• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendaftaran berasal dari kata Cadastre (bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknik untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan kemilikan (atau lain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah. Dengan demikian cadastre merupakan alat yang tepat yang memberikan uraian dan identifikasi dari lahan tersebut dan juga sebagai continuous recording (rekaman yang berkesinambungan) dari pada hak atas tanah.

Cadastre yang modern biasa terjadi atas peta yang berukuran besar dan daftar-daftar yang berkaitan.39 Pendaftaran tanah tersebut merupakan suatu upaya yang tangguh dalam administrasi kenegaraan, sehingga dapat juga dikatakan sebagai sebagian dari mekanisme pemerintahan.

Jadi jelas bahwa pendaftaran tersebut harus dapat diterima jika bukti-bukti atas haknya benar sehingga tidak perlu dibiarkan dan diserahkan pada pihak yang berkepentingan untuk menilai dan menetapkan sikapnya tersebut. Supaya diketahui bahwa pendaftaran atas tanah disini hanyalah untuk mempermasalahkan haknya dan siapa pemiliknya. Manfaat dari pendaftaran tanah tersebut adalah untuk terjaminnya kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah.

b. Pengertian Tanah.

Sebagaimana sudah dijelaskan dalam hukum agraria yang dimaksud dengan tanah merupakan salah satu bagian dari bumi. Jika di telaah pasal 1 ayat 2 PP 24 tahun 1997, maka dinyatakan bahwa “bidang tanah adalah bagian permukaan bumi

39

yang merupakan satuan bidang yang terbatas yang merupakan objek dari pendaftaran tanah di Indonesia.40

c. Pendaftaran Tanah.

Dalam pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) menyatakan untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran tersebut meliputi:

a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.41

Peraturan Pemerintah (P.P) yang dimaksud dalam pasal 19 UUPA semula diatur dalam PP N0. 10 Tahun 1961, pada tanggal 8 Juli tahun 1997 dilakukan perubahan dengan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang dalam pasal 1 (satu) menentukan bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya

40

Ibid, h - 21 41

bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik satuan atas rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Pasal 64 PP No. 24 Tahun1997 yang merupakan ketentuan peralihan, menentukan ayat (1): “Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan sebagai pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah ada masih berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau diubah atau diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini”. Ayat (2): “Hak-hak yang didaftar serta hal-hal lain yang dihasilkan dalam kegiatan pendaftaran tanah berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tetap sah sebagai hasil pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah ini”. Sedangkan dalam ketentuan penutup dalam pasal 65, menentukan: “Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171) dinyatakan tidak berlaku.

Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Apa yang diuraikan pada pasal 11 ini adalah pengulangan dari ketentuan pasal 19 UUPA tentang pengertian pendaftaran tanah dan seperti yang sudah diuraikan diatas bahwa pendaftaran tanah tersebut meliputi pendaftaran awal dari segala hak-hak yang harus didaftarkan pada awal berlakunya ketentuan PP 10 tahun 1961 yang diperbaiki dengan PP 24 tahun 1997, dalam peraturan tersebut menerangkan tentang tata cara pendaftaran tanah di Indonesia, diantaranya:

1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi: a. pengumpulan dan pengelolaan data fisik.

b. pembuktian hak dan pembukuannya. c. penerbitan sertifikat.

d. penyajian data fisik dan data yuridis. e. penyimpanan daftar umum dan dokumen.

2. Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi: a. pendaftaran peralihan dan pembebanan hak.

b. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

Pasal 13 PP No. 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah mengenai pendaftaran tanah pertama kali, meliputi :

1. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.

2. Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh menteri.

3. Dalam hal suatu desa/ kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud ayat 2, pendaftaran tanah dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik.

4. Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.

Pendaftaran tanah menurut pasal 19 Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum dibidang pertanahan dalam sistem publikasinya adalah sistem negatif yang mengandung unsur positif,

karena akan menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 19 ayat 2 huruf c, pasal 23 ayat 2, pasal 32 ayat 2 dan pasal 38 ayat 2 UUPA.

Tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk menghimpun dan menyediakan informasi yang lengkap mengenai bidang tanah dengan pembukuan bidang-bidang tanah yang data fisik dan atau data yuridisnya belum lengkap atau masih disengketakan, walaupun untuk itu belum dikeluarkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya. Dalam rangka memberi kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah diberikan penegasan mengenai sejauh mana kekuatan pembuktian sertifikat, yang dinyatakan sebagai alat pembuktian yang kuat oleh UUPA. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan, sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan (pasal 32 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997). Orang tidak dapat menuntut tanah yang sudah bersertifikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 tahun sejak dikeluarkannya sertifikat tidak ada pihak yang mangajukan gugatan di Pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh dari orang atau badan hukum lain dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya (badan hukum) yang mendapat persetujuannya (pasal 32 ayat 2 PP No. 24 tahun 1997).

Dengan demikian makna dari pernyataan sertifikat merupakan alat pembuktian yang kuat dan tujuan dari pendaftaran tanah yang diselenggarakan

dengan memberikan kepastian hukum dibidang pertanahan, menjadi nyata dan dirasakan arti praktisnya, meskipun sistem publikasi yang digunakan sistem negatif. Ketentuan tersebut tadi memberikan asas pemberian perlindungan yang seimbang kepada pihak yang mempunyai tanah yang dikuasai serta digunakan sebagaimana mestinya maupun kepada pihak yang memperoleh dan menguasainya dengan itikad baik yang dikuatkan dengan pendaftaran tanah yang bersangkutan atas namanya.

Dari apa yang telah dikemukakan jelaslah bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah di samping telah melaksanakan pokok-pokok yang digariskan oleh UUPA, memuat penyempurnaan dan penegasan yang diharapkan akan mampu menjadi landasan hukum dan operasional pelaksanaan pendaftaran tanah lebih cepat.

Dalam penjelasan pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun1997 memuat beberapa asas dalam pendaftaran tanah, sebagai berikut:

1. asas sederhana dalam pendaftaran tanah, maksudnya agar ketentuan pokok maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh para pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

2. asas aman, dimaksudkan untuk menunjukan pendaftaran tanah perlu dilakukan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan kepastian hukum sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah.

3. asas terjangkau, maksudnya terjangkau bagi para pihak yang memerlukan, terutama bagi golongan ekonomi lemah yang membutuhkan pendaftaran hak atas tanah miliknya.

4. asas mutakhir, merupakan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya.

5. asas terbuka, masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat tentang data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.

BAB III

Dokumen terkait