TESIS
Oleh
YULITA ANGGRAINI 127032084/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
YULITA ANGGRAINI 127032084/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Nomor Induk Mahasiswa : 127032084
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes)
Ketua Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes
TAHUN 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2014
individual masyarakat. peningkatan kualitas manusia harus sedini mungkin yaitu semenjak bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian Survey dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi adalah seluruh ibu-ibu menyusui yang mempunyai bayi 7-12 bulan di Puskesmas kerja Bandar Kabupaten Bener Meriah yaitu sebanyak 285 orang. Sampel pada penelitian ini sebanyak 102 orang, dengan metode penarikan sampel adalah random sampling. Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran angkat menggunakan alat bantu kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik ganda pada α =0,05.
Hasil penelitian menunjukkan, mayoritas responden memberikan ASI eksklusif, yaitu 55 responden (53.9%), dan secara statistik variabel yang paling memiliki hubungan paling kuat adalah pekerjaan dengan nilai OR (EXP(B) 5,202.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Bener Meriah agar dapat menyusun strategi program kesehatan bagi ibu dan anak, khususnya bagi ibu menyusui dengan menyiapkan fasilitas untuk menyusui dalam bentuk pojok ASI.
ABSTRACT
Culture is a cognitive system – a system that consist of knowledge, trust and values that were in the mind of the individual members of society. To increasing the quality of humans need as early as possible since the baby, one of the factor that play an important role to increasing the quality of human is breastfeeding (breastmilk ).
This research is aimed to determine the relations of socio –cultural with exclusive breastfeeding in the regency of Bener Meriah. This research included to survey research with cross sectional approach. The population is all of breastfeeding mothers who have babies aged 7-12 months in Bandar Health Center – Bener Meriah, total of the population as many as 285 people. The sample of this research as many as 102 people, by using random sampling method. The technique for collecting data is done using questioners, analyzed by multiple logistic regression at α = 0.05.
The result of this research showed that the majority of respondent giving exclusive breastfeeding is 55 respondent (53,9 % ), and statistically the variable who had the strongest relationship is job with a value OR (Exp (B) 5.202.
It is suggested to the health department of Bener Meriah, in order to develop the strategy for maternal and child health, especially for breastfeeding mothers by prepare facilities in the form of a breastfeeding corner.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SP.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing serta
Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Drs. Abdul Jalil Amri Amra, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing.
5. Ir. Etty Sudaryati, M.K.M, Ph.D dan dr. Mhd. Arifin Siregar, M.Kes selaku
6. Seluruh staf dan jajaran dosen pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
7. Bupati Kabupaten Bener Meriah dan staf Kantor Bupati Bener Meriah.
8. Kepala Dinas Kabupaten Bener Meriah.
9. Kepala puskesmas bandar beserta adik2 bidan desa puskesms Bandar
10. Bapak Iswayudi, S.K.M. M.Kes, dan ibu Nelvi Surya Darni, S.Kep
11. Kedua orang tuaku,suamiku dan anak2ku tercinta,adek, keluarga dan teman2
seperjuangan, saya ucapkan terima kasih yang tiada terhingga atas pengertian,
dorongan, pengorbanan serta kesabaran dan doa restu memotivasi yang telah
diberikan dalam menyelesaikan pendidikan ini.
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, baik saran dan kritikan yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan di penelitian selanjutnya.
Medan, Oktober 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Yulita Anggraini, lahir pada tanggal 18 Juli 1978 dijanarata Kabupaten Bener
Meriah, anak pertama dari 4 orang bersaudara dari pasangan Anwar. T dan Erlina
Wati.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Taman Kanak-kanak di
Janarata, selesai tahun 1983, Sekolah Dasar Negeri Janarata (SDN Janarata) di
Janarata, selesai tahun 1991, Sekolah Menengah Pertama Negeri Janarata (SMPN
Janarata) di Janarata, selesai tahun 1993, Sekolah Perawat Kesehatan Muhammadiyah
di Banda Aceh, selesai tahun 1996, Akademi Kebidanan di Bener Meriah (STIKes
Payung Negeri), selesai tahun 2008, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat STIKes
Payung Negeri di Bener Meriah, selesai tahun 2011.
Pada tahun 1997 bekerja sebagai bidan desa kontrak di Desa Rusip Ara
Matang Glumpang II Aceh Utara, kemudian tahun 2000 bekerja sebagai bidan desa
kontrak di Desa Ramung, tahun 2003 bekerja di Desa Purwosari Kecamatan Bandar
Kabupaten Bener Meriah, tahun 2005- Sekarang bekerja sebagai pegawai negeri di
Puskesmas Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah, tahun 2012 melanjutkan
pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan
DAFTAR ISI
2.1.1. Keuntungan Menyusui Eksklusif ... 15
2.1.2. Manfaat ASI Eksklusif ... 17
2.1.3. Komposisi ASI ... 20
2.1.4. Cara Menyusui yang Efektif ... 27
2.1.5 Cara Kerja Menyusui ... 31
2.1.6 Faktor Penghambat Pemberian ASI Eksklusif yang Merupakan Anggapan yang Salah tentang Menyusui .... 36
2.2. Sosial Budaya ... 40
2.2.1. Keyakinan atau Kepercayaan ... 41
2.2.2. Dimensi Kepercayaan ... 42
2.2.3. Aspek-aspek Kepercayaan ... 44
2.4. Kerangka Konsep ... 75
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 87
4.2. Analisis Univariat ... 88
4.2.1. Karakteristik Ibu Menyusui ... 88
4.2.2. Pengetahuan Ibu Menyusui ... 89
4.2.3. Nilai/Norma ... 91
4.2.4. Kepercayaan Ibu Menyusui ... 93
4.2.5. Pekerjaan Ibu ... 94
4.2.6. Pendapatan Ibu ... 95
4.2.7. Sikap Ibu Menyusui ... 95
4.2.8. Pemberian ASI Eksklusif ... 97
4.3. Analisis Bivariat ... 98
4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 98
4.3.2 Hubungan Nilai dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 98
4.3.3 Hubungan Kepercayaan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 99
4.3.4 Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif . 100 4.3.5 Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 101
4.4. Analisis Multivariat ... 102
BAB 5. PEMBAHASAN ... 106
5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Menyususi dengan Pemberian ASI 106 5.2. Hubungan Nilai/Norma dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 109
5.3. Hubungan Kepercayaan Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 111
5.4. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 113
5.5. Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 115
5.6. Hubungan Sikap dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 117
5.7. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Pengetahuan, Nilai, Kepercayaan, Pekerjaan dan Sikap ... 119
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 121
6.1 Kesimpulan ... 121
6.2 Saran ... 122
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel ... 80
4.1. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Identitas di Kabupaten Bener
Meriah Tahun 2014 ... 89
4.2. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Pengetahuan di
Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 90
4.3. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Pengetahuan tentang
Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 91
4.4. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Nilai/Norma di
Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 92
4.5. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Norma tentang Pemberian
ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 92
4.6. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Kepercayaan di
Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 93
4.7. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Kepercayaan tentang
Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 94
4.8. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten
Bener Meriah Tahun 2014 ... 94
4.9. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Pendapatan di Kabupaten
Bener Meriah Tahun 2014 ... 95
4.10. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Sikap di Kabupaten
Bener Meriah Tahun 2014 ... 96
4.11. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Sikap di Kabupaten Bener
Meriah Tahun 2014 ... 97
4.12. Distribusi Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu Menyusui di
4.13. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui dengan
Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 98
4.14. Tabulasi Silang Hubungan Nilai dengan Pemberian ASI Eksklusif di
Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 99
4.15. Tabulasi Silang Hubungan Kepercayaan dengan Pemberian ASI
Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 100
4.16. Tabulasi Silang Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI
Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 100
4.17. Tabulasi Silang Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI
Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 101
4.18. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Pemberian ASI Eksklusif
di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 102
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Kontributor Perilaku Kesehatan (Green dan Lewis, 1986) ... 74
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 129
2. Master Data ... 143
individual masyarakat. peningkatan kualitas manusia harus sedini mungkin yaitu semenjak bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian Survey dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi adalah seluruh ibu-ibu menyusui yang mempunyai bayi 7-12 bulan di Puskesmas kerja Bandar Kabupaten Bener Meriah yaitu sebanyak 285 orang. Sampel pada penelitian ini sebanyak 102 orang, dengan metode penarikan sampel adalah random sampling. Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran angkat menggunakan alat bantu kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik ganda pada α =0,05.
