• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013"

Copied!
173
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

YULITA ANGGRAINI 127032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YULITA ANGGRAINI 127032084/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Nomor Induk Mahasiswa : 127032084

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes

(5)

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

(6)

individual masyarakat. peningkatan kualitas manusia harus sedini mungkin yaitu semenjak bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian Survey dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi adalah seluruh ibu-ibu menyusui yang mempunyai bayi 7-12 bulan di Puskesmas kerja Bandar Kabupaten Bener Meriah yaitu sebanyak 285 orang. Sampel pada penelitian ini sebanyak 102 orang, dengan metode penarikan sampel adalah random sampling. Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran angkat menggunakan alat bantu kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik ganda pada α =0,05.

Hasil penelitian menunjukkan, mayoritas responden memberikan ASI eksklusif, yaitu 55 responden (53.9%), dan secara statistik variabel yang paling memiliki hubungan paling kuat adalah pekerjaan dengan nilai OR (EXP(B) 5,202.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Bener Meriah agar dapat menyusun strategi program kesehatan bagi ibu dan anak, khususnya bagi ibu menyusui dengan menyiapkan fasilitas untuk menyusui dalam bentuk pojok ASI.

(7)

ABSTRACT

Culture is a cognitive system – a system that consist of knowledge, trust and values that were in the mind of the individual members of society. To increasing the quality of humans need as early as possible since the baby, one of the factor that play an important role to increasing the quality of human is breastfeeding (breastmilk ).

This research is aimed to determine the relations of socio –cultural with exclusive breastfeeding in the regency of Bener Meriah. This research included to survey research with cross sectional approach. The population is all of breastfeeding mothers who have babies aged 7-12 months in Bandar Health Center – Bener Meriah, total of the population as many as 285 people. The sample of this research as many as 102 people, by using random sampling method. The technique for collecting data is done using questioners, analyzed by multiple logistic regression at α = 0.05.

The result of this research showed that the majority of respondent giving exclusive breastfeeding is 55 respondent (53,9 % ), and statistically the variable who had the strongest relationship is job with a value OR (Exp (B) 5.202.

It is suggested to the health department of Bener Meriah, in order to develop the strategy for maternal and child health, especially for breastfeeding mothers by prepare facilities in the form of a breastfeeding corner.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin. Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Hubungan Sosial Budaya Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2013”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), SP.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing serta

Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Drs. Abdul Jalil Amri Amra, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing.

5. Ir. Etty Sudaryati, M.K.M, Ph.D dan dr. Mhd. Arifin Siregar, M.Kes selaku

(9)

6. Seluruh staf dan jajaran dosen pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Bupati Kabupaten Bener Meriah dan staf Kantor Bupati Bener Meriah.

8. Kepala Dinas Kabupaten Bener Meriah.

9. Kepala puskesmas bandar beserta adik2 bidan desa puskesms Bandar

10. Bapak Iswayudi, S.K.M. M.Kes, dan ibu Nelvi Surya Darni, S.Kep

11. Kedua orang tuaku,suamiku dan anak2ku tercinta,adek, keluarga dan teman2

seperjuangan, saya ucapkan terima kasih yang tiada terhingga atas pengertian,

dorongan, pengorbanan serta kesabaran dan doa restu memotivasi yang telah

diberikan dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, baik saran dan kritikan yang

membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan

pengembangan ilmu pengetahuan di penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2014 Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Yulita Anggraini, lahir pada tanggal 18 Juli 1978 dijanarata Kabupaten Bener

Meriah, anak pertama dari 4 orang bersaudara dari pasangan Anwar. T dan Erlina

Wati.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Taman Kanak-kanak di

Janarata, selesai tahun 1983, Sekolah Dasar Negeri Janarata (SDN Janarata) di

Janarata, selesai tahun 1991, Sekolah Menengah Pertama Negeri Janarata (SMPN

Janarata) di Janarata, selesai tahun 1993, Sekolah Perawat Kesehatan Muhammadiyah

di Banda Aceh, selesai tahun 1996, Akademi Kebidanan di Bener Meriah (STIKes

Payung Negeri), selesai tahun 2008, dan Fakultas Kesehatan Masyarakat STIKes

Payung Negeri di Bener Meriah, selesai tahun 2011.

Pada tahun 1997 bekerja sebagai bidan desa kontrak di Desa Rusip Ara

Matang Glumpang II Aceh Utara, kemudian tahun 2000 bekerja sebagai bidan desa

kontrak di Desa Ramung, tahun 2003 bekerja di Desa Purwosari Kecamatan Bandar

Kabupaten Bener Meriah, tahun 2005- Sekarang bekerja sebagai pegawai negeri di

Puskesmas Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah, tahun 2012 melanjutkan

pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan

(11)

DAFTAR ISI

2.1.1. Keuntungan Menyusui Eksklusif ... 15

2.1.2. Manfaat ASI Eksklusif ... 17

2.1.3. Komposisi ASI ... 20

2.1.4. Cara Menyusui yang Efektif ... 27

2.1.5 Cara Kerja Menyusui ... 31

2.1.6 Faktor Penghambat Pemberian ASI Eksklusif yang Merupakan Anggapan yang Salah tentang Menyusui .... 36

2.2. Sosial Budaya ... 40

2.2.1. Keyakinan atau Kepercayaan ... 41

2.2.2. Dimensi Kepercayaan ... 42

2.2.3. Aspek-aspek Kepercayaan ... 44

(12)

2.4. Kerangka Konsep ... 75

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 87

4.2. Analisis Univariat ... 88

4.2.1. Karakteristik Ibu Menyusui ... 88

4.2.2. Pengetahuan Ibu Menyusui ... 89

4.2.3. Nilai/Norma ... 91

4.2.4. Kepercayaan Ibu Menyusui ... 93

4.2.5. Pekerjaan Ibu ... 94

4.2.6. Pendapatan Ibu ... 95

4.2.7. Sikap Ibu Menyusui ... 95

4.2.8. Pemberian ASI Eksklusif ... 97

4.3. Analisis Bivariat ... 98

4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 98

4.3.2 Hubungan Nilai dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 98

4.3.3 Hubungan Kepercayaan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 99

4.3.4 Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif . 100 4.3.5 Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 101

(13)

4.4. Analisis Multivariat ... 102

BAB 5. PEMBAHASAN ... 106

5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu Menyususi dengan Pemberian ASI 106 5.2. Hubungan Nilai/Norma dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 109

5.3. Hubungan Kepercayaan Ibu Menyusui dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 111

5.4. Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 113

5.5. Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 115

5.6. Hubungan Sikap dengan Pemberian ASI Eksklusif ... 117

5.7. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Pengetahuan, Nilai, Kepercayaan, Pekerjaan dan Sikap ... 119

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 121

6.1 Kesimpulan ... 121

6.2 Saran ... 122

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel ... 80

4.1. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Identitas di Kabupaten Bener

Meriah Tahun 2014 ... 89

4.2. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Pengetahuan di

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 90

4.3. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Pengetahuan tentang

Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 91

4.4. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Nilai/Norma di

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 92

4.5. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Norma tentang Pemberian

ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 92

4.6. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Kepercayaan di

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 93

4.7. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Kepercayaan tentang

Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 94

4.8. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Pekerjaan di Kabupaten

Bener Meriah Tahun 2014 ... 94

4.9. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Pendapatan di Kabupaten

Bener Meriah Tahun 2014 ... 95

4.10. Distribusi Jawaban Ibu Menyusui pada Variabel Sikap di Kabupaten

Bener Meriah Tahun 2014 ... 96

4.11. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Sikap di Kabupaten Bener

Meriah Tahun 2014 ... 97

4.12. Distribusi Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu Menyusui di

(15)

4.13. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui dengan

Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 98

4.14. Tabulasi Silang Hubungan Nilai dengan Pemberian ASI Eksklusif di

Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 99

4.15. Tabulasi Silang Hubungan Kepercayaan dengan Pemberian ASI

Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 100

4.16. Tabulasi Silang Hubungan Pekerjaan dengan Pemberian ASI

Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 100

4.17. Tabulasi Silang Hubungan Pendapatan dengan Pemberian ASI

Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 101

4.18. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Pemberian ASI Eksklusif

di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014 ... 102

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kontributor Perilaku Kesehatan (Green dan Lewis, 1986) ... 74

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 129

2. Master Data ... 143

(18)

individual masyarakat. peningkatan kualitas manusia harus sedini mungkin yaitu semenjak bayi, salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas manusia adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sosial budaya dengan pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian Survey dengan pendekatan Cross Sectional. Populasi adalah seluruh ibu-ibu menyusui yang mempunyai bayi 7-12 bulan di Puskesmas kerja Bandar Kabupaten Bener Meriah yaitu sebanyak 285 orang. Sampel pada penelitian ini sebanyak 102 orang, dengan metode penarikan sampel adalah random sampling. Pengumpulan data diperoleh melalui penyebaran angkat menggunakan alat bantu kuesioner, dianalisis dengan regresi logistik ganda pada α =0,05.

