• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Prinsip First to File Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Asing Di Pengadilan (Studi Kasus tentang Gugatan Pencabutan Hak Merek “TOAST BOX” oleh BreadTalk Pte.Ltd No: 02/ Merek/ 2011/ PN.Niaga/Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pelaksanaan Prinsip First to File Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Asing Di Pengadilan (Studi Kasus tentang Gugatan Pencabutan Hak Merek “TOAST BOX” oleh BreadTalk Pte.Ltd No: 02/ Merek/ 2011/ PN.Niaga/Medan)"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

02/MEREK/2011/PN.NIAGA/MEDAN)

TESIS

Oleh

VANIA ISURA SITEPU

117011120/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

02/MEREK/2011/PN.NIAGA/MEDAN)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

VANIA ISURA SITEPU

117011120/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

02/MEREK/2011/PN.NIAGA/MEDAN) Nama Mahasiswa : VANIA ISURA SITEPU

Nomor Pokok : 117011120

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

3. Dr. Dedi Harianto, SH, MHum

(5)

Nama : VANIA ISURA SITEPU

Nim : 117011120

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS PRINSIP FIRST TO FILE DALAM

PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DAGANG

ASING DI PENGADILAN : STUDI TENTANG

GUGATAN PENCABUTAN HAK MEREK “TOAST

BOX" OLEH BREADTALK PTE.LTD NO.

02/MEREK/2011/PN.NIAGA/MEDAN)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri

bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena

kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi

Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas

perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan

sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

Hak Kekayaan Intelektual yang harus diatur dan dilindungi yaitu merek. Kebutuhan adanya perlindungan hukum atas merek semakin berkembang dengan pesat setelah banyaknya kejadian orang yang melakukan peniruan-peniruan. Perlindungan merek sebenarnya sudah diatur dalam Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, namun faktanya masih banyak yang belum terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sehingga belum mendapat perlindungan hukum.

Timbul permasalahan hukum bagaimana perlindungan hukum terhadap merek dagang asing di Indonesia menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pelaksanaan prinsip First to File dalam penyelesaian sengketa merek dagang asing dalam peradilan di Indonesia dan Penyelesaian sengketa dalam hal merek dagang asing tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar di Indonesia.Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan, dilakukan penelitian hukum Yuridis Normatif.

Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Pendaftaran merek yang dilakukan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap hak atas merek sesuai Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Pendaftaran merek dengan menggunakan sistem konstitutif (first to file) lebih menjamin adanya kepastian hukum bagi pemegang hak atas merek karena pendaftar merek diberikan sebuah sertifikat sebagai tanda bukti pendaftaran dan bukti atas hak merek, sekaligus dianggap sebagai pemakai pertama dari merek tersebut. Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Asing yang mempunyai Persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Terdaftar dapat dilakukan secara Perdata, Pidana dan Administratif/ Administrasi Negara. Dilihat dari perlindungan hukumnya maka sehubungan dengan perkara merek yang ada, perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pemilik merek tedaftar adalah mengajukan gugatan pembatalan merek mengingat berdasarkan sistem konstitutif yang dianut oleh Undang-Undang Merek Indonesia yaitu perlindungan hukum diberikan kepada pendaftar merek yang pertama.

Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan agar proses pendaftaran merek dipermudah dan dipersingkat, serta dilakukan perbaikan sistim data dan publikasi pada Dirjen HKI agar pelaku usaha tidak akan ragu lagi untuk mendaftarkan mereknya. Untuk lebih memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang merek dagang asing diperlukan kerjasama yang harmonis antara pemerintah dengan disertai peraturan perundang-undangan yang memadai, aparat pemeriksa merek (Dirjen HKI), aparat penegak hukum, masyarakat luas dengan informasi adanya pelanggaran merek serta pengusaha yang akan menggunakan suatu merek tertentu bagi produknya. Sehingga pada prakteknya, sistem pendaftaranFirst to File dapat berjalan efektif menciptakan keselerasan jaminan keadilan dan kemanfaatan, karena masih banyak merek-merek yang didaftarkan bukan oleh pemilik merek yang sebenarnya.

(7)

there is a healthy business competition climate. One of the parts of Intellectual Property Rights which must be regulated and protected is brand (trademark). The need for legal protection on brand has increasingly rapidly developed after there have been many imitations done by people at large. Actually, brand protection has been regulated in Law No.15/2001 on Brand, but, in fact, there are still many brands (trademarks) which have not been registered at the Office of Directorate General of Intellectual Property Rights that they have not received any legal protection.

The legal problems occured were what legal protection was provided for foreign trademark according to Law No.15/2001 on Brand, therefore, the purpose of this normative juridical study was to answer the questions of how the principle of First to File was implemented in the settlement of foreign trademark dispute in the Indonesian court of law, and whether or not the settlement of trademark dispute was principally or wholly similar between the settlement of foreign trademark and the trademark registered in Indonesia.

The result of this study showed that, the registration of trademark done by the Directorate General of Intellectual Property Rights was intended to obtained legal certainty and legal protection for the right to trademark in accordance with Law No.15/2001. The registration of trademark through constitutive system (First to File) more guarantees the existence of legal certainty for the holder of right to trademark because the one who registered the trademark was given a certificate as a proof of registration and a proof of right to trademark, and at the same time, the registrant is regarded as the first user of the trademark. The settlement of dispute on Foreign Trademark which is principally or wholly similar to the registered trademark can be carried out based on the civil, criminal and administrative approach. In terms of legal protection, in relation to the existing cases of trademark, legal protection that can be given to the owner of the registered trademark is to file a lawsuit on the cancellation of brand (trademark) considering the constitutive system followed by the Indonesian Law on Brand (Trademark) saying that legal protection is given to the first registrant of trademark.

It is expected that the process of trademark registration can be simplified and shortened and the data system and publication of the Directorate General of Intellectual Property Rights should be improved that the business practitioners will be not in doubt to register their trademarks. To give more legal protection to the holders of foreign trademarks, harmonious cooperation is needed between the government accompanied with adequate regulations of legislation, brand (trademark) inspection apparatuses (the Directorate General of Intellectual Property Rights), law enforcement officers, community members at large in announcing the information about violation brands and entrepreneurs who will use a particular brand for their products. That, in practice, the First to File registration system can be effectively run and create the alignment of guarantees justice and expediency, because there many brands (trademarks) registered not by their actual owners.

(8)

KasihNya, sehingga Tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Master Kenotariatan pada Magister Kenotariatan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari Tesis ini adalah:

“Pelaksanaan PrinsipFirst to FileDalam Penyelesaian Sengketa Merek Dagang

Asing Di Pengadilan (Studi Kasus tentang Gugatan Pencabutan Hak Merek

“TOAST BOX” oleh BreadTalk Pte.Ltd No: 02/ Merek/ 2011/ PN.Niaga/

Medan).”

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai

pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Medan dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I

yang telah menyediakan waktu untuk memberi saran dan masukan dalam

penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum., selaku Pembantu Dekan I

(9)

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk

memberi bimbingan dan semangat dalam menyelesaian tesis ini.

5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum., selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan

selaku Dosen Pembimbing III yang telah meluangkan waktu untuk memberi

perhatian dan pengarahan dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar, Seluruh staf administrasi dan pegawai pada

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang membantu segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis.

