• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio”, atau “corruptus”, atau

corrumpere” dalam bahasa latin yang lebih tua. Kemudian dari bahasa latin tersebut banyak negara-negara yang menyerapnya kedalam bahasa negaranya, terutama bangsa Eropa. Seperti misalnya dalam bahasa Inggris disebut

corruption atau corrupt”, dalam bahasa Prancis disebut “corruptio”, sedangkan

dalam bahasa Belanda disebut “corruptie (korruptie)”. Indonesia sendiri

menyebutnya dengan istilah “korupsi”.5

Secara harfiah, kata korupsi berarti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah, seperti yang disebutkan dalam “The Lexicon Webster Dictionary”:

corruption is the act of corrupting, or the state of being corrupt, prutrefactive decomposition, putrid matter, moral pervension, depravity, perversion of integrity, corrupt or dishonest proceedings, bribery, pervension from a state of purity, debasement, as of a language, a debased form of a word (The Lexicon 1978)”.6

Istilah korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, disimpulkan oleh Poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia yang menyebutkan bahwa “korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya.7

Istilah korupsi pertama kalinya diatur dalam khasanah hukum Indonesia adalah pada Peraturan Peguasa Perang Nomor Prt/Perpu/013/1958 Tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi. Kemudian dimasukkan juga dalam Undang-Undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak

5

Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 137.

6

Andi Hamzah, op.cit., hlm. 5.

7

Pidana Korupsi, yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 diganti dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.8

Menurut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 tahun 2001 yang dimaksud dengan tindak pidana korupsi dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk sebagai berikut sebagai berikut9:

a. Korupsi yang dikaitkan dengan kerugian keuangan negara

1. Melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 ayat (1))

2. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 3)

b. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap

1. Menyuap pegawai negeri dengan memberikan janji-janji karena jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a)

2. Menyuap pegawai negeri dengan memberikan hadiah karena jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b)

8

Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2002), hlm. 1. 9

3. Memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaannya atau wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukan tersebut (Pasal 13)

4. Pegawai negeri yang menerima pemberian atau janji (Pasal 5 ayat (2)) 5. Pegawai negeri yang menerima suap (Pasal 12 huruf a)

6. Pegawai negeri yang menerima suap (Pasal 12 huruf b)

7. Pegawai negeri yang menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya (Pasal 11)

8. Menyuap hakim (Pasal 6 ayat (1) huruf a) 9. Menyuap advokat (Pasal 6 ayat (1) huruf b)

10. Hakim atau advokat menerima suap (Pasal 6 ayat (2)) 11. Hakim menerima suap (Pasal 12 huruf c)

12. Advokat menerima suap (Pasal 12 huruf d)

c. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan

1. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan (Pasal 8)

2. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi (Pasal 9)

3. Pegawai negeri merusakkan bukti (Pasal 10 huruf a)

4. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti (Pasal 10 huruf b)

5. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti (Pasal 10 huruf c)

d. Korupsi yang terkait dengan perbuatan pemersan

1. Pegawai negeri yang memeras orang lain (Pasal 12 huruf e) 2. Pegawai negeri yang memeras orang lain (Pasal 12 huruf g) 3. Pegawai negeri memeras pegawai negeri lain (Pasal 12 huruf f) e. Korupsi yang berkaitan dengan perbuatan curang

1. Pemborong berbuat curang (Pasal 7 ayat (1) huruf a)

2. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang (Pasal 7 ayat (1) huruf b)

3. Rekanan TNI/POLRI berbuat curang (Pasal 7 ayat 1 huruf c)

4. Pengawas rekanan TNI/POLRI berbuat curang (Pasal 7 ayat (1) huruf d)

5. Penerima barang TNI/POLRI membiarkan perbuatan curang (Pasal 7 ayat (2))

6. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain (Pasal 12 huruf h)

f. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan 1. Pegawai negeri turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau

persewaan yang diurus dan diawasinya (Pasal 12 huruf i) g. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi

1. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melapor (Pasal 12 huruf b)

h. Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi 1. Merintangi proses pemerikasaan perkara korupsi (Pasal 21)

2. Tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar (Pasal 22)

3. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka (Pasal 22) 4. Saksi atau ahlinya yang tidak memberikan keterangan atau

memberikan keterangan yang tidak benar (Pasal 22)

5. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang tidak benar (Pasal 22)

6. Saksi yang membuka identitas pelapor (Pasal 24).

Jika dilihat dari Pasal-Pasal dalam Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi, pengertian tindak pidana korupsi ruang lingkupnya sangat luas. Bertitik tolak dari pengertian tersebut, suatu perbuatan dapat diklasifikasikan dan dirumuskan sebagai tindak pidana korupsi apabila perbuatan-perbuatan yang dilakukan memenuhi semua unsur-unsur dari pasal peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi yaitu Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu beberapa sarjana memberikan pendapat mereka mengenai istilah korupsi, antara lain:

1. David M. Chalmer menguraikan pengertian korupsi dalam berbagai bidang, antara lain menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, yang menyangkut kepentingan umum.10

10

2. Fockema Andrea menyatakan kata korupsi tersebut berasal dari kata asal

corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun kebanyak bahasa Eropa, seperti Inggris, yaitu corruption, di Perancis dikenal istilah corruption, dan di Belanda dikenal dengan istilah

corruptie.11

3. Huntington menyebutkan bahwa korupsi adalah perilaku menyimpang dari

public official atau para pegawai dari norma-norma yang diterima dan dianut masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.12

4. Alatas mengemukakan pengertian korupsi dengan menyebutkan benang merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi kepentingan umum dibawah kepentingan-kepentingan pribadi yang mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum serta dibarengi dengan kerahasiaan, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan yang luar biasa akan akibat-akibat yang dirasakan masyarakat yang berarti bahwa penyalahgunaan amanat untuk kepentingan pribadi.13

5. Suyatno, mengatakan korupsi merupakan tindakan desosialisasi yakni suatu tindakan yang tidak memperdulikan hubungan-hubungan dalam sistem sosial.14

11

Andi Hamzah, op.cit., hlm. 5.

