• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III.............................................................................................................. 43

D. Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan secara langsung dari informan dengan menggunakan teknik wawancara (interview guide) dan pengamatan (observasi), sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari kajian bahan pustaka berupa buku – buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen pada instansi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti dengan menggunakan teknik dokumentasi. Secara jelas sumber data sebagai berikut:

1. Data primer

Dalam penelitian ini, data diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada penggugat.

NO NAMA UMUR PEKERJAAN

1 SMR 40 tahun Guru PAUD

2 IS 30 tahun Pedangang

3 ANS 45 tahun Petani

4 SM 38 tahun Pedagang

Tabel 2.1 tabel data informan

2. Data sekunder

Data ini diperoleh melalui telaah dokumen yang ada kaitannya dengan penelitian, data ini dapat melalui buku-buku hukum, bukan kepustakaan, peraturan perundang-undangan dan lain-lain.

E. Instrumen penelitian

Menurut sugiyono (2017:222) penelitian kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan focus penelitian, memilih informan sebagai sumber data serta pengumpulan data, melalui kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan temuan. Adapun instrument dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan wawancara, proses wawancara, dan evaluasi wawancara, termasuk permasalahan yang kerap muncul pada penelitian.

2. Lembar observasi

Pedoman terperinci yang berisi langkah – langkah melakukan observasi mulai dari merumuskan masalah, kerangka teori untuk menjabarkan perilaku yang akan diobservasi, prosedur dan tekhnik perekaman, kriteria analisis hingga interpretasi.

3. Alat dan bahan Dokumentasi

Alat dan bahan yang digunakan adalah:

- Buku - pulpen - heandphone - laptop

F. Teknik pengumpulan data

Dalam proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dirancang dan disusun oleh peneliti sendiri agar tersusun secara baik dan sisitematis agar penelitian menghasilkan data yang valid/sahih. Mangacu pada urgensi pengkajian yang dikembangkan dalam peneliti ini, maka digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Wawancara

Teknik wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan Tanya jawab dengan pelaku perceraian atau key informan (informan kunci/utama). Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh data langsung dari para pelaku perceraian yang didukung oleh beberapa informan tambahan yaitu staf kantor Pengadilan Agama.

2. Teknik observasi

Teknik observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara langsung pada wilayah yang merupakan lokasi penelitian, pada lokasi tersebut peneliti mengamati berbagai hal yang berhubungan dengan perceraian. Hal yang paling penting dalam observasi ini adalah mengamati pelaku perceraian,agar di dapatkan data yang valid tentang latar belakang serta akibat yang akan timbul dengan adanya perceraian serta bagaimana solusi yang ditawarkan dalam meminimalisir perceraian tersebut agar tidak berdampak negative pada warga lain.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan rekaman kejadian masa lalu yang harus difulis atau dicetak, dapat berupa catatan, suara, buku harian, dan dokumen-dokumen.Pada kesempatan ini peneliti menelusuri berbagai data yang ada pada Pengadilan Agama.Selain itu, proses dokumentasi ini sengaja peneliti adakan untuk memperkuat hasil penelitian ini, dengan menghadirkan gambar selama peneliti melaksanakan penelitian.

G. Teknik analisis data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah tektik deksriptif kualitatif, dimana seluruh data yang diperoleh dari observasi, wawancara, maupun dokumentasi. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data

Semua data yang diperoleh tentang yang terjadi dalam kehidupan terhadap perceraian dikumpulkan dan dicatat secara objektif kemudian diperiksa, diatur, kemudian diurutkan secara sistematis.Penulis mengumpulkan data baik dari observasi yang dilakukan dan wawancara dengan beberapa informan tersebut dikumpulkan, serta diperkuat dengan adanya kumpulan dokumentasi dijadikan satu sehingga memudahkan peneliti dalam penyajian data.

2. Reduksi data

Proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan dan infomasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan pada

lokasi penelitian di Kabupaten Kolaka. Setelah peneliti mengumpulkan data, makan peneliti akan melakukan pemilihan data yang mana cocok dengan fokus penelian yang akan diteliti yang akan diteliti melalui penyederhanaan sehingga memudahkan peneliti dalam penyajian data.

