• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORETIK A. Hakikat Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata “media” berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah kata tersebut memiliki arti perantara atau pengantar. Akan tetapi kata tersebut digunakan, baik untuk bentuk jamak maupun mufrad. Kemudian telah banyak pakar dan juga organisasi yang memberikan batasan mengenai pengertian media.

Beberapa diantaranya mengemukakan bahwa media adalah sebagai berikut:1

a. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media merupakan perluasan dari guru.

b. National Education Asociation (NEA) memberikan batasan bahwa media yaitu sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual termasuk teknologi perangkat kerasnya.

c. Briggs berpendapat bahwa media merupakan alat untuk memberikan perangsang untuk siswa supaya terjadi proses belajar.

d. Asociation of Education Comunication Technology (AECT) memberikan batasan bahwa media merupakan segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan.

e. Sedangkan Gagne memiliki pendapat bahwa berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

f. Miarso berpendapat, bahwa segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa untuk belajar.

1 Rudi Susilana, Cepi Riyan, Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian, (Bandung: CV Wahana Prima, 2009), h. 6.

Jadi, media merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menerima pesan kepada orang lain untuk memperoleh ilmu pengetahuan.

Kata media berasal dari Bahasa Latin, yaitu medius yang secara harfiahnya berarti „tengah‟, „pengantar‟, atau „perantara‟. Dalam Bahasa Arab, media disebut „wasail‟ bentuk jama‟ dari „wasilah‟ yakni sinonim al-wasth yang artinya juga „tengah‟. Kata „tengah‟ itu sendiri berarti berada di antara dua sisi, maka disebut juga sebagai „perantara‟ (wasilah) atau yang mengantarai kedua sisi tersebut. Karena posisinya berada di tengah ia juga bisa disebut sebagai pengantar atau penghubung, yaitu yang mengantarkan atau menghubungkan atau menyalurkan sesuatu hal dari satu sisi ke sisi lainnya.2 Jadi, media merupakan alat penghubung atau perantara untuk menghubungkan satu sisi ke sisi lain.

Heinich dan kawan-kawan, mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Jadi, televisi, film, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan, dan sejenisnya adalah media komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media pembelajaran.3 Jadi, sebagai pengantar informasi bisa dari film, televisi, radio, rekaman audio, gambar yang diproyeksikan dan lain-lain.

Kemudian dalam buku Bertram Carol mendefinisikan mengenai media pembelajaran sebagai berikut:

“This emphasis on developing a better understanding of media and information is echoed internationally. as societies become 'knowledge' or 'information' societies, so our ability to understand, select and manipulated information - our ability to read critically and be media literate - becomes vital to our productivity and

2 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2012), h. 6.

3 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), h. 4.

power in society.”.4 Artinya penekanan pada pengembangan pemahaman yang lebih baik tentang media dan informasi digaungkan secara internasional. ketika masyarakat menjadi masyarakat 'pengetahuan' atau 'informasi', maka kemampuan kita untuk memahami, memilih dan memanipulasi informasi - kemampuan kita untuk membaca secara kritis dan memahami media - menjadi penting untuk produktivitas dan kekuatan kita dalam masyarakat.

Kemudian dalam buku Tornero J M Perez mendefinisikan mengenai media sebagai berikut:

“Audiovisual literacy is inherent in electronic media such as film and television. It developed focusing on the hegemony of both still and moving images. Its spread led to some changes in educational policies..”.5 Artinya literasi audiovisual melekat pada media elektronik seperti film dan televisi. Ini berkembang dengan fokus pada hegemoni baik gambar diam maupun gambar bergerak. Penyebarannya menyebabkan beberapa perubahan dalam kebijakan pendidikan.

2. Jenis-Jenis Media Pembelajaran

Berikut ini merupakan jenis-jenis media pembelajaran, yaitu:6

a. Media berbasis manusia (guru, tutor, main peran, kegiatan kelompok, dan lain-lain)

Media berbasis manusia mengajukan dua teknik yang efektif, yaitu rancangan yang berpusat pada masalah dan bertanya ala Socrates.

