• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGGUNAAN KUASA LISAN DALAM PEMBUATAN

A. Kepastian Hukum Kuasa Lisan dalam Hukum di Indonesia

1. Pengertian Kuasa

Prinsip-prinsip hukum dalam pemberian kuasa diatur dalam pasal 1792 sampai dengan 1819 KUHPerdata. Dalam kuasa dikenal adanya asas nemo plus iuris, yaitu “suatu asas yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat

mengalihkan hak kepada orang lain lebih dari pada hak yang dimilikinya atau pemberi kuasa tidak dapat memberikan kuasa lebih dari pada hak atau kewenangan yang dimilikinya”. Contohnya harta warisan yang merupakan harta bersama yang terikat, menjadi hak dan kewenangan segenap ahli waris, setiap ahli waris tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atas harta warisan yang menjadi bagian atau haknya kecuali telah terlebih dahulu dilakukan pembagian dan pemisahan harta warisan (boedel waris) diantara para ahli waris. Akibat hukum dari ketidakwenangan adalah bahwa perbuatan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa batal demi hukum.69

Perbuatan hukum dalam Pasal 1792 KUHPerdata adalah perbuatan yang harus dilakukan oleh penerima kuasa, yaitu menyelenggarakan suatu urusan demi kepentingan si pemberi kuasa. Penerima kuasa agar dapat

69Gede Dicka Prasminda, dkk, Kuasa Menjual Notariil Sebagai Instrumen Pemenuhan Kewajiban Debitur Yang Wanprestasi Dalam Perjanjian Utang Piutang, Jurnal Ilmiah Magister Kenotariatan Udayana, ISSN : 25028960, 2017, h. 59.

melakukan perbuatan hukum yang dimaksud, maka ia diberi kekuasaan oleh pemberi kuasa yang menyebabkan ia berwenang melakukan perbuatan hukum untuk kepentingan dan atas nama pemberi kuasa. Dengan adanya pemberian kuasa segala perbuatan yang dilakukan penerima kuasa merupakan tanggung jawab dari pemberi kuasa sepanjang perbuatan yang dilakukan penerima kuasa dilakukan sesuai dengan kuasa yang diberikan.

Sehingga segala hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang dilakukan oleh penerima kuasa akan menjadi hak dan kewajiban pemberi kuasa.70

Tanggung jawab pemberi kuasa terdapat dalam beberapa sifat pokok yang dianggap penting, antara lain sebagai berikut:

a. Penerima kuasa langsung berkapasitas sebagai wakil pemberi kuasa.

Pemberian kuasa tidak hanya besifat mengatur hubungan internal antara pemberi kuasa dan penerima kuasa. Akan tetapi, hubungan hukum itu langsung menerbitkan dan memberi kedudukan serta kapasitas kepada kuasa menjadi wakil penuh pemberi kuasa, yaitu :

1) Memberi hak dan kewenangan (authority) kepada kuasa, bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa terhadap pihak 2) Tindakan kuasa tersebut langsung mengikat kepada diri pemberi

kuasa, sepanjang tindakan yang dilakukan kuasa tidak melampaui batas kewenangan yang dilimpahkan pemberi kuasa kepadanya;

3) Dalam ikatan hubungan hukum yang dilakukan kuasa dengan pihak ketiga, pemberi kuasa berkedudukan sebagai pihak materiil atau principal atau pihak utama, dan penerima kuasa berkedudukan dan berkapasitas sebagai pihak formil. Akibat hukum dari hubungan yang demikian segala tindakan yang dilakukan kuasa kepada pihak ketiga dalam kedudukannya sebagai pihak formil, mengikat kepada pemberi kuasa sebagai prinsipal (pihak materiil).

