• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Penghasilan

Dalam dokumen Bahan Ajar Pajak Penghasilan (Halaman 19-34)

BAB 3 OBJEK PAJAK PENGHASILAN

A. Pengertian Penghasilan

Undang-undang Pajak Penghasilan menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

Pengertian penghasilan dalam Undang-undang Pajak Penghasilantidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.

Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;

2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan;

3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha;

3

Tujuan Instruksional Khusus:

1. Mampu menguraikan tentang pengertian penghasilan. 2. Mampu menguraikan tentang objek Pajak Penghasilan.

3. Mampu menjelaskan tentang penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final.

4. Mampu menguraikan tentang penghasilan yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.

4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan Wajib Pajak.

Karena Undang-undang Pajak Penghasilan menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya (kompensasi horizontal), kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenai pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum.

Menurut (Mansury, 2002) dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan ditegaskan bahwa penghasilan yang dikenakan pajak mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

1. Tambahan kemampuan ekonomis.

Bahwa yang termasuk penghasilan itu adalah setiap tambahan kemampuan untuk menguasai barang dan jasa yang didapat oleh Wajib Pajak dalam tahun pajak yang berkenaan. Penghasilan diberi arti sebagai uang atau segala sesuatu yang lain yang bernilai uang yang mengalir menjadi hak seseorang yang dapat dipakainya untuk menguasai barang dan jasa guna dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan orang tersebut. Dengan memakai kata “tambahan”, maka dimaksudkan bahwa yang dikenakan pajak itu adalah jumlah netto, yaitu jumlah penerimaan atau perolehan bruto dikurangi dengan biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan itu.

2. Yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak.

Unsur ini membatasi pengenaan pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis itu, yaitu hanya kepada tambahan kemampuan ekonomis yang telah menjadi realisasi. Pengertian realisasi dalam hal ini mengambil alih konsep akuntansi, yaitu penghasilan yang telah dapat dibukukan, baik dengan memakai cash basis maupun dengan yang memakai accrual basis. Dalam hal ini tambahan kemampuan yang dihitung sebagai penghasilan bukan hanya karena

adanya kenaikan harga pasar, melainkan kenaikan harga itu sudah menjadi realisasi.

Mengenakan pajak hanya atas tambahan kemampuan ekonomis yang telah menjadi realisasi tidak berarti bahwa tambahan kemampuan ekonomis yang belum menjadi realisasi dibebaskan dari pajak. Hanya pengenaan pajaknya ditunda hingga saat yang kemudian, yaitu pada saat pemungutan pajak dapat dilakukan dengan mudah.

3. Baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia. Menunjukkan bahwa penghasilan yang dikenakan pajak itu meliputi penghasilan yang didapat dari manapun juga, baik yang berasal dari sumber-sumber di Indonesia maupun dari sumber-sumber-sumber-sumber di luar Indonesia.

Dari Pasal 26 (Undang-undang Pajak Penghasilan) kita mengetahui bahwa Subjek Pajak luar negeri mempunyai kewajiban pajak objektif yang terbatas. Dengan demikian, yang kewajiban pajak objektifnya meliputi world wide income adalah Subjek Pajak dalam negeri.

4. Yang dipakai untuk konsumsi maupun yang dipakai untuk membeli tambahan harta.

Merupakan cara menghitung atau mngukur besarnya penghasilan yang dikenakan pajak itu, yaitu sebagai hasil penjumlahan seluruh pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi dan sisanya yang ditabung menjadi kekayaan Wajib Pajak, termasuk yang dipakai membeli harta sebagai investasi (investasi disini adalah penggunaan tabungan Wajib Pajak untuk mengembangkan harta Wajib Pajak, seperti dibelikan saham untuk memperoleh dividend an capital gains atau dibelikan tanah yang dapat memberikan sewa dan juga capital gains.