4 Bertram Carol, Ranby Petter dkk, Using Media in Teaching, (Braamfontein: Saide Publication, 2017), h. 5.

5 Tornero J M Perez, Media Literacy and New Humanism, (Russian Federation:

UNESCO Institute for Information Technologies in Education, 2010), h. 32.

6 Cecep Kustandi, Bambang Sutjipto, Media Pembelajaran: Manual dan Digital, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2016), h. 84-89.

Rancangan pembelajaran yang berpusat pada masalah dibangun berdasarkan masalah yang harus dipecahkan oleh pelajar.

b. Media berbasis cetakan (buku, penuntun, buku kerja atau latihan, dan lembaran lepas)

Materi pembelajaran berbasis cetakan yang paling umum dikenal adalah buku teks, buku penuntun, jurnal, majalah dan lembaran lepas. Teks berbasis cetakan menuntut enam elemen yang perlu diperhatikan pada saat merancang, yaitu konsisten, format, organisasi, daya tarik, ukuran huruf, dan penggunaan spasi kosong.

c. Media berbasis visual (buku, charts, grafik, peta, figure atau gambar, transparasi, film bingkai atau slide)

Media berbasis visual (image) memegang peran yang sangat penting dalam proses belajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan. Bentuk visual dapat berupa (a) gambar representasi, seperti gambar lukisan atau foto yang menunjukkan bagaimana tampaknya sesuatu benda, (b) diagram yang melukiskan hubungan-hubungan konsep, organisasi, dan struktur isi materi, (c) peta, yang menunjukkan hubungan-hubungan ruang di antara unsur-unsur dalam isi materi, (d) grafik, seperti tabel,grafik, dan chart (bagan) yang menyajikan gambar/kecenderungan data atau antar hubungan seperangkat gambar atau angka-angka.

d. Media berbasis audiovisual (video, film, slide bersama tape, televisi)

Media visual yang menggabungkan penggunaan suara memerlukan pekerjaan tambahan untuk memproduksinya. Salah satu pekerjaan penting yang diperlukan dalam media audio visual adalah penulisan naskah dan storyboard yang memerlukan banyak persiapan, rancangan, dan penelitian.

e. Media berbasis komputer ( pembelajaran dengan bantuan komputer dan video interaktif)

Komputer berperan sebagai manajer dalam proses pembelajaran yang dikenal dengan nama computer managed instruction (CMI).

Ada pula peran komputer sebagai pembantu tambahan dalam belajar, pemanfaatannya meliputi penyajian informasi isi materi pelajaran, latihan atau kedua-duanya. Jadi, jenis media pembelajaran terbagi menjadi empat yaitu media berbasis manusia, media berbasis cetakan, media berbasis visual, media berbasis audiovisual dan yang terakhir media berbasis komputer.

3. Manfaat Media Pembelajaran

Media difungsikan sebagai sarana dalam mencapai tujuan pembelajaran. Karenanya, informasi yang terdapat dalam media harus dapat melibatkan siswa, baik dalam benak atau mental maupun dalam bentuk aktivitas yang nyata, sehingga pembelajaran dapat terjadi.

Materi harus dirancang secara lebih sistematis dan psikologis, serta ditinjau dari segi prinsip-prinsip belajar agar dapat menyiapkan intruksi belajar yang efektif. Di samping menyenangkan, media pembelajaran harus dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memenuhi kebutuhan individu siswa, karena setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda.7 Jadi, manfaat media tidak hanya memberikan informasi tapi juga harus menyenangkan yaitu dengan merancang materi agar lebih sistematis dan juga untuk memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda.

Menurut Kemp dan Dayton, mengemukakan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan dampak positif dari penggunaan media sebagai bagian integral pembelajaraan di kelas, atau sebagai cara utama pembelajaran langsung, yaitu sebagai berikut:8

a. Penyampaian pelajaran tidak kaku.

b. Pembelajaran bisa lebih menarik.