Hasil penelitian menunjukkan, mayoritas responden memberikan ASI eksklusif, yaitu 55 responden (53.9%), dan secara statistik variabel yang paling memiliki hubungan paling kuat adalah pekerjaan dengan nilai OR (EXP(B) 5,202.
Disarankan kepada Dinas Kesehatan Bener Meriah agar dapat menyusun strategi program kesehatan bagi ibu dan anak, khususnya bagi ibu menyusui dengan menyiapkan fasilitas untuk menyusui dalam bentuk pojok ASI.
ABSTRACT
Culture is a cognitive system – a system that consist of knowledge, trust and values that were in the mind of the individual members of society. To increasing the quality of humans need as early as possible since the baby, one of the factor that play an important role to increasing the quality of human is breastfeeding (breastmilk ).
This research is aimed to determine the relations of socio –cultural with exclusive breastfeeding in the regency of Bener Meriah. This research included to survey research with cross sectional approach. The population is all of breastfeeding mothers who have babies aged 7-12 months in Bandar Health Center – Bener Meriah, total of the population as many as 285 people. The sample of this research as many as 102 people, by using random sampling method. The technique for collecting data is done using questioners, analyzed by multiple logistic regression at α = 0.05.
The result of this research showed that the majority of respondent giving exclusive breastfeeding is 55 respondent (53,9 % ), and statistically the variable who had the strongest relationship is job with a value OR (Exp (B) 5.202.
It is suggested to the health department of Bener Meriah, in order to develop the strategy for maternal and child health, especially for breastfeeding mothers by prepare facilities in the form of a breastfeeding corner.
1.1. Latar Belakang
Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana didalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan
masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola kosumsi makanan, perbaikan prilaku
sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai
dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Rencana pembangunan jangka menengah
nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menetapkan 4 sasaran pembangunan kesehatan
yaitu; (1) Meningkatkan umur harapan hidup menjadi 72 tahun, (2) menurunkan
angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup, (3) menurunkan angka
kematian ibu menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup dan (4) menurunkan
prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan prevalensi balita pendek menjadi 32% untuk
mencapai sasaran RPJMN 2010-2014 dibidang kesehatan yang memuat indikator
keluaran yang harus dicapai, dimana bidang perbaikan gizi salah satu dari delapan
indikator keluaran adalah 80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif
(Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Menyusui artinya memberikan makanan kepada bayi yang secara langsung
dari payudara ibu sendiri. Menyusui adalah proses alamiah, dimana berjuta-juta ibu
melahirkan diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku
Walupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal
yang sifatnya alamiah tidaklah selalu mudah untuk dilakukan oleh para ibu-ibu
menyusui. Menyusui merupakan cara pemberian makan yang diberikan secara
langsung oleh ibu kepada anaknya, namun seringkali ibu menyusui kurang
memahami dan kurang mendapatkan informasi, bahkan sering kali ibu-ibu
mendapatkan suatu informasi yang salah tentang manfaat ASI eksklusif itu sendiri,
tentang bagaimana cara menyusui ataupun langkah-langkah menyusui yang benar
kepada bayinya, dan kurangnya informasi yang diberikan tentang dampak apabila
ASI eksklusif itu tidak diberikan dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran
dalam menyusui secara eksklusif kepada bayinya (Roesli, 2000).
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat baik bagi tumbuh kembang yang
optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu pemberian
ASI perlu mendapat perhatian para ibu agar proses menyusui dapat terlaksana dengan
benar (Afifah, 2007). Organisasi anak sedunia (UNICEF, 2009) menyatakan 30.000
kematian bayi pertahunnya, dapat dicegah melalui pemberian ASI secara ekslusif
selama 6 bulan, tanpa harus memberikan makanan dan minuman tambahan pada bayi.
Manfaat pemberian ASI ekslusif dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan
anak, tetapi kesadaran ibu untuk memberikan ASI ekslusif di Indonesia baru
mencapai 14 % saja. Banyak kasus kurang gizi pada anak-anak berusia dibawah dua
tahun yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yang dapat di minimalisir melalui
sebagai prioritas utama dalam program di seluruh dunia khususnya negara-negara
berkembang.
Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United
Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak disusui hanya dengan air susu ibu selama paling
sedikit enam bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur
enam bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun.
Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor infeksi
dan kekurangan gizi sedangkan penyebab lainya adalah berbagai penyakit yang
sebenarnya dapat dicegah salah satunya dengan pemberian ASI eksklusif (Roesli,
2000).
Setiap bayi berhak untuk mendapatkan standar emas pemberian pelayanan
pada bayi, yaitu: (1) inisiasi menyusu dini (IMD), (2) ASI eksklusif sejak lahir
sampai 6 bulan, (3) makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat waktu dan
berkualitas sejak usia 6 bulan, serta (4) pemberian ASI diteruskan sampai usia 2
tahun/lebih (Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (2002), Resolusi
WHA no. 55.25 2002); Setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal, mendapatkan standar kesehatan tertinggi serta terhindar dari resiko kematian
dan malnutrisi (Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi melalui Keputusan
Presiden no. 36/1990); Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya agar
dapat tumbuh dan berkembang secara layak (Pasal 11 Undang-Undang no. 49/1999
Pasal 128 (1) dan 129 (2) Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan;
Setiapbayi Indonesia berhak untuk tidak mendapatkan susu formula kecuali atas
indikasi medis, dan setiap ibu berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya (Pasal 15, 17 & 26 Peraturan Pemerintah
No. 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif). Saat ini, kondisi pemberian ASI di
Indonesia masih tergolong rendah.
Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai suku dan memiliki
sosial budaya yang beraneka ragam, hal ini berpengaruh besar terhadap pola perilaku
masyarakatnya. Perilaku yang dilatar belakangi sosial budaya tersebut ada yang
positip dan ada yang negatif dipandang dari sudut kesehatan, yang negatif tersebut
merugikan program pembangunan kesehatan masyarakat.
Kebudayaan adalah suatu sistem koqnitif yaitu sistem yang terdiri dari
pengetahuan, kepercayaan dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota
individual masyarakat. Kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh
anggota-anggota masyarakat dipergunakan dalam proses-proses orientasi, transaksi,
pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata
dalam masyarakat. Sehubungan dengan penggunaan konsep budaya dalam perilaku
masyarakat terkait dengan prilaku kesehatan seseorang, sedikit atau banyak, terkait
dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya
berkenaan dengan etiologi, terapi pencegahan penyakit. Dapat saja seseorang
Pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti sikap, dan perilaku ibu, tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, sosial
ekonomi dan budaya, ibu merasa ASI yang dimiliki kurang, ibu yang bekerja serta
kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan (Roesli, 2000). Pemberian ASI
eksklusif yang rendah diIndonesia disebabkan oleh faktor internal yaitu rendahnya
pengetahuan dan sikap ibu dan faktor eksternal yaitu kurangnya dukungan keluarga,
masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah, gencarnya promosi susu formula,
faktor sosial budaya, serta kurangnya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan ibu
dan anak (Yuliana dkk, 2013).