7. Keluarga Besar Sitepu dan Tarigan yang telah memberi motivasi dan semangat

untuk dukungan sebagai keluarga sekaligus teman bagi penulis. Teristimewa

untuk orangtuaku terkasih, Papa Simbela Sitepu dan Mama Inganlit Tarigan yang

telah merawat, memberikan doa dan mendidik penulis untuk menjadi pribadi

yang Takut akan Tuhan. Kakak-kakakku, Susan dan Erin, abang iparku, Darma,

serta Keponakan-keponakanku tersayang, Carenza dan Valeska yang memberi

insiprasi, dukungan dan hiburan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh Kerabat dan Sahabat sejak SMP, SMA, kuliah di Fakultas Hukum dan

(10)

semua pihak, Semoga Tuhan selalu memberkati Kita semua.

Penulis,

(11)

Nama : Vania Isura Sitepu Tempat/tanggal lahir : Medan/13 Agustus 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Setia Budi Komplek Griya Kenanga Asri Blok A No. 7 Medan

E-mail : vaniaisurasitepu@yahoo.co.id

Orang tua : Simbela Sitepu, Dipl.com. (Ayah) Inganlit Tarigan (Ibu)

Saudara : Susan Octarina Sitepu, SH (Kakak)

Erin Karina Sitepu, SE (Kakak)

B. PENDIDIKAN

1994-2000 : SD Methodist, di Binjai

2000-2001 : SMP Methodist, di Binjai

2001-2003 : SMP Immanuel, di Medan

2003-2006 : SMA Immanuel, di Medan

2006-2010 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, di Medan

(12)

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHUHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi... 19

G. Metode Penelitian ... 22

1. Sifat Penelitian ... 22

2. Sumber Data... 22

3. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data ... 23

4. Analisis Data ... 24

5. Penarikan Kesimpulan ... 25

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK DAGANG ASING DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK... 26

A. Konvensi-Konvensi Internasional ... 26

B. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ... 32

C. Pengertian Merek Asing ... 41

(13)

BAB III PELAKSANAAN PRINSIP FIRST TO FILE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DAGANG ASING

DALAM PERADILAN DI INDONESIA ... 54

A. Pengertian Prinsip First to File dalam Perlindungan Merek menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ... 54

B. Pelaksanaan Prinsip First To File dalam Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Asing “TOAST BOX” berdasarkan dalam Putusan Pengadilan NO. 02/Merek/2011/PN. Niaga/Medan ... 61

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HAL MEREK DAGANG ASING MEMPUNYAI PERSAMAAN PADA POKOKNYA ATAU KESELURUHANNYA DENGAN MEREK TERDAFTAR DI INDONESIA... 79

A. Pengertian Persamaan Pada Pokoknya atau keseluruhannya termasuk oleh Pengadilan ... 79

B. Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Asing yang mempunyai Persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Terdaftar ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 103

A. Kesimpulan ... 103

B. Saran... 104

(14)

Hak Kekayaan Intelektual yang harus diatur dan dilindungi yaitu merek. Kebutuhan adanya perlindungan hukum atas merek semakin berkembang dengan pesat setelah banyaknya kejadian orang yang melakukan peniruan-peniruan. Perlindungan merek sebenarnya sudah diatur dalam Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek, namun faktanya masih banyak yang belum terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sehingga belum mendapat perlindungan hukum.

Timbul permasalahan hukum bagaimana perlindungan hukum terhadap merek dagang asing di Indonesia menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Pelaksanaan prinsip First to File dalam penyelesaian sengketa merek dagang asing dalam peradilan di Indonesia dan Penyelesaian sengketa dalam hal merek dagang asing tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terdaftar di Indonesia.Untuk mengetahui jawaban dari permasalahan, dilakukan penelitian hukum Yuridis Normatif.

Dari hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa Pendaftaran merek yang dilakukan pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap hak atas merek sesuai Undang-Undang No. 15 Tahun 2001. Pendaftaran merek dengan menggunakan sistem konstitutif (first to file) lebih menjamin adanya kepastian hukum bagi pemegang hak atas merek karena pendaftar merek diberikan sebuah sertifikat sebagai tanda bukti pendaftaran dan bukti atas hak merek, sekaligus dianggap sebagai pemakai pertama dari merek tersebut. Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Asing yang mempunyai Persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Terdaftar dapat dilakukan secara Perdata, Pidana dan Administratif/ Administrasi Negara. Dilihat dari perlindungan hukumnya maka sehubungan dengan perkara merek yang ada, perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada pemilik merek tedaftar adalah mengajukan gugatan pembatalan merek mengingat berdasarkan sistem konstitutif yang dianut oleh Undang-Undang Merek Indonesia yaitu perlindungan hukum diberikan kepada pendaftar merek yang pertama.

Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan agar proses pendaftaran merek dipermudah dan dipersingkat, serta dilakukan perbaikan sistim data dan publikasi pada Dirjen HKI agar pelaku usaha tidak akan ragu lagi untuk mendaftarkan mereknya. Untuk lebih memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang merek dagang asing diperlukan kerjasama yang harmonis antara pemerintah dengan disertai peraturan perundang-undangan yang memadai, aparat pemeriksa merek (Dirjen HKI), aparat penegak hukum, masyarakat luas dengan informasi adanya pelanggaran merek serta pengusaha yang akan menggunakan suatu merek tertentu bagi produknya. Sehingga pada prakteknya, sistem pendaftaranFirst to File dapat berjalan efektif menciptakan keselerasan jaminan keadilan dan kemanfaatan, karena masih banyak merek-merek yang didaftarkan bukan oleh pemilik merek yang sebenarnya.

(15)

there is a healthy business competition climate. One of the parts of Intellectual Property Rights which must be regulated and protected is brand (trademark). The need for legal protection on brand has increasingly rapidly developed after there have been many imitations done by people at large. Actually, brand protection has been regulated in Law No.15/2001 on Brand, but, in fact, there are still many brands (trademarks) which have not been registered at the Office of Directorate General of Intellectual Property Rights that they have not received any legal protection.

The legal problems occured were what legal protection was provided for foreign trademark according to Law No.15/2001 on Brand, therefore, the purpose of this normative juridical study was to answer the questions of how the principle of First to File was implemented in the settlement of foreign trademark dispute in the Indonesian court of law, and whether or not the settlement of trademark dispute was principally or wholly similar between the settlement of foreign trademark and the trademark registered in Indonesia.

The result of this study showed that, the registration of trademark done by the Directorate General of Intellectual Property Rights was intended to obtained legal certainty and legal protection for the right to trademark in accordance with Law No.15/2001. The registration of trademark through constitutive system (First to File) more guarantees the existence of legal certainty for the holder of right to trademark because the one who registered the trademark was given a certificate as a proof of registration and a proof of right to trademark, and at the same time, the registrant is regarded as the first user of the trademark. The settlement of dispute on Foreign Trademark which is principally or wholly similar to the registered trademark can be carried out based on the civil, criminal and administrative approach. In terms of legal protection, in relation to the existing cases of trademark, legal protection that can be given to the owner of the registered trademark is to file a lawsuit on the cancellation of brand (trademark) considering the constitutive system followed by the Indonesian Law on Brand (Trademark) saying that legal protection is given to the first registrant of trademark.