12

Chairudin dkk, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi,

(Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm. 8.

13

Ibid., hlm. 9 14

6. Rumusan korupsi dari sisi pandang teori pasar Jacob van Klaveren menyatakan bahwa seorang pengabdi negara (pegawai negeri) yang berjiwa korup menganggap kantor administrasinya sebagai perusahaan dagang, dimana pendapatannya akan diusahakan semaksimal mungkin.15 7. L. Bayle, perkataan korupsi dikaitkan dengan perbuatan penyuapan yang

berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan sebagai akibat adanya pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi.16

8. M.Mc Mullan menyatakan bahwa, “seorang pejabat pemerintahan

dikatakan “korup” apabila ia menerima uang sebagai dorongan untuk

melakukan sesuatu yang ia bisa lakukan dalam tugas jabatannya padahal ia selama menjalankan tugasnya seharusnya tidak boleh berbuat demikian. Atau dapat berarti menjalankan kebijaksanaannya secara sah untuk alasan yang tidak benar dan dapat merugikan kepentingan umum. Yang menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan”.17

9. J.S. Nye menyatakan korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari kewajiban-kewajiban normal suatu peran instansi pemerintah, demi mengejar status dan gengsi atau melanggar peraturan dengan jalan melakukan atau mencari pengaruh bagi kepentingan pribadi.18

10.Rumusan korupsi dengan menitikberatkan pada kepentingan umum Carl. J. Friedrich, mengatakan bahwa, “pola korupsi dapat dikatakan ada

15

Martiman Prodjohamidjojo, Penerapan Pembuktian Terbalik dalam Delik Korupsi,

(Bandung: Mandar Maju, 2001), hlm. 8. 16 Ibid., hlm. 8. 17 Ibid., hlm. 9. 18 Ibid., hlm. 9.

apabila seseorang memegang kekuasaan yang berwenang untuk melakukan hal-hal tertentu seperti seorang pejabat yang bertanggungjawab melalui uang atau semacam hadiah lainnya yang tidak diperbolehkan oleh Undang-Undang, membujuk untuk mengambil langkah yang menolong siapa saja yang menyediakan hadiah dan dengan demikian benar-benar membahayakan kepentingan umum”.19

11.Rumusan korupsi di bidang politik oleh Theodore M. Smith, dalam

tulisannya “Corruption Tradition and Change” menyatakan, “secara

keseluruhan korupsi di Indonesia muncul lebih sering sebagai masalah politik daripada masalah ekonomi. Ia menyentuh keabsahan (legitimasi) pemerintah di mata generasi muda, kaum elite terdidik dan pegawai pada umumnya. Korupsi mengurangi dukungan pada pemerintah dari kelompok elite ditingkat provinsi dan kabupaten”.20

12.Gunnar Myrdal menyatakan bahwa korupsi merupakan suatu masalah yang penting bagi pemerintah di Asia Selatan karena kebiasaan melakukan penyuapan dan ketidakjujuran membuka jalan untuk membongkar korupsi dan tindakan-tindakan penghukuman terhadap pelanggar. Pemberantasan korupsi biasanya dijadikan alasan pembenar utama terhadap kup militer.21 13.Menurut Clive gray, korupsi adalah, “sogokan, uang siluman atau

pungutan liar lain, yang merupakan harga pasar yang harus dibayar oleh konsumen yang ingin sekali membeli barang tertentu. Dan barang tertentu itu berupa keputusan, izin, atau secara lebih tegas, tanda tangan. Secara

19 Ibid., hlm. 9. 20 Ibid., hlm. 10. 21 http://1lhamsentok.blogspot.com/2012/09/tugas-terstruktur-pendidikan.html

teoritis, harga pasar tanda tangan akan naik turun sesuai dengan naik turunnya permintaan dan penawaran, dan setiap kali akan terjadi harga keseimbangan. Karena dalam model ekonomi pasar juga ada pengertian harga diskriminasi, dalam pasaran tanda tangan pejabat juga ada kemungkinan perbedaan harga bagi golongan ekonomi kuat dan golongan ekonomi lemah.22

Makna tindak pidana korupsi terus berkembang dari waktu ke waktu sebagai pencerminan kehidupan bermasyarakat dari sisi negatif. Rumusan-rumusan pengertian korupsi pada dasarnya dapat memberi warna terhadap tindak pidana korupsi dalam hukum positif, tergantung pada tekanan atau titik beratnya yang diambil oleh pembentuk undang-undang. Dari rumusan pengertian tindak pidana korupsi tersebut tercermin bahwa tindak pidana korupsi menyangkut segi moral, sifat dan keadaan yang busuk jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintahan, penyelewengan kekuasaan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik serta penempatan keluarga maupun golongan ke dalam dinas di bawah jabatannya. Jadi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.