5. Dengan nama dan dalam bentuk apapun juga.

Unsur ini mensyaratkan, bahwa dalam penentuan ada tidaknya penghasilan yang dikenakan pajak dan kalau ada berapa besarnya penghasilan itu, maka yang menentukan bukan nama yang diberikan oleh Wajib Pajak dan juga bukan bergantung kepada bentuk yuridis yang dipakai oleh Wajib Pajak, melainkan yang paling menentukan adalah hakekat ekonomis yang sebenarnya. Disebut The Substance OverForm Principle, yang berarti bahwa hakekat ekonomis adalah lebih penting daripada bentuk formal yang dipakai.

Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk10:

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa.

Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa, seperti upah, gaji, tunjangan,

honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang dibayar oleh pemberi kerja, atau imbalan dalam bentuk lainnya (misal: natura) adalah objek Pajak Penghasilan.

b. Hadiah dan Penghargaan.

Dalam pengertian hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain sebagainya.

Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan dengan penemuan benda-benda purbakala.

c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.

1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,

atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,

pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun;

4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan.

Alasan per ubahan:

Hak/ Interest di Bidang

Pertambangan hulu migas adalah

hak penambangan yang

ketentuannya diatur tersendiri. Pengalihan hak tersebut kepada pihak lain dapat menyebabkan

pemegang hak memperoleh

5) Keuntungankarena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.

Pasal 3 PP Nomor 94 Tahun 2010 mengatur bahwa dalam hal terjadi pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya, maka keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa buku merupakan penghasilan bagi perusahaan.

e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

Pengembalian pajak yang telah dibebankan sebagai biaya pada saat menghitung Penghasilan Kena Pajak merupakan objek pajak.

Sebagai contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan.

f. Bunga.

Dalam pengertian bunga termasuk pula premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang.Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan bagi yang membeli obligasi.

g. Dividen.

Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.

Termasuk dalam pengertian dividen adalah:

1) Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Pasal 6 PP Nomor 94 Tahun 2010 mengatur bahwa pembagian laba secara langsung dan/atau tidak langsung yang berasal dari saldo laba termasuk saldo laba berdasarkan proyeksi laba tahun berjalan merupakan objek pajak, kecuali bagian laba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang Pajak Penghasilan.

2) Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor.

3) Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham11.

Apabila saham bonus diberikan kepada pemegang saham yang menjadikan jumlah nilai nominal seluruh saham termasuk saham bonus yang diperolehnya lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham tersebut termasuk dalam pengertian pembagian laba atau dividen.

Namun demikian apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang saham sehingga pemberian tersebut tidak menjadikan jumlah nilai seluruh saham (termasuk saham bonus) yang diperoleh atau dimilikinya lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham tersebut tidak termasuk dalam pengertian pembagian laba atau dividen.

Pasal 2 PP 94 Tahun 2010 mengatur bahwa tidak termasuk pengertian dividen adalah pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran yang berasal dari:

a) Kapitalisasi agio saham kepada pemegang saham yang telah menyetor modal atau membeli saham di atas harga nominal, sepanjang jumlah nilai nominal saham yang dimilikinya setelah pembagian saham bonus tidak melebihi jumlah setoran modal; dan b) Kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan.

4) Pembagian laba dalam bentuk saham.

5) Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.

6) Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan.

7) Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan,

kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah.

8) Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.

9) Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi. 10) Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis.

11) Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi.

12) Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.

Dalam praktik sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang sahamyang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.

h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas:

1) Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;

2) Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah;

3) Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau komersial;

4) Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:

a) Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;

b) Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;

c) Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi.

5) Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio;

6) Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.

Dalam pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang.

j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya "alimentasi" atau tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.

k. Keuntungan karena pembebasan utang.

Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.

PP Nomor 130 Tahun 2000 tentang Pengecualian Sebagai Objek Pajak atas Keuntungan karena Pembebasan Utang Debitur Kecil, mengatur hal-hal sebagai berikut:

1) Atas penghasilan yang diperoleh debitur berupa keuntungan karena pembebasan utang yang merupakan Utang Debitur Kecil dari bank atau lembaga pembiayaan, dikecualikan sebagai Objek Pajak12.

