• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Tinjauan Kepustakaan

3. Pengertian Pekerja/Buruh dan Kebebasan Berserikat

57

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Op.Cit, hal.18

58

Ibid, hal.19 59

Istilah buruh sangat populer dalam dunia perburuhan/ketenagakerjaan, selain istilah ini sudah dipergunakan sejak lama bahkan mulai dari zaman penjajahan Belanda juga karena peraturan perundang-undangan yang lama (sebelum Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) menggunakan istilah buruh. Pada zaman penjajahan Belanda yang dimaksudkan dengan buruh adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan

pekerjaan kasar, orang-orang ini disebutnya sebagai “Blue Collar”.60

Setelah bangsa Indonesia merdeka tidak lagi mengenal perbedaan antara buruh halus dan buruh kasar, semua orang yang bekerja disektor swasta baik pada orang maupun badan hukum disebut buruh. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1a) Undang-Undang No.22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yakni buruh adalah “barangsiapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah”. Dalam perkembangan hukum perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana diusulkan pemerintah (Depnaker) pada kongres FBSI II Tahun 1985. Alasan pemerintah karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada dibawah pihak lain yakni majikan. Karena itu lebih tepat jika menyebutkannya diganti dengan istilah pekerja. Istilah pekerja juga sesuai dengan penjelasan Pasal 2 UUD 1945 yang menyebutkan golongan-golongan adalah badan-badan seperti

Koperasi, Serikat Pekerja dan lain-lain badan kolektif.61

60

Lalu Husni, Op.Cit, hal.45 61

Dengan diundangkannya UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan istilah pekerja digandengkan dengan istilah buruh sehingga menjadi istilah pekerja/buruh. Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pekerja/buruh adalah “Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam

bentuk lain” (Pasal 1 angka 2).62

a. Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja

tetapi harus bekerja)

Dari pengertian tersebut dapat dilihat beberapa unsur yang melekat dari istilah pekerja/buruh yaitu:

b. Menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan

pekerjaan tersebut.63

Perumusan yang umum, yang terdapat dalam Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan tahun 1957 adalah bahwaburuh adalah

“barangsiapa bekerja pada majikan dengan menerima upah.”64

Perluasan arti kata buruh secara umum, tidak hanya terbatas pada seseorang yang belum bekerja pada orang lain (magang, murid) atau seseorang

yang melakukan pekerjaan tetapi tidak dalam hubungan kerja (pemborong

pekerjaan) sebagai dimaksud dalam Undang-Undang Kecelakaan, tetapi juga

meliputi mereka yang karena sesuatu tidak melakukan pekerjaan (para

Menurut Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947 buruh ialah “Tiap orang yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, dengan menerima upah.”

62

Zaeni Asyhadie, Op.Cit., hal.19.

63

Agusmidah, Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Medan: USU Press, 2010,

hal.6. 64

pengangguran) atau karena usia tinggi tidak mampu lagi melakukan pekerjaan

(pensiun).65Walaupun perumusannya agak berlain-lainan, pada dasarnya memuat

unsur yang sama, yaitu seseorang yang bekerja pada orang lain atau badan dengan

menerima upah.66

Sebagai implementasi dari amanat ketentuan Pasal 28 UUD 1945 tentang kebebasan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan yang ditetapkan dengan undang-undang, maka pemerintah telah meratifikasi konvensi Organisasi Perburuhan Internasional No.98 dengan Undang-Undang No.18 Tahun 1956 mengenai Dasar-Dasar hak Berorganisasi dan

Berunding Bersama.67

Pada rentang waktu yang cukup lama, melihat perlunya payung hukum terhadap perlindungan hak pekerja/buruh mengenai pembentukan serikat pekerja/serikat buruh maka pada akhirnya pemerintah berhasil menetapkan Undang-Undang No.21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.Serikat Pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya (Pasal 1 angka 17

65 Ibid, hal.37 66 Ibid, hal.36 67

Undang-Undang No.23 Tahun 2003, jo Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.21

Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh).68

a. Bebas, maksudnya bahwa sebagai organisasi dalam melaksanakan hak dan

kewajibannya serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh tidak di bawah pengaruh dan tekanan dari pihak lain.

Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa suatu serikat pekerja/serikat buruh harus mengandung sifat-sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab (Pasal 3 UU No. 21 Tahun 2000).

b. Terbuka, bahwa serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi

serikat pekerja/serikat buruh dalam menerima anggota dan atau memperjuangkan pekerja/buruh tidak membedakan aliran politik, agama, suka bangsa, dan jenis kelamin.

c. Mandiri, bahwa dalam mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan

organisasi ditentukan oleh kekuatan sendiri, tidak dikendalikan oleh pihak lain di luar organisasi.

d. Demokratis, bahwa dalam pembentukan organisasi, pemilihan pengurus,

memperjuangkan, dan melaksanakan hak dan kewajiban organisasi dilakukan sesuai dengan prinsip demokrasi.

e. Bertanggung jawab, bahwa hak dalam mencapai tujuan dan melaksanakan

kewajibannya serikat pekerja/serikat buruh, federasi, dan konfederasi

68

Zaeni Asyhadie, Op.Cit., hal.20. Pengertian serikat pekerja/serikat buruh dapat juga

dilihat dari Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). UU PPHI memiliki pengertian yang sama mengenai serikat pekerja/serikat buruh dengan UU Ketenagakerjaan dan UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

serikat pekerja/serikat buurh bertanggung jawab kepada anggota,

masyarakat, dan negara.69

Undang-Undang No.21 Tahun 2000 membagi serikat pekerja/serikat buruh itu menjadi serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan dan serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.21 Tahun 2000, serikat pekerja/buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di satu perusahaan atau di beberapa perusahaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No.21 Tahun 2000, serikat pekerja/serikat buruh di luar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh yang didirikan oleh pekerja/buruh yang

bekerja di luar perusahaan.70

Dokumen terkait