• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemasaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh setiap perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat agar tetap eksis. Menurut Kotler dan Armstrong (2003:9), pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain.

B. Jasa

1. Pengertian Jasa

Produk dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, salah satunya berdasarkan pada berwujud atau tidaknya produk tersebut. Menurut Kotler (dalam Umar, 2003:3), jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.

2. Karakteristik Jasa

Tjiptono (2005:24) menyatakan jasa memiliki empat karakteristik utama yang membedakannya dengan barang, yaitu:

a) Intangibility

Jika barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance), atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya bisa dikonsumsi tapi tidak dimiliki. Jasa bersifat intangible, maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bila pelanggan membeli suatu jasa, ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Pelanggan yang bersangkutan tidak langsung memiliki jasa yang dibelinya. Para pelanggan menyimpulkan kualitas jasa dari tempat (place), orang (people), peralatan (equipment), bahan-bahan komunikasi (communication materials), simbol, dan harga yang mereka amati.

b) Inseparability

Barang biasanya diproduksi kemudian dijual dan kemudian dikonsumsi, sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dengan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keberhasilan dalam bisnis jasa adalah pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya.

c) Variability

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardize output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Maka dalam kondisi ini, penyedia jasa dapat melakukan tiga tahap dalam pengendalian kualitas, yaitu:

(1) Melakukan investasi dalam melakukan seleksi dan pelatihan personil yang baik.

(2) Melakukan standardisasi proses pelaksanaan jasa (service-performance process). Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan

blueprint jasa yang menggambarkan peristiwa dan proses jasa dalam suatu diagram alur, dengan tujuan mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa tersebut. (3) Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem saran dan keluhan,

survei pelanggan, dan comparison shopping, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi.

d) Perishability

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Hal tersebut tidak menjadi sebuah masalah apabila permintaannya tetap karena mudah untuk menyiapkan pelayanan untuk permintaan tersebut sebelumnya. Bila permintaan berfluktuasi, berbagai permasalahan muncul berkaitan dengan kapasitas menganggur (saat permintaan sepi)

dan pelanggan tidak terlayani dengan resiko mereka kecewa/beralih ke penyedia jasa lainnya (saat permintaan puncak).

3. Kualitas Jasa

Kualitas adalah sifat dan karakteristik total produk yang berhubungan dengan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan pelanggan. Kualitas bersangkutan dalam memenuhi selera dan kebutuhan pelanggan. Sifat dari kualitas harus mempunyai multidimensi karena harus memberikan kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi pelanggan dengan melalui berbagai cara. Menurut Gronroos (dalam Edvardsson, Thomasson, dan Ovretveit, 1994, dalam Tjiptono, 2005:14), menyatakan ada tiga kriteria pokok dalam menilai kualitas jasa, yaitu outcome-related, process-related,

dan image-related criteria dan ketiga kriteria tersebut dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu :

a) Professionalism and skills

Kriteria ini merupakan outcome-related criteria, dimana para pelanggan menyadari bahwa para penyedia jasa (service provider), karyawan, sistem operasional, dan sumber daya fisik, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara profesional.

b) Attitudes and behavior

Kriteria ini adalah process-related criteria. Pelanggan merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personel) menaruh perhatian terhadap

mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah mereka secara spontan dan senang hati.

c) Accessibility and flexibility

Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan, dan sistem operasionalnya, dirancang dan dioperasikan sedemikian serupa pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu, juga dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.

d) Reliability and Trustworthiness

Kriteria ini termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta karyawan dan sistemnya.

e) Recovery

Recovery termasuk dalam process-related criteria. Pelanggan menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, maka penyedia jasa akan segera mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari pemecahan yang tepat. f) Reputation and Credibility

Kriteria ini merupakan image-related criteria. Pelanggan menyakini bahwa operasi dari penyedia jasa dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.