It is expected that the process of trademark registration can be simplified and shortened and the data system and publication of the Directorate General of Intellectual Property Rights should be improved that the business practitioners will be not in doubt to register their trademarks. To give more legal protection to the holders of foreign trademarks, harmonious cooperation is needed between the government accompanied with adequate regulations of legislation, brand (trademark) inspection apparatuses (the Directorate General of Intellectual Property Rights), law enforcement officers, community members at large in announcing the information about violation brands and entrepreneurs who will use a particular brand for their products. That, in practice, the First to File registration system can be effectively run and create the alignment of guarantees justice and expediency, because there many brands (trademarks) registered not by their actual owners.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perdagangan global membuktikan bahwa terjadinya

perdagangan Internasional secara cepat dan menyeluruh telah menjadi salah satu

komponen yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu

bangsa. Arus globalisasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan semakin

meningkat, bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.

Mobilisasi barang dan jasa yang berskala antar negara memerlukan standarisasi dan

perlindungan, apalagi negara–negara menyadari perdagangan merupakan faktor yang

sangat penting dalam meningkatkan ekonomi negara. Dengan demikian sektor

perdagangan harus diberi peran bilamana perekonomian negara ingin maju.

Dalam era perdagangan bebas, arus masuknya barang dari luar negeri ke

wilayah pabean Indonesia tidak dapat dihindari. Oleh karena banyaknya barang yang

menggunakan merek dagang asing yang beredar di Indonesia maka merek dagang

asing harus dapat diidentifikasi.1 Pendaftaran dari sebuah merek yang digunakan

untuk mengidentifikasi barang-barang dan jasa yang diproduksi atau didistribusi oleh

sebuah perusahaan tertentu dengan memberikan hak kepada perusahaan tersebut

untuk mengunakan secara eksklusif merek dan perusahaan tersebut memiliki hak

1

(17)

untuk mencegah penggunaan merek yang tidak sah. Membangun hubungan antara

produk dan usaha menciptakan reputasi yang bernilai atau “nama baik” (good will),

dan ini merupakan dasar dari kebanyakan perdagangan internasional.2

Diberlakukannya perjanjian TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual

Property Right) pada tanggal 1 Januari 2000 memberikan harapan adanya

perlindungan bagi berbagai produk intelektual dari upaya pelanggaran hak atas

produk yang dihasilkan baik oleh individu maupun suatu korporasi dalam bidang

industri dan perdagangan dalam upaya menjaga pelanggaran hak atas keaslian karya

cipta yang menyangkut Hak Cipta, Hak-hak yang berkaitan dengan hak cipta, Merek,

Paten, Desain Industri, Perlindungan Rahasia Dagang, Indikasi Geografis,

Perlindungan Variates Tanaman dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan rasa aman bagi kalangan industri

dan perdagangan, namun hingga saat ini berbagai masalah di bidang Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) masih saja terjadi.

Ada dua alasan mengapa HKI perlu dilindungi oleh hukum. Pertama, alasan

non ekonomis dan kedua alasan ekonomis. Alasan yang bersifat non ekonomis

menyatakan bahwa perlindungan hukum akan memacu mereka yang menghasilkan

karya-karya intelektual tersebut untuk terus melakukan kreativitas intelektual. Hal ini

2

(18)

akan meningkatkan“self actualization” pada diri manusia.3 Bagi masyarakat hal ini

akan berguna untuk meningkatkan perkembangan kehidupan mereka, sedangkan

alasan yang bersifat ekonomis adalah dengan melindungi mereka yang melahirkan

karya intelektual tersebut, berarti yang melahirkan karya tersebut mendapatkan

keuntungan materiil dari karya-karyanya. Di lain pihak melindungi mereka dari

adanya peniruan, pembajakan, penjiplakan maupun perbuatan curang lainnya yang

dilakukan oleh orang lain atas karya-karya mereka yang berhak.

Hak atas Kekayaan Intelektual mencakup karya-karya yang dihasilkan oleh

manusia yang terdiri dari karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan

seni, sehingga dapat dibagi menjadi: Hak Cipta, Merek, Paten, Perlindungan Variates

Tanaman, Desain Industri, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Pengaturan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dalam suatu peraturan perundang–

undangan telah distandarisasi dan berfungsi sebagai pranata yang mengatur dan

mengarahkan perilaku masyarakat dalam melindungi dan mempertahankan karya

intelektualnya. Dengan rumusan lain peraturan perundang – undangan dibidang HKI

berfungsi sebagaia tool of social engineering4yaitu sebagai alat pembaharuan dalam

masyarakat, dalam istilah ini hukum diharapkan dapat berperan merubah nilai-nilai

sosial dalam masyarakat.

3

Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 23.

4

(19)

Dunia industri dan perdagangan nasional menunjukkan berbagai gejala

persaingan yang cukup berat, ditunjukkan oleh tingkat pemanfaatan kapasitas

barang-barang produk nasional yang rendah dan perebutan pasar yang tidak sehat, tidak

simpatik, serta tidak mengindahkan nilai-nilai etis dalam perdagangan. Keadaan ini

sering kali bukan hanya merugikan para pedagang atau produsen, tetapi juga

merugikan masyarakat luas khususnya konsumen. Merek sebagai salah satu wujud

karya intelektual memegang peranan yang amat penting di dalam mencegah

terjadinya persaingan tidak sehat, begitu pentingnya peran suatu merek dapat dilihat

seperti yang ditegaskan Saidin bahwa:

“Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah barang dibeli, mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli. Benda materiilnya yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateril yang tak dapat memberikan apapun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril”.5

Pengaturan Merek di Indonesia untuk pertama kali dapat dijumpai dalam

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek

Perniagaan (disebut pula Undang-Undang Merek 1961) dengan pertimbangan agar

khalayak ramai dilindungi terhadap tiruan barang-barang yang memakai suatu merek

yang sudah dikenalnya sebagai merek barang-barang yang bermutu baik.6 Seiring

5

Saidin,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),

hal.329-330.

6

(20)

berjalannya waktu, Pengaturan Merek di Indonesia telah mengalami perubahan. Oleh

karena Perlindungan hukum bagi merek terkenal belum di atur di dalam

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961, maka diperbaiki dengan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 jo Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 serta Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.

03-HC-02.01 Tahun 1991 tentang Penolakan Permohonan Pendaftaran Merek Terkenal atau

Merek yang mirip Terkenal Milik Orang lain atau Badan lain.

Merek adalah suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki

daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.7 Dari

pengertian tersebut secara umum diartikan bahwa merek adalah suatu tanda untuk

membedakan barang-barang yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau

sekelompok orang atau badan hukum yang memiliki daya pembeda yang digunakan

dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa, sehingga tanda tersebut mampu

memberi kesan pada saat seseorang melihat merek tersebut.8

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 membedakan merek menjadi 3 (tiga),

yaitu merek dagang, merek jasa dan merek kolektif. Merek dagang adalah tanda yang

digunakan pada barang yang diperdagangkan untuk membedakan dengan

barang-barang sejenis lainnya, merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang

diperdagangkan untuk membedakan dengan jasa sejenis lainnya, sedangkan Merek

7

Indonesia, Undang-Undang tentang Merek, UU Nomor 15 Tahun 2001, Pasal 1 butir(1).

8

(21)

kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa dengan karakteristik

yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara

bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya (Lihat

Pasal 1 angka 2,3, dan 4 Undang-Undang No.15 tahun 2001).

Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 agar suatu merek

memperoleh hak atas merek, maka pemilik merek harus mendaftarkan mereknya

tersebut pada kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Dengan

melakukan pendaftaran, pemilik merek akan memperoleh hak eksklusif atas

penggunaan merek tertentu atau untuk memberikan izin kepada pihak lain untuk

menggunakannya selama jangka waktu tertentu serta mendapatkan perlindungan

hukum dari negara.9

Suatu merek dapat diterima pendaftarannya jika memenuhi syarat-syarat yang

ditentukan dalam Undang-undang. Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 mengenai merek, yang tidak dapat didaftarkan bilamana mengandung

unsur-unsur sebagai berikut :

a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum;

b. tidak memiliki daya pembeda; c. telah menjadi milik umum atau;

d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.