3. Penyajian data

Dilakukan dengan mendeksripsikan informasi secara teratur dan sistematis yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat. Setelah peneliti meredukdi data maka peneliti akan mendeksripsikan hasil penelitian baik dalam observasi, wawancara, maupun dokumentasi umtuk memudahkan dalam penarikan kesimpulan pada hasil penelitian.

4. Verifikasi

Upaya mendapatkan kepastian akan keabsahan dari data yang telah diperoleh, dengan memperhatikan kejelasan dari setiap sumber data yang ada dengan demikian maka peneliti dapat menarik kesimpulan berdasarkan data dari keseluruhan proses yang telah dilaksanakan. Setelah peneliti menyajikan data engan mendeksrisikan hasil dari peneliti maka peneliti akan menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang ditemukan dilapangan.

49 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deksripsi Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah di Pengadilan Agama Kolaka yang berada dalam Wilayah Kabupaten Kolaka. Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai profil Pengadilan Agama Kolaka, Visi, Misi Pengadilan Agama Kolaka, tugas pokok dan fungsi Pengadilan agama Kolaka, struktur yang ada di Pengadilan Agama Kolaka.

1. Profil Pengadilan Agama Kolaka

Pengadilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman. Sebagai bagian dari lembaga yudikatif, Pengadilan Agama bertugas melayani masyarakat pencari keadilan bagi yang beragama islam, dan juga yang tidak beragama islam, tetapi menundukkan diri pada hukum islam. Dasar kewenangan Pengadilan Agama diatur dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang diubah dengan Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang – Undang Nomor 50 Tahun 2009.

Pengadilan Agama Kolaka berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 1966 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah. Keputusan Menteri Agama tersebut merupakan tindak lanjut Keputusan Presiden Nomor 45 Tahun 1957tentang Pembentukan Pengadilan Agama diluar Jawa dan Madura dan sebagian Kalimantan Selatan.

Pengadilan Agama Kolaka terbentuk pada Tahun 1971 dengan berkantor sementara (menumpang) di Gedung Departeman Kolaka (sekarang Kementrian Agama) Kabupaten Kolakaselama lebih kurang 1 (satu) tahun.

Kemudian pindah dari rumah ke rumah penduduk selama 6 (enam) kali hingga tahun 1979. Di tahun 1979 tersebut Pengadilan Agama Kolaka menempati kantor (baru) dengan berstatus “Balai Sidang” dan diresmikan oleh K.H. Saleh Taha, yang ketika itu beliau menjabat Ketua Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Ujung Pandang yang sekarang populer dengan PTA Makassar.

Berjalannya waktu, untuk maksimalnya pelayanan kepada masyarakat, gedung kantor Pengadilan Agama Kolakadi bangun diatas tanah seluas 396 meter persegi, dengan luas gedung kantor 360 meter persegi yang terletak di Jalan pemuda No. 132, Kecamatan Kolaka, Kabupaten Kolaka. Kemudian, sejak berdirinya kantor baru, saat ini kantor (lama) tersebut telah beralih fungsi menjadi Mess Pengadilan Agama Kolaka, sesuai keputusan Kepala Badan Urusan Administrasi (BUA) Mahkamah Agung RI Nomor 20/BUA/SK/II/2012, tanggal 27 Februari 2012.

Sekarang kantor Pengadilan Agama Kolaka (baru) telah digunakan.

Alamatnya berada di jalan Pemuda No. 346, Kelurahan Balandete, Kecamatan Kolaka, Kabupaten Kolaka. Kantor Pengadilan Agama Kolaka berlantai dua sesuai prototype Mahkamah Agama tersebut di bangun di atas tanah seluas 4.000 meter persegi, dengan luas gedung kantor 3.000 meter persegi.