Penelitian yang terkait dengan hal diatas diantaranya yang dilakukan oleh
Hilala, (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia,
pengetahuan, pendidikan dan dukungan orang terdekat dengan pemberian ASI
eksklusif diwilayah kerja puskesmas Tuladenggi Telaga Biru Kabupaten Gorontalo.
Penelitian lain diantaranya dilakukan oleh Mulyaningsih (2000) yang menyatakan
bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan motivasi ibu
dengan pemberian ASI eksklusif. Agus (2002) dalam penelitiannya juga
mengungkapkan adanya hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan
pemberian ASI eksklusif.
Sementara menurut Roesli (2000), bahwa fenomena kurangnya pemberian
ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengetahuan ibu yang
kurang memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik tentang
singkatnya pemberian cuti melahirkan yang diberikan oleh pemerintah terhadap ibu
yang bekerja, merupakan alasan-alasan yang sering diungkapkan oleh ibu yang tidak
berhasil menyusui secara eksklusif.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) di wilayah kerja
puskesmas Munte Kabupaten Karo menyatakan bahwa variabel pekerjaan,
pengetahuan, bisa berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif sebesar 95,7%.
Hasil penelitian Ludin (2009) di Kecamatan Rumbai Pesisir kota Pekan Baru didapati
bahwa variabel keyakinan/kepercayaan, norma/nilai, pengetahuan berperan dalam
tindakan pemberian ASI eksklusif.
Keyakinan atau kercayaan dari ibu yang kuat merupakan faktor determinan
yang penting terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Kurniawan, 2013).
Kepercayaan atau keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu,
norma-norma subjektif dan kontrol perilaku (Robbins,1996). Berbagai faktor sosial
budaya yang melatar belakangi perilaku pemberian ASI eksklusif adalah berkaitan
dengan kebiasaan masyarakat dalam memberikan makanan pada bayi yang baru lahir
Penelitian yang dilakukan oleh Rayuni (2010) mengungkapkan budaya yang
mendukung dalam pemberian ASI eksklusif adalah keterikatan keluarga dan sosial
sebagai pemberi dukungan untuk memberikan ASI eksklusif. Sedangkan budaya yang
tidak mendukung adalah adanya pantangan dan mitos pada pemberian ASI eksklusif.
Sehubungan dengan hal diatas mengungkapkan bahwa jika bayi belum mau
menyusui, ibunya akan mengolesi madu pada puting susunya yang ditujukan untuk
sama juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda, bahwa madu, air matang dan
susu formula diberikan kepada bayi yang baru lahir. Alasan pemberian makanan
/minuman ini adalah ASI belum keluar, agar bayi tidak lapar, disarankan orang tua
dan ibu belum kuat menyusui (Widodo, 2001). Demikian pula kebiasaan masyarakat
memberikan makanan tambahan kepada bayi sebelum usia enam bulan. Pemberian
makanan tambahan pada bayi yang berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini
karena ada anggapan bahwa ASI tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat
(Mutiaf, 1998).
Keterkaitan aspek sosial budaya dengan pemberian ASI dapat dilihat dengan
penelitian Susilawati (2005) tentang determinasi sosial budaya pada pemberian ASI
eksklusif diwilayah kerja puskesmas padang bulan dan Padang Bulan Selayang II
Kota Medan. Hasil penelitiannya menyimpulkan ada hubungan bermakna antara
pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif, serta ada hubungan antara sosial
budaya dengan pemberian ASI eksklusif, pada penelitian ini ditemukan mayoritas
sampel mendapat PASI dari Rumah Sakit maupun klinik Bersalin, tidak pernah
mendapat anjuran tentang ASI eksklusif, persiapan laktasi dan payudara. Secara
nasional cakupan pemberian ASI eksklusif berfluktuasi dan menunjukan
kecendrungan menurun selama tiga tahun terakhir. Cakupan pemberian ASI eksklusif
pada 0-6 bulan turun 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun 2008. Sedangkan
cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% pada
Cakupan ASI di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu
sebesar 80% menurut hasil survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2007 di Indonesia hanya sepertiga (32%) bayi berumur dibawah 6 bulan yang
mendapat ASI eksklusif diantara sepuluh hanya empat bayi yang berumur dibawah
empat bulan (41%) yang mendapat ASI eksklusif dan hanya 48% anak umur kurang
dari dua bulan mendapat ASI eksklusif (Depkes RI, 2007).
Data SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2012 peningkatan
ibu menyusui hingga 10 persen sejak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) No
33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan hasil SDKI 2012, jumlah ibu
menyusui sudah mencapai 42 persen. Angka tersebut naik sekitar 10 persen dari
angka sebelumnya, adanya peningkatan jumlah ibu menyusui yang memberikan ASI
eksklusif pada bayinya adalah hasil dari kerja keras bersama. Selain itu pemerintah
yang telah mendukung lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 33/2012 tentang ASI
Eksklusif, kegigihan para penggiat laktasi dan kesadaran para ibu sendiri juga turut
mendukung pencapaian ini. Pemerintah maupun berbagai lembaga penggiat ASI
selalu mengkampanyekan ASI eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan. Dari hasil
kampanye tersebut, dalam 5 tahun jumlah ibu menyusui telah mencapai 42 persen,
atau naik 10 persen dibanding 5 tahun sebelumnya (Depkes, 2007).
Cakupan pemberian ASI Eksklusif (0-6 bulan) diprovinsi Aceh pada tahun
2012 adalah 32,2%2 dan merupakan propinsi urutan kelima terendah seluruh
Indonesia setelah propinsi Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Kepulauan Bangka
persentasi bayi yang diberi ASI Eksklusif tahun 2013 masih rendah walaupun
mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun 2011
sebesar 6,60%, tahun 2012 7,58%, tahun 2013 sebesar 41,56% (Dinkes Bener
Meriah, 2013).
Kabupaten Bener Meriah merupakan Kabupaten termuda dalam wilayah
provinsi Aceh, yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Aceh Tengah,
penduduknya terdiri dari bermacam-macam suku, 40% suku Gayo, 25% suku Aceh,
30% suku Jawa. Suku Bali dan sedikit Minang hanya ada di ibukota kabupaten serta
etnis China dan Arab yang tersebar diseluruh kecamatan. Dikabupaten Bener Meriah
sudah turun temurun mengenal adanya istilah “DENA” yaitu kepercayaan terhadap
adanya kuman didalam air susu ibu, atau istilah lainnya sering disebut dengan susu
basi, dena hanya terjadi pada saat ibu sedang menyusui, biasanya ibu akan merasa
ada kuman didalam ASInya pada saat siibu merasakan adanya rasa gatal pada puting
susu, gejala yang dilihat pada bayi disaat bayi tidak mau disusui, bayi mulai rewel,
timbul bercak-bercak pada kulit bayi, lecet diseputar paha bahkan mengeluarkan
nanah, perut bayi menjadi gembung, ada kotoran dimata bayi, wajah bayi mulai
menguning dan berubah bewarna kehitam- hitaman seperti tersengat matahari, setiap
disusui bayi akan muntah, biasanya setelah mengalami hal ini mereka akan mencari
dukun untuk mencari pengobatan, mereka tidak mencari pengobatan dipelayanan
tenaga kesehatan karena mereka menganggap tenaga kesehatan tidak percaya dengan
Kepercayaan terhadap adanya Dena ini sudah berlangsung sangat lama dan
berlanjut hingga saat ini, banyak ibu-ibu yang percaya bahwa dirinya terkena dena
ini, ia akan menghentikan pemberian ASInya, diyakini apabila ASI tetap dilanjutkan
akan membuat bayinya menjadi sakit, dan bahkan meninggal dunia. Masalah lain
yang masih terjadi dikabupaten Bener Meriah adalah masih banyaknya bayi yang
baru lahir diberi madu, air gula, air putih bahkan susu formula, setelah beberapa hari
kelahiran bayi langsung diberi pisang dan air tajin, hal ini biasanya dilakukan oleh
nenek dari sibayi, peran orang tua dari si ibu bayi masih dominan didaerah ini, karena
yang merawat ibu setelah bersalin adalah orang tuanya.
