• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGETAHUAN TRADISIONAL TENTANG TANAMAN OBAT PADA MASYARAKAT DESA CIHERANG

Pemanfaatan tanaman untuk memenuhi kebutuhan dan untuk pengobatan telah menjadi kebiasaan yang membudaya secara turun-temurun oleh masyarakat sehingga menjadikan pengetahuan yang masih bertahan dan diwariskan sampai saat ini, hal ini sesuai dengan pengertian pengetahuan tradisional yang ada dan dikembangkan atas dasar pengalaman, telah diuji penggunaanya selama bertahun- tahun, dan telah diadaptasikan dengan budaya dan lingkungan setempat (Situmorang dan Harianja, 2014). Masyarakat Desa Ciherang memanfaakan beragam jenis tanaman yang mereka temukan disekitar mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berupa kebutuhan pangan ataupun kebutuhan obat- obatan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka memanfaatkan beragam jenis tanaman seperti untuk diolah menjadi sayur, tumis, bumbu masak, dan dikonsumsi langsung setelah direbus atau tanpa direbus yang disebut lalaban.

“...Ya namanya juga orang Sunda pada doyan lalaban, saya mah kadang- kadang kunyit aja dilalab, lempuyang dilalab, daun-daunan juga apa aja

yang ada dimakan asal bukan daun pintu aja...”- Ibu R (52 tahun)

Sementara untuk pemanfaatan kesehatan, beragam jenis tanaman digunakan baik untuk penyakit luar seperti gatal, panu, maupun dimanfaatkan untuk pengobatan penyakit dalam seperti penyakit lambung, diabetes, dan lain sebagainya. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan dan obat, terdapat pula masyarakat yang memaknai beberapa jenis tanaman dengan kekuatan mistis, seperti kelor yang digunakan untuk mengusir kekuatan gaib. Terdapat perbedaan pemanfaatan jenis-jenis tanaman dan tumbuhan oleh masyarakat, hal ini disebabkan dengan perbedaan pengetahuan yang mereka miliki yang merupakan pengetahuan yang mereka dapatkan dari orang tua terdahulu dan dari pengalaman langsung.

Wujud pengetahuan tradisional mengenai tanaman obat masyarakat Desa Ciherang dianalisis berdasarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan mereka dalam aspek budidaya, konsumsi, dan pemanfaatan untuk pengobatan. Aspek-aspek tersebut diukur untuk dapat menganalisis tingkat pengetahuan terhadap tanaman atau tumbuhan obat, menganalisis sikap terhadap tanaman atau tumbuhan tersebut, serta menganalisis tindakan yang dilakukan terhadap tanaman tersebut.

Budidaya Tanaman

Dalam kehidupan bermasyarakat, meskipun berada pada satu ruang lingkup yang sama yakni berada pada satu wilayah geografis dengan karakteristik budaya yang sama hal ini tidak membuat pengetahuan yang dimiliki mengenai tanaman obat oleh masyarakat di suatu desa tertentu berada pada tingkatan yang sama. Terdapat 49 jenis tanaman atau tumbuhan yang dipilih untuk dianalisis terkait pengetahuan tradisional terhadap tanaman atau tumbuhan tersebut, hasil

observasi lapang terhadap 85 responden di Desa Ciherang menunjukan hampir separuh responden menyatakan menyatakan kurang familiar terhadap 49 jenis tanaman yang ditanyakan, 29% menyatakan tidak familiar, dan 27% menyatakan sangat familiar seperti ditunjukan pada Gambar 5.

.

Gambar 5 Persentase pengetahuan aspek budidaya

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Berdasarkan wawancara dengan responden, dan menghasilkan data bahwa sebesar hampir setengah dari jumlah responden menyatakan kurang familiar karna jenis-jenis tanaman tersebut tidak semua pernah mereka lihat langsung, beberapa jenis tanaman hanya selintas pernah mereka dengar nama namun belum pernah melihat bagaimana bentuknya, atau mereka ragu dengan nama yang berbeda dengan penyebutan nama lokal di daerahnya sehingga menyatakan kurang familiar terhadap jenis tanaman tersebut. Terdapat beberapa jenis tanaman yang memiliki penyebutan yang khas atau memiliki penyebutan lokal, tanaman tersebut diantaranya adalah Kemaitan yang disebut Ki Pahit, Daun Sendok yang disebut Ki Urat, dan Sosor Bebek yang disebut Buntiris.