2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Kolaka Visi Pengadilan Agama Kolaka adalah:

“Mendukung terwujudnya badan Peradilan yang Agung pada Pengadilan Agama Kolaka”

Pengadilan Agama Kolaka mengemban Misi:

a. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem Pengadilan Agama Kolaka

b. Mewujudkan pelayanan prima bagi masyarakat pencari keadilan di Pengadilan Agama Kolaka

c. Meningkatkan akses masyarakat terhadap keadilan di Pengadilan Agama Kolaka

3. Nama – Nama Dan Jabatan Pegawai Pengadilan Agama Kolaka Sesuai dengan ketentuan Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2004 tetang Kekuasaan Kehakiman pasal 2 dan pasa l13 ayat(1) dan keputusan Presiden RI Nomor 21 tahun 2004 tentang pengalihan organisasi, Adminstrasi dan Finansial di Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan tata Usaha Negara dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung RI, maka penyelenggaraan organisasi yustisial dan non yustisial berada di bawah Kekuasaan Mahkamah Agung RI, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan. Adapun struktur Pengadilan Agama Kolaka terdiri dari:

Adapun struktur Pengadilan Agama Kolaka dan nama-nama keanggotaan terdiri dari:

a) Ketua : Muhammad Surur, S.Ag b) Wakil Ketua : Ilman hasjim, S.H.I., M.H c) Hakim : 1. Hanawati, S. HI

: 2. Kamarlah Sunusi, S.H., M.H.

: 3. Nur Fadhil, S. HI

: 4. Muh. Nasharuddin Chamanda, S. HI d) Panitera : Abdul Rahman, S. Ag

e) Sekretaris : Maemunah R, S.HI f) Bendahara : Farida Ridwan

g) Panitera Muda hukum : Abd. Rahman SH h) Panitera Muda permohonan : Ilmiyawanti, SH i) Panitera Muda Gugatan : Burhan, SH

j) Subbag Umum & Keungan : Triana Novyanti, S.Kom k) Subbag Kepegawaian : Yunarni, S.Kom

l) Subbag Prencanaan, IT & Pelaporan : Suharman Samudra, SH m) Panitera Pengganti : Abdillah Sukarkio, SH

n) Jurusita Pengganti : 1. Muh. Jasman As‟ad, Amd. Kom : 2. Farida Ridwan

B. Hasil Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang tidak terungkap melalui wawancara di lengkapi dengan data hasil observasi langsung untuk memperkuat subtansi data hasil wawancara, dan observasi maka dilakukanlah dokumen dan arsip yang ada.

1. Kesadaran perempuan terkait hak-haknya pasca perceraian di Pengadilan Agama Kolaka

Laki – laki menurut kadar akal dan tabiatnya juga bersifat lebih sabar dalam menghadapi peringai istrinya dan tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, berbeda dengan perempuan yang biasanya lebih cepat marah, kurang petimbangan dan buru-buru dalam memutuskan ikatan pernikahan disebabkan hal-hal yang sangat remeh atau hal-hal lain yang tidak yang tidak merupakan alasan yang benar, jika dia di beri hak talak.

Ibu SMR, berpendapat bahwasanya saya sadar akan hak saya dalam mengambil keputusan. Saya meninggalkan suami saya karena saya sudah tidak bisa lagi hidup dngan suami yang sering pulang malam dan sering mabuk-mabukan. Ibu SMR beranggapan:

“cerai merupakan solusi untuk menyelesaikan permasalahan atau konflik bekepanjangan yang terjadi di dalam keluarganya. Bila masalah yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang tidak bisa diselesaikan juga, maka perceraian merupakan solusi untuk menyelesaikannya”.

Ibu SM, beliau berpendapat zaman sekarang perempuan dapat menerima perceraian karena sudah umum terjadi dan menyatakan hal itu biasa saja.

Ibu IS, beliau berbendapat bahwasanya perempuan dalam hal percerairan sangat penting karena juga memiliki hak setelah bercerai seperti harta bersama yang telah didapatkan setelah menikah yang akan dimasukkan kedalam harta gono-gini jiak setelah bercerai. Harta itu kemudian dibagi menurut persetujuan dari hakim sidang dalam putusan tersebut:

“harta bersama atau gono-gini diatur secara seimbang salam artian, suami atau istri menguasai harta secara bersama-sama, masing-masing pihak bertindak atas harta tersebut dengan persetujuan pihak lain”.