9

(22)

Selain itu suatu permintaan pendaftaran juga ditolak jika mempunyai

persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek yang sudah terkenal milik

orang lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang

sejenis maupun yang tidak sejenis (pasal 6 ayat 1 dan 2). Sedangkan pengertian suatu

merek mempunyai persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh

adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang

dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara

penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan

bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.10

Ada dua sistem yang dikenal dalam pendaftaran merek, yaitu sistem deklaratif

(first to use) dan sistem konstitutif (first to file). Undang-undang merek Tahun 2001

menganut sistem pendaftaran konstitutif, sama dengan undang-undang sebelumnya,

yaitu UU No. 19 Tahun 1992, dan UU No. 14 Tahun 1997. Hal ini merupakan

perubahan mendasar dalam Undang-undang merek di Indonesia yang semula

menganut sistem deklaratif (UU No. 21 Tahun 1961).

Dalam sistem deklaratif, titik berat diletakkan pada pemakai pertama (first to

use). Siapa yang memakai pertama suatu merek, dialah yang dianggap berhak

menurut hukum atas merek yang bersangkutan. Pendaftaran dipandang hanya

memberikan suatu prasangka menurut hukum, dugaan hukum bahwa orang pertama

mendaftar adalah si pemakai pertama dengan konskuensi dia adalah pemilik merek

tersebut, sampai ada pembuktian sebaliknya. Dalam sistem pendaftaran deklaratif,

(23)

pendaftaran merek bukan merupakan suatu keharusan, jadi tidak ada kewajiban untuk

mendaftarakan merek. Pendaftaran hanya untuk pembuktian, bahwa pendaftar merek,

adalah pemakai pertama dari merek yang bersangkutan.11

Menurut Saidin, dalam sistem deklaratif orang yang berhak atas merek bukanlah orang yang secara formal saja terdaftar mereknya, tetapi haruslah orang yang sungguh-sungguh menggunakan atau memakai merek tersebut. Orang-orang yang sungguh-sungguh memakai dan menggunakan merek tersebut tidak dapat dihentikan pemakaiannya oleh orang lain dengan begitu saja, meskipun orang yang disebut terakhir ini mendaftarkan mereknya. Dalam sistem deklaratif orang yang tidak mendaftarkan mereknya pun tetap dilindungi. Sehingga kelemahan dari sistem deklaratif ini adalah, tidak adanya jaminan kepastian hukum.12

Pada sistem konstitutif hak atas merek diperoleh melalui pendaftaran, artinya

hak eksklusif atas suatu merek diberikan karena adanya pendaftaran, sehingga dapat

dikatakan bahwa pendaftaran merek adalah hal mutlak, karena merek yang tidak di

daftar, tidak akan mendapatkan perlindungan hukum. Dalam sistem pendaftaran

konstitutif, prinsip penerimaan merek adalah first to file13, artinya siapapun yang

mendaftar lebih dahulu akan diterima pendaftaraannya dengan tidak mempersoalkan

apakah si pendaftar benar-benar menggunakan merek tersebut untuk kepentingan

usahanya. Beberapa kemungkinan dapat terjadi setelah masuknya pendaftaran

pertama, misalnya muncul pendaftar lain yang sebenarnya berkepentingan langsung

dengan merek tersebut, sebab pendaftar inilah yang secara riil menggunakan barang

11

Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata I, Himpunan Keputusan Merek Dagang, (Bandung: PT. Alumni, 1997), hal. 33.

12

Saidin,Op.cit, hal.337-338.

13

(24)

tersebut. Hal-hal seperti ini lah yang menjadi permasalahan utama dalam sistem

pendaftaran konstitutif.

Bentrokan antara keadilan dan kepastian hukum terjadi pada sistem konstitutif

pendaftaran merek. Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum, ada

hak-hak perseorangan yang tidak terpenuhi. Penggunaan merek milik orang lain banyak

dilakukan orang atau badan hukum, mereka menggunakan merek tersebut tanpa ijin

pemiliknya, hal ini tentu akan merugikan pemilik merek yang terdaftar. Biasanya

merek yang digunakan secara melawan hukum ini adalah merek dagang asing.

Menurut Penjelasan Umum Undang-undang Merek, perlindungan terhadap merek

dagang asing didasarkan pertimbangan bahwa peniruan merek dagang asing atau

terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi itikad tidak baik, karena mencari

ketenaran merek orang lain, sehingga seharusnya merek tersebut tidak mendapatkan

perlindungan hukum, sehingga untuk ini, permintaan pendaftaran merek terkenal

milik orang lain harus ditolak atau dibatalkan.

Asas umum yang berlaku dalam rangka perlindungan HKI pada hakikatnya

adalah asas teritorial. Namun, dengan adanya Perjanjian TRIPS, berkembang satu

rezim hukum internasional tentang HKI meskipun tanpa bermaksud

mengesampingkan rezim hukum yang telah lebih dahulu ada yaitu hukum nasional.

Antara kedua rezim hukum tersebut sangat dibutuhkan suatu kerja sama. Rezim

hukum internasional tentang HKI tidak mungkin efektif tanpa ditransformasi ke

dalam hukum nasional. Sebaliknya, rezim hukum nasional tentang HKI juga harus

(25)

tujuannya untuk keseragaman pengaturan tentang HKI dalam rangka kebebasan lalu

lintas barang, jasa dan modal secara internasional.14

Hal tersebut di atas pernah menjadi dasar putusan Hakim pada kasus

pelanggaran merek dagang asing “TOAST BOX” Nomor: 02/Merek/2011/PN.

Niaga/Medan, dimana merek dagang asing tersebut telah digunakan secara komersial

di Singapura sejak tahun 2005 dan diperluas peredarannya ke negara-negara lain

seperti Thailand, Malaysia, Filipina dan sebagai keseriusan Penggugat (BREAD

TALK Pte,Ltd) untuk membuka outlet di Indonesia maka pada tanggal 24 April 2008

mendaftarkan merek TOAST BOX dan logo pada Direktorat Merek Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia, sehingga Hakim memutuskan untuk membatalkan pendaftaran

MerekTOAST BOX oleh Tergugat (Frangky Chandra) pada tanggal 16 Januari 2007

yang dianggap memiliki itikad tidak baik/buruk karena telah menjiplak/meniru merek

TOAST BOXbaik huruf, logo ataupun kata-kata.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menggantikan

undang-undang merek yang telah ada sebelumnya, memberikan penegasan bahwa

apabila terjadi suatu sengketa terhadap suatu merek terdaftar, maka gugatan

pembatalan pendaftaran merek tersebut dapat diajukan pada Pengadilan Niaga.15

Sedangkan untuk melaksanakan pembatalan suatu merek kewenangannya berada

pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Direktorat Jenderal Hak

14

Titon Slamet Kurnia,Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPs(Bandung: PT. Alumni, 2011), hal. 16.

(26)

Kekayaan Intelektual dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum

Merek, dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, tidak melarang

perdagangan barang yang menggunakan merek yang tidak terdaftar. Namun sesuai

dengan prinsip perlindungan Merek yang bersifat Konstitutif yang dianut oleh

Undang-undang No. 15 tahun 2001, merek dagang yang tidak terdaftar tersebut tidak

mendapat perlindungan hukum.

