• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Sosial Budaya

2.2.6. Pengetahuan

Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah pemberian bukti seseorang setelah melewati proses pengenalan atau pengingatan informasi atau ide yang sudah diperolehnya sebelumnya. Pengetahuan dikelompokan kedalam ranah koqnitip, apektif dan psikomotor. Pengetahuan ditempatkan sebagai urutan yang pertama karena pengetahuan merupakan unsur dasar untuk pembentukan tingkatan-tingkatan ranah koqnitif yaitu pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisa (analysis), sintesa (synthesis), dan penilaian (evaluation), sedangkan menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia terhadap suatu objek, sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera penglihatan (mata) dan indera pendengar (telinga). Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelahorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang berisi pertanyaan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden (Notoatmodjo, 1997). Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Menurut Rogerss dalam Notoatmodjo (1997) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :

a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang kehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.2.6.1. Tingkatan Pengetahuan

Menurut Bloom (dalamNotoatmodjo, 2003) pengetahuan yang di cakup dalam domain kognitip mempunyai 6 (enam) tingkat yaitu :

a. Tingkat tahu (know), bila seseorang hanya mampu menjelaskan secaragaris besar apa yang telah diketahui.

b. Memahami (comprenhension)

Memahami suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menguraikan materi tersebut secara benar.

c. Tingkat penerapan (application), bila telah ada kemampuan untuk menggunakan apa yang telah dipelajari dari suatu situasi kesituasi lain.

d. Tingkat analysis (analysis),bila kemampuan lebih meningkat,ia telah mampu untuk menerangkan bagian-bagian yang menyusun suatu bentuk pengetahuan tertentu dan menganalisis satu dari yang lainnnya.

e. Tingkat sintesis (syntesis), bila sudah mampu untuk menyusun kembali bentuk semula maupun kebentuk lain.

f. Tingkat evaluasi (avaluation),merupakan tingkat pengetahuan yang tertinggi telah ada kemampuan untuk mengetahui secara menyeluruh semua bahan yang dipelajari.

Dengan kata lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Mempunyai objek kajian

b. Mempunyai metode pendekatan

c. Bersifat universal “mendapat pengakuan secara umum” (Notoadmodjo,2003). Pengetahuan merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang karena pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan masyarakat. Pengetahuan yang meningkat dapat merubah persepsi masyarakat tentang penyakit. Meningkatnya pengetahuan masyarakat juga dapat mengubah

perilaku masyarakat dari yang negative menjadi positif, selain itu pengetahuan juga membentuk kepercayaan (Wawan, 2010).

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

c. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain. Pegalaman yang diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.

d. Tingkat Pendidikan

Secara umum, orang yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih luas daripada yang berpendidikan lebih rendah.

e. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun-temurun, baik keyakinan positif maupun keyakinan yang negative, tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. f. Fasilitas

Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat memperoleh pengetahuan seseorang adalah majalah, radio, koran, televisi, buku, dan lain-lain.

g. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh secara langsung terhadap pengetahuan seseorang. Namun, jika seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia mampu menyediakan fasilitas yang lebih baik.

h. Sosial Budaya, kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu

Penelitian yang dilakukan (Wowor, Dkk) menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian ASI, ada hubungan antara sikap dengan pemberian ASI, penelitian terkait yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara pengetahuan dengan sikap dengan pemberian ASI eksklusif (Team, 2010). 1. Pengertian Pendidikan

Menurut Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional defenisi Pendidikan adalah usaha sadar untuk mempersiapkan peserta didik melalui pengajaran, bimbingan, dan/atau latihan bagi perannya dimasa yang akan datang. Menurut Mj. Langeveld (dalam Notoatmodjo, 2003) Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh dan bantuan yang diberikan kepada anak, yang tertuju kepada kedewasaan. Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. (Notoatmojdo, 2003). Sedangkan pendidikan dalam arti formal adalah suatu proses penyampaian materi guna mencapai perubahan dan tingkah laku.

Bloom, dkk (dalam Mudyaharjo, 2001) menjelaskan tujuan pendidikanyaitu :

a. Kognitif adalah jenis pendidikan yang bertujuan mengembangkan kemampuan intelektual dalam mengenal lingkungan.

b. Afektif adalah jenis pendidikan yang bertujuan mengembangkan kemampuan menghayati nilai-nilai untuk mengenal kegunaannya bagi hidup terhadap apa yang telah dipelajari secara langsung.

c. Psikomotor/keterampilan adalah jenis pendidikan yang bertujuan mengembangkan kemampuan melakukan perbuatan secara tepat, sehingga menghasilkan kinerja yang standar.

Berdasarkan undang-undang No.2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional merupakan bimbingan, pengajaran, latihan dan panduan diantaranya. Di lihat dari jenjang pendidikan sekolah disusun tiga tingkatan yaitu :

I. Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan dasar yaitu : SD, MIN, MIS, SLTP

II. Sekolah yang meyelenggarakan pendidikan yang menengah yaitu : SMU, SMK, MA.

III.Sekolah menyelenggarakan pendidikan tinggi yaitu : S3, S2, S1, D4, D3, D2, dan D1.

Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi, dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan dalam hal tentang ASI Eksklusif. Diharapkan seseorang

dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun orang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.

Pendidikan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, pendidikan juga berperan untuk menentukan kehidupan manusia untuk menjadi lebih baik. Pendidikan kesehatan memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu untuk menghindari masalah dalam kesehatan, diantaranya adalah pemberian ASI Eksklusif, ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung lebih banyak mendapat informasi tentang ASI Eksklusif dari pada ibu yang memiliki pendidikan lebih rendah (Nursalam, 2003).

Hasil penelitian menyatakan bahwa adanya kecenderungan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar persentasi pemberian ASI secara eksklusif (Siregar, 2004). Menurut Soetjaningsih bahwa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI ekslusif salah satunya adalah pengetahuan ibu tentang pemberian ASI ekslusif. Terkait dengan masih rendahnya pengetahuan ibu tentang ASI, tidak sedikit ibu yang masih membuang kolostrum karena dianggap kotor sehingga perlu dibuang.

Dokumen terkait