70

b. Pemberi kuasa bersifat konsensual, sifat perjanjian atau persetujuan kuasa adalah konsensual (consensual overeenkomst) yaitu perjanjian berdasarkan kesepakatan (agreement) dalam arti :

1) Hubungan pemberian kuasa, bersifat partai yang terdiri dari pemberi dan penerima kuasa;

2) Hubungan hukum itu dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa, berkekuatan mengikat sebagai persetujuan diantara mereka (kedua belah pihak). Pemberian kuasa harus dilakukan berdasarkan pernyataan kehendak yang tegas dari kedua belah pihak.

c. Berkarakter Garansi Kontrak, yaitu ukuran untuk menentukan kekuatan mengikat tindakan kuasa kepada principal (pemberi kuasa), hanya terbatas pada :

1) Sepanjang kewenangan (volmacht) atau mandat yang diberikan oleh pemberi kuasa;

2) Apabila kuasa bertindak melampaui batas mandat, tanggung jawab pemberi kuasa hanya sepanjang tindakan, yang sesuai dengan mandat yang diberikan. Sedang pelampauan itu menjadi tanggung jawab kuasa, sesuai dengan asas garansi kontrak yang digariskan Pasal 1806 KUH Perdata. Dengan demikian, hal-hal yang dapat diminta tanggung jawab pelaksanaan dan pemenuhannya kepada pemberi kuasa, hanya sepanjang tindakan yang sesuai dengan mandat atau instruksi yang diberikan. Di luar itu, menjadi tanggungjawab kuasa, sesuai dengan anggapan hukum bahwa atas tindakan kuasa yang melampaui batas, kuasa secara sadar telah memberi garansi bahwa dia sendiri yang akan memikul pelaksanaan pemenuhannya.71

Kuasa seperti yang termaksud dalam Pasal 1792 KUHPerdata dibuat untuk memberi ketegasan mengenai pemberian kuasa dari seseorang/badan hukum kepada orang atau pihak lain untuk melakukan suatu tindakan/perbuatan hukum yang karena suatu hal tidak dapat dilakukan sendiri oleh yang mempunyai hak atas perbuatan tersebut. Perbuatan hukum apapun pada dasarnya dapat dilakukan dengan surat kuasa, misalnya

71Putusan Mahkamah Agung No. 731.K/Sip/1975, tanggal 16-12-1976 dalam Egawati Siregar, Analisis Yuridis atas Eksistensi Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang Diingkari Debitur, Tesis Magister Kenotariatan USU, 2010, h. 30-32.

surat kuasa untuk menghadap di muka pengadilan, surat kuasa dalam rangka pembuatan akta oleh notaris, dan lain sebagainya.72

Pembatasan pemberian kuasa bila dilihat dari cara bertindaknya penerima kuasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Penerima kuasa bertindak atas namanya sendiri. Hal ini sering dilakukan oleh seorang komisioner yang melakukan perbuatan hukum seolah-olah untuk dirinya sendiri.

b. Penerima kuasa bertindak atas nama orang lain, perbuatan yang dilakukan untuk orang lain dan pada saat melakukannya penerima kuasa menyatakan bahwa ia melakukannya untuk orang lain.73 Pemberian kuasa dalam perkembangannya sangat luas sekali, akan tetapi yang akan dibahas dalam tulisan ini hanya pemberian kuasa dalam praktek yang dituangkan dalam akta notaris yang berkembang dalam kehidupan masyarakat yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dalam melakukan suatu perbuatan hukum.74

Pemberian kuasa dalam Undang – Undang Jabatan Notaris diatur dalam Pasal 47. Dalam Pasal 47 ayat (1) dinyatakan surat kuasa autentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta yang dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di bawah tangan wajib dilekatkan pada minuta akta. Pada ayat (2) pasal yang sama disebutkan surat kuasa autentik yang dibuat dalam bentuk minuta akta diuraikan dalam akta.

Sedangkan pada ayat 3 dijelaskan ketentuan sebagaimana dimaksud pada

72Indah Retno Ariyanti, Analisis Yuridis tentang Penerapan Surat Kuasa DItinjau dari Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku, Tesis Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, Juli 2008, h. 22.

73Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 1992, h. 11.

74 Indah Retno Ariyanti, Op.cit, h. 19.

ayat (1) tidak wajib dilakukan apabila surat kuasa telah dilekatkan pada akta yang dibuat di hadapan notaris yang sama dan hal tersebut dinyatakan dalam akta. Kuasa yang dimaksud adalah kuasa yang dibuat secara tertulis baik autentik maupun yang dibuat di bawah tangan sebagai dasar kewenangan pembuatan akta.75