“...Daun Dewa, baru denger tuh saya neng yang kayak gimana yah, kalo mahkota dewa saya tahu tapi kalo daun dewa baru denger... Pernah denger

sih rosela, tapi gatau yah yang kayak gimana pohonnya”– Ibu E (59 tahun) Sikap responden yang menunjukan kesetujuannya untuk membudidayakan, hasil observasi lapang menunjukan untuk responden yang menyatakan tidak setuju membudidaya dan responden yang menyatakan setuju membudidayakan berada pada persentase yang sama dan tidak memiliki perbedaan yang jauh dengan jumlah persentase responden yang menyatakan kurang setuju membudidayakan, seperti ditunjukan pada Gambar 6.

Gambar 6 Persentase sikap aspek budaya

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Terdapat beberapa alasan yang mempengaruhi sikap untuk memutuskan setuju atau tidak setuju membudidayakan yakni untuk yang menyatakan tidak setuju dan kurang setuju dikarenakan jenis tanaman tersebut adalah jenis tanaman yang memerlukan lahan yang luas sementara ketersediaan lahan yang terbatas dengan kondisi perumahan yang terbilang perkampungan padat sehingga tidak semua rumah memiliki halaman yang cukup luas, selain alasan tersebut jenis tanaman merupakan tanaman liar pun menjadi alasan mengapa masyarakat enggan untuk membudidayakan tanaman tersebut, masyarakat menganggap jenis tanaman yang liar tidak perlu sengaja dibudidayakan karna dapat dengan mudah menemukan di lahan liar. Masyarakat menyatakan setuju membudidayakan dikarenakan alasan kemudahan untuk memeperoleh tanaman tersebut ketika membutuhkan tanaman tersebut, tanaman yang disetujui untuk dibudidayakan biasanya merupakan tanaman yang dianggap dan diyakini memiliki khasiat untuk kesehatan dan obat tradisional.

“...Kalo kayak ketepeng gitu sih tumbuh liar, suka ada di kebun-kebun ngapain juga ditanem, lagian pohonnya suka ada uletnya...” – Ibu I (62 tahun)

Tindakan yang dilakukan ditunjukan dengan menanam atau tidak menanam jenis-jenis tanaman yang ditanyakan berdasarkan hasil observasi lapang adalah hampir separuh jumlah responden menanam minimal 1 tanaman, 34% tidak menanam, dan 21% menanam lebih dari 1 tanaman sebagaimana ditunjukan pada Gambar 7.

Gambar 7 Persentase tindakan aspek budidaya

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Tanaman dan tumbuhan yang sengaja ditanam sebagian besar adalah tanaman yang dirasakan dibutuhkan untuk keperluan sehari seperti untuk keperluan pangan yaitu cabai, jahe, dan kunyit. Untuk jenis-jenis tanaman lain yang bukan merupakan jenis tanaman yang digunakan sehari-hari biasanya ditanam karena ketersediaan lahan yang cukup dan mengetahui manfaat dari tanaman yang ditanam tersebut. Mereka yang banyak menanam jenis tanaman obat merupakan masyarakat yang sering memanfaatkan jenis-jenis tanaman menjadi racikan obat, atau godogan.

“...Ya biar berguna, ni daun ini nih yang kecil-kecil (saga) waktu itu majikan saya nyariin buat sariwannya udah ke dokter ga sembuh-sembuh terus nanyai ke saya, ada saya punya ya kan jadi bermanfaat buat orang. Mau ditebang juga banyak bilang jangan ditebang soalnya banyak yang minta banyak yang butuh. Kalo ada yang mau make sih ya ambil aja...”- Ibu N (62 tahun)

Hasil observasi terhadap 49 jenis tanaman yang ditanyakan menghasilkan 10 jenis tanaman yang merupakan tanaman yang paling sering dibudidayakan masyarakat Desa Ciherang, data mengenai 10 jenis tanaman tersebut ditunjukan pada Tabel 7 mengenai aspek pengetahuan, Tabel 8 mengenai aspek sikap, dan Tabel 9 mengenai aspek tindakan.

Tabel 7 Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek pengetahuan

No Jenis Tanaman Aspek pengetahuan (%)

F KF TF 1 Cabe 98.8 1.2 0.0 2 Kunyit 100 0.0 0.0 3 Pandan 97.6 1.2 1.2 4 Jahe 100 0.0 0.0 5 Kencur 97.6 0.0 2.4 6 Jambu 98.8 1.2 0.0 7 Kumis kucing 95.3 4.7 0.0 8 Katuk 100 0.0 0.0 9 Sereh 96.5 2.4 1.1 10 Lidah buaya 95.3 3.5 1.2

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Keterangan: F : Familiar KF : Kurang familiar TF :Tidak familiar

Tabel 7 menunjukan kunyit, jahe, dan katuk sebagai tanaman yang sangat familiar pada masyarakat. Masyarakat mengenal tanamn tersebut sebagai tanaman untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka, dan selain untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka pun mengenal jenis-jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang memberikan manfaat bagi kesehatan seperti kunyit untuk meredakan magh, jahe untuk meredakan batuk, dan katuk untuk memperbanyak produksi ASI.