2) Yang dimaksud dengan Utang Debitur Kecil adalah utang usaha yang jumlahnya tidak lebih dari Rp350.000.000,00 termasuk:

a) Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), yaitu kredit lunak untuk usaha ekonomi produktif yang diberikan kepada Keluarga Prasejahtera dan Keluarga Sejahtera I (alasan ekonomi hasil pendataan KS) yang telah menjadi peserta Takesra dan tergabung dalam kegiatan kelompok Prokesra-OPPKS;

b) Kredit Usaha Tani (KUT), yaitu kredit modal kerja yang diberikan oleh bank kepada koperasi primer baik sebagai pelaksana (executing) maupun penyalur (channeling) atau kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai pelaksana pemberian kredit, untuk keperluan petani yang tergabung dalam kelompok tani guna membiayai usaha taninya dalam rangka intensifikasi padi, palawija dan hortikultura;

c) Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat untuk pemilikan rumah sangat sederhana (RSS);

d) Kredit Usaha Kecil (KUK), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil;

e) Kredit kecil lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.

3) Kredit yang diberikan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur yang jumlah seluruhnya tidak melebihi Rp350.000.000,00 dapat dihitung sebagai Utang Debitur Kecil dari masing-masing bank, sepanjang memenuhi kriteria Utang Debitur Kecil.

4) Dalam hal pemberian Utang Debitur Kecil dilakukan oleh lebih dari satu bank kepada satu debitur yang mengakibatkan jumlah plafon kreditnya melampaui batas maksimum Rp350.000.000,00 maka keuntungan karena pembebasan utang yang dikecualikan sebagai Objek Pajak adalah jumlah sisa kredit yang diperoleh pada bank pertama ditambah dengan jumlah sisa kredit yang diperoleh pada bank-bank berikutnya sampai mencapai jumlah plafon kredit keseluruhan sebesar Rp350.000.000,00.

5) Apabila masih terdapat sisa kredit pada bank tersebut dan atau bank-bank lain setelah dikurangi dengan jumlah plafon kredit keseluruhan sebesar Rp350.000.000,00 maka keuntungan karena pembebasan utang atas sisa kredit tersebut merupakan Objek Pajak.

l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.

Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.

n. Premi asuransi.

Dalam pengertian premi asuransi termasuk premi reasuransi.

o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

Tambahan kekayaan netto pada hakekatnya merupakan akumulasi penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya tambahan kekayaan netto yang melebihi akumulasi penghasilan yang telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak, maka tambahan kekayaan netto tersebut merupakan penghasilan.

q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah13.

Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Dibandingkan dengan transaksi berdasarkan sistem konvensional, terdapat perbedaan antara transaksi berdasarkan prinsip syariah14 dengan transaksi yang dilakukan berdasarkan sistem konvensional tersebut. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya prinsip tertentu yang harus diperhatikan oleh Usaha Berbasis Syariah dalam melaksanakan kegiatan usahanya, yaitu:

1) Kehalalan produk; 2) Kemaslahatan bersama; 3) Menghindari spekulasi; 4) Menghindari riba.

Terkait dengan prinsip menghindari riba, kegiatan pemberian pinjaman yang dilakukan oleh jasa keuangan dengan mengenakan tingkat bunga tertentu tidak dapat dilakukan oleh usaha berbasis syariah. Kegiatan tersebut, dalam Usaha Berbasis Syariah dilakukan melalui beberapa pendekatan antara lain:

1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah. 2) Transaksi jual beli dalam bentuk murabahah, salam, dan istisna.

3) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik;

4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk qardh.