Ibu ANS, beliau berpendapat bahwasanya untuk apa bersama jika suami tidak mempunyai tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga dalam hal apapun. Beliau beranggapan bahwa:

“Apabila istri tidak tahan lagi menanggung derita karena suaminya, maka istri diperbolehkan mengajukan gugatan cerai kepada suaminya. karena pada saat itu suami saya tidak memberikan nafkah selama kurang lebih 5 tahun, dan saya harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak-anak saya”.

Jika kita melihat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pada saat ini, bahwasanya laki – laki tidak selamanya dan semuanya mempunyai kemampuan sebagai pemimpin bagi perempuan (keluarga). Dalam hal ini, banyak sekali fenomena atau kejadian perempuan (istri) menjadi kepala

rumah tangga karena suaminya tidak mampu, dan dalam keadaan tertentu itulah perempuan dapat mengambil alih peran laki-laki dalam bidang apapun khususnya ekonomi.

Ibu ANS, beliau berpendapat bahwa seorang istri juga harus tau bahwa ada hak yang perempuan harus dapatkan pasca pereraian. Bukan hanya harta bersama yang harus didapatkan tapi juga hak anak. .

Ibu SMR, beliau berpendapat bahwasanya perceraian itu merupakan hal yang di benci oleh Allah Swt, karena masing-masing pasangan berkewajiban untuk menjaga kelanggengan dan memelihara prinsip-prinsip pernikahan, diantaranya yaitu:

a. Prinsip sakinah mawaddah wa rohmah (cinta kasih sayang) b. Prinsip saling melengkapi dan melindungi

c. Prinsip memperlakukan pasangan dengan baik.

Tetapi jika prinsip tersebut sudah tidak dijalankan maka salah satu dari pasangan boleh bercerai.

Ibu SM, beliau berpendapat bahwasanya kedudukan perempuan adalah sama dengan laki-laki dalam hal perceraian. Keduanya sama-sama mempunyai hak dalam memutuskan pernikahan, karena perceraian secara sepihak tidak akan jatuh dan harus diucapkan dimuka pengadilan.

Ibu IS, beliau berpendapat bahwasanya tidak sdikit juga kami para wanita meminta cerai karena kami telah mendapati suami kami bersama orang lain diluar sana, suami kami tidak memikirkan perasaan kami dan anak..

Ibu SM, beliau berpendapat bahwa nafkah iddah adalah nafkah yang kami dapatkan setelah bercerai dan itu adalah tanggungan suami sebelum putusan di Pengadilan.

Banyaknya perempuan yang bekerja membuat mereka kini tidak lagi bergantung kepada laki – laki. Apalagi jika suami sebagai kepala keluarga tidak bertanggung jawab dan tidak memikirkan kebutuhan istri dan anaknya, serta istri merasa mampu untuk hidup sendiri, maka istri cenderung memilih untuk berpisah dengan suaminya. Perempuan sekarang berani hidup sendiri, berbeda dengan dulu ketika perempuan lebih banyak bergantung kepada laki-laki. Berdasarkan hasil wawancara, pada saat ini terjadi perubahan situasi karena biasanya suami yang menggugat istri, tetapi sekarang sebaliknya istri yang menggugat suami. Hal ini menimbulkan penafsiran, bahwa pihak perempuan telah mempunyai kesadaran cukup tinggi dalam menuntut haknya kepada suami.

Ibu SM, beliau berpendapat bahwa dalam masa pacaran dan masa menikah akan sangat berbeda seperti halnya suami saya pada saat pacaran beliau orangnya sangat sopan dan rajin ibadah tetapi, pada saat menikah awal-awal masa pernikahan suami saya memperlakukan saya seperti ratu, jelang 3 tahun pernikahan semua sifat aslinya keluar, dia sering mabuk-mabukan dan memukul saya.

Ibu SMR, beliau beranggapan bahwa:

“pentingnya kita tau dulu sifat suami kita seperti apa sebelum menikah”.