Sehubungan dengan hal tersebut hasil penelitian (Mutiaf, 1998) juga
mengungkapkan bahwa jika bayi belum mau menyusui, ibunya akan mengolesi madu
pada puting susunya yang ditujukan untuk menghilangkan rasa amis pada susu
kuning (colostrum). Sedangkan penelitian yang sama juga mengungkapkan hal yang
tidak jauh berbeda, bahwa madu, air madu air matang dan susu formula diberikan
kepada bayi yang baru lahir. Alasan pemberian makanan/minuman ini adalah ASI
belum keluar, agar bayi tidak lapar, disarankan orang tua dan ibu belum kuat
menyusui (Widodo,2001). Demikian pula kebiasaan masyarakat memberikan
makanan tambahan kepada bayi sebelum usia enam bulan. Pemberian makanan
tambahan pada bayi yang berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini karena ada
anggapan bahwa ASI tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat (Mutiaf, 1998).
Fenomena lainnya yang terjadi di Kabupaten Bener Meriah pada sebagian
kebiasaan ibu-ibu dengan pantangan makanan-makanan tertentu, yaitu kepercayaan
tentang makanan yang apabila dikosumsi oleh ibu akan menyebabkan bayinya sakit,
diyakini oleh para ibu-ibu menyusui ini terdapat kuman pada susunya, makanan yang
dimaksud contohnya seperti sayur terong, udang, cumi-cumi, ikan tongkol,
makanan-makanan ini dianggap pantang untuk dikosumsi oleh ibu-ibu yang sedang menyusui,
bahkan ada sebagian ibu-ibu yang sedang hamil sudah melakukan pantangan
makanan-makananan yang dimaksud karna takut terulang akan mengalami hal yang
sama dengan bayinya kelak, dan ada yang melakukannya karna perintah dari orang
tua.
Survei awal yang dilakukan terhadap 10 orang pada saat posyandu sedang
berlangsung ditemukan ibu yang tidak menyusui bayinya secara eksklusif ada 5 orang
dengan alasan yang sama, yaitu adanya kuman didalam air susu ibu. Adapun tingkat
pendidikan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif adalah SMP 1 orang dan 4
orang ibu yang berpendidikan SMA, sedangkan pekerjaan mereka adalah sebagai
petani, pedagang maupun PNS.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil
judul “Hubungan Sosial Budaya ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif di
Kabupaten Bener Meriah”.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
kepercayaan, pekerjaan, pendapatan dan sikap ibu yang mempunyai bayi Dengan
Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah”?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan daripada penelitian ini adalah sebagai berikut;
a. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi dengan
pemberian ASI eksklusif.
b. Mengetahui hubungan nilai/norma ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian
ASI eksklusif.
c. Mengetahui hubungan keyakinan/kepercayaan ibu yang mempunyai bayi dengan
pemberian ASI eksklusif.
d. Mengetahui hubungan pekerjaan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian
ASI ekslusif.
e. Mengetahui hubungan pendapatan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian
ASI ekslusif.
f. Mengetahui hubungan sikap ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI
eksklusif.
1.4. Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI
eksklusif.
2. Ada hubungan nilai/norma ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI
3. Ada hubungan keyakinan/kepercayaan ibu yang mempunyai bayi dengan
pemberian ASI eksklusif.
4. Ada hubungan pekerjaan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI
eksklusif.
5. Ada hubungan pendapatan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI
eksklusif.
6. Ada hubungan sikap ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi;
1. Sebagai masukan bagi dinas kesehatan kabupaten Bener Meriah dalam
penyusunan strategi program kesehatan ibu dan anak, khususnya upaya
meningkatkan kemauan dan kemampuan ibu yang mempunyai bayi 7-12 bulan
dalam pemberian ASI eksklusif.
2. Untuk memperkaya kepustakaan sebagai bahan bacaan atau studi-studi tentang
2.1. Pengertian ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama
6 bulan, tanpa menambahkan dan atau menganti dengan makanan atau minuman lain
(Kemenkes RI, 2010). ASI eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau
minuman lain, termasuk air putih, disamping menyusui (kecuali obat-obatan dan
vitamin atau mineral tetes) ASI perah juga diperbolehkan (Depkes RI, 2007). ASI
eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa dicampur dengan tambahan
cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi tim.
(Maryunani, 2008).
Pemberian ASI sampai usia bayi berumur 6 bulan disebabkan sistem imun
bayi pada 6 bulan pertama belum sempurna apabila diberikan makanan tambahan,
pemberian makanan tambahan sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya
berbagai jenis kuman, saat bayi berumur kurang dari 6 bulan, sel-sel disekitar usus
belum siap untuk mengolah kandungan dari makanan. Sehingga makanan yang
masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi, menunda memberikan
makanan tambahan sampai bayi berusia 6 bulan melindungi bayi dari obesitas
2.1.1. Keuntungan Menyusui Eksklusif
a. Memberi nutrisi yang optimal dalam hal kualitas dan kuantitas bagi bayi. Dalam
ASI terkandung kolostrum, yang merupakan cairan kental dan berwarna
kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh alveoli payudara ibu pada periode akhir
atau trimester ketiga kehamilan kolostrum dikeluarkan pada hari-hari pertama
setelah kelahiran. Kolostrum sangat penting bagi bayi, karena : kolostrum pada
hari pertama sampai hari ke-empat, merupakan cairan emas yang istimewa, kaya
akan nutrisi dan antibodi, kolostrum menjadi nutrisi dan melindungi terhadap
infeksi dan alergi. Kolostrum merupakan cairan emas yang mengandung 10-17
kali lebih banyak dari ASI biasa/matur (Maryunani, 2008). Memberikan
imunisasi pertama, ASI dapat dikatakan “cairan hidup” yang melindungi bayi dari
infeksi. Pada tahun pertama kehidupan bayi, sistem kekebalan bayi belum
sepenuhnya berkembang dan tidak bisa melawan infeksi seperti halnya pada anak
yang lebih besar atau orang dewasa, maka bayi memerlukan perlindungan dari
ibunya. ASI mengandung sel-sel darah putih, sejumlah faktor anti-infeksi yang
dapat melindungi bayi terhadap infeksi. ASI juga mengandung antibodi terhadap
berbagai infeksi yang pernah di alami ibunya. ASI merupakan “Cairan Hidup”
yaitu apabila ibu terserang penyakit infeksi maka sel darah putih yang terdapat
dalam tubuh menjadi aktif dan menciptakan antibodi terhadap infeksi tersebut
untuk melindungi ibu serta sebagian sel darah putih mengalir ke payudara ibu dan
membentuk antibodi dan kemudian dikeluarkan bersama ASI untuk melindungi
usus bayi dari mekonium (tinja pertama bayi yang berwana kehitaman). Hal ini
membersihkan bilirubin dari usus membantu mencegah bayi kuning/ikterus.