Berdasarkan kesepakatan antara pihak yang bertransaksi, dana akan dikembalikan setelah jangka waktu tertentu dengan memberikan imbalan, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Perbedaan antara transaksi berdasarkan prinsip syariah dengan transaksi berdasarkan sistem konvensional tersebut akan mengakibatkan

beberapa implikasi. Perbedaan tersebut menyebabkan perlakuan perpajakan yang berbeda dalam suatu industri yang sama, yaitu untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional. Dengan perlakuan yang berbeda tersebut, maka perlakuan perpajakan menjadi tidak netral bagi para pihak yang terlibat untuk menentukan pilihan apakah menggunakan transaksi berdasarkan prinsip syariah atau berdasarkan sistem konvensional. Implikasi berikutnya terkait dengan kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan bagi kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah tertentu, apabila ketentuan Pajak Penghasilan yang berlaku umum diterapkan atas transaksi syariah yang mendasari kegiatan usaha tersebut.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, berdasarkan amanat Pasal 31D Undang-undang Pajak Penghasilan, telah diterbitkan PP Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Kegiatan Usaha Berbasis Syariah yang mengatur hal-hal sebagai berikut:

1) Ketentuan mengenai penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau pemungutan pajak dari kegiatan usaha berbasis syariah berlaku mutatis

mutandis ketentuan dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.

Artinya perlakuan Pajak Penghasilan atas transaksi kegiatan Usaha Berbasis Syariah dipersamakan dengan atau sebagaimana yang berlaku atas transaksi sepadan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam industri yang sama yang berdasarkan sistem konvensional. Dengan demikian, perlakuan Pajak Penghasilan tidak bersifat distortif serta akan memberikan perlakuan yang sama (level playing field) bagi Wajib Pajak dalam suatu industri yang sama.

Pemberlakuan secara mutatis mutandis dimaksudkan bahwa ketentuan perpajakan yang berlaku umum berlaku pula untuk kegiatan Usaha Berbasis Syariah.Contoh, perlakuan perpajakan mengenai bunga berlaku pula untuk imbalan atas penggunaan dana pihak ketiga yang tidak termasuk dalam kategori modal perusahaan. Imbalan tersebut dapat berupa hak pihak ketiga atas bagi hasil, margin, atau bonus, sesuai dengan pendekatan transaksi syariah yang digunakan.

Pada ketentuan perpajakan secara umum, bunga merupakan penghasilan bagi pihak penerima dan merupakan pengurang penghasilan bagi pihak pembayar. Berkenaan dengan kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan, pihak pembayar wajib memotong Pajak Penghasilan atas bunga yang dibayarkan. Pemotongan tersebut dapat dilakukan sesuai dengan Pasal 4 ayat (2), Pasal 23, dan/atau Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan sesuai dengan transaksi dan lembaga yang bertransaksi. Perlakuan perpajakan tersebut juga berlaku terhadap hak pihak ketiga atas bagi hasil, margin, atau bonus yang timbul dari penggunaan dana pihak ketiga yang tidak termasuk dalam kategori modal perusahaan, sesuai dengan transaksi dan lembaga yang bertransaksi. 2) Biaya dari Kegiatan Usaha Berbasis Syariah termasuk:

a) Hak pihak ketiga atas bagi hasil.

Hak pihak ketiga atas bagi hasil yang dibayarkan merupakan biaya yang dapat dikurangkan. Bagi hasil ini berbeda dengan dividen yang dibagikan, terkait dengan status dana yang digunakan. Dividen diberikan atas modal yang ditanamkan pada usaha yang menunjukkan kepemilikan usaha. Sedangkan bagi hasil dibayarkan atas dana pihak ketiga yang digunakan untuk jangka waktu tertentu yang tidak menunjukkan kepemilikan usaha.

b) Margin.

c) Kerugian dari transaksi bagi hasil.

Kerugian yang timbul dari transaksi bagi hasil merupakan biaya yang dapat dikurangkan. Kerugian yang timbul harus diteliti lebih lanjut, apabila kerugian tersebut timbul akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut merupakan tanggung jawab

Dalam dokumen Bahan Ajar Pajak Penghasilan (Halaman 19-34)