7 Cecep Kustandi, Bambang Sutjipto, Media Pembelajaran: Manual dan Digital, (Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia, 2016), h. 21.

8 Ibid.

c. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan diterapkannya teori belajar dan prinsip-prinsip psikologis yang diterima dalam hal partisipasi siswa, umpan balik dan penguatan.

d. Lama waktu pembelajaran yang diperlukan dapat dipersingkat karena kebanyakan media hanya memerlukan waktu singkat untuk mengantarkan pesan-pesan dan isi pelajaran dalam jumlah yang cukup banyak, dan kemungkinan dapat diserap oleh siswa lebih besar.

e. Kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bila integrasi kata dan gambar sebagai media pembelajaran dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara yang terorganisasi dengan baik, spesifik dan jelas.

f. Pembelajaran dapat diberikan kapan dan dimana saja diinginkan atau diperlukan, terutama jika media pembelajaran dirancang untuk penggunaan secara individu.

g. Sikap positif siswa terhadap apa yang mereka pelajari dan terhadap proses belajar dapat ditingkatkan.

h. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif.

Menurut Sudjana dan Riva‟i, mengemukakan manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu sebagai berikut:9 a. Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa, sehingga

dapat menumbuhkan motivasi belajar.

b. Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.

9 Ibid., h. 22.

d. Siswa dapat lebih banyak melakujan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain, seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:10

1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya:

a. Objek yang terlalu besar, bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model.

b. Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar.

c. Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan time lapse atau high-speed photography.

d. Kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal.

e. Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain.

f. Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat di visualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar, dan lain-lain.

10 Ani Cahyadi, Pengembangan Media dan Sumber Belajar Teori dan Prosedur, (Banjarmasin: Penerbit Laksita Indoneia, 2019), h. 26.

Media pembelajaran juga mempunyai manfaat praktis. Para ahli telah sepakat bahwa media pendidikan dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pembelajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya.11

B. Hakikat Dongeng 1. Pengertian Dongeng

Menurut Priyono, dongeng adalah cerita khayalan atau cerita yang mengada-ada serta tidak masuk akal dan dapat ditarik manfaatnya.

Jadi, cerita yang terdapat di dalam dongeng adalah cerita khayalan yang terkadang di luar akal sehat. Seperti, cerita Timun Mas ketika menebar biji buah timun yang seketika berubah menjadi hutan lebat.

Walaupun cerita dongeng tidak masuk akal tetapi cerita dalam dongeng memiliki informasi yang dapat ditarik manfaatnya. Seperti, pesan moral agar menghormati dan menyayangi orang tua pada kisah Malin Kundang atau cerita Roro Jograng yang berkisah tentang asal mula berdirinya Candi Prambanan.12 Jadi, dongeng merupakan cerita khayalan atau cerita buatan yang dapat menghasilkan pesan moral.

2. Pengertian Legenda

Kemudian Inaad Mutlib Sayer dkk dalam jurnalnya mendefiniskan legenda sebagai berikut:

“According to Sulistyarini, folklore contains the noble value of the nation, especially the values of moral character and moral teachings. If the folklore is studied in terms of moral values, it can be divided into individual moral values, social moral values, and religious moral values. The individual moral values include (1) obedience, (2) courage, (3) willing to sacrifice, (4) honesty, (5) fairness and wisdom, (6) respect and appreciation, (7) hard work, (8) keeping a promise, (9) knowing repayment, (10) being humble,

11 Wasis D. Dwiyogo, Media Pembelajaran, (Malang: Wineka Media, 2013), h. 11.

12 Pupung Puspa Ardini, Pengaruh Dongeng dan Komunikasi Terhadap Perkembangan Moral Anak Usia 7-8 Tahun, Jurnal Pendidikan Anak, Vol. 1, 2012, h. 46.

