BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK DAGANG
A. Pengertian Prinsip First to File dalam Perlindungan Merek
Pada umumnya, negara-negara dengan sistem hukum Civil Law, termasuk Indonesia, menganut sistemFirst to filedalam memberikan hak merek. Berdasarkan sistem First to file tersebut, pemilik merek, termasuk merek terkenal, harus mendaftarkan mereknya di Dirjen HKI untuk memperoleh hak eksklusif atas mereknya dan perlindungan hukum. Hak eksklusif tidak dapat diperoleh pemilik merek hanya dengan menunjukan bukti-bukti bahwa ia adalah pemakai pertama merek tersebut di Indonesia. First-to-file system berarti bahwa pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran diberi prioritas untuk mendapatkan pendaftaran merek dan diakui sebagai pemilik merek yang sah.
Berdasarkan Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001 bahwa pendaftaran merek yang digunakan adalah sistem Konstitutif yang isinya menyatakan:
“Hak atas merek adalah hak khusus atau eksklusif yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang yang secara beramai-ramai atau badan hukum untuk menggunakannya”54
54
H. M. N. Purwosutjipto,Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Djambatan. 1985), hal. 89.
Sistem Konstitutif ini dianut oleh undang-undang sebelumnya yakni UU No. 19 Tahun 1992 dan UU No. 14 Tahun 1997 yang merupakan perubahan yang sangat mendasar dalam undang-undang merek di Indonesia yang dari semula telah menganut Sistem Deklaratif dan dengan sistem ini maka terjadi perubahan dimana sistem ini memberikan hak atas merek, maksudnya siapa yang pertama kali mendaftarkan mereknya maka dialah yang berhak terhadap merek tersebut(first to file).55
Sistem pendaftar konstitutif disebut juga first to file principle.Artinya, merek yang didaftar adalah yang memenuhi syarat dan sebagai yang pertama karena tidak semua merek dapat didaftarkan. Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beretikad tidak baik. Pemohon beretikad tidak baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak layak dan tidak jujur, ada niat tersembunyi misalnya membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran menimbulkan persaingan tidak sehat dan mengecohkan atau menyesatkan konsumen. Yang dapat mendaftarkan merek adalah orang atau badan hukum.
Sistem ini lebih menjamin adanya suatu kepastian hukum karena pemilik atau pendaftar merek diberikan sebuah sertifikat sebagai tanda bukti pendaftaran dan bukti hak atas merek yang telah didaftarkan tersebut sekaligus dianggap sebagai pemakai pertama dari merek yang bersangkutan. Keuntungan dari merek yang terdaftar bila dibandingkan dengan merek yang tidak didaftarkan apabila terjadi sengketa adalah merek yang telah terdaftar akan lebih mudah untuk pembuktiannya karena
55
mempunyai bukti otentik berupa sertifikat yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal HKI dan dengan adanya sertifikat tersebut dianggap sebagai pemakai pertama merek tersebut sedangkan pada merek yang tidak terdaftar si pemakai akan mengalami kesulitan untuk membuktikan dirinya sebagai pemakai pertama karena tidak terdapat surat-surat yang diajukan sebagai bukti otentik di dalam pemeriksaan di pengadilan.56
Merek dengan sistem konstitutif, pendaftaran merupakan keharusan agar dapat memperoleh hak atas merek. Tanpa pendaftaran negara tidak akan memberikan hak atas merek kepada pemilik merek. Hal ini berarti tanpa mendaftarkan merek, seseorang tidak akan diberikan perlindungan hukum oleh negara apabila mereknya ditiru oleh orang lain. Pendaftaran merek yang digunakan di Indonesia sejak Undang- Undang Nomor 19 Tahun 1992 adalah sistem Konstitutif.
Pada sistem Konstitutif ini perlindungan hukumnya didasarkan atas pendaftar pertama yang beritikad baik.57 Hal ini juga seperti yang tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar oleh pemohon yang tidak beritikad baik. Pasal 1 butir 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa permohonan merupakan permintaan pendaftaran yang diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Sehingga dimungkinkan permohonan pendaftaran merek dapat berlangsung dengan tertib, pemeriksaan merek tidak hanya dilakukan berdasarkan kelengkapan persyaratan formal saja, tetapi juga dilakukan pemeriksaan subtantif.
56
Ibid, hal. 32.
57
Rachmadi Usman,Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual,(Bandung: PT. Alumni, 2003) , hal. 326.
Pemeriksaan subtantif atas permohonan pendaftaran merek ini dimaksudkan untuk menentukan dapat atau tidaknya merek yang dimohonkan didaftarkan dalam Daftar Umum Merek. Pemeriksaan substantif dilakukan dalam jangka waktu paling lama 9 (Sembilan) bulan. Apabila dari hasil pemeriksaan subtantif ternyata permohonan tersebut tidak dapat diterima atau ditolak, maka atas persetujuan Direktorat Merek, hal tersebut diberitahukan secara tertulis pada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya. Pasal 4, 5, dan 6 Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftarkan atas itikad tidak baik, merek juga tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur yang bertentangan dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, tidak memiliki daya pembeda, telah menjadi milik umum, dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran.