Perkembangan teknologi informasi dan transportasi yang sangat pesat dalam

era globalisasi ini, ikut pula mendorong meningkatnya merek dagang asing yang

masuk ke Indonesia. Hal ini berpotensi menimbulkan sengketa, sehingga diperlukan

aturan hukum yang tegas dan efektif untuk memberikan kepastian hukum di dalam

perlindungan atas merek dagang asing tersebut. Oleh karena itulah, perlu dikaji

terlebih dahulu mengenai permasalahan pengaturan hukum merek yang berlaku di

Indonesia dan yang terdapat dalam perjanjian Internasional.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang diuraikan di atas, maka dapat diambil

beberapa permasalahan, antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana Perlindungan hukum terhadap merek dagang asing di Indonesia

menurut Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek?

2. Bagaimana pelaksanaan prinsip first to file dalam penyelesaian sengketa

(27)

3. Bagaimana Penyelesaian sengketa dalam hal merek dagang asing tersebut

mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek

terdaftar di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Merek dagang

asing di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan prinsip first to file dalam penyelesaian

sengketa merek dagang asing di pengadilan.

3. Untuk mengetahui pelaksanaan penyelesaian sengketa dalam hal merek

dagang asing tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan merek terdaftar di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut

untuk berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya memberikan sumbangan

bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum Hak Atas

Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya di dalam perlindungan merek dagang

asing di Indonesia yang kemudian dihubungkan dengan Undang-undang

(28)

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kerangka acuan dalam

penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan tuntutan ganti rugi atau

pemalsuan terhadap hak merek yang telah terdaftar dalam kaitannya dengan

Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakan dan dari hasil-hasil penelitian yang

sudah ada atau sedang dilakukan dilingkungan akademis Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Sumatera Utara dan khususnya pada Program Magister Kenotariatan,

penelitian tentang: Pelaksanaan prinsip first to file dalam penyelesaian sengketa

merek dagang asing di Pengadilan (Studi Kasus tentang gugatan pencabutan hak

merek “TOAST BOX” oleh BREADTALK Pte.Ltd. No. 02/Merek/2011/PN.

Niaga/Medan) ”, belum pernah diteliti oleh peneliti lain. Akan tetapi penelitian

tentang permasalahan HKI, khususnya di bidang merek telah pernah ada dilakukan

oleh:

1. Erly Sulanjani, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana

USU tahun 2003, dengan judul: “Penggunaan Merek Dagang Tidak Terdaftar

Studi Mengenai Faktor-Faktor Penyebab Tidak Didaftarkannya Merek

Dagang Di Kawasan Industri Medan(KIM)”

Dengan permasalahan yang dibahas adalah:

a. Faktor apa saja yang menjadi penyebab tidak didaftarkannya merek

(29)

b. Apakah keuntungan dan kerugian yang dialami oleh pengusaha yang

memperdagangkan barang dengan merek tidak terdaftar?

2. Nomi Mutiaridha, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana

USU tahun 2004, dengan judul: “Studi Komparatif Pendaftaran Merek

Dagang di Indonesia Dan Malaysia”

Dengan permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimana pengaturan merek dagang di Indonesia dan di Malaysia?

b. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap merek terdaftar di Indonesia

dan Malaysia?

3. Dwi Femi Nasution, mahasiswa Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana

USU tahun 2004, dengan judul: “Aspek Hukum Perjanjian Lisensi Merek

Dagang”

Dengan permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimanakah Hak dan Kewajiban para pihak dalam perjanjian lisensi

merek dagang?

b. Bagaimanakah perlindungan lisensi merek dagang yang diberikan pemilik

merek terhadap penerima lisensi merek dagang?

c. Bagaimanakah tindakan pihak pemberi lisensi jika terjadi wanprestasi

oleh pihak penerima lisensi?

4. Made Diah Sekar Mayang Sari, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Program

Pasca Sarjana Universitas Udayana tahun 2010, dengan judul: “Perlindungan

Hukum Terhadap Merek Terkenal Dalam Sistem Hukum Hak Kekayaan

Intelektual”

(30)

a. Bagaimana pengaturan merek terkenal dalam sistem Hukum Hak

Kekayaan Intelektual?

b. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diperlukan terhadap merek

terkenal di Indonesia?

5. RR. Putri Ayu Priamsari, mahasiswa Magister Ilmu Hukum Program Pasca

Sarjana Universitas Dipenogoro tahun 2010, dengan judul: “Penerapan Itikad

Baik Sebagai Alasan Pembatalan Merek Menurut Undang-Undang Nomo 15

Tahun 2001 tentang Merek (Di Tingkat Peninjauan Kembali)”

Dengan permasalahan yang dibahas adalah:

a. Bagaimana penerapan itikad baik sebagai salah satu alasan pembatalan

Merek berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ?

b. Apakah dampak dari penerapan itikad baik terhadap pemilik Merek

beritikad buruk ?

Jika dibandingkan penelitian yang pernah dilakukan dengan

penelitian-penelitian ini, baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Dengan

demikian maka penelitian ini adalah asli, serta dapat dipertanggungjawabkan

keasliannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah merupakan suatu prinsip ajaran pokok yang dianut untuk

(31)

Bahasa Indonesia, salah satu arti teori adalah pendapat, cara-cara dan aturan-aturan

untuk melakukan sesuatu.16

Menurut M. Solly Lubis bahwa: “Teori merupakan penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetap merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu hukum merupakan suatu penjelasan rasional yang bersesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan walau bagaimanapun menyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.”17

Snelbecker mendefinisikan teori yaitu sebagai perangkat proposisi yang

terintegrasi secara sintaksis yang mengikuti aturan tertentu yang dapat

dihubungkan secara logis satu dengan yang lainnya dengan tata dasar yang

dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dengan

penjelasan fenomena.18

Kerangka Teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir

pendapat, teori, tesis, mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang

menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui

ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka

berpikir dalam penulisan.19

Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam menjawab rumusan

permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum.

16

Roony H. Semitro,Metodologi Penelitian Hukum(Jakarta: Ghali, 1982), hal. 37.

17

M. Soly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Cetakan ke I (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 27.

18

Snelbecker dan Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hal. 34-35.

(32)

Teori kepastian hukum dikemukakan oleh Roscoe Pound.20 Teori Kepastian

Hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang

bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau

tidak boleh dilakukan dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat umum

itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibenarkan atau dilakukan

Negara terhadap individu. Kepastian Hukum bukan hanya berupa pasal-pasal

dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan

hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk

kasus yang serupa yang telah diputuskan.21

Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan

adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas

menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat.

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya

sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika terlalu menitikberatkan pada

kepastian hukum, dan ketat mentaati peraturan hukum maka akibatnya akan

kaku serta menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya

tetap seperti demikian, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan.

Undang-Undang itu sering terasa kejam, apabila dilaksanakan secara ketat, lex dura,

20

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana Pranada Media Goup,2008), hal.158.

21

(33)

sed tamen scripta (Undang-Undang itu kejam, tetapi memang demikian

bunyinya).22

Dalam kaitannya dengan penelitian tesis ini yang meneliti mengenai

Perlindungan Hukum Atas Merek Dagang Asing di Indonesia menurut

Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek tentunya tidak terlepas

dari unsur kepastian hukum. Hal yang dipertimbangkan cukup relevan dengan

penelitian dalam tesis ini dikarenakan Pemilik Hak atas Merek Dagang Asing

harus mendapatkan kepastian hukum untuk perlindungan terhadap Merek

Dagang Asing yang mereka miliki.