(https://journal.uny.ac.id). Diakses pada 1 Agustus 2020 pukul 14.00.

and (12) being careful in acting.”13 Artinya menurut Sulistyarini, cerita rakyat mengandung nilai luhur bangsa, terutama nilai-nilai moral karakter dan ajaran moral. Jika cerita rakyat dipelajari dari segi nilai moral, bisa jadi terbagi menjadi nilai moral individu, sosial nilai moral, dan nilai moral agama. Itu nilai moral individu meliputi (1) kepatuhan, (2) keberanian, (3) mau pengorbanan, (4) kejujuran, (5) keadilan dan kebijaksanaan, (6) rasa hormat dan penghartaan, (7) keras bekerja, (8) menepati janji, (9) mengetahui pembayaran kembali, (10) menjadi rendah hati, dan (12) menjadi berhati-hati dalam bertindak.

3. Unsur intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur cerita fiksi secara langsung berada di dalam, menjadi bagian, dan ikut membentuk eksistensi cerita yang bersangkutan. Unsur fiksi yang termasuk dalam kategori ini misalnya adalah tokoh, dan penokohan, alur, pengaluran dan berbagai peristiwa yang membentuknya, latar, sudut pandang, dan lain-lain. 14 Jadi, unsur intrinsik merupakan bagian dari pembentukan sebuah cerita yang di dalamnya ada tokoh, penokohan, alur, dan lainnya.

a. Alur Cerita

Plot atau alur disebut sebagai jalan cerita yang disusun sedemikian rupa dari tahapan-tahapan peristiwa sehingga membentuk rangkaian cerita. Tahapannya meliputi yaitu tahapan awal, pemunculan konflik, komplikasi, klimaks, resolusi, akhir.15 Jadi, alur merupakan jalan cerita yang disusun untuk membentuk rangkaian sebuah cerita.

13 Inaad Mutlib Sayer dkk, Fairy Tale as a Medium for Children‟s Character Cooperation

Building, AL-TA‟LIM JOURNAL, Vol. 25, 2018, h. 110.

(https://core.ac.uk/download/pdf/291659548.pdf). Diakses pada 1 November 2020 pukul 14.00.

14 Burhan Nurgiyantoro, Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak, (Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 2016), h. 221.

15 Lira Hayu Afdentis dkk, Buku Ajar Keterampilan Menyimak, (Yogyakarta: Diandra Kreatif, 2017), h. 124-125.

Sedangkan macam-macam plot dalam suatu cerita yaitu:16

- Alur maju (prograsif), set cerita berjalan maju, mulai dari masa kini ke masa yang akan datang.

- Alur mundur (regreasif), kebalikan dari alur progresif. Set cerita berjalan mundur yang mana masa kini adalah sebuah hasil dari konflik-konflik yang terjadi pada masa lalu.

- Alur campuran, alur cerita yang mencampurkan masa kini dengan masa lalu dan juga dengan masa depan. Disebut juga alur bolak-balik. Cerita dengan alur ini mengungkapkan konflik yang belum selesai dari masa lalu, masa sekarang, dan penyelesaian di masa depan. Saling terkait satu sama lain.

b. Tokoh atau Penokohan

Tokoh-tokoh cerita itulah yang pertama-tama dan terutama menjadi fokus perhatian baik karena pelukisan fisik maupun karakter yang disandangnya. Tokoh cerita dimaksudkan sebagai pelaku yang dikisahkan perjalanan hidupnya dalam cerita fiksi lewat alur baik sebagai pelaku maupun penderita berbagai peristiwa yang diceritakan. Tokoh cerita dapat dipahami sebagai kumpulan kualitas mental, emosional, dan sosial yang membedakan seseorang dengan orang lain.17 Di dalam penokohan jumlah mengenai tokoh cerita yang terlibat dalam novel dan cerpen terbatas, apalagi tokoh utama. 18 Jadi, tokoh merupakan fokus utama pelaku dalam menggambarkan sebuah karakter. Karena setiap tokoh mempunyai karakter yang berbeda.

c. Tema

Tema merupakan keseluruhan dari cerita yang dibuat tema adalah ide pokok yang menjadi dasar atau pokok utama dari drama.