C. Pelanggan

1. Pengertian Pelanggan

Secara tradisional pelanggan diartikan orang yang membeli dan menggunakan produk/jasa. Menurut Yamit (2005:77), ada tiga jenis pelanggan yaitu:

a) Pelanggan Internal (internal customer) adalah setiap orang yang ikut menangani proses pembuatan maupun penyediaan produk di dalam perusahaan atau organisasi.

b) Pelanggan Perantara (intermediate customer) adalah mereka yang bertindak atau berperan sebagai perantara untuk mendistribusikan produk kepada pihak konsumen atau pelanggan eksternal. Pelanggan perantara ini bukan sebagai pemakai akhir.

c) Pelanggan Eksternal (external customer) adalah pembeli atau pemakai akhir yang sering disebut pelanggan yang nyata (real customer).

2. Kepuasan Pelanggan

Kepuasan Pelanggan adalah hasil (outcome) yang dirasakan atas penggunaan produk dan jasa, sama atau melebihi harapan yang diinginkan (Yamit, 2005:80). Untuk menentukan kebutuhan dan keinginan pelanggan yang akan dipuaskan bukanlah hal yang mudah. Hal ini disebabkan kebutuhan dan keinginan pelanggan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Jika pelanggan puas, maka ada kecenderungan untuk melakukan pembelian ulang. Kepuasan pelanggan sangat dipengaruhi oleh

perilaku konsumen dalam melakukan pembelian sedangkan perilaku konsumen sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologis yang membuat konsumen mau melakukan pembelian ulang terhadap merek tertentu. Menurut Dharmmesta dan Handoko (2000:77), faktor-faktor psikologis yang menjadi faktor dasar dalam perilaku konsumen adalah :

a) Motivasi

Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai sesuatu tujuan. Motif yang ada dalam seseorang akan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Motif bukan sesuatu yang dapat diamati melainkan hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat kita saksikan. Motif-motif manusia dalam melakukan pembelian untuk memuaskan kebutuhan dan keinginannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Motif pembelian primer dan selektif

Motif pembelian primer adalah motif yang menimbulkan perilaku pembelian terhadap kategori-kategori umum (biasa) pada suatu produk, seperti membeli televisi atau pakaian. Contoh motif ini, antara lain keinginan untuk menikmati kesenangan, motif untuk ingin tahu, kebutuhan untuk berafiliasi dengan orang lain.

2) Motif pembelian selektif (selective buying motive)

Motif pembelian selektif adalah motif yang mempengaruhi keputusan tentang model dan merek dari kelas-kelas produk, atau macam penjual yang dipilih untuk suatu pembelian. Motif ekonomi, status, keamanan, dan prestasi adalah beberapa contoh dari motif selektif. b) Pengamatan

Pengamatan adalah suatu proses dengan mana konsumen (manusia) menyadari dan menginterpretasikan aspek lingkungannya. Proses penerimaan dan adanya rangsangan (stimuli) di dalam lingkungan intern dan ekstern, sehingga pengamatan bersifat aktif. Jadi, pengamatan adalah reaksi orientatif terhadap rangsangan-rangsangan, walaupun rangsangan tersebut berupa benda asing. Dengan kata lain, belum pernah dialami. Perbedaan pandangan konsumen akan menciptakan proses pengamatan dalam perilaku pembelian yang berbeda pula.

c) Belajar

Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan-perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil akibat adanya pengalaman. Perubahan-perubahan perilaku tersebut bersifat tetap atau permanen dan bersifat lebih fleksibel. Hasil belajar ini akan memberikan tanggapan tertentu yang cocok dengan rangsangan-rangsangan dan yang mempunyai tujuan tertentu. Proses pembelian yang dilakukan oleh konsumen merupakan sebuah proses belajar, dimana hal ini sebagai bagian dari hidup konsumen. Proses belajar pada suatu pembelian terjadi apabila

konsumen ingin menanggapi dan memperoleh suatu kepuasan, atau sebaliknya, tidak terjadi apabila konsumen merasa dikecewakan oleh produk yang kurang baik.

