.

Dokumen terkait