Kolostrum juga mengandung zat yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan, yang membantu proses pengembangan organ usus bayi yang belum berkembang
sempurna setelah bayi dilahirkan. Karena itu kolostrum membantu bayi terhindar
dari alergi dan keadaan tidak tahan (intoleransi) terhadap makanan lain. Di
samping itu kolostrum lebih kaya vitamin dari pada ASI matur. Khususnya
vitamin A. Vitamin A membantu meringankan infeksi berat yang mungkin di
derita bayi (Depkes RI, 2007).
b. Meningkatkan Kecerdasan secara :
1. Asuh (fisik-biomedis)
ASI mengandung zat gizi dengan fungsi spesifik untuk pertumbuhan otak:
a). Korg-chain Polyunsaturated Fatty Acid (DHA dan AA) untuk
pertumbuhan otak dan retina.
b). ASI mengandung asam lemak esensial yang tidak terdapat didalam susu
sapi atau susu formula. Asam lemak esensial ini dibutuhkan untuk
pertumbuhan otak dan mata bayi. Serta kesehatan pembuluh darah. Selain
itu, asam lemak terdiri dari Asam lemak Linoleat yang merupakan
precursor Decosahexaenoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA). ASI juga mengandung enzim lipase yang membantu mencerna lemak. Enzim
ini tidak terdapat didalam susu hewan atau susu formula. Sehingga lemak
oleh tubuh bayi dibandingkan dengan lemak susu sapi atau susu formula
(Depkes RI, 2007).
c). Cholestrol untuk myelininsasi jaringan syaraf.
d). Taurin neurotransmiter inhibitor dan stabilisator membrane.
e). Laktosa untuk pertumbuhan otak.
f). Choline yang mungkin meningkatkan memori.
2. Asah (stimulasi/pendidikan)
Menurut Roesli dalam Maryunani (2008) menyusui secara eksklusif
merupakan stimulasi awal dimana pandangan, belaian, usapan, kata-kata ibu
waktu menyusui memenuhi kebutuhan awal dari pendidikan/kebutuhan
stimulasi atau kebutuhan rangsangan.
3. Asih (fisk-biomedis)
Bayi yang disusui eksklusif, dipijat, sering didekap, dibelai, membuat bayi
merasa aman, terlindung dan dicintai. Bonding yang baik merupakan dasar
terbentuk hubungan yang erat dan penuh kasih sayang yang membuat ibu
merasa sangat puas secara emosional (Depkes RI, 2007). Bayi tumbuh
menjadi manusia mencintai sesamanya/spiritual yang baik, menyusui dini
merupakan latihan bersosialisaasi dini dengan membentuk emosional stabil
(Maryunani, 2008).
2.1.2. Manfaat ASI Eksklusif
Menurut (Maryunani, 2008) manfaat ASI eksklusif bagi bayi adalah sebagai
1. ASI mengandung protein yang spesifik untuk melindungi bayi dari alergi.
2. Secara alami, ASI memberikan kebutuhan yang sesuai dengan usia kelahiran bayi
(seperti bayi prematur, ASI memiliki kandungan protein lebih tinggi dibanding
ASI untuk bayi yang cukup bulan).
3. ASI juga bebas kuman karena diberikan secara langsung.
4. Suhu ASI sesuai dengan kebutuhan bayi.
5. ASI lebih mudah di cerna dan diserap oleh usus bayi.
6. ASI mengandung banyak kadarselenium yang melindungi gigi dari kerusakan.
7. Menyusui akan melatih daya isap bayi dan membantu membentuk otot pipi yang
baik.
Maryunani (2008) juga menjelaskan bahwa manfaat ASI eksklusif bagi ibu
diantaranya adalah :
a. Manfaat ASI eksklusif bagi ibu
1. Membantu mempercepat pengembalian rahim ke bentuk semula dan
mengurangi perdarahan setelah kelahiran.
2. Membantu menunda kehamilan baru, pemberian ASI eksklusif dapat
berfungsi sebagai kontrasepsi selama 6 bulan setelah kelahiran karena
isapan bayi merangsang hormon prolaktin yang menghambat terjadinya
ovulasi/pematangan telur sehingga menunda kesuburan.
3. Melindungi kesehatan ibu antara lain : mencegah kanker payudara karena
pada saat menyusui hormon estrogen mengalami penurunan, sementara itu
yang diduga menjadi salah satu pemicu kanker payudara karena tidak
adanya keseimbangan antara hormon estrogen dan progeseron.
4. Membantu ibu dan bayi dalam mengembangkan hubungan kasih sayang
yang erat (bonding) serta memberi rasa puas, bangga dan bahagia pada
ibu yang berhasil menyusui bayinya
5. Mengurangi biaya pengeluaran karena ASI tidak perlu dibeli
b. Keunggulan ASI eksklusif terhadap susu lainnya menurut (Depkes RI, 2007)
sebagai berikut :
1. Aspek Gizi
a). Mengandung zat gizi berkualitas tinggi untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
b). Zat gizi dalam ASI mudah dicerna dan serap secara efektif.
2. Aspek Imunologis
a). ASI mengandung zat gizi anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.
b). Mengandung IgA, Laktoferin, Lysozim, faktor Bifidus dan lain-lain
yang mampu menjaga daya tahan tubuh bayi.
3. Aspek Kecerdasan
ASI mengandung Taurin, Docosahexaenoic Acid (DHA) danArachidonic
Acid (AA) yang cukup untuk menjamin pertumbuhan dan tingkat kecerdasan (IQ) bayi yang diberikan ASI lebih tinggi daripada bayi yang
diberikan susu formula. (Kemenkes RI, 2011) Keunggulan ASI karena
2.1.3. Komposisi ASI
Komposisi ASI tidak selalu sama. Komposisi ASI bervariasi menurut usia
bayi, menurut awal hingga akhir proses menyusui, menurut diantara waktu-waktu
menyusui dan menurut waktu berlainan pada malam hari dan siang hari.
a. Komposisi ASI dari hari ke hari
1. Kolostrum (Susu Jolong)
a) Kolostrum adalah ASI khusus berwarna kekuningan, agak kental dan
diproduksi dalam beberapa hari setelah persalinan. Kolostrum (IgG) dari
bahasa latin colostrums atau jolong adalah susu yang dihasilkan oleh
kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari kelahiran
bayi. pada hari ke 2 dan 3 ASI dalam bentuk kolostrum diproduksi lebih
banyak dan payudara terasa penuh, keras dan berat. Sebagian orang
menyebut kondisi ini “coming-in” (ASI mulai keluar) Kolostrum akan
dihasilkan selama 5-7 hari.
b) Kolostrum lebih banyak mengandung anti bodi dan protein anti- infeksi
lainnya dibandingkan ASI matur/matang. Hal ini merupakan alasan
mengapa kolostrum lebih banyak mengandung sel protein dibanding ASI
matur/matang.
c) Kolostrum lebih banyak mangandung sel darah putih dibandingkan
dengan ASI matur/matang. Protein anti infeksi dan sel darah putih
merupakan imunisasi pertama yang diperoleh bayi setelah dilahirkan dan
mencegah bakteri yang berbahaya penyebab penyakit infeksi pada bayi
baru lahir. Disamping itu zat antibodi pada kolostrum dapat mencegah
bayi dari kemungkinan timbulnya alergi.
d) Kolostrum memiliki efek pencahar yang berfungsi membersihkan usus
bayi dari mekonium (tinja pertama bayi yang berwarna kehitaman). Hal ini
membersihkan bilirubin dari usus dan membantu mencegah bayi
kuning/ikterus.
e) Kolostrum mengandung zat yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan,
yang membantu proses pengembangan organ usus bayi yang belum
berkembang sempurna setelah bayi dilahirkan. Karena itu kolostrum
membantu bayi terhindar dari alergi dan keadaan tidak tahan (intoleransi)
terhadap makanan lain.
f) Kolostrum lebih kaya vitamin dari pada ASI matur/matang, khususnya
vitamin A. Vitamin A membantu meringankan infeksi berat yang mungkin
di derita bayi. Karena ini sangat penting bagi bayi untuk memperoleh
kolostrum sebagai makanan pertama. Kolostrum sudah tersedia dalam payudara ibu ketika bayi dilahirkan. Kolostrum mengandung semua zat
yang dibutuhkan bayi baru lahir sebelum ASI matur/matang dihasilkan.