Ibu ANS, beliau berpendapat jika dalam pernikahan sang istri yang sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan suami dan ingin segera untuk berpisah maka, perempuan bisa mengajukan cerai ke Pengadilan Agama dengan alasan-alasan yang dibenarkan.

Ibu SM, pendapat bahwa kita sebagai perempuan atau istri harus tau dalam hal apa saja kita harus bertindak karena tidak semua laki-laki atau suami tau akan haknya dalam berumah tangga.

Ibu IS berpendapat bahwa, jika suami mulai bertingkah dan tidak sadar lagi akan haknya sebagai suami, perempuan boleh meminta cerai kepada suaminya dengan alasan-alasan:

a. Sikap suami yang mendzalimi istri

b. Seorang suami yang tidak menjalankan kewajiban agamanya c. Seorang suami yang tidak menjalankan hak atau pun kewajibannya

terhadap istri

d. Seorang suami yang tidak mampu menggauli istrinya dengan baik e. Suami hilang tanpa kabar.

2. Implementasi hak-hak perempuan pasca perceraian di Pengadilan Kolaka

Implementasi hak-hak perempuan pasca perceraian di Pengadilan Agama Kolaka mulai terealisasi. Seperti hasil wawancara penulis dengan ibu SMR yang berpendapat:

“Iya, hak-hak yang sudah pasti yaitu hak asuh anak karena anak yang masih kecil akan jatuh ketangan ibunya, berhubung anak saya 2 dan

semuanya masih kecil jadi saya yang mengurusnya tetapi tetap bapaknya sendiri yang memberikan biaya sekolah dan kebutuhan lainnya”

Perceraian selama ini seringkali menyisakan problem-problem, terutama persoalan hak-hak anak yang mencakup seluruh hak yang melekat pada anak yaitu hak memperoleh pendidikan, kesehatan, biaya pemeliharaan dan lain sebagainya. Sehingga pemenuhan hak-hak anak masih terdapat sebagian besar orang tua belum memenuhi hak-hak anak pasca perceraiannya. Akibat perceraian terkadang hak-hak anak ada yang dikesampingkan, terutama yang berkaitan dengan hak-hak pokok anak yaitu biaya pemeliharaan, pendidikan, tempat tinggal dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Terlebih lagi ketika orang tuanya sudah memiliki keluarga baru sehingga memungkinkan berkurangnya waktu untuk memenuhi hak-hak anaknya. Meskipun orang tua sudah tidak lagi dalam satu keluarga akan tetapi persoalan hak-hak anak tetap menjadi tanggung jawab orang tua dan tidak boleh dialihkan kepada orang lain selain kedua orang tuanya.

Senada dengan itu ibu IS berpendapat bahwa:

“Iya, saya mengetahui beberapa hak perempuan pasca perceraian atau setelah bercerai karena saya diberi penjelasan dari pihak pengadilan melalui sosialisasi dalam pengadilan”

Ada sebagian orang tua cenderung melalaikan tanggung jawabnya dalam memenuhi hak-hak anak, sehingga yang terjadi adalah anak seringkali dititipkan kepada keluarga terdekat ayah atau ibu. Tidak hanya itu, akibat dari perceraian selama ini psikologi anak mengalami perubahan. Sebagai dampaknya adalah anak jarang berkomunikasi dengan kedua orang tuanya,

cenderung pendiam, malas, minder serta cenderung nakal dan sebagainya. Ini semua disebabkan karena adanya kurang perhatian orang tua terhadap hakhak anaknya.

Namun ada juga yang kurang mngetahui seperti pernyataan dari ibu ANS berpendapat bahwa:

“Saya kurang mengetahui hak-hak perempuan setelah bercerai, karena memang juga saya tidak tau.”

Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas kesejahteraan anak, kewajiban memelihara dan mendidik anak sedemikian rupa, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi orang yang cerdas, sehat, berbakti kepada orang tua, berbudi pekerti luhur, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkemauan serta berkemampuan meneruskan cita-cita bangsa berdasarkan Pancasila.

Orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya, dapat dicabut kuasa asuhnya dengan putusan Hakim. Pencabutan kuasa asuh tidak menghapuskan kewajiban orang tua untuk membiayai penghidupan, pemeliharaan dan pendidikan anak sesuai kemampuan penghidupannya.

Ibu SM, beliau berpendapat bahwasanya antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama dalam memutuskan pernikahan. Beliau beranggapan bahwa:

“Apabila istri tidak tahan lagi menanggung derita karena suaminya, maka istri diperbolehkan mengajukan gugatan cerai kepada suaminya.

karena pada saat itu suami saya tidak memberikan nafkah selama kurang lebih 5 tahun, dan saya harus mencari nafkah untuk memenuhi

kebutuhan anak-anak saya dan kurangnya pemahaman saya tentang hak-hak saya setelah bercerai”.

Ibu IS, beliau berpendapat bahwasanya alasan dari masyarakat tentang tidak banyak mengetahui hak antara laki-laki dan perempuan dalam memutuskan pernikahan adalah:

“Dengan berkembangnya pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Bahwasanya untuk sekarang ini banyak perempuan yang sudah mulai berani berbicara tentang penderitaan dan kekerasan yang mereka alami, baik di lingkup rumah tangga maupun masyarakat. Keberanian perempuan dalam melakukan gugat cerai terhadap suaminya adalah pertanda bahwa makin banyak perempuan yang mulai mengerti akan hak-haknya dalam pernikahan.”

Jika kita melihat kondisi sosial dan ekonomi masyarakat saat ini, bahwasanya laki-laki tidak selamanya dan semuanya mempunyai kemampuan sebagai pemimpin bagi perempuan (keluarga). Dalam hal ini, banyak sekali fenomena atau kejadian menjadi kepala rumah tangga karena suaminya tidak mampu dan dalam keadaan tertentu itulah perempuan dapat mengambil alih peran laki-laki dalam bidang apapun khususnya ekonomi. Oleh karena itu penting untuk perempuan mengetahui hak-haknya setelah bercerai dan juga pembagian harta gono-gini. Seperti wawancara dengan ibu SMR yang mengatakan bahwa:

“iya sudah, saya juga menerima hak mut‟ah dari mantan suami saya selain itu harta gono-gini telah kami bagi rata semuanya.”

Kompilasi Hukum Islam (inpres No. 1 Tahun 1991) Pasal 85 disebutkan bahwa: “adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri”. Pasal ini menyebutkan adanya harta gono-gini dalam perkawinan. Dengan kata lain

Kompilasi Hukum Islam mendukung adanya persatuan harta dalam perkawinan (gono-gini), meskipun sudah bersatu tidak menutup kemungkinan adanya sejumlah harta milik masing-masing pasangan, baik suami maupun istri.

Namun berbeda dengan ibu IS yang menyatakan bahwa:

“hak saya telah diberikan penuh oleh suami pasca perceraian dan semua harta gono-gini jatuh ketangan saya karena suami saya dulu terbukti selingkuh.”

Banyaknya perempuan yang bekerja membuat mereka kini tidak lagi bergantung kepada laki – laki. Apalagi jika suami sebagai kepala keluarga tidak bertanggung jawab dan tidak memikirkan kebutuhan istri dan anaknya, serta istri merasa mampu untuk hidup sendiri, maka istri cenderung memilih untuk berpisah dengan suaminya. Perempuan sekarang berani hidup sendiri, berbeda dengan dulu ketika perempuan lebih banyak bergantung kepada laki-laki.

Berdasarkan hasil wawancara, pada saat ini terjadi perubahan situasi karena biasanya suami yang menggugat istri, tetapi sekarang sebaliknya istri yang menggugat suami. Hal ini menimbulkan penafsiran, bahwa pihak perempuan telah mempunyai kesadaran cukup tinggi dalam menuntut haknya kepada suami.

Selain itu ada juga yang tidak menuntut hak dan membagi harta

Selain itu ada juga yang tidak menuntut hak dan membagi harta

Dokumen terkait