Hasil penelitian menunjukkan, mayoritas responden memberikan ASI eksklusif, yaitu 55 responden (53.9%), dan secara statistik variabel yang paling memiliki hubungan paling kuat adalah pekerjaan dengan nilai OR (EXP(B) 5,202.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Bener Meriah agar dapat menyusun strategi program kesehatan bagi ibu dan anak, khususnya bagi ibu menyusui dengan menyiapkan fasilitas untuk menyusui dalam bentuk pojok ASI.

(19)

ABSTRACT

Culture is a cognitive system – a system that consist of knowledge, trust and values that were in the mind of the individual members of society. To increasing the quality of humans need as early as possible since the baby, one of the factor that play an important role to increasing the quality of human is breastfeeding (breastmilk ).

This research is aimed to determine the relations of socio –cultural with exclusive breastfeeding in the regency of Bener Meriah. This research included to survey research with cross sectional approach. The population is all of breastfeeding mothers who have babies aged 7-12 months in Bandar Health Center – Bener Meriah, total of the population as many as 285 people. The sample of this research as many as 102 people, by using random sampling method. The technique for collecting data is done using questioners, analyzed by multiple logistic regression at α = 0.05.

The result of this research showed that the majority of respondent giving exclusive breastfeeding is 55 respondent (53,9 % ), and statistically the variable who had the strongest relationship is job with a value OR (Exp (B) 5.202.

It is suggested to the health department of Bener Meriah, in order to develop the strategy for maternal and child health, especially for breastfeeding mothers by prepare facilities in the form of a breastfeeding corner.

(20)

1.1. Latar Belakang

Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana didalam Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan

masyarakat, antara lain melalui perbaikan pola kosumsi makanan, perbaikan prilaku

sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai

dengan kemajuan ilmu dan teknologi. Rencana pembangunan jangka menengah

nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menetapkan 4 sasaran pembangunan kesehatan

yaitu; (1) Meningkatkan umur harapan hidup menjadi 72 tahun, (2) menurunkan

angka kematian bayi menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup, (3) menurunkan angka

kematian ibu menjadi 228 per 100 ribu kelahiran hidup dan (4) menurunkan

prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan prevalensi balita pendek menjadi 32% untuk

mencapai sasaran RPJMN 2010-2014 dibidang kesehatan yang memuat indikator

keluaran yang harus dicapai, dimana bidang perbaikan gizi salah satu dari delapan

indikator keluaran adalah 80% bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif

(Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Menyusui artinya memberikan makanan kepada bayi yang secara langsung

dari payudara ibu sendiri. Menyusui adalah proses alamiah, dimana berjuta-juta ibu

melahirkan diseluruh dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku

(21)

Walupun demikian dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan hal

yang sifatnya alamiah tidaklah selalu mudah untuk dilakukan oleh para ibu-ibu

menyusui. Menyusui merupakan cara pemberian makan yang diberikan secara

langsung oleh ibu kepada anaknya, namun seringkali ibu menyusui kurang

memahami dan kurang mendapatkan informasi, bahkan sering kali ibu-ibu

mendapatkan suatu informasi yang salah tentang manfaat ASI eksklusif itu sendiri,

tentang bagaimana cara menyusui ataupun langkah-langkah menyusui yang benar

kepada bayinya, dan kurangnya informasi yang diberikan tentang dampak apabila

ASI eksklusif itu tidak diberikan dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran

dalam menyusui secara eksklusif kepada bayinya (Roesli, 2000).

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) sangat baik bagi tumbuh kembang yang

optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasan bayi. Oleh karena itu pemberian

ASI perlu mendapat perhatian para ibu agar proses menyusui dapat terlaksana dengan

benar (Afifah, 2007). Organisasi anak sedunia (UNICEF, 2009) menyatakan 30.000

kematian bayi pertahunnya, dapat dicegah melalui pemberian ASI secara ekslusif

selama 6 bulan, tanpa harus memberikan makanan dan minuman tambahan pada bayi.

Manfaat pemberian ASI ekslusif dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan

anak, tetapi kesadaran ibu untuk memberikan ASI ekslusif di Indonesia baru

mencapai 14 % saja. Banyak kasus kurang gizi pada anak-anak berusia dibawah dua

tahun yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia yang dapat di minimalisir melalui

(22)

sebagai prioritas utama dalam program di seluruh dunia khususnya negara-negara

berkembang.

Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United

Childrens Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan sebaiknya anak disusui hanya dengan air susu ibu selama paling

sedikit enam bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur

enam bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun.

Tingginya angka kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor infeksi

dan kekurangan gizi sedangkan penyebab lainya adalah berbagai penyakit yang

sebenarnya dapat dicegah salah satunya dengan pemberian ASI eksklusif (Roesli,

2000).

Setiap bayi berhak untuk mendapatkan standar emas pemberian pelayanan

pada bayi, yaitu: (1) inisiasi menyusu dini (IMD), (2) ASI eksklusif sejak lahir

sampai 6 bulan, (3) makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat waktu dan

berkualitas sejak usia 6 bulan, serta (4) pemberian ASI diteruskan sampai usia 2

tahun/lebih (Global Strategy for Infant and Young Child Feeding (2002), Resolusi

WHA no. 55.25 2002); Setiap anak berhak untuk tumbuh dan berkembang secara

optimal, mendapatkan standar kesehatan tertinggi serta terhindar dari resiko kematian

dan malnutrisi (Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi melalui Keputusan

Presiden no. 36/1990); Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya agar

dapat tumbuh dan berkembang secara layak (Pasal 11 Undang-Undang no. 49/1999

(23)

Pasal 128 (1) dan 129 (2) Undang-Undang No. 36/2009 tentang Kesehatan;

Setiapbayi Indonesia berhak untuk tidak mendapatkan susu formula kecuali atas

indikasi medis, dan setiap ibu berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam

memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya (Pasal 15, 17 & 26 Peraturan Pemerintah

No. 33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif). Saat ini, kondisi pemberian ASI di

Indonesia masih tergolong rendah.

Masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai suku dan memiliki

sosial budaya yang beraneka ragam, hal ini berpengaruh besar terhadap pola perilaku

masyarakatnya. Perilaku yang dilatar belakangi sosial budaya tersebut ada yang

positip dan ada yang negatif dipandang dari sudut kesehatan, yang negatif tersebut

merugikan program pembangunan kesehatan masyarakat.

Kebudayaan adalah suatu sistem koqnitif yaitu sistem yang terdiri dari

pengetahuan, kepercayaan dan nilai yang berada dalam pikiran anggota-anggota

individual masyarakat. Kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang oleh

anggota-anggota masyarakat dipergunakan dalam proses-proses orientasi, transaksi,

pertemuan, perumusan, gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata

dalam masyarakat. Sehubungan dengan penggunaan konsep budaya dalam perilaku

masyarakat terkait dengan prilaku kesehatan seseorang, sedikit atau banyak, terkait

dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma dalam lingkungan sosialnya

berkenaan dengan etiologi, terapi pencegahan penyakit. Dapat saja seseorang

(24)

Pemberian ASI eksklusif pada ibu menyusui dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti sikap, dan perilaku ibu, tingkat pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, sosial

ekonomi dan budaya, ibu merasa ASI yang dimiliki kurang, ibu yang bekerja serta

kurangnya dukungan dari keluarga dan lingkungan (Roesli, 2000). Pemberian ASI

eksklusif yang rendah diIndonesia disebabkan oleh faktor internal yaitu rendahnya

pengetahuan dan sikap ibu dan faktor eksternal yaitu kurangnya dukungan keluarga,

masyarakat, petugas kesehatan maupun pemerintah, gencarnya promosi susu formula,

faktor sosial budaya, serta kurangnya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan ibu

dan anak (Yuliana dkk, 2013).