2. ASI Peralihan
a. ASI yang diproduksi pada hari ke delapan sampai dengan hari keempat
b. Kadar protein berkurang sedangkan kadar karbohidrat dan lemak
meningkat.
c. Volume ASI semakin meningkat.
3. ASI Matur/Matang
a. Merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke 14 dan seterusnya,
komposisi relative konstan.
b. Komposisi ASI dari menit ke menit
ASI yang diproduksi pada awal proses menyusui disebut susu awal
(foremilk) adalah ASI yang lebih bening, Susu akhir (hind milk) adalah ASI yang lebih putih, diproduksi pada akhir proses menyusui, perbedaan jenis
ASI antara kolostrum dengan ASI Matur adalah kolostrum lebih banyak
mengandung protein di banding ASI Matur sedangkan susu akhir
mengandung lebih banyak lemak dibandingkan susu awal.
Lemak yang lebih banyak pada susu akhir menyebabkan susu akhir
kelihatan lebih putih dibanding susu awal. Lemak yang banyak ini
memberikan banyak energy dalam ASI, oleh karena itu jangan
menghentikan bayi yang sedang menyusu terlalu cepat. Bayi harus diberi
kesempatan untuk menyusu lebih lama sehingga mendapat susu akhir yang
kaya lemak secara maksimal.
Susu awal dihasilkan dalam jumlah banyak, dan susu awal ini banyak
mengandung protein, laktosa, dan zat gizi lainnya. Apabila apabila
airakan terpenuhi. Bayi tidak memerlukan lagi air minum selain ASI
sebelum berumur 6 bulan walaupun bayi tinggal di daerah beriklim panas.
Jika bayi haus diberi tambahan air minum maka bayi akan kurang
memperoleh ASI.
c. Kandungan Zat dalam ASI
1. Protein ASI
Kandungan zat gizi dalam ASI, untuk merujuk mengapa zat
gizi tersebut sangat sempurna untuk bayi. ASI, susu sapi dan susu
kambing mengandung protein untuk pertumbuhan dan ketiganya
mengandung gula susu yaitu laktosa, yang juga memberi energi,
perbedaan jumlah protein yang terdapat dalam ASI dengan susu
hewan adalah susu hewan mengandung lebih banyak protein di
banding ASI. Protein adalah zat penting dan kita mungkin berpikir
bahwa lebih banyak protein pasti lebih baik. Akan tetapi, hewan
tumbuh lebih cepat dari pada manusia, karena itu hewan memerlukan
susu dengan konsentrasi protein lebih tinggi. Mengingat bayi memiliki
organ ginjal yang belum sempurna, maka akan sulit untuk membuang
kelebihan sisa protein dari susu hewan.
Sebagian besar protein dalam susu sapi adalah kasein, yang
didalam perut bayi membentuk gumpalan padat dan sulit dicerna. Di
dalam ASI, kandungan kaseinnya lebih sedikit dan kasein tersebut
Kandungan protein yang mudah larut atau protein whey yang
mengandung protein anti-infeksi yang dapat melindungi bayi terhadap
infeksi. Susu hewan tidak mengandung jenis protein anti-infeksi
tersebut untuk melindungi bayi.
Bayi yang diberi susu formula kemungkinan akan mengalami
intoleransi terhadap protein yang berasal dari susu hewan. Bayi mungkin akan terkena diare, sakit perut, kulit kemerahan dan lainnya
apabila diberi jenis protein lain. Diare mungkin bisa persisten
(menetap) dan menunjang terjadinya kurang gizi. Bayi yang diberi
susu formula atau susu hewan kemungkinan akan menderita alergi
yang dapat menyebabkan eksim dan asma. Bayi mungkin mengalami
intoleransi atau alergi setelah diberi sedikit saja susu formula pada hari-hari pertama kehidupannya.
Protein whey dalam berbagai susu berbeda. ASI mengandung
alfa-laktalbumin dan susu sapi mengandung beta-laktoglobulin, disamping itu protein dalam susu hewan dan susu formula
mengandung keseimbangan asam amino yang berbeda dengan ASI.
Yang kurang ideal untuk bayi, susu hewan dan susu formula kurang
kandungan asam amino sistin, dan susu formula kurang dalam
kandungan taurin yang dibutuhkan bayi baru lahir khususnya
Protein yang mengandung anti-infeksi dalam ASI termasuk laktoferrin (yang mengikat zat besi dan mencegah pertumbuhan bakteri yang
membutuhkan zat besi) dan lisozim (yang membunuh bakteri), serta
antibodi (immunoglobulin, terutama IgA). Faktor anti-infeksi lainnya
termasuk faktor bifidus (yang menunjang pertumbuhan laktobasillus
bifidus yang menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya, dan menyebabkan tinja bayi yang diberi ASI berbau seperti yogurt). ASI
juga mengandung faktor anti-virus dan faktor anti-parasit.
Imunoglobulin utama dalam ASI adalah IgA-sering disebut secretory
immunoglobulin A (SigA) yang dialirkan ke ASI sebagai respon terhadap infeksi pada ibu. IgA berbeda dengan immunoglobulin lain
seperti IgG yang dialirkan dalam darah.
2. Lemak dalam ASI
Semua jenis susu mengandung lemak sebagai sumber energi
utama yang dibutuhkan bayi manusia atau bayi hewan, dan juga
mengandung laktosa yang juga memberi energi. ASI mengandung
asam lemak esensial yang tidak terdapat didalam susu sapi atau susu
formula. Asam lemak esensial ini dibutuhkan untuk pertumbuhan otak
dan mata bayi, serta kesehatan pembuluh darah. Selain itu, asam lemak
terdiri dari Asam Lemak Linoleat yang merupakan Prekursor
block” otak yang siap pakai. ASI juga mengandung enzim lipase yang membantu mencerna lemak Enzim ini tidak terdapat di dalam susu
hewan atau susu formula. Lemak yang terdapat didalam ASI dicerna
lebih sempurna dan digunakan lebih efesien oleh tubuh bayi
dibandingkan dengan lemak susu sapi atau susu formula.
Tinja bayi yang diberi susu formula berbeda dengan tinja bayi
yang diberi ASI. Hal ini antara lain disebabkan karena tinja bayi yang
diberi susu formula lebih banyak mengandung sisa makanan yang
tidak dapat digunakan oleh tubuh bayi. Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR) yang diberi susu formula yang kurang mengandung asam
lemak esensial telah terbukti menunjukkan perkembangan mental dan
penglihatan yang tidak optimal. Saat lahir lambung bayi belum
menghasilkan semua enzim yang dibutuhkan untuk mencerna lemak
susu. Lipase dalam ASI membentu menyempurnakan pencernaan
lemak di dalam lambung bayi. Lipase dalam ASI disebut bile–salt
stimulated lipase. Karena mulai bekerja di dalam usus bersamaan dengan tersedianya garam-empedu tersebut. Lipase tidak aktif
dipayudara atau didalam lambung sebelum ASI bercampur dengan
empedu.