Menurut Robert M. Sherwood yang mendasari perlunya perlindungan

terhadap hak kekayaan intelektual sesuai dengan teori :

a. Reward Theory, berupa pengakuan terhadap karya itelektual yang telah

dihasilkan oleh seseorang sehingga kepada penemu/pencipta atau

pendesain harus diberikan suatu penghargaan sebagai imbalan atas

upaya-upaya kreatif dalam menemukan/menciptakan karya-karya intelektual

tersebut.

b. Recovery Theory, berupa pengembalian terhadap apa yang telah

dikeluarkan penemu/pencipta/pendesain yakni biaya, waktu dan tenaga

dalam proses menghasilkan suatu karya.

22

(34)

c. Incentive Theory, berupa insentive yang diberikan kepada

penemu/pencipta/pendesain untuk pengembangan keratifitas dan

pengupayaan terpacunya kegiatan-kegiatan penelitian yang berguna.

d. Risk Theory, berupa resiko yang terkandung pada setiap karya yang

dihasilkan. Suatu penelitian mengandung resiko yang memungkinkan

orang lain menemukan karya yang dihasilkan, atau memperbaikinya dan

resiko yang mungkin timbul dari penggunaan secara illegal.

e. Economic Growth Stimulus Theory, perlindungan hak merupakan alat

untuk pembangunan ekonomi.23

2. Konsepsi

Konsepsi merupakan bagian terpenting dari pada teori. Peranan konsep dalam

penelitian adalah untuk menghubungkan dua teori dengan observasi, antara abstraksi

dan realitas.24 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, konsepsi yang

diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu yang abstrak menjadi sesuatu yang

konkrit, disebut dengan operation/definition. Pentingnya definisi operasional adalah

untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (du bius) dari

suatu istilah yang dipakai.25

Kerangka Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum di samping yang

lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk

23

Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hal. 44.

24

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi,Metode Penelitian Survei (Jakarta: LP3ES, 1989), hal. 34.

25

(35)

konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum.

Konsep merupakan suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu

proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.26 Kerangka

Konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan

dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.27

Untuk memperoleh gambaran dan pemahaman serta persepsi yang sama

tentang makna dan definisi konsep-konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini,

maka akan dijabarkan penjelasan dan pengertian tentang konsep-konsep tersebut

sebagai berikut:

1. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang

memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang

atau jasa.

2. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau

badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

3. Hak Prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang

berasal dari negara yang tergabung dalamParis Convention for the Protection

of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade

Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di

26

Satjipto Raharjo I,Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 37.

27

(36)

negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota

salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan

dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention for

the Protection of Industrial Property.

4. Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada

pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu

tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin

kepada pihak lain untuk menggunakannya.28

5. Pengadilan Niaga adalah suatu Pengadilan khusus yang berada dalam

lingkungan peradilan umum, yang dibentuk dan bertugas menerima,

memeriksa dan memutus serta menyelesaikan permohonan pernyataan pailit

dan penundaan kewajiban pembayaran utang serta perkara lain dibidang

perniagaan, serta merupakan badan peradilan khusus dalam lingkungan

peradilan umum, yang salah satu kewenangannya untuk memeriksa

masalah-masalah Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) seperti sengketa merek, paten,

desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.29

6. Perlindungan Merek adalah kekuatan hukum yang melindungi suatu merek

yang terdiri dari tiga standar perlindungan yang berlaku umum terhadap suatu

28

Indonesia, Undang-Undang tentang Merek,Op.cit, Pasal 3.

29

(37)

kemungkinan yang membingungkan diantara merek, suatu persamaan atau

penambahan dari merek-merek dan persaingan curang merek.30

7. Merek Terkenal (Famous mark) adalah merek yang menjadi simbol

kebanggaan yang dapat diandalkan oleh konsumen walaupun konsumen tidak

mengetahui atau tidak menyadari siapa pemilik merek tersebut.31

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan terkait dengan pembahasan mengenai perlindungan

hukum atas merek dagang asing di Indonesia, merupakan penelitian yuridis

normatif, karena objek dalam penelitian ini adalah norma-norma hukum tertulis.

2. Sumber Data

Data dalam Penelitian ini diperoleh dengan cara studi dokumen yang

digunakan untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari,

meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data sekunder yang berkaitan dengan

penelitian. Pengumpulan data sekunder dengan menelaah bahan kepustakaan

tersebut, meliputi:

a. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan hukum yang mengikat, terdiri

dari bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah maupun pengertian

baru tentang fakta yang diketahui mengenai suatu gagasan (ide) seperti:

30

H. D. Effendy Hasibuan, Perlindungan Merek Studi Mengenai Putusan Pengadilan Indonesia dan Amerika Serikat(Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hal. 22.

(38)

peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasi (hukum

kebiasaan), yurisprudensi, putusan-putusan pengadilan, dan lainnya.

Sedangkan dalam Penelitian ini bahan hukum primer antara lain:

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Peraturan

Perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan merek, Putusan Pengadilan Niaga

dalam perkara penyelesaian sengketa gugatan pembatalan merek.

b. Badan hukum sekunder yaitu merupakan bahan hukum yang berfungsi

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, berupa bahan pustaka

yang meliputi buku-buku hasil karya para sarjana, hasil penelitian dan

penemuan ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang berfungsi memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa

bahan pustaka seperti surat kabar, majalah, kamus hukum dan kamus lainnya

yang menyangkut penelitian ini, situs-situs internet juga menjadi sumber

bahan bagi penulisan tesis ini, sepanjang memuat informasi yang relevan

terhadap penulisan tesis ini.

3. Tehnik dan Alat Pengumpulan Data

Tehnik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara studi

kepustakaan (Library Research) yaitu menghimpun data dengan melakukan

(39)

primer, sekunder, tersier32 yaitu buku-buku, majalah-majalah, tulisan, karangan

ilmiah, peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi, serta putusan-putusan

Pengadilan Niaga, serta sumber hukum lain yang berkaitan dengan materi penelitian.

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara studi dokumen yang

digunakan untuk memperoleh data sekunder, dengan membaca, mempelajari,

meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data sekunder yang berkaitan dengan

penelitian. Studi dokumen atau dapat juga dikatakan sebagai studi literatur/ riset

pustaka, apa yang menurut Soejono Soekanto dalam bukunya sebagai “..any

technique for making inferences by objectively and systematically identifying specifed

characteristics of massages”.33

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan

dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan data.34 Analisis data

menurut Patton adalah “sebuah proses mengatur urutan data mengorganisasikannya

ke dalam suatu pola, kategori dan kesatuan uraian dasar”.35

Kegiatan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menginventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan persoalan yang

32

Bambang Waluyo,Penelitian Hukum dalam Praktek(Jakarta: Sinar Grafika , 1996), hal. 14.

33

M. Hafidullah,Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pada Karya Cipta Source Code Piranti Lunak Komputer (Yogyakarta: Laporan Penelitian Lembaga Kajian Hukum Teknologi, 2005), hal. 4.

34

Lexy J. Moloeng,Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 103.

(40)

menjadi obyek kajian. Data yang terkumpul akan diidentifikasikan kemudian

dilakukan penganalisisan secara kualitatif berupa pembahasan, antara berbagai data

sekunder yang terkait dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan

hukum yang telah diinventarisir.