d) Kepribadian dan konsep diri

Pengaruh sifat kepribadian konsumen terhadap pandangan dan perilaku pembelian adalah sangat umum; dan usaha-usaha untuk menggabungkan norma kepribadian dengan berbagai macam tindakan pembelian konsumen umumnya tidak berhasil. Namun, para ahli tetap percaya bahwa kepribadian itu juga mempengaruhi perilaku pembelian seseorang. Banyak teori tentang kepribadian yang juga terbukti sangat berguna bagi perusahaan dalam mengenal perilaku konsumen untuk program kegiatan pemasarannya. Dalam menjelaskan kepribadian seseorang tidak cukup hanya dengan hal-hal yang dapat dilihat, tetapi juga dari motif-motif yang mendasarinya dan untuk mengetahui dapat diadakan riset motivasi. Dasar variabel-variabel yang dapat mencerminkan kepribadian seseorang, yaitu aktivitas, minat, dan opini. Faktor lain yang ikut menentukan perilaku konsumen adalah konsep diri

(self-concept). Keuntungan mempelajari perilaku konsumen dengan mempergunakan teori konsep-diri adalah dapat membandingkan antara deskripsi konsep diri konsumen yang ditunjukkan sendiri dengan konsep diri konsumen tersebut yang dibuat oleh pengamat dari luar. Konsep diri mempunyai implikasi dan aplikasi (penerapan) yang luas pada perilaku konsumen. Konsep ini dapat dipergunakan dalam

segmentasi, periklanan, pembungkusan, personal selling, pengembangan produk, dan penyaluran. Pengukuran konsep diri untuk memperkirakan pemilihan merek oleh konsumen.

e) Sikap

Sikap (attitude) seseorang adalah predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) untuk memberikan tanggapan terhadap rangsangan lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah laku orang tersebut. Sikap biasanya memberikan penilaian (menerima atau menolak) terhadap obyek atau produk yang dihadapinya. Sikap ini dilakukan konsumen berdasarkan pandangannya terhadap produk dan proses belajar baik dari pengalaman ataupun dari yang lain. Dengan mempelajari keadaan jiwa dan keadaan pikir dari sikap konsumen diharapkan dapat menentukan perilaku seseorang. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan dari kebudayaan dan lingkungan sosialnya sedangkan keadaan pikir seseorang merupakan cara berpikir yang dipengaruhi tingkat pendidikannya.

Kotler (dalam Yamit, 2005:80) mengemukakan beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu: 1) Sistem Pengaduan

Sistem ini memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan saran, keluhan, dan bentuk ketidakpuasan lainnya dengan menyediakan kotak saran. Setiap saran dan keluhan yang masuk harus menjadi perhatian bagi perusahaan sebab saran dan

keluhan itu pada umumnya dilandasi oleh pengalaman mereka. Hal ini sebagai bentuk kecintaan mereka terhadap produk maupun terhadap perusahaan.

2) Survei Pelanggan

Survei pelanggan merupakan cara umum digunakan dalam mengukur kepuasan pelanggan, misal: melalui surat pos, telepon, atau wawancara secara langsung.

3) Panel Pelanggan

Perusahaan mengundang pelanggan yang setia terhadap produk dan mengundang pelanggan yang telah berhenti membeli atau telah berpindah menjadi pelanggan perusahaan lain. Perusahaan akan memperoleh informasi mengenai tingkat kepuasan yang mereka rasakan dari pelanggan setia. Selain itu, perusahaan juga akan mengetahui mengapa hal itu dapat terjadi bila pembeli berhenti membeli. Apabila pelanggan yang berhenti membeli ini meningkat, hal ini menunjukkan adanya kegagalan perusahaan dalam memuaskan pelanggan.

Dokumen terkait