3. Vitamin dalam ASI
ASI mengandung Vitamin A, jika ibu cukup mengkonsumsi vitamin A
tahun di kedua usia bayi. Susu sapi banyak mengandung vitamin B,
tetapi tidak mengandung vitamin A dan C sebanyak dalam ASI.
4. Zat besi dalam ASI
Zat besi penting untuk mencegah anemia. Beberapa jenis susu
mengandung zat besi dalam jumlah yang sangat sedikit 0,5-07 mg/l.
hanya sekitar 10 % zat besi pada susu sapi yang bisa diserap, namun
sekitar 50 % zat besi dari ASI dapat diserap oleh usus bayi. Bayi yang
diberi susu sapi mungkin tidak mendapat cukup zat besi, sehingga bayi
sering menderita anemia. Dengan demikian ASI secara Eksklusif
kepada bayi kecukupan zat besi akan terpenuhi dan bayi dapat
terlindung dari anemia sampai sekurangnya bayi berumur 6 bulan atau
lebih. Pada beberapa merk susu formula ditambahkan zat besi, akan
tetapi tambahan tersebut tidak diserap dengan baik sehingga harus
ditambah dalam jumlah besar untuk melindungi bayi dari anemia.
Penambahan zat besi dapat mempermudah tumbuhnya beberapa jenis
bakteri yang mungkin akan meningkatkan peluang terjadinya infeksi
misalnya meningitis dan sepsis (Depkes RI, 2007).
2.1.4. Cara Menyusui yang Efektif
Bila bayi melekat dengan baik, bayi mengeluarkan ASI dengan mudah dan ini
disebut “menyusu yang efektif”. Saat bayi menyusu dengan cara ini, mulut dan lidah
Tanda-tanda perlekatan bayi yang baik adalah :
a. Tampak areola lebih banyak diatas mulut bayi daripada dibawah mulutnya. Ini
menunjukkan bahwa lidah bayi sedang menjangkau bagian bawah sinus laktiferus
untuk menekan ASI keluar.
b. Mulut bayi terbuka lebar.
c. Bibir bawah bayi terputar keluar.
d. Dagu bayi menyentuh payudara.
Tanda ini merupakan tanda yang dapat terlihat dari luar yang menunjukkan
bahwa bayi melekat dengan baik pada payudara. Perlekatan yang kurang baik akan
menyebabkan nyeri dan kerusakan pada puting. Bila bayi tidak melekat dengan baik
dan menghisap puting maka ibunya kesakitan. Perlekatan yang kurang baik
merupakan penyebab yang paling penting terjadinya puting lecet. Saat bayi
menghisap kuat untuk memperoleh ASI, bayi menarik puting masuk dan keluar. Hal
ini menyebabkan puting tergesek oleh mulut bayi. Bila bayi terus menghisap dengan
cara ini, bayi merusak kulit puting, dan menyebabkan puting retak (fisura).
Jika bayi melekat kurang baik, bayi tidak memperoleh ASI secara efektif,
akibatnya sebagai berikut :
a. Kedua payudara ibu mungkin menjadi bengkak.
b. Bayi mungkin tidak puas, karena ASI mengalir dengan lambat, bayi mungkin
banyak menangis, dan ingin sering menyusu, atau mengisap lama tiap kali
c. Bayi mungkin tidak mendapat cukup ASI, bayi mungkin sangat frustasi
sehingga menolak menyusu sama sekali.
d. Kenaikan berat badan bayi mungkin kurang.
Bila refleksoksitosin bekerja dengan baik, bayi akan mendapatkan cukup ASI
setidaknya untuk beberapa minggu dengan cara menyusui lebih sering. Tapi ini
dapat membuat ibu lelah. Payudara mungkin akan menghasilkan ASI lebih
sedikit karena tidak dikosongkan. Menyusu yang lebih banyak akan
menghasilkan ASI yang lebih banyak jika bayi melekat dengan baik, menyusu
secara efektif akan membiarkan bayi menyelesaikan menyusu sampai payudara
kosong. Dalam hal ini jika menyusu lebih sering, payudara ibunya akan
menghasilkan lebih banyak ASI, bayi yang menyusu efektif mungkin tidak
ingin menyusu terlalu sering, meski jarak antara menyusu mungkin tidak
teratur. Penyebab perlekatan yang kurang baik adalah penggunaan botol, bila
bayi minum dari botol sebelum proses menyusu terbentuk, bayi akan
mengalami kesulitan menyusu secara efektif, gerakan menghisap dari botol
berbeda dengan menyusu dari payudara. Bayi yang telah diberi minum
beberapa kali dengan botol mungkin mencoba menghisap payudara seolah
payudara itu sebuah botol hal ini membuat bayi melakukan “hisapan puting”
bila hal ini terjadi disebut “bingung puting”jadi memberi minum bayi dari
botol dapat menganggu proses menyusui. Disamping itu ibu tidak
berpengalaman karena ibu belum pernah memiliki bayi sebelumnya dan
dengan baik pada payudara yaitu pada bayi sangat kecil atau lemah serta
kurangnya bantuan yang terampil. Penyebab yang sangat penting terjadinya
perlekatan yang kurang baik adalah kurangnya bantuan dan dukungan yang
terampil. Ada beberapa ibu yang merasa terkucil dan kurang mendapat
dukungan dari masyarakat. Ibu mungkin kekurangan bantuan dari ibu
berpengalaman misalnya ibu mereka sendiri yang sangat terampil membantu
proses menyusui. Petugas kesehatan yang menangani ibu dan bayi misalnya
dokter dan bidan mungkin belum dilatih untuk membantu ibu menyusui.
Tanda-tanda bayi menyusu dengan efektif adalah bayi melakukan hisapan
lambat dan dalam ini adalah tanda penting bayi mendapatkan ASI. Bayi
melakukan hisapan dangkal dan cepat terus menerus ini adalah tanda bayi
kurang mendapatkan ASI. Ia melekat kurang baik dan tidak menyusu secara
efektif. Bayi menelan sampai terlihat atau terdengar tegukannya, bila bayi menelan berarti ia mendapatkan ASI. Kadang terdengar tegukan, apabila bayi
membuat suara kecapan ketika menghisap ini adalah tanda bayi melekat
kurang baik. Serta bayi terlihat puas menyusu dimana bayi melepaskan sendiri
payudara, tampak puas dan mengantuk. Disamping perlekatan bayi yang baik
juga harus diperhatikan “Posisi Bayi yang Baik “ pada saat menyusu.
Tanda-tanda posisi bayi yang baik pada saat menyusui adalah :
a. Kepala dan badan bayi dalam garis lurus.
b. Bayi dipeluk dekat dengan badan ibu.
d. Bayi dekat ke payudara, hidung berhadapan dengan putting.
Posisi menyusui yang benar akan membantu bayi untuk melekat dengan baik
pada payudara ibu, apabila posisi menyusu dan perlekatan ke payudara benar
maka bayi akan mengisap dengan efektif (Depkes RI, 2007).
2.1.5. Cara Kerja Menyusui
Dengan memahami proses menyusui, akan dapat ditentukan apa yang terjadi
serta langkah penyelesaian masalah menyusu.
a. Anatomi Payudara
Puting dan kulit berwarna gelap disekelilingnya yang di sebut areola. Pada
areola ada kelenjar-kelenjar kecil yang di sebut “kelenjar montgomery”yang mengeluarkan cairan berminyak untuk menjaga kulit tetap sehat. Didalam
payudara ada alveoli, yang berbentuk kantong-kantong kecil terdiri dari “sel-sel
pembuat ASI”. Ada jutaan alveoli. Hormonprolaktin merangsang sel-sel alveoli
tersebut memproduksi ASI.