Penelitian yang terkait dengan hal diatas diantaranya yang dilakukan oleh

Hilala, (2013) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara usia,

pengetahuan, pendidikan dan dukungan orang terdekat dengan pemberian ASI

eksklusif diwilayah kerja puskesmas Tuladenggi Telaga Biru Kabupaten Gorontalo.

Penelitian lain diantaranya dilakukan oleh Mulyaningsih (2000) yang menyatakan

bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan dengan motivasi ibu

dengan pemberian ASI eksklusif. Agus (2002) dalam penelitiannya juga

mengungkapkan adanya hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan

pemberian ASI eksklusif.

Sementara menurut Roesli (2000), bahwa fenomena kurangnya pemberian

ASI eksklusif disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya pengetahuan ibu yang

kurang memadai tentang ASI eksklusif, beredarnya mitos yang kurang baik tentang

(25)

singkatnya pemberian cuti melahirkan yang diberikan oleh pemerintah terhadap ibu

yang bekerja, merupakan alasan-alasan yang sering diungkapkan oleh ibu yang tidak

berhasil menyusui secara eksklusif.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ginting (2013) di wilayah kerja

puskesmas Munte Kabupaten Karo menyatakan bahwa variabel pekerjaan,

pengetahuan, bisa berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif sebesar 95,7%.

Hasil penelitian Ludin (2009) di Kecamatan Rumbai Pesisir kota Pekan Baru didapati

bahwa variabel keyakinan/kepercayaan, norma/nilai, pengetahuan berperan dalam

tindakan pemberian ASI eksklusif.

Keyakinan atau kercayaan dari ibu yang kuat merupakan faktor determinan

yang penting terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Kurniawan, 2013).

Kepercayaan atau keyakinan berpengaruh pada sikap terhadap perilaku tertentu,

norma-norma subjektif dan kontrol perilaku (Robbins,1996). Berbagai faktor sosial

budaya yang melatar belakangi perilaku pemberian ASI eksklusif adalah berkaitan

dengan kebiasaan masyarakat dalam memberikan makanan pada bayi yang baru lahir

Penelitian yang dilakukan oleh Rayuni (2010) mengungkapkan budaya yang

mendukung dalam pemberian ASI eksklusif adalah keterikatan keluarga dan sosial

sebagai pemberi dukungan untuk memberikan ASI eksklusif. Sedangkan budaya yang

tidak mendukung adalah adanya pantangan dan mitos pada pemberian ASI eksklusif.

Sehubungan dengan hal diatas mengungkapkan bahwa jika bayi belum mau

menyusui, ibunya akan mengolesi madu pada puting susunya yang ditujukan untuk

(26)

sama juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda, bahwa madu, air matang dan

susu formula diberikan kepada bayi yang baru lahir. Alasan pemberian makanan

/minuman ini adalah ASI belum keluar, agar bayi tidak lapar, disarankan orang tua

dan ibu belum kuat menyusui (Widodo, 2001). Demikian pula kebiasaan masyarakat

memberikan makanan tambahan kepada bayi sebelum usia enam bulan. Pemberian

makanan tambahan pada bayi yang berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini

karena ada anggapan bahwa ASI tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat

(Mutiaf, 1998).

Keterkaitan aspek sosial budaya dengan pemberian ASI dapat dilihat dengan

penelitian Susilawati (2005) tentang determinasi sosial budaya pada pemberian ASI

eksklusif diwilayah kerja puskesmas padang bulan dan Padang Bulan Selayang II

Kota Medan. Hasil penelitiannya menyimpulkan ada hubungan bermakna antara

pekerjaan ibu dengan pemberian ASI eksklusif, serta ada hubungan antara sosial

budaya dengan pemberian ASI eksklusif, pada penelitian ini ditemukan mayoritas

sampel mendapat PASI dari Rumah Sakit maupun klinik Bersalin, tidak pernah

mendapat anjuran tentang ASI eksklusif, persiapan laktasi dan payudara. Secara

nasional cakupan pemberian ASI eksklusif berfluktuasi dan menunjukan

kecendrungan menurun selama tiga tahun terakhir. Cakupan pemberian ASI eksklusif

pada 0-6 bulan turun 62,2% tahun 2007 menjadi 56,2% pada tahun 2008. Sedangkan

cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai 6 bulan turun dari 28,6% pada

(27)

Cakupan ASI di Indonesia belum mencapai angka yang diharapkan yaitu

sebesar 80% menurut hasil survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2007 di Indonesia hanya sepertiga (32%) bayi berumur dibawah 6 bulan yang

mendapat ASI eksklusif diantara sepuluh hanya empat bayi yang berumur dibawah

empat bulan (41%) yang mendapat ASI eksklusif dan hanya 48% anak umur kurang

dari dua bulan mendapat ASI eksklusif (Depkes RI, 2007).

Data SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2012 peningkatan

ibu menyusui hingga 10 persen sejak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) No

33/2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif. Berdasarkan hasil SDKI 2012, jumlah ibu

menyusui sudah mencapai 42 persen. Angka tersebut naik sekitar 10 persen dari

angka sebelumnya, adanya peningkatan jumlah ibu menyusui yang memberikan ASI

eksklusif pada bayinya adalah hasil dari kerja keras bersama. Selain itu pemerintah

yang telah mendukung lewat Peraturan Pemerintah (PP) No 33/2012 tentang ASI

Eksklusif, kegigihan para penggiat laktasi dan kesadaran para ibu sendiri juga turut

mendukung pencapaian ini. Pemerintah maupun berbagai lembaga penggiat ASI

selalu mengkampanyekan ASI eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan. Dari hasil

kampanye tersebut, dalam 5 tahun jumlah ibu menyusui telah mencapai 42 persen,

atau naik 10 persen dibanding 5 tahun sebelumnya (Depkes, 2007).

Cakupan pemberian ASI Eksklusif (0-6 bulan) diprovinsi Aceh pada tahun

2012 adalah 32,2%2 dan merupakan propinsi urutan kelima terendah seluruh

Indonesia setelah propinsi Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Kepulauan Bangka

(28)

persentasi bayi yang diberi ASI Eksklusif tahun 2013 masih rendah walaupun

mengalami peningkatan dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir yaitu tahun 2011

sebesar 6,60%, tahun 2012 7,58%, tahun 2013 sebesar 41,56% (Dinkes Bener

Meriah, 2013).

Kabupaten Bener Meriah merupakan Kabupaten termuda dalam wilayah

provinsi Aceh, yang merupakan hasil pemekaran dari kabupaten Aceh Tengah,

penduduknya terdiri dari bermacam-macam suku, 40% suku Gayo, 25% suku Aceh,

30% suku Jawa. Suku Bali dan sedikit Minang hanya ada di ibukota kabupaten serta

etnis China dan Arab yang tersebar diseluruh kecamatan. Dikabupaten Bener Meriah

sudah turun temurun mengenal adanya istilah “DENA” yaitu kepercayaan terhadap

adanya kuman didalam air susu ibu, atau istilah lainnya sering disebut dengan susu

basi, dena hanya terjadi pada saat ibu sedang menyusui, biasanya ibu akan merasa

ada kuman didalam ASInya pada saat siibu merasakan adanya rasa gatal pada puting

susu, gejala yang dilihat pada bayi disaat bayi tidak mau disusui, bayi mulai rewel,

timbul bercak-bercak pada kulit bayi, lecet diseputar paha bahkan mengeluarkan

nanah, perut bayi menjadi gembung, ada kotoran dimata bayi, wajah bayi mulai

menguning dan berubah bewarna kehitam- hitaman seperti tersengat matahari, setiap

disusui bayi akan muntah, biasanya setelah mengalami hal ini mereka akan mencari

dukun untuk mencari pengobatan, mereka tidak mencari pengobatan dipelayanan

tenaga kesehatan karena mereka menganggap tenaga kesehatan tidak percaya dengan

(29)

Kepercayaan terhadap adanya Dena ini sudah berlangsung sangat lama dan

berlanjut hingga saat ini, banyak ibu-ibu yang percaya bahwa dirinya terkena dena

ini, ia akan menghentikan pemberian ASInya, diyakini apabila ASI tetap dilanjutkan

akan membuat bayinya menjadi sakit, dan bahkan meninggal dunia. Masalah lain

yang masih terjadi dikabupaten Bener Meriah adalah masih banyaknya bayi yang

baru lahir diberi madu, air gula, air putih bahkan susu formula, setelah beberapa hari

kelahiran bayi langsung diberi pisang dan air tajin, hal ini biasanya dilakukan oleh

nenek dari sibayi, peran orang tua dari si ibu bayi masih dominan didaerah ini, karena

yang merawat ibu setelah bersalin adalah orang tuanya.