5. Penarikan Kesimpulan

Pada tahap akhir akan ditemukan hukum secara konkret, sehingga penarikan

kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berpikir deduktif yakni

pengambilan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kepada yang bersifat

(41)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK DAGANG ASING DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2001

TENTANG MEREK

A. Konvensi-Konvensi Internasional

1. Konvensi Paris

Secara keseluruhan konvensi Internasional di bidang merek dimulai pada

tahun 1883 dengan ditanda-tanganinya The Paris Convention for the Protection of

Industrial Property (selanjutnya disebut konvensi Paris) yang merupakan salah satu

konvensi intelektual pertama dan terpenting. Awalnya konvensi ini ditandatangani

oleh 11 negara peserta, kemudian bertambah hingga tahun 1976 berjumlah 82 negara,

dan Indonesia termasuk didalamnya. Dalam Konvensi Paris, terminologi HKI

meliputi: paten, utility model, industrial design, trademarks, service marks, trade

names, indications of source or appellation of origin, dan repression of unfair

competition (Pasal 1 Provision of the Paris Convention for the Protection of

Industrial Property 1967, mentioned in the TRIPs Agreement,WIPO, Geneva).

Salah satu tujuan Konvensi Paris adalah untuk mencapai unifikasi di bidang

perundang-undangan merek sedapat mungkin, dengan harapan agar tercipta satu

macam hukum tentang merek atau cap dagang yang dapat mengatur soal-soal merek

secara seragam di seluruh dunia. Ada 3 (tiga) hal penting yang diatur dalam Konvensi

(42)

Konvensi Paris bisa mengklaim negara peserta lainnya, agar ia diperlakukan sama

dengan warga negaranya sendiri, dalam hal pemberian perlindungan merek, Priority

rights, yaitu hak-hak prioritas yang diberikan keapda setiap warga negara peserta

konvensi untuk mendaftarkan mereknya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan

terhitung sejak tanggal pendaftaran mereknya di negara peserta konvensi Paris, dan

registration yang merupakan harmonisasi secara global sehubungan dengan

pendaftaran merek bagi setiap peserta Konvensi Paris.36

2. Perjanjian Madrid

Perjanjian Internasional lainnya mengenai merek adalah Perjanjian Madrid

(Madrid Agreement) tahun 1891 yang direvisi di Stockholm pada tahun 1967. Pasal

1, 2, 3 Perjanjian Madrid ditentukan bahwa Perjanjian Madrid berhubungan dengan

perjanjian hak merek dagang melalui pendaftaran merek dagang Internasional, yang

berdasarkan pendaftaran di negara asal. Pendaftaran Internasional tersebut

memungkinkan diperolehnya perlindungan merek dagang di seluruh negara anggota

peserta Perjanjian Madrid melalui satu pendaftaran saja.

Permohonan pendaftaran merek internasional harus berdasarkan pada satu

atau lebih pendaftaran pada Negara Protocol dimana Pemohon tinggal, berbisnis atau

berkewarganegaraan. Permohonan tersebut harus diajukan melalui Kantor Merek

Negara tersebut. Kantor Merek akan memeriksa detail dari permohonan internasional

tersebut termasuk kesamaannya dengan aplikasi atau pendaftaran pada Negara

36

(43)

tersebut selanjutnya mengirim ke WIPO International Bureau (IB). IB tidak

melakukan pemeriksaan substantif. IB hanya melakukan pemeriksaan formalitas

termasuk juga biaya, pengklasifikasian merek berdasarkanNice Agreement.

Apabila ada ketidaksesuaian maka IB akan memberitahukan Kantor Merek

Negara asal dan atau Pemohon, dan memberikan waktu untuk perbaikan. Apabila

tidak ada ketidaksesuaian atau perbaikan sudah dilakukan maka IB akan mendaftar

merek tersebut pada International Register, memberitahukan Kantor Merek Negara

asal dan mengirim sertifikat pendaftaran pada pemegang. IB juga akan

mempublikasikan pendaftaran pada Berita Resmi WIPO atas merek internasional dan

mengirim detail ke Negara-negara tujuan. Masing-masing Negara tujuan akan

memeriksa International Registration berdasarkan Undang-Undang Mereknya

masing-masing.

Apabila ada keberatan atau oposisi maka Negara tujuan akan memberi tahu IB

yang akan menyampaikan kepada Pemegang Merek. Selanjutnya penyelesaian akan

diteruskan dengan melalui bantuan agen merek lokal. Berdasarkan Madrid Protocol,

Kantor Merek harus mengeluarkan penolakan dalam jangka waktu 12 bulan dengan

pilihan perpanjangan 6 bulan. Apabila tidak ada penolakan dalam 12 atau 18 bulan

maka merek harus mendapatkan perlindungan. Biaya PendaftaranBiaya pendaftaran

untuk lebih dari 3 kelas adalah US$ 497 untuk merek hitam putih dan US$699 untuk

merek berwarna. Biaya tambahan untuk masing-masing Negara tujuan adalah US$ 55

(44)

biaya pendaftaran langsung ke Negara tersebut. Untuk kelas barang dan jasa yang

didaftarkan lebih dari 3 maka masing-masing kelas lebihnya akan dikenakan US$ 55.

Tujuan yang hendak dicapai dari Perjanjian Madrid adalah mempermudah

cara pendaftaran merek-merek di berbagai negara dan juga menghindarkan

pemberitahuan asal barang secara palsu. Indonesia sendiri sampai saat ini belum

masuk sebagai anggota Perjanjian Madrid.

Tentunya dengan diratifikasinya Madrid Protocol maka pendaftaran merek

international akan lebih hemat. Hal ini menimbulkan harapan bahwa merek-merek

nasional akan dapat mudah masuk ke pasar internasional. Namun harus disadari

walaupun biaya pendaftaran merek internasional menjadi lebih murah tetapi ‘merek’

merupakan biaya kecil apabila dilihat dari scope untuk orbit ke pasar internasional.

Masih ada besarnya biaya ekspor barang ke luar negeri yang harus dipikirkan, biaya

pemasaran/tempat penjualan, biaya promosi, dll. Biaya-biaya lainnya ini tentunya

sangat besar untuk mempertahankan agar merek yang didaftarkan di Negara lain ini

tetap tergolong merek yang digunakan.

Madrid Protocol memiliki prinsip ketergantungan pada pendaftaran di Negara

asal. Untuk 5 (lima) tahun pertama mengikuti pada tanggal efektif dari pendaftaran

internasional, keberlakuan dan cakupan dar pendaftaran di Negara lain akan

tergantung pada nasib dari permohonan atau pendaftaran di Negara asal. Misalnya

saja ada pembatasan, penolakan final atau abandonment di Negara asal, atau

pembatalan, pencabutan pada Negara asal dalam jangka waktu 5 tahun, maka akan

(45)

Negara-negara anggota Madrid Protocol. Termasuk juga untuk abandonment,

pembatalan atau semacamnya pada pendaftaran nasional yang terjadi sesudah masa 5

tahun dimana proses terjadi selama periode 5 tahun.