Di sekeliling alveoli terdapat sel-sel otot, yang dapat berkontraksi dan
memerah ASI keluar. Hormon oksitosin membuat sel-sel otot tersebut
berkontraksi. Pembuluh kecil atau duktus, mengalirkan ASI keluar dari alveoli. Di
bawah areola, pembuluh-pembuluh tersebut melebar, dan membentuk sinus-sinus
laktiferus, dimana ASI mengumpul untuk persiapan satu kali menyusui. Pembuluh-pembuluh tersebut menyempit lagi ketika melewati puting. Alveoli dan
besar dan kecil. Payudara besar dan kecil mempunyai jaringan kelenjar dalam
jumlah yang sama banyaknya sehingga keduanya menghasilkan cukup banyak
ASI.
b. Hormon Prolaktin
Ketika bayi menyusui pada payudara rangsangan sensorik mengalir dariputing
susu ke otak. Sebagai reaksi, bagian depan (anterior) kelenjar pituitary di dasar
otak mengeluarkan hormon prolaktin. Prolaktin masuk ke dalam darah menuju
payudara dan merangsang sel-sel untuk memproduksi ASI. Sebagian besar
hormon prolaktin berada dalam darah selama kurang lebih 30 menit setelah proses menyusui, jadi hormon ini membuat payudara memproduksi ASI untuk
proses menyusui “berikutnya”. Untuk proses menyusui saat ini, bayi menghisap
ASI yang sudah tersedia di dalam payudara.
Cara untuk meningkatkan pasokan ASI adalah bila bayi menyusui lebih
banyak maka payudara ibu akan lebih banyak menghasilkan ASI. “lebih banyak
menyusui lebih banyak produksi ASI”. Kebanyakan ibu dapat memproduksi ASI
lebih banyak dari yang dibutuhkan bayi. Bila seorang ibu mempunyai dua bayi
dan keduanya menyusu, payudaranya akan memproduksi ASI untuk dua bayi.
Bila bayi kurang menyusu, payudara memproduksi ASI lebih sedikit. Bila bayi
berhenti menyusu, payudara segera berhenti memproduksi ASI.
c. Refleks Oksitosin
Ketika bayi menyusu payudara, rangsangan sensorik dari puting dikirim ke
mengeluarkan hormon oksitosin. Oksitosin masuk ke dalam darah menuju
payudara dan merangsang sel-sel otot di sekeliling alveoli berkontraksi. Kontraksi
ini membuat ASI yang terkumpul di dalam alveoli mengalir melalui pembuluh
menuju sinus-sinus laktiferus. Kadang-kadang ASI mengalir keluar payudara.
Hal ini disebut “refleks oksitosin” atau refleks pengeluaran ASI.
Oksitosin diproduksi lebih cepat daripada prolaktin. Hormon ini menyebabkan pengeluaran ASI pada waktu proses menyusui. Oksitosin dapat
mulai berfungsi sebelum bayi menghisap bila ibu memikirkan akan menyusui.
Bila reflek oksitosin ibu tidak berfungsi dengan baik, bayi dapat mengalami
kesulitan memperoleh ASI. Tampaknya seolah-olah payudara berhenti
memproduksi ASI, padahal sebenarnya payudara memproduksi ASI namun ASI
tidak mengalir keluar.
d. Membantu dan Menghambat Refleks Oksitosin
Perasaan yang positif misalnya perasaan senang, nyaman dan puas bila ibu
bersama bayinya, merasa percaya diri bahwa ASI-nya adalah yang terbaik untuk
bayinya dapat membantu refleks oksitosin bekerja dan ASI akan mudah mengalir
keluar. Sensasi-sensasi seperti menyentuh atau menatap bayinya, atau mendengar
bayinya menangis juga dapat membantu refleks oksitosin. Sebaliknya perasaan
kurang nyaman misalnya rasa sakit, khawatir atau ragu bahwa ibu tidak punya
cukup ASI akan menganggu refleks oksitosin dan menghentikan ASI mengalir.
Untungnya refleks ini hanya sementara. Refleks oksitosin menjelaskan dua “butir
1. Seorang ibu perlu berada dekat bayinya sepanjang waktu, sehingga ia dapat
melihat, menyentuh dan meresponnya. Hal ini membantu tubuh ibu
menyiapkan diri untuk menyusui dan membantu pengeluaran ASI. Bila ibu
terpisah dari bayinya di antara waktu menyusui, refleks oksitosin mungkin
tidak bekerja dengan baik.
2. Perasaan ibu penting sekali membuat ibu merasa baik dan membangun rasa
percaya diri untuk membantu ASI keluar dengan lancar. Apabila perasaan
khawatir atau membuat ibu tidak percaya diri tidak dapat memberikan ASI.
Ibu sering menyadari adanya refleks oksitosin tersebut. Beberapa tanda reflek
soksitosin sedang berfungsi aktif dapat di ketahui antara lain :
1. Sensari diperas atau gelenyar (tingling sensation) di dalam payudara
sesaat sebelum menyusui atau pada waktu proses menyusui berlangsung.
2. ASI mengalir dari payudara bila ibu memikirkan bayinya, atau mendengar
bayinya menangis.
3. ASI menetes dari payudara sebelah, bila ibu menyusu pada payudara
lainnya.
4. ASI memancar halus ketika bayi melepas payudara pada waktu menyusui.
5. Adanya nyeri yang berasal dari kontraksi rahim, kadang diiringi
keluarnya darah selama menyusui di minggu pertama kelahiran bayi.
6. Hisapan yang lambat, dalam dan tegukan bayi menunjukkan bahwaASI
Bila ada satu atau lebih tanda atau sensasi tersebut, maka refleks oksitosin
aktif.
e. Zat Penghambat (Inhibitor) dalam ASI
Kadang-kadang payudara berhenti menghasilkan ASI, sementara payudara
satunya terus menghasilkan ASI-meskipun oksitosin dan prolaktin sama-sama
mengalir kedua payudara. Ada satu zat dalam ASI yang dapat mengurangi atau
“mencegah” (inhibit) produksi ASI. Bila ada banyak ASI tertinggal di dalam satu
payudara, zat pencegah atau inhibitor tersebut menghentikan sel-sel pembuat ASI
agar tidak memproduksi lagi. Penghentian ini membantu melindungi payudara
yang di dalamnya masih tertinggal banyak ASI dari bahaya efek kepenuhan. Hal
ini juga diperlukan bila bayi meninggal atau berhenti menyusu untuk alasan
lainnya. Bila ASI dikeluarkan, baik melalui hisapan bayi atau diperah, inhibitor
juga turut dikeluarkan.
Payudara akan memproduksi ASI lagi bila bayi berhenti menyusu dari satu
payudara, payudara tersebut berhenti memproduksi ASI. Bila bayi lebih banyak
menyusu pada satu payudara, payudara tersebut menghasilkan lebih banyak ASI
dan ukurannya menjadi lebih besar dibanding payudara satunya. Agar satu
payudara terus menghasilkan ASI, maka ASI yang ada di dalamnya harus
dikeluarkan, bila bayi tidak dapat menyusu dari salah satu atau keduannya, “ASI
harus dikeluarkan dengan cara diperah” untuk memungkinkan produksi ASI
berlanjut. Catatan yang harus diperhatikan adalah yang mengendalikan produksi