Sehubungan dengan hal tersebut hasil penelitian (Mutiaf, 1998) juga

mengungkapkan bahwa jika bayi belum mau menyusui, ibunya akan mengolesi madu

pada puting susunya yang ditujukan untuk menghilangkan rasa amis pada susu

kuning (colostrum). Sedangkan penelitian yang sama juga mengungkapkan hal yang

tidak jauh berbeda, bahwa madu, air madu air matang dan susu formula diberikan

kepada bayi yang baru lahir. Alasan pemberian makanan/minuman ini adalah ASI

belum keluar, agar bayi tidak lapar, disarankan orang tua dan ibu belum kuat

menyusui (Widodo,2001). Demikian pula kebiasaan masyarakat memberikan

makanan tambahan kepada bayi sebelum usia enam bulan. Pemberian makanan

tambahan pada bayi yang berusia sangat dini sudah diberikan. Hal ini karena ada

anggapan bahwa ASI tidak cukup membuat bayi cepat besar dan kuat (Mutiaf, 1998).

Fenomena lainnya yang terjadi di Kabupaten Bener Meriah pada sebagian

(30)

kebiasaan ibu-ibu dengan pantangan makanan-makanan tertentu, yaitu kepercayaan

tentang makanan yang apabila dikosumsi oleh ibu akan menyebabkan bayinya sakit,

diyakini oleh para ibu-ibu menyusui ini terdapat kuman pada susunya, makanan yang

dimaksud contohnya seperti sayur terong, udang, cumi-cumi, ikan tongkol,

makanan-makanan ini dianggap pantang untuk dikosumsi oleh ibu-ibu yang sedang menyusui,

bahkan ada sebagian ibu-ibu yang sedang hamil sudah melakukan pantangan

makanan-makananan yang dimaksud karna takut terulang akan mengalami hal yang

sama dengan bayinya kelak, dan ada yang melakukannya karna perintah dari orang

tua.

Survei awal yang dilakukan terhadap 10 orang pada saat posyandu sedang

berlangsung ditemukan ibu yang tidak menyusui bayinya secara eksklusif ada 5 orang

dengan alasan yang sama, yaitu adanya kuman didalam air susu ibu. Adapun tingkat

pendidikan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif adalah SMP 1 orang dan 4

orang ibu yang berpendidikan SMA, sedangkan pekerjaan mereka adalah sebagai

petani, pedagang maupun PNS.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil

judul “Hubungan Sosial Budaya ibu menyusui dengan pemberian ASI eksklusif di

Kabupaten Bener Meriah”.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah

(31)

kepercayaan, pekerjaan, pendapatan dan sikap ibu yang mempunyai bayi Dengan

Pemberian ASI Eksklusif di Kabupaten Bener Meriah”?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan daripada penelitian ini adalah sebagai berikut;

a. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi dengan

pemberian ASI eksklusif.

b. Mengetahui hubungan nilai/norma ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian

ASI eksklusif.

c. Mengetahui hubungan keyakinan/kepercayaan ibu yang mempunyai bayi dengan

pemberian ASI eksklusif.

d. Mengetahui hubungan pekerjaan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian

ASI ekslusif.

e. Mengetahui hubungan pendapatan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian

ASI ekslusif.

f. Mengetahui hubungan sikap ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI

eksklusif.

1.4. Hipotesis

1. Ada hubungan pengetahuan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI

eksklusif.

2. Ada hubungan nilai/norma ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI

(32)

3. Ada hubungan keyakinan/kepercayaan ibu yang mempunyai bayi dengan

pemberian ASI eksklusif.

4. Ada hubungan pekerjaan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI

eksklusif.

5. Ada hubungan pendapatan ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI

eksklusif.

6. Ada hubungan sikap ibu yang mempunyai bayi dengan pemberian ASI eksklusif.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi;

1. Sebagai masukan bagi dinas kesehatan kabupaten Bener Meriah dalam

penyusunan strategi program kesehatan ibu dan anak, khususnya upaya

meningkatkan kemauan dan kemampuan ibu yang mempunyai bayi 7-12 bulan

dalam pemberian ASI eksklusif.

2. Untuk memperkaya kepustakaan sebagai bahan bacaan atau studi-studi tentang

(33)

2.1. Pengertian ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama

6 bulan, tanpa menambahkan dan atau menganti dengan makanan atau minuman lain

(Kemenkes RI, 2010). ASI eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau

minuman lain, termasuk air putih, disamping menyusui (kecuali obat-obatan dan

vitamin atau mineral tetes) ASI perah juga diperbolehkan (Depkes RI, 2007). ASI

eksklusif adalah pemberian ASI selama 6 bulan tanpa dicampur dengan tambahan

cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan

makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi tim.

(Maryunani, 2008).

Pemberian ASI sampai usia bayi berumur 6 bulan disebabkan sistem imun

bayi pada 6 bulan pertama belum sempurna apabila diberikan makanan tambahan,

pemberian makanan tambahan sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya

berbagai jenis kuman, saat bayi berumur kurang dari 6 bulan, sel-sel disekitar usus

belum siap untuk mengolah kandungan dari makanan. Sehingga makanan yang

masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi, menunda memberikan

makanan tambahan sampai bayi berusia 6 bulan melindungi bayi dari obesitas

(34)

2.1.1. Keuntungan Menyusui Eksklusif

a. Memberi nutrisi yang optimal dalam hal kualitas dan kuantitas bagi bayi. Dalam

ASI terkandung kolostrum, yang merupakan cairan kental dan berwarna

kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh alveoli payudara ibu pada periode akhir

atau trimester ketiga kehamilan kolostrum dikeluarkan pada hari-hari pertama

setelah kelahiran. Kolostrum sangat penting bagi bayi, karena : kolostrum pada

hari pertama sampai hari ke-empat, merupakan cairan emas yang istimewa, kaya

akan nutrisi dan antibodi, kolostrum menjadi nutrisi dan melindungi terhadap

infeksi dan alergi. Kolostrum merupakan cairan emas yang mengandung 10-17

kali lebih banyak dari ASI biasa/matur (Maryunani, 2008). Memberikan

imunisasi pertama, ASI dapat dikatakan “cairan hidup” yang melindungi bayi dari

infeksi. Pada tahun pertama kehidupan bayi, sistem kekebalan bayi belum

sepenuhnya berkembang dan tidak bisa melawan infeksi seperti halnya pada anak

yang lebih besar atau orang dewasa, maka bayi memerlukan perlindungan dari

ibunya. ASI mengandung sel-sel darah putih, sejumlah faktor anti-infeksi yang

dapat melindungi bayi terhadap infeksi. ASI juga mengandung antibodi terhadap

berbagai infeksi yang pernah di alami ibunya. ASI merupakan “Cairan Hidup”

yaitu apabila ibu terserang penyakit infeksi maka sel darah putih yang terdapat

dalam tubuh menjadi aktif dan menciptakan antibodi terhadap infeksi tersebut

untuk melindungi ibu serta sebagian sel darah putih mengalir ke payudara ibu dan

membentuk antibodi dan kemudian dikeluarkan bersama ASI untuk melindungi

(35)

usus bayi dari mekonium (tinja pertama bayi yang berwana kehitaman). Hal ini

membersihkan bilirubin dari usus membantu mencegah bayi kuning/ikterus.