Pada budidaya tanaman dilihat pula aspek sikap terhadap tanaman tersebut untuk mengetahui kesetujuan masyarakat untuk menanam jenis-jenis tanaman tersebut. Tabel 8 menunjukan persentase sikap masyarakat terhadap 10 jenis tanaman berikut.

Tabel 8 Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek sikap

No Jenis Tanaman Aspek sikap (%)

S KS TS 1 Cabe 94.1 4.7 1.2 2 Kunyit 96.5 3.5 0.0 3 Pandan 96.5 3.5 0.0 4 Jahe 97.6 2.4 0.0 5 Kencur 96.5 3.5 0.0 6 Jambu 96.5 3.5 0.0 7 Kumis kucing 94.1 5.9 0.0 8 Katuk 97.6 2.4 0.0 9 Sereh 95.3 4.7 0.0 10 Lidah buaya 91.8 8.2 0.0

Keterangan: S : Setuju

KS : Kurang setuju TS : Tidak setuju

Berdasarkan Tabel 8 yang menunjukan aspek sikap masyarakat terhadap penanaman jenis-jenis tanaman tersebut menunjukan persentase yang relatif sama akan kesetujuan masyarakat untuk menanam 10 jenis tanaman tersebut. Sikap setuju tersebut dikarenakan masyarakat merasas membutuhkan tanaman tersebut dan mengetahui manfaatnya, selain itu anggapan bahwa tanaman tersebut tidak memerlukan lahan yang besar juga menjadi alasan sikap setuju masyarakat untuk menanam.

Setelah melihat aspek pengetahuan dan sikap, kemudian dilihat bagaimana tindakan dari masyarakat tersebut. Tindakan berupan menanam tanaman ditinjukan pada Tabel 9.

Tabel 9 Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek tindakan

No Jenis Tanaman Aspek tindakan (%)

M>1 M=1 TM 1 Cabe 58.8 9.4 31.8 2 Kunyit 41.2 10.6 48.2 3 Pandan 41.2 14.1 44.7 4 Jahe 38.8 8.2 52.9 5 Kencur 35.3 4.7 60.0 6 Jambu 41.2 24.7 34.1 7 Kumis kucing 34.1 2.4 63.5 8 Katuk 32.9 5.9 61.2 9 Sereh 25.9 4.7 69.4 10 Lidah buaya 20.0 7.1 72.9

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Keterangan:

M>1 : Menanam lebih dari 1 pohon M=1 : Menanam 1 pohon

TM : Tidak menanam

Aspek sikap masyarakat yang cenderung tinggi menyetujui untuk menanam ternyata pada aspek tindakan tidak menunjukan hal yang serupa. Tabel 9 menunjukan persentase relatif tidak jauh berbeda pada tindakan menanam lebih dari satu pohon dan tindakan tidak menanam. Hal tersebut menunjukan tidak semua masyarakat yang menyatakan setuju untuk menanam melakukan tindakan untuk menanam. Masyarakat yang tidak menanam memiliki alasan kemudahan dalam menemukan tanaman tersebut di sekitar tempat tinggal mereka.

Berdasarkan Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9 menunjukan bahwa masyarakat lebih mengenal tanaman yang sering dikonsumsi untuk kebutuhan pangan mereka. Tanaman kunyit, jahe, dan katuk menunjukan persentase 100%, hal tersebut menunjukan jenis tanaman yang sering dimanfaatkan sehari-hari oleh masyarakat.

Aspek sikap kesetujuan masyarakat untuk menanam tanaman-tanaman tersebut tergolong tinggi yakni diatas 90%. Sikap masyarakat untuk setuju membudidayaan karena pengetahuan mereka terhadap pemanfaatan 10 jenis tanaman tersebut yang juga tinggi.