Konsep ketergantungan ini sering menjadi central attack (dimana muncul

peran dari pihak ketiga). Pendaftaran baru bebas dari kutukan ini apabila telah

melewati masa 5 tahun. Namun diberikn kesempatan untuk melakukan transformasi

dimana diijinkan untuk mentransformasi pendaftaran internasional menjadi pengajuan

permohonan individual yang harus diajukan dalam jangka waktu 3 bulan dari

pembatalan atas pendaftaran internasional. Tentunya dengan sistem ketergantungan

ini maka akan merugikan pemilik merek apabila pendaftaran merek di Negara asal

mengalami hambatan karena berdampak pada Negara-negara lainnya.

Dengan diratifikasinya Madrid Protocol maka tentunya pasal yang

menyatakan bahwa semua pendaftaran HKI harus melalui Konsultan HKI akan

dikesampingkan. Maka pendaftaran melalui Madrid Protocol dapat dilakukan

langsung ke Kantor Merek melalui IB. Tentunya Konsultan HKI akan kehilangan

pendapatan melalui pendaftaran secara significant mengingat Negara yang telah

meratifikasi Madrid Protocol sudah cukup banyak yakni lebih dari 80 negara.

Termasuk juga hilangnya pemasukan dariservice renewal. Apabila dikatakan bahwa

Konsultan HKI akan mendapatkan kenaikan melalui proses litigasi belum tentu dapat

terbukti benar mengingat sejauh ini penolakan terhadap merek tidak terlalu banyak

(46)

statistic 2001, 2002, 2003 dimana total penolakan adalah sebesar 10% dari

permohonan pendaftaran merek yang masuk.

Kantor Merek tidak terlalu mengalami kerugian kecuali angka pendaftaran

merek menjadi turun. Karena apabila aplikasi tetap jumlahnya, biaya juga tidak lebih

besar dibandingkan permohonan melalui nasional. Yang pasti pekerjaan kantor

merek menjadi jauh lebih banyak karena harus langsung berkorespondensi dan

merespons secara lebih cepat kepada IB. Hal ini akan meyebabkan Kerugian bagi

Pemerintah, karena dengan pendapatan yang berkurang pada Konsultan HKI akan

berdampak pada penerimaan pajak oleh pemerintah.37

3. TRIPs- WTO

Perjanjian mengenai pembentukan World Trade Organization (WTO)

ditandatangani tanggal 15 April 1994 di Marakesh sebagai hasil konkret perundingan

putaran uruguay yang dimulai pada tahun 1986. Tujuan utamanya adalah untuk

menciptakan sistem perdagangan Internasional yang lebih bebas dan adil dengan

tetap memperhatikan kepentingan-kepentingan khusus negara berkembang. Salah

satu topik yang dibahas dalam putaran Uruguay adalah TRIPs (Agreement on Trade

Related Aspects of Intellectual Propertu Rights) atau aspek dagang yang terkait

dengan HKI.38 Sebagai salah satu bagian persetujuan pembentukan WTO, TRIPs

37

Belinda Rosalina, Madrid Protocol: Untung dan Ruginya Meratifikasi, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2008), hal. 3.

38

(47)

telah memicu perubahan yang sangat fenomenal dalam perkembangan sistem

perlindungan HKI di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Persetujuan TRIPs menentukan standar-standar Internasional tertentu bagi

penegakan yang bersifat perintah dan mengharuskan Negara anggota menyediakan

perangkat kerja hukum yang efektif untuk melindungi hak-hak kekayaan intelektual,

termasuk didalamnya merek. Setiap negara anggota memiliki kewajiban internasional

untuk memasukkan TRIPs ke dalam hukum nasional tentang hak kekayaan

intelektual. Untuk itu, Indonesia beberapa kali mengubah, menambah dan melengkapi

ketentuan di dalam Undang-Undang Merek sebagai konsekuensi Indonesia

meratifikasi TRIPs-WTO. Beberapa ketentuan merek yang diatur dalam persetujuan

TRIPs cukup banyak yang telah diadopsi dalam Undang-Undang Merek Indonesia,

diantaranya seperti lisensi dan indikasi geografis.

Secara keseluruhan, TRIPs telah mempengaruhi dan membantu terciptanya

suatu kecenderungan yang umum ke arah penyempurnaan perundang-undangan

merek. TRIPs berguna sebagai suatu kesempatan positif bagi suatu negara untuk

meningkatkan pembangunan ekonomi dan nasional.

B. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

Dengan berlakunya UU Merek di Indonesia pencatutan, pendomplengan,

penggunaan nama maupundomain nameatas suatu merek yang telah terkenal

merupakan musuh besar bagi perkembangan industri sebuah perusahaan. Pengaturan

(48)

secara efektif untuk mencegah segala bentuk pelanggaran yang berupa penjiplakan,

penggunaan nama yang sama, pencatutan nama, ataudomain nameatas suatu merek.

UU Merek menetapkan tujuan, untuk mendorong kelancaran dan peningkatan

perdagangan barang dan jasa merek dengan mempromosikan mereknya tersebut

kepada khalayak ramai agar dapat dinikmati karena merek merupakan karya atas olah

pikir manusia yang dituangkan ke dalam bentuk benda immaterial.

Perlindungan terhadap merek asing atau luar bagi pemegang merek tersebut

sangatlah menentukan bagi perkembangan dan kemajuan dari industri yang ditekuni

dan dijalaninya agar merek yang dimilikinya tidak disalahgunakan oleh orang-orang

yang tidak mempunyai itikad baik dalam menggunakan mereknya untuk mengelabui

konsumen yang telah lama memakai mereknya dengan mendaftarkan dan

menggunakan nama yang sama pada pendaftarannya.

Pelanggaran terhadap merek acapkali terjadi di Indonesia, terutama dalam hal

penggunaan dan pendomplengan nama maupun penjiplakan dari merek terkenal.

Sebuah merek sangatlah gampang untuk ditiru bagi produsen-produsen perusahaan

untuk meningkatkan daya jual ke pasaran dengan menggandeng ketenaran dari merek

perusahaan yang telah ada di pasaran sebelumnya.

Pada Usaha Kecil Menengah (UKM) pada saat dilakukan mereka

memamerkan produk-produk yang dimiliki oleh mereka yang belum didaftarkan.

Hanya dengan melihat dan memotret produk tesebut kemudian membuatnya kembali

Referensi

Dokumen terkait

Halaman ini untuk melihat daftar pemesanan barang yang sudah melakukan transaksi.

Di satu sisi, kaum pem baharu berusaha keras agar dapat menghadapkan dan membawa Islam kepada persoalan-persoalan kon tem porer yang tidak pernah muncul pada zaman

Asuhan yang diberikan antara lain : menginformasikan hasil pemeriksaan kepada klien, menjelaskan masalah mules pada perut, menganjurkan untuk mobilisasi secara

Keberadaan logam berat Timbal (Pb), Merkuri (Hg) dan Arsen (As) yang menumpuk pada air dan sedimen akan masuk ke dalam kehidupan organisme di dalamnya, logam berat

Pada tugas akhir ini akan dirancang suatu prototype yang dapat mengukur ketinggian air laut dengan menggunakan sensor ultrasonic, dimana sensor tersebut dapat mendeteksi

Untuk mencapai pelayanan umum yang prima kepada masyarakat, maka perlu melakukan Updating Sistem Informasi Satu Pintu yang telah berjalan pada Badan Perizinan dan Penanaman Modal

Menganjurkan ibu untuk makan makanan bergizi dan bernutrisi baik guna mencukupi kebutuhan energi ibu dan proses tumbuh kembang janin ,yang bersumber karbohidrat

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengkaji tentang bagaimana prosedur pengelolaan piutang yang tidak tertagih dan penerapan metode penghapusan piutang dengan cara