Kolostrum juga mengandung zat yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan, yang membantu proses pengembangan organ usus bayi yang belum berkembang

sempurna setelah bayi dilahirkan. Karena itu kolostrum membantu bayi terhindar

dari alergi dan keadaan tidak tahan (intoleransi) terhadap makanan lain. Di

samping itu kolostrum lebih kaya vitamin dari pada ASI matur. Khususnya

vitamin A. Vitamin A membantu meringankan infeksi berat yang mungkin di

derita bayi (Depkes RI, 2007).

b. Meningkatkan Kecerdasan secara :

1. Asuh (fisik-biomedis)

ASI mengandung zat gizi dengan fungsi spesifik untuk pertumbuhan otak:

a). Korg-chain Polyunsaturated Fatty Acid (DHA dan AA) untuk

pertumbuhan otak dan retina.

b). ASI mengandung asam lemak esensial yang tidak terdapat didalam susu

sapi atau susu formula. Asam lemak esensial ini dibutuhkan untuk

pertumbuhan otak dan mata bayi. Serta kesehatan pembuluh darah. Selain

itu, asam lemak terdiri dari Asam lemak Linoleat yang merupakan

precursor Decosahexaenoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA). ASI juga mengandung enzim lipase yang membantu mencerna lemak. Enzim

ini tidak terdapat didalam susu hewan atau susu formula. Sehingga lemak

(36)

oleh tubuh bayi dibandingkan dengan lemak susu sapi atau susu formula

(Depkes RI, 2007).

c). Cholestrol untuk myelininsasi jaringan syaraf.

d). Taurin neurotransmiter inhibitor dan stabilisator membrane.

e). Laktosa untuk pertumbuhan otak.

f). Choline yang mungkin meningkatkan memori.

2. Asah (stimulasi/pendidikan)

Menurut Roesli dalam Maryunani (2008) menyusui secara eksklusif

merupakan stimulasi awal dimana pandangan, belaian, usapan, kata-kata ibu

waktu menyusui memenuhi kebutuhan awal dari pendidikan/kebutuhan

stimulasi atau kebutuhan rangsangan.

3. Asih (fisk-biomedis)

Bayi yang disusui eksklusif, dipijat, sering didekap, dibelai, membuat bayi

merasa aman, terlindung dan dicintai. Bonding yang baik merupakan dasar

terbentuk hubungan yang erat dan penuh kasih sayang yang membuat ibu

merasa sangat puas secara emosional (Depkes RI, 2007). Bayi tumbuh

menjadi manusia mencintai sesamanya/spiritual yang baik, menyusui dini

merupakan latihan bersosialisaasi dini dengan membentuk emosional stabil

(Maryunani, 2008).

2.1.2. Manfaat ASI Eksklusif

Menurut (Maryunani, 2008) manfaat ASI eksklusif bagi bayi adalah sebagai

(37)

1. ASI mengandung protein yang spesifik untuk melindungi bayi dari alergi.

2. Secara alami, ASI memberikan kebutuhan yang sesuai dengan usia kelahiran bayi

(seperti bayi prematur, ASI memiliki kandungan protein lebih tinggi dibanding

ASI untuk bayi yang cukup bulan).

3. ASI juga bebas kuman karena diberikan secara langsung.

4. Suhu ASI sesuai dengan kebutuhan bayi.

5. ASI lebih mudah di cerna dan diserap oleh usus bayi.

6. ASI mengandung banyak kadarselenium yang melindungi gigi dari kerusakan.

7. Menyusui akan melatih daya isap bayi dan membantu membentuk otot pipi yang

baik.

Maryunani (2008) juga menjelaskan bahwa manfaat ASI eksklusif bagi ibu

diantaranya adalah :

a. Manfaat ASI eksklusif bagi ibu

1. Membantu mempercepat pengembalian rahim ke bentuk semula dan

mengurangi perdarahan setelah kelahiran.

2. Membantu menunda kehamilan baru, pemberian ASI eksklusif dapat

berfungsi sebagai kontrasepsi selama 6 bulan setelah kelahiran karena

isapan bayi merangsang hormon prolaktin yang menghambat terjadinya

ovulasi/pematangan telur sehingga menunda kesuburan.

3. Melindungi kesehatan ibu antara lain : mencegah kanker payudara karena

pada saat menyusui hormon estrogen mengalami penurunan, sementara itu

(38)

yang diduga menjadi salah satu pemicu kanker payudara karena tidak

adanya keseimbangan antara hormon estrogen dan progeseron.

4. Membantu ibu dan bayi dalam mengembangkan hubungan kasih sayang

yang erat (bonding) serta memberi rasa puas, bangga dan bahagia pada

ibu yang berhasil menyusui bayinya

5. Mengurangi biaya pengeluaran karena ASI tidak perlu dibeli

b. Keunggulan ASI eksklusif terhadap susu lainnya menurut (Depkes RI, 2007)

sebagai berikut :

1. Aspek Gizi

a). Mengandung zat gizi berkualitas tinggi untuk pertumbuhan dan

perkembangan bayi.

b). Zat gizi dalam ASI mudah dicerna dan serap secara efektif.

2. Aspek Imunologis

a). ASI mengandung zat gizi anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

b). Mengandung IgA, Laktoferin, Lysozim, faktor Bifidus dan lain-lain

yang mampu menjaga daya tahan tubuh bayi.

3. Aspek Kecerdasan

ASI mengandung Taurin, Docosahexaenoic Acid (DHA) danArachidonic

Acid (AA) yang cukup untuk menjamin pertumbuhan dan tingkat kecerdasan (IQ) bayi yang diberikan ASI lebih tinggi daripada bayi yang

diberikan susu formula. (Kemenkes RI, 2011) Keunggulan ASI karena

(39)

2.1.3. Komposisi ASI

Komposisi ASI tidak selalu sama. Komposisi ASI bervariasi menurut usia

bayi, menurut awal hingga akhir proses menyusui, menurut diantara waktu-waktu

menyusui dan menurut waktu berlainan pada malam hari dan siang hari.

a. Komposisi ASI dari hari ke hari

1. Kolostrum (Susu Jolong)

a) Kolostrum adalah ASI khusus berwarna kekuningan, agak kental dan

diproduksi dalam beberapa hari setelah persalinan. Kolostrum (IgG) dari

bahasa latin colostrums atau jolong adalah susu yang dihasilkan oleh

kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari kelahiran

bayi. pada hari ke 2 dan 3 ASI dalam bentuk kolostrum diproduksi lebih

banyak dan payudara terasa penuh, keras dan berat. Sebagian orang

menyebut kondisi ini “coming-in” (ASI mulai keluar) Kolostrum akan

dihasilkan selama 5-7 hari.

b) Kolostrum lebih banyak mengandung anti bodi dan protein anti- infeksi

lainnya dibandingkan ASI matur/matang. Hal ini merupakan alasan

mengapa kolostrum lebih banyak mengandung sel protein dibanding ASI

matur/matang.

c) Kolostrum lebih banyak mangandung sel darah putih dibandingkan

dengan ASI matur/matang. Protein anti infeksi dan sel darah putih

merupakan imunisasi pertama yang diperoleh bayi setelah dilahirkan dan

(40)

mencegah bakteri yang berbahaya penyebab penyakit infeksi pada bayi

baru lahir. Disamping itu zat antibodi pada kolostrum dapat mencegah

bayi dari kemungkinan timbulnya alergi.

d) Kolostrum memiliki efek pencahar yang berfungsi membersihkan usus

bayi dari mekonium (tinja pertama bayi yang berwarna kehitaman). Hal ini

membersihkan bilirubin dari usus dan membantu mencegah bayi

kuning/ikterus.

e) Kolostrum mengandung zat yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan,

yang membantu proses pengembangan organ usus bayi yang belum

berkembang sempurna setelah bayi dilahirkan. Karena itu kolostrum

membantu bayi terhindar dari alergi dan keadaan tidak tahan (intoleransi)

terhadap makanan lain.

f) Kolostrum lebih kaya vitamin dari pada ASI matur/matang, khususnya

vitamin A. Vitamin A membantu meringankan infeksi berat yang mungkin

di derita bayi. Karena ini sangat penting bagi bayi untuk memperoleh

kolostrum sebagai makanan pertama. Kolostrum sudah tersedia dalam payudara ibu ketika bayi dilahirkan. Kolostrum mengandung semua zat

yang dibutuhkan bayi baru lahir sebelum ASI matur/matang dihasilkan.