Dapat dikatakan tema sebagai “akar” pada suatu drama. Dengan

16 Ibid., h. 125.

17 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 222-223.

18 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013), h. 15.

bertolakan dari tema, unsur-unsur intrinsik drama dikembangkan dan dikarang sedemikian rupa mengikuti tema yang telah ditentukan, seperti alur, penokohan, latar, gaya bahasa, judul, dan lainnya.19 Jadi, tema merupakan gagasan dari sebuah cerita dengan arti lain tema merupakan akar pada setiap cerita.

d. Latar

Menurut Lukens dalam fiksi dewasa latar dapat terjadi di mana saja termasuk di dalam benak tokoh, sehingga tidak terlalu banyak membutuhkan deskripsi tentang latar. Namun, tidak demikian hanya dengan cerita fiksi anak. Dalam cerita fiksi anak hampir semua peristiwa yang dikisahkan membutuhkan kejelasan tempat dan waktu kejadiannya, dan karenanya membutuhkan deskripsi latar secara lebih detil. Kejelasan cerita tentang latar dalam banyak hal akan membantu anak untuk memahami alur cerita. 20 Jadi, latar merupakan suatu deskripsi atau penjelas mengenai tempat dan waktu kejadian dalam sebuah cerita. Karena dengan adanya latar akan mempermudah anak untuk memahami alur dalam sebuah cerita.

Latar (setting) merupakan landas tumpu berlangsungnya peristiwa dan kisah yang diceritakan dalam cerita fiksi. Latar menunjuk pada tempat, yaitu lokasi di mana cerita itu terjadi, waktu, kapan cerita itu terjadi, dan lingkungan sosial-budaya, keadaan kehidupan bermasyarakat tempat tokoh dan peristiwa terjadi. Latar yang dapat diindera yaitu dapat dilihat keberadaanya, misalnya latar tempat berupa rumah, gedung sekolah, jalan, lapangan, lazimnya disebut latar fisik.21

e. Sudut Pandang

Abrams mengemukakan bahwa sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana

19 Lira Hayu Afdentis dkk, op. cit., h. 124.

20 Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h. 248.

21Ibid., h. 249.

menampilkan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah teks fiksi kepada pembaca.22 Jadi, sudut pandang merupakan cara pandang pengarang dalam menampilkan tokoh, tindakan, dan latar yang membentuk sebuah cerita untuk pembaca.

Secara spesifik sudut pandang yaitu “siapa yang melihat, siapa yang berbicara”, atau “dari kacamata siapa sesuatu itu dibicarakan”.23

f. Amanat

Amanat merupakan pemecahan yang diberikan oleh pengarang, bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat juga bisa disebut makna cerita. Amanat atau sering disebut pesan yaitu sesuatu yang disampaikan oleh seseorang, kepada orang lain.

Penyampaian amanat (pesan) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara lisan dan tulisan. Cara pertama, penyampaian amanat langsung berhadapan dengan penerima sebagai lawan bicara atau pendengar, sedangkan cara kedua, penyampai amanat tidak berhadapan langsung dengan penerima, tetapi menggunakan perantara atau alat bantu dapat berupa cerita, buku (fiksi dan nonfiksi). 24 Jadi, amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca dalam karya sastra, dalam penyampaian pesan bisa secara lisan dan tulisan.

C. Hakikat Menyimak 1. Pengertian Menyimak

Menurut Akhadia, kata menyimak dalam bahasa Indonesia memiliki kemiripan makna dengan „mendengar‟ dan „mendengarkan‟.