Tidak seperti halnya dalam sistem deklaratif yang lebih banyak menimbulkan kesulitan dalam penegakan hukumnya, maka pada sistem konstitutif dengan prinsip
first to fileatau dengan doktrinprior in tempore, melior injure,sangat potensial untuk mengkondisikan:
a) Kepastian hukum untuk mengkondisikan siapa sebenarnya pemilik merek yang paling utama untuk dilindungi.
b) Kepastian hukum pembuktian, karena hanya didasarkan pada fakta pendaftaran. Pendaftaran satu-satunya alat bukti utama.
c) Mewujudkan dugaan hukum siapa pemilik merek yang paling berhak dengan pasti, tidak menimbulkan kontroversi antara pendaftar pertama dan pemakai pertama.58
Permohonan merek juga harus ditolak apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang atau jasa yang sejenis, mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal.59 Berdasarkan ketentuan persyaratan merek agar dapat didaftarkan, sesuatu dapat dikategorikan dan diakui sebagai merek, apabila:
1. Mempunyai fungsi pembeda;
2. Merupakan tanda pada barang atau jasa (unsur-unsur gambar, nama, kata, huruf, angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut); 3. Tidak memenuhi unsur-unsur yang bertentangan dengan kesusilaan dan
ketertiban umum;
4. Bukan menjadi milik umum;
5. Tidak merupakan keterangan, atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.
Selain pemeriksaan substantif, harus pula ditempuh mekanisme Pengumuman dalam waktu 3 (tiga) bulan dengan menempatkan pada papan pengumuman yang
58
Kholis Roisah, Implementasi Perjanjian TRIPs Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek Terkenal (Asing) Di Indonesia, (Semarang: Tesis Hukum(UNDIP), 2001) , hal. 66.
59
Ahmadi M. Ramli,Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2004), hal. 11.
khusus dan dapat dengan mudah dilihat oleh masyarakat dalam Berita Resmi Merek yang diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Merek. Hal ini dilakukan untuk memungkinkan pihak-pihak yang dirugikan mengajukan bantahan terhadap pendaftaran merek dan dapat mencegah pendaftaran merek yang dilakukan oleh orang yang tidak beritikad baik. Apabila masa pengumuman berakhir dan tidak ada sanggahan atau keberatan dari pihak lain, Direktorat Merek mendaftarkan merek tersebut dalam Daftar Umum Merek serta dilanjutkan dengan pemberian sertifikat merek.
Sertifikat merek merupakan alat bukti bahwa merek telah terdaftar dan juga sebagai bukti kepemilikan. Dalam hal permintaan pendaftaran merek ditolak, keputusan tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Merek kepada pemilik merek atau kuasanya dengan disertai alasan-alasan.Penolakan terhadap putusan ini dapat diajukan banding secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya kepada Komisi Banding Merek. Tentang permohonan banding dan Komisi Banding Merek ini terdapat dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.
Komisi Banding Merek merupakan badan khusus yang independen yang berada dilingkungan Direktorat Hak Kekayaan Intelektual. Keputusan yang diberikan oleh Komisi Banding Merek paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan banding. Keputusan Komisi Banding bersifat final dan mengikat. Apabila komisi banding merek mengabulkan permintaan banding, Direktorat Merek melaksanakan pendaftaran dan memberikan sertifikat merek. Jika
ditolak, pemohon dan kuasanya dapat mengajukan gugatan atas putusan penolakan permohonan banding kepada Pengadilan Niaga dalam waktu paling lambat 3 ( tiga ) bulan terhitung sejak tanggal diterimanya keputusan penolakan.60
Sistem konstitutif ini mulai diberlakukan di Indonesia berdasarkan Undang- Undang Merek 1992 (lihat Pasal 2). Pada sistem konstitutif Undang-Undang Merek 1992 teknis pendaftarannya telah diatur seteliti mungkin, dengan melakukan pemeriksaan secara formal persyaratan pendaftaran dan pemeriksaan substantive tentang merek. Sebelum dilakukan pemeriksaan substantif, dilakukan lebih dahulu pengumuman tentang permintaan pendaftaran merek. Bagi mereka yang merasa dirugikan akan adanya pengumuman itu dapat mengajukan keberatan. Pihak yang mengajukan pendaftaran merek diberi hak untuk menyanggah terhadap keberatan tersebut.61
Jika prosedur pemeriksaan substantif selesai dan pendaftaran merek dilangsungkan dengan menempatkan ke Daftar Umum Merek, maka pemilik merek diberikan Sertifikat Merek. Sertifikat ini merupakan tanda bukti Hak atas Merek yang merupakan bukti bahwa pemilik merekdiberi hak khusus oleh negara untuk menggunakan merek yang telah didaftarkan. Bukti yang demikian tidak dijumpai pada sistem deklaratif, karena pemilik merek yang mendaftarkan mereknya hanya diberi surat tanda pendaftaran, bukan sertifikat. Disinilah dapat dilihat jaminan
60
Erna Wahyuni, dan T. Saiful Bahri,Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, (Yogyakarta : YPAPI, 2004), hal. 96.
61
Gatot Supramono, Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang Undang Nomor 19 Tahun1 992, (Jakarta: Djambatan, 1996), hal. 21.
kepastian hukumnya pemakai merek pada sistem konstitutif pendaftaran merek. Merek-merek yang tidak didaftarkan sudah dapat dipastikan pemilik merek yang bersangkutan tidak mempunyai Hak Atas Merek.62
B. Pelaksanaan Prinsip First To File dalam Penyelesaian Sengketa Merek