2. ASI Peralihan

a. ASI yang diproduksi pada hari ke delapan sampai dengan hari keempat

(41)

b. Kadar protein berkurang sedangkan kadar karbohidrat dan lemak

meningkat.

c. Volume ASI semakin meningkat.

3. ASI Matur/Matang

a. Merupakan ASI yang diproduksi sejak hari ke 14 dan seterusnya,

komposisi relative konstan.

b. Komposisi ASI dari menit ke menit

ASI yang diproduksi pada awal proses menyusui disebut susu awal

(foremilk) adalah ASI yang lebih bening, Susu akhir (hind milk) adalah ASI yang lebih putih, diproduksi pada akhir proses menyusui, perbedaan jenis

ASI antara kolostrum dengan ASI Matur adalah kolostrum lebih banyak

mengandung protein di banding ASI Matur sedangkan susu akhir

mengandung lebih banyak lemak dibandingkan susu awal.

Lemak yang lebih banyak pada susu akhir menyebabkan susu akhir

kelihatan lebih putih dibanding susu awal. Lemak yang banyak ini

memberikan banyak energy dalam ASI, oleh karena itu jangan

menghentikan bayi yang sedang menyusu terlalu cepat. Bayi harus diberi

kesempatan untuk menyusu lebih lama sehingga mendapat susu akhir yang

kaya lemak secara maksimal.

Susu awal dihasilkan dalam jumlah banyak, dan susu awal ini banyak

mengandung protein, laktosa, dan zat gizi lainnya. Apabila apabila

(42)

airakan terpenuhi. Bayi tidak memerlukan lagi air minum selain ASI

sebelum berumur 6 bulan walaupun bayi tinggal di daerah beriklim panas.

Jika bayi haus diberi tambahan air minum maka bayi akan kurang

memperoleh ASI.

c. Kandungan Zat dalam ASI

1. Protein ASI

Kandungan zat gizi dalam ASI, untuk merujuk mengapa zat

gizi tersebut sangat sempurna untuk bayi. ASI, susu sapi dan susu

kambing mengandung protein untuk pertumbuhan dan ketiganya

mengandung gula susu yaitu laktosa, yang juga memberi energi,

perbedaan jumlah protein yang terdapat dalam ASI dengan susu

hewan adalah susu hewan mengandung lebih banyak protein di

banding ASI. Protein adalah zat penting dan kita mungkin berpikir

bahwa lebih banyak protein pasti lebih baik. Akan tetapi, hewan

tumbuh lebih cepat dari pada manusia, karena itu hewan memerlukan

susu dengan konsentrasi protein lebih tinggi. Mengingat bayi memiliki

organ ginjal yang belum sempurna, maka akan sulit untuk membuang

kelebihan sisa protein dari susu hewan.

Sebagian besar protein dalam susu sapi adalah kasein, yang

didalam perut bayi membentuk gumpalan padat dan sulit dicerna. Di

dalam ASI, kandungan kaseinnya lebih sedikit dan kasein tersebut

(43)

Kandungan protein yang mudah larut atau protein whey yang

mengandung protein anti-infeksi yang dapat melindungi bayi terhadap

infeksi. Susu hewan tidak mengandung jenis protein anti-infeksi

tersebut untuk melindungi bayi.

Bayi yang diberi susu formula kemungkinan akan mengalami

intoleransi terhadap protein yang berasal dari susu hewan. Bayi mungkin akan terkena diare, sakit perut, kulit kemerahan dan lainnya

apabila diberi jenis protein lain. Diare mungkin bisa persisten

(menetap) dan menunjang terjadinya kurang gizi. Bayi yang diberi

susu formula atau susu hewan kemungkinan akan menderita alergi

yang dapat menyebabkan eksim dan asma. Bayi mungkin mengalami

intoleransi atau alergi setelah diberi sedikit saja susu formula pada hari-hari pertama kehidupannya.

Protein whey dalam berbagai susu berbeda. ASI mengandung

alfa-laktalbumin dan susu sapi mengandung beta-laktoglobulin, disamping itu protein dalam susu hewan dan susu formula

mengandung keseimbangan asam amino yang berbeda dengan ASI.

Yang kurang ideal untuk bayi, susu hewan dan susu formula kurang

kandungan asam amino sistin, dan susu formula kurang dalam

kandungan taurin yang dibutuhkan bayi baru lahir khususnya

(44)

Protein yang mengandung anti-infeksi dalam ASI termasuk laktoferrin (yang mengikat zat besi dan mencegah pertumbuhan bakteri yang

membutuhkan zat besi) dan lisozim (yang membunuh bakteri), serta

antibodi (immunoglobulin, terutama IgA). Faktor anti-infeksi lainnya

termasuk faktor bifidus (yang menunjang pertumbuhan laktobasillus

bifidus yang menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya, dan menyebabkan tinja bayi yang diberi ASI berbau seperti yogurt). ASI

juga mengandung faktor anti-virus dan faktor anti-parasit.

Imunoglobulin utama dalam ASI adalah IgA-sering disebut secretory

immunoglobulin A (SigA) yang dialirkan ke ASI sebagai respon terhadap infeksi pada ibu. IgA berbeda dengan immunoglobulin lain

seperti IgG yang dialirkan dalam darah.

2. Lemak dalam ASI

Semua jenis susu mengandung lemak sebagai sumber energi

utama yang dibutuhkan bayi manusia atau bayi hewan, dan juga

mengandung laktosa yang juga memberi energi. ASI mengandung

asam lemak esensial yang tidak terdapat didalam susu sapi atau susu

formula. Asam lemak esensial ini dibutuhkan untuk pertumbuhan otak

dan mata bayi, serta kesehatan pembuluh darah. Selain itu, asam lemak

terdiri dari Asam Lemak Linoleat yang merupakan Prekursor

(45)

block” otak yang siap pakai. ASI juga mengandung enzim lipase yang membantu mencerna lemak Enzim ini tidak terdapat di dalam susu

hewan atau susu formula. Lemak yang terdapat didalam ASI dicerna

lebih sempurna dan digunakan lebih efesien oleh tubuh bayi

dibandingkan dengan lemak susu sapi atau susu formula.

Tinja bayi yang diberi susu formula berbeda dengan tinja bayi

yang diberi ASI. Hal ini antara lain disebabkan karena tinja bayi yang

diberi susu formula lebih banyak mengandung sisa makanan yang

tidak dapat digunakan oleh tubuh bayi. Berat Bayi Lahir Rendah

(BBLR) yang diberi susu formula yang kurang mengandung asam

lemak esensial telah terbukti menunjukkan perkembangan mental dan

penglihatan yang tidak optimal. Saat lahir lambung bayi belum

menghasilkan semua enzim yang dibutuhkan untuk mencerna lemak

susu. Lipase dalam ASI membentu menyempurnakan pencernaan

lemak di dalam lambung bayi. Lipase dalam ASI disebut bile–salt

stimulated lipase. Karena mulai bekerja di dalam usus bersamaan dengan tersedianya garam-empedu tersebut. Lipase tidak aktif

dipayudara atau didalam lambung sebelum ASI bercampur dengan

empedu.

3. Vitamin dalam ASI

ASI mengandung Vitamin A, jika ibu cukup mengkonsumsi vitamin A

(46)

tahun di kedua usia bayi. Susu sapi banyak mengandung vitamin B,

tetapi tidak mengandung vitamin A dan C sebanyak dalam ASI.