Ketika istilah itu sering menimbulkan kekacauan pemahaman, bahkan sering dianggap sama sehingga dipergunakan secara bergantian. Ketiga

22 Ibid., h. 269-272.

23 Ibid.

24 Eko Joko K, Peningkatan Kemampuan Memahami Unsur Intrinsik Cerpen Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, (Pati: Hartamedia, 2017), h. 33-34.

istilah tersebut memang berkaitan dengan makna. Namun, tetap berbeda dalam penerapan atau penggunaannya.

Moeliono menjelaskan bahwa mendengar diartikan sebagai menangkap bunyi (suara) dengan telinga. Mendengarkan berarti menangkap sesuatu (bunyi) dengan sungguh-sungguh. Berbeda halnya dengan menyimak. Menyimak berarti memerhatikan baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang.

Secara umum, menyimak adalah suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi, atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. Menurut Russel dan Russel menyimak juga bermakna mendengarkan dengan penuh pemahaman dan perhatian serta apresiasi. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menyimak adalah mendengarkan (memperhatikan) baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang. 25 Jadi, menyimak itu memiliki kemiripan dengan mendengar akan tetapi dalam menyimak kita dituntut lebih memperhatikan dengan baik-baik apa yang diucapkan atau dibaca orang. Karena dalam menyimak harus adanya konsentrasi, pemahaman, apresiasi untuk menangkap pesan yang ingin disampaikan.

Ibarat mata uang logam, menyimak-berbicara, tidak bisa dikatakan bahwa yang satu lebih penting dari yang lain, terutama dalam proses komunikasi, saling bertukar informasi, saling berganti peran, dan saling memahami apa yang dikatakan oleh lawannya. Suatu saat, satu pihak berfungsi sebagai pembicara atau pengirim pesan, dan pada saat lain berfungsi sebagai penyimak atau penerima pesan. Hal ini berarti bahwa apabila seseorang melontarkan suatu pertanyaan kepada orang lain, orang ditanya harus (1) mengerti isi pertanyaan itu, (2)

25 Elvi Susanti, Keterampilan Menyimak, (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2019), h.1-2.

memikirkan jawaban yang benar dan wajar, dan (3) mengucapkan kata-kata atau menghasilkan bunyi sebagai jawabannya.

Menyimak (listening) dikatakan sebagai kegiatan berbahasa reseptif dalam suatu kegiatan bercakap-cakap (talking) dengan medium dengar (aural) maupun medium pandang (visual). Bercakap-cakap, memang berciri interaktif tetapi tidak semua wacana lisan bersifat interaktif atau timbal balik (recipprocal).26 Jadi, dalam menyimak kita dituntut untuk memahami lawan bicara kita, misal menyimak dalam bertukar informasi jadi fungsinya menyimak itu bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan.

Menyimak merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan lambang-lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi atau pesan, serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan. 27 Jadi, menyimak sangatlah membutuhkan pemahaman yang peuh agar memperoleh dengan baik informasi yang telah didapat atau disampaikan oleh pembicara melalui lambang-lambang lisan.

Dalam bahasa inggris akan lebih tampak perbedaan dari mendengar dan menyimak. Mendengar diartikan to hear, sedangkan menyimak disebut dengan to listen atau dalam bentuk gerund disebut dengan hearing dan listening. Jadi dalam pembelajaran tidak disebut mata pelajaran atau mata kuliah hearing melainkan mata pelajaran atau mata kuliah listening. 28 Peristiwa menyimak tidak hanya alat indra yang aktif, tetapi juga mental atau pikiran dalam melakukan aktivitas yang cukup tinggi untuk memahami pesan yang disampaikan secara tepat.

26 Hindun, Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di Madrasah Ibtidaiyah/ Sekolah Dasar, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 20114), h. 181-182.

27 Henry Guntur Tarigan, Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:

Angkasa, 2008). h. 31.

28 Bustanul Arifin, Menyimak, (Tangerang Selatan: Universitas Terbuka, 2014), h. 1.6.

Kegiatan menyimak merupakan kegiatan berbahasa yang cukup

Kegiatan menyimak merupakan kegiatan berbahasa yang cukup

Dokumen terkait