4. Zat besi dalam ASI

Zat besi penting untuk mencegah anemia. Beberapa jenis susu

mengandung zat besi dalam jumlah yang sangat sedikit 0,5-07 mg/l.

hanya sekitar 10 % zat besi pada susu sapi yang bisa diserap, namun

sekitar 50 % zat besi dari ASI dapat diserap oleh usus bayi. Bayi yang

diberi susu sapi mungkin tidak mendapat cukup zat besi, sehingga bayi

sering menderita anemia. Dengan demikian ASI secara Eksklusif

kepada bayi kecukupan zat besi akan terpenuhi dan bayi dapat

terlindung dari anemia sampai sekurangnya bayi berumur 6 bulan atau

lebih. Pada beberapa merk susu formula ditambahkan zat besi, akan

tetapi tambahan tersebut tidak diserap dengan baik sehingga harus

ditambah dalam jumlah besar untuk melindungi bayi dari anemia.

Penambahan zat besi dapat mempermudah tumbuhnya beberapa jenis

bakteri yang mungkin akan meningkatkan peluang terjadinya infeksi

misalnya meningitis dan sepsis (Depkes RI, 2007).

2.1.4. Cara Menyusui yang Efektif

Bila bayi melekat dengan baik, bayi mengeluarkan ASI dengan mudah dan ini

disebut “menyusu yang efektif”. Saat bayi menyusu dengan cara ini, mulut dan lidah

(47)

Tanda-tanda perlekatan bayi yang baik adalah :

a. Tampak areola lebih banyak diatas mulut bayi daripada dibawah mulutnya. Ini

menunjukkan bahwa lidah bayi sedang menjangkau bagian bawah sinus laktiferus

untuk menekan ASI keluar.

b. Mulut bayi terbuka lebar.

c. Bibir bawah bayi terputar keluar.

d. Dagu bayi menyentuh payudara.

Tanda ini merupakan tanda yang dapat terlihat dari luar yang menunjukkan

bahwa bayi melekat dengan baik pada payudara. Perlekatan yang kurang baik akan

menyebabkan nyeri dan kerusakan pada puting. Bila bayi tidak melekat dengan baik

dan menghisap puting maka ibunya kesakitan. Perlekatan yang kurang baik

merupakan penyebab yang paling penting terjadinya puting lecet. Saat bayi

menghisap kuat untuk memperoleh ASI, bayi menarik puting masuk dan keluar. Hal

ini menyebabkan puting tergesek oleh mulut bayi. Bila bayi terus menghisap dengan

cara ini, bayi merusak kulit puting, dan menyebabkan puting retak (fisura).

Jika bayi melekat kurang baik, bayi tidak memperoleh ASI secara efektif,

akibatnya sebagai berikut :

a. Kedua payudara ibu mungkin menjadi bengkak.

b. Bayi mungkin tidak puas, karena ASI mengalir dengan lambat, bayi mungkin

banyak menangis, dan ingin sering menyusu, atau mengisap lama tiap kali

(48)

c. Bayi mungkin tidak mendapat cukup ASI, bayi mungkin sangat frustasi

sehingga menolak menyusu sama sekali.

d. Kenaikan berat badan bayi mungkin kurang.

Bila refleksoksitosin bekerja dengan baik, bayi akan mendapatkan cukup ASI

setidaknya untuk beberapa minggu dengan cara menyusui lebih sering. Tapi ini

dapat membuat ibu lelah. Payudara mungkin akan menghasilkan ASI lebih

sedikit karena tidak dikosongkan. Menyusu yang lebih banyak akan

menghasilkan ASI yang lebih banyak jika bayi melekat dengan baik, menyusu

secara efektif akan membiarkan bayi menyelesaikan menyusu sampai payudara

kosong. Dalam hal ini jika menyusu lebih sering, payudara ibunya akan

menghasilkan lebih banyak ASI, bayi yang menyusu efektif mungkin tidak

ingin menyusu terlalu sering, meski jarak antara menyusu mungkin tidak

teratur. Penyebab perlekatan yang kurang baik adalah penggunaan botol, bila

bayi minum dari botol sebelum proses menyusu terbentuk, bayi akan

mengalami kesulitan menyusu secara efektif, gerakan menghisap dari botol

berbeda dengan menyusu dari payudara. Bayi yang telah diberi minum

beberapa kali dengan botol mungkin mencoba menghisap payudara seolah

payudara itu sebuah botol hal ini membuat bayi melakukan “hisapan puting”

bila hal ini terjadi disebut “bingung puting”jadi memberi minum bayi dari

botol dapat menganggu proses menyusui. Disamping itu ibu tidak

berpengalaman karena ibu belum pernah memiliki bayi sebelumnya dan

(49)

dengan baik pada payudara yaitu pada bayi sangat kecil atau lemah serta

kurangnya bantuan yang terampil. Penyebab yang sangat penting terjadinya

perlekatan yang kurang baik adalah kurangnya bantuan dan dukungan yang

terampil. Ada beberapa ibu yang merasa terkucil dan kurang mendapat

dukungan dari masyarakat. Ibu mungkin kekurangan bantuan dari ibu

berpengalaman misalnya ibu mereka sendiri yang sangat terampil membantu

proses menyusui. Petugas kesehatan yang menangani ibu dan bayi misalnya

dokter dan bidan mungkin belum dilatih untuk membantu ibu menyusui.

Tanda-tanda bayi menyusu dengan efektif adalah bayi melakukan hisapan

lambat dan dalam ini adalah tanda penting bayi mendapatkan ASI. Bayi

melakukan hisapan dangkal dan cepat terus menerus ini adalah tanda bayi

kurang mendapatkan ASI. Ia melekat kurang baik dan tidak menyusu secara

efektif. Bayi menelan sampai terlihat atau terdengar tegukannya, bila bayi menelan berarti ia mendapatkan ASI. Kadang terdengar tegukan, apabila bayi

membuat suara kecapan ketika menghisap ini adalah tanda bayi melekat

kurang baik. Serta bayi terlihat puas menyusu dimana bayi melepaskan sendiri

payudara, tampak puas dan mengantuk. Disamping perlekatan bayi yang baik

juga harus diperhatikan “Posisi Bayi yang Baik “ pada saat menyusu.

Tanda-tanda posisi bayi yang baik pada saat menyusui adalah :

a. Kepala dan badan bayi dalam garis lurus.

b. Bayi dipeluk dekat dengan badan ibu.

(50)

d. Bayi dekat ke payudara, hidung berhadapan dengan putting.

Posisi menyusui yang benar akan membantu bayi untuk melekat dengan baik

pada payudara ibu, apabila posisi menyusu dan perlekatan ke payudara benar

maka bayi akan mengisap dengan efektif (Depkes RI, 2007).

2.1.5. Cara Kerja Menyusui

Dengan memahami proses menyusui, akan dapat ditentukan apa yang terjadi

serta langkah penyelesaian masalah menyusu.

a. Anatomi Payudara

Puting dan kulit berwarna gelap disekelilingnya yang di sebut areola. Pada

areola ada kelenjar-kelenjar kecil yang di sebut “kelenjar montgomery”yang mengeluarkan cairan berminyak untuk menjaga kulit tetap sehat. Didalam

payudara ada alveoli, yang berbentuk kantong-kantong kecil terdiri dari “sel-sel

pembuat ASI”. Ada jutaan alveoli. Hormonprolaktin merangsang sel-sel alveoli

tersebut memproduksi ASI.

Di sekeliling alveoli terdapat sel-sel otot, yang dapat berkontraksi dan

memerah ASI keluar. Hormon oksitosin membuat sel-sel otot tersebut

berkontraksi. Pembuluh kecil atau duktus, mengalirkan ASI keluar dari alveoli. Di

bawah areola, pembuluh-pembuluh tersebut melebar, dan membentuk sinus-sinus

laktiferus, dimana ASI mengumpul untuk persiapan satu kali menyusui. Pembuluh-pembuluh tersebut menyempit lagi ketika melewati puting. Alveoli dan

(51)

besar dan kecil. Payudara besar dan kecil mempunyai jaringan kelenjar dalam

jumlah yang sama banyaknya sehingga keduanya menghasilkan cukup banyak

ASI.

b. Hormon Prolaktin

Ketika bayi menyusui pada payudara rangsangan sensorik mengalir dariputing

susu ke otak. Sebagai reaksi, bagian depan (anterior) kelenjar pituitary di dasar

otak mengeluarkan hormon prolaktin. Prolaktin masuk ke dalam darah menuju

payudara dan merangsang sel-sel untuk memproduksi ASI. Sebagian besar

hormon prolaktin berada dalam darah selama kurang lebih 30 menit setelah proses menyusui, jadi hormon ini membuat payudara memproduksi ASI untuk

proses menyusui “berikutnya”. Untuk proses menyusui saat ini, bayi menghisap

ASI yang sudah tersedia di dalam payudara.

Cara untuk meningkatkan pasokan ASI adalah bila bayi menyusui lebih

banyak maka payudara ibu akan lebih banyak menghasilkan ASI. “lebih banyak

menyusui lebih banyak produksi ASI”. Kebanyakan ibu dapat memproduksi ASI

lebih banyak dari yang dibutuhkan bayi. Bila seorang ibu mempunyai dua bayi

dan keduanya menyusu, payudaranya akan memproduksi ASI untuk dua bayi.

Bila bayi kurang menyusu, payudara memproduksi ASI lebih sedikit. Bila bayi

berhenti menyusu, payudara segera berhenti memproduksi ASI.

c. Refleks Oksitosin

Ketika bayi menyusu payudara, rangsangan sensorik dari puting dikirim ke

(52)

mengeluarkan hormon oksitosin. Oksitosin masuk ke dalam darah menuju

payudara dan merangsang sel-sel otot di sekeliling alveoli berkontraksi. Kontraksi

ini membuat ASI yang terkumpul di dalam alveoli mengalir melalui pembuluh

menuju sinus-sinus laktiferus. Kadang-kadang ASI mengalir keluar payudara.

Hal ini disebut “refleks oksitosin” atau refleks pengeluaran ASI.

Oksitosin diproduksi lebih cepat daripada prolaktin. Hormon ini menyebabkan pengeluaran ASI pada waktu proses menyusui. Oksitosin dapat

mulai berfungsi sebelum bayi menghisap bila ibu memikirkan akan menyusui.

Bila reflek oksitosin ibu tidak berfungsi dengan baik, bayi dapat mengalami

kesulitan memperoleh ASI. Tampaknya seolah-olah payudara berhenti

memproduksi ASI, padahal sebenarnya payudara memproduksi ASI namun ASI

tidak mengalir keluar.

d. Membantu dan Menghambat Refleks Oksitosin

Perasaan yang positif misalnya perasaan senang, nyaman dan puas bila ibu

bersama bayinya, merasa percaya diri bahwa ASI-nya adalah yang terbaik untuk

bayinya dapat membantu refleks oksitosin bekerja dan ASI akan mudah mengalir

keluar. Sensasi-sensasi seperti menyentuh atau menatap bayinya, atau mendengar

bayinya menangis juga dapat membantu refleks oksitosin. Sebaliknya perasaan

kurang nyaman misalnya rasa sakit, khawatir atau ragu bahwa ibu tidak punya

cukup ASI akan menganggu refleks oksitosin dan menghentikan ASI mengalir.

Untungnya refleks ini hanya sementara. Refleks oksitosin menjelaskan dua “butir

(53)

1. Seorang ibu perlu berada dekat bayinya sepanjang waktu, sehingga ia dapat

melihat, menyentuh dan meresponnya. Hal ini membantu tubuh ibu

menyiapkan diri untuk menyusui dan membantu pengeluaran ASI. Bila ibu

terpisah dari bayinya di antara waktu menyusui, refleks oksitosin mungkin

tidak bekerja dengan baik.

2. Perasaan ibu penting sekali membuat ibu merasa baik dan membangun rasa

percaya diri untuk membantu ASI keluar dengan lancar. Apabila perasaan

khawatir atau membuat ibu tidak percaya diri tidak dapat memberikan ASI.

Ibu sering menyadari adanya refleks oksitosin tersebut. Beberapa tanda reflek

soksitosin sedang berfungsi aktif dapat di ketahui antara lain :

1. Sensari diperas atau gelenyar (tingling sensation) di dalam payudara

sesaat sebelum menyusui atau pada waktu proses menyusui berlangsung.

2. ASI mengalir dari payudara bila ibu memikirkan bayinya, atau mendengar

bayinya menangis.

3. ASI menetes dari payudara sebelah, bila ibu menyusu pada payudara

lainnya.

4. ASI memancar halus ketika bayi melepas payudara pada waktu menyusui.

5. Adanya nyeri yang berasal dari kontraksi rahim, kadang diiringi

keluarnya darah selama menyusui di minggu pertama kelahiran bayi.

6. Hisapan yang lambat, dalam dan tegukan bayi menunjukkan bahwaASI

(54)

Bila ada satu atau lebih tanda atau sensasi tersebut, maka refleks oksitosin

aktif.

e. Zat Penghambat (Inhibitor) dalam ASI

Kadang-kadang payudara berhenti menghasilkan ASI, sementara payudara

satunya terus menghasilkan ASI-meskipun oksitosin dan prolaktin sama-sama

mengalir kedua payudara. Ada satu zat dalam ASI yang dapat mengurangi atau

“mencegah” (inhibit) produksi ASI. Bila ada banyak ASI tertinggal di dalam satu

payudara, zat pencegah atau inhibitor tersebut menghentikan sel-sel pembuat ASI

agar tidak memproduksi lagi. Penghentian ini membantu melindungi payudara

yang di dalamnya masih tertinggal banyak ASI dari bahaya efek kepenuhan. Hal

ini juga diperlukan bila bayi meninggal atau berhenti menyusu untuk alasan

lainnya. Bila ASI dikeluarkan, baik melalui hisapan bayi atau diperah, inhibitor

juga turut dikeluarkan.

Payudara akan memproduksi ASI lagi bila bayi berhenti menyusu dari satu

payudara, payudara tersebut berhenti memproduksi ASI. Bila bayi lebih banyak

menyusu pada satu payudara, payudara tersebut menghasilkan lebih banyak ASI

dan ukurannya menjadi lebih besar dibanding payudara satunya. Agar satu

payudara terus menghasilkan ASI, maka ASI yang ada di dalamnya harus

dikeluarkan, bila bayi tidak dapat menyusu dari salah satu atau keduannya, “ASI

harus dikeluarkan dengan cara diperah” untuk memungkinkan produksi ASI

berlanjut. Catatan yang harus diperhatikan adalah yang mengendalikan produksi

Gambar

Gambar 2.1. Kontributor Perilaku Kesehatan (Green dan Lewis, 1986)
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel
Tabel 4.1. Distribusi Ibu Menyusui Berdasarkan Identitas di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian yang dilakukan pada rotary encoder bertujuan untuk menguji keakuratan nilai yang dihasilkan berdasarkan putaran motor yang telah diberi kondisi oleh operator melalui

Pengujian dilakukan untuk mengetahui bagaimana respon sistem pengendalian posisi stamping rod berbasis pneumatic dapat bekerja dengan baik sesuai dengan setpoint

Sehubungan dengan itu, aktiviti kumpulan dalam konteks kurikulum tersirat ini dapat mengeratkan hubungan murid yang pelbagai kaum dan budaya serta memupuk nilai dan kesedaran

Pertanyaan mendasarnya adalah, akankah atau tidak akankan kelompok gender dan pemuda yang selama ini tidak masuk dalam nomenklatur kepemimpinan tradisional di Minangkabau, juga

• Berbagai jenis termometer • Skala suhu Mengapa Penting? • Untuk memahami suhu dan cara en ukurann a.. Zat cair yang digunakan umumnya raksa atau alkohol jenis tertentu.

bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta

Beberapa penelitian di atas memberikan sebuah pemahaman bahwa manajemen pemasaran dalam konteks rumah sakit merupakan upaya yang dapat dilakukan agar

Marta : Ya..sudah pasti susah ya, karena otomatis khususnya buat saya yang bahasa inggrisnya ndak bagus gitu otomatis pada saat orang komplain kan tidak bisa kita ajak mencari