Konsumsi Tanaman

Tidak semua masyarakat mengetahui apakah jenis-jenis tanaman tertentu dapat dikonsusmi. Selain ketidaktahuan, alasan kepercayaan seperti mitos juga menjadi faktor yang menentukan sikap dan tindakan masyarakat terhadap pengkonsumsian jenis tanaman. Pada aspek pemanfaatan konsumsi hal yang dianalisis adalah pengetahuan terhadap jenis tanaman yang dapat atau tidak dapat dikonsumsi, sikap kesetujuan masyarakat untuk mengkonsumsi, dan tindakan mereka terkait intensitas pengkonsumsian. Pada pengetahuan apakah jenis tanaman dapat atau tidak dapat dikonsumsi dapat dilihat pada Gambar 8 mengenai persentase pengetahuan aspek konsumsi.

Gambar 8 Persentase pengetahuan aspek konsumsi

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Gambar 8 menunjukan persentase tertinggi yakni 38% yang menyatakan kurang tahu terhadap jenis tanaman yang ditanyakan dapat atau tidak dapat dikonsumsi, hal tersebut disebabkan masyarakat kurang mengenal jenis tanaman tersebut atau mereka hanya mengetahui jenis tanaman tersebut hanya untuk pemakaian luar dalam pengobatan, seperti ketepeng cina yang dimanfaatkan untuk obat kulit gatal. Sementara untuk 33% yang menyatakan tidak tahu disebabkan karena jenis tanaman atau tumbuhan tersebut merupakan jenis tanaman yang memang belum diketahui pemanfaatannya oleh masyarakat.

“...Ketepeng mah obat panu, obat gatel buat pemakaian luar aja. Tapi gatau sih bisa dimakan atau engga, belum pernah dan belum tau juga khasiatnya buat pa selain buat panu, mungkin bisa buat obat dalem,

mungkin”– Ibu U (52 tahun)

Hasil observasi mengenai aspek sikap pada 85 responden dalam bentuk persentase dapat dilihat pada Gambar 9 mengenai persentase sikap aspek konsumsi.

Gambar 9 Presentase sikap aspek konsumsi

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Masyarakat menyatakan bersedia mengkonsumsi apabila mereka mengetahui tanaman tersebut bukanlah jenis tanaman beracun, dan mengetahui kegunaan tanaman tersebut. Mereka menyatakan bersedia menyebarluaskan ketika mereka yakin bahwa tanaman tersebut tidak beracun dan tanaman tersebut memiliki khasiat. Mereka yang menyatakan tidak bersedia mengkonsumsi disebabkan karena tidak mengenal jenis tanaman tersebut, jenis tanaman dinilai tanaman yang sudah sulit ditemukan sehingga sulit untuk memperolehnya, jenis tanaman adalah jenis tanaman yang hanya dimanfaatkan untuk pengobatan luar, dan jenis tanaman dianggap memiliki nilai mistis atau terdapat kepercayaan tertentu seperti pada tanaman kelor yang dipercaya untuk mengusir roh halus.

Untuk tindakan masyarakat terkait keintensisan masyarakat mengkonsumsi tanaman hasil dari observasi lapang menunjukan 37% menyatakan jarang mengkonsumsi jenis tanaman yang ditanyakan atau sekitar 1-3 kali dalam sebulan, 34% menyatakan tidak pernah mengkonsumsi jenis tanaman yang ditanyakan, dan 28% menyatakan sering mengkonsumsi jenis tanaman yang ditanyakan atau sekitar lebih dari tiga kali perminggu.

Gambar 10 Persentase tindakan aspek konsumsi

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Sebagian besar menyatakan jarang mengkonsumsi tanaman yang ditanyakan yaitu berkisar pada 1-3 kali dalam sebulan, tanaman-tanaman tersebut merupakan tanaman yang selain untuk memenuhi kebutuhan pangan tetapi juga untuk kebutuhan pengobatan atau jenis-jenis tanaman tersebut merupakan jenis tanaman

yang sering diolah menjadi campuran dari beberapa jenis tanaman yang kemudian direbus dan diminum airnya atau masyarakat menyebutnya godogan. Sementara untuk jenis tanaman yang dinyatakan sering dikonsumsi adalah jenis-jenis tanaman yang memang digunakan sebagai bahan pangan sehari-hari seperti cabai, jahe, sereh, dan kunyit, atau jenis tanaman yang dijadikan sebagai tanaman obat yang rutin diminun setiap hari seperti pengidap penyakit lambung yang rutin mengonsumsi kunyit. Selain itu kemudahan dalam mengolah serta manfaat yang dirasakan menjadi alasan masyarakat bersedia untuk mengkonsumsinya.

“...Ga repot, ga usah keluar uang ga biaya, dan ya emang doyan yang pait- pait, asal ga mabok aja sih...Kalo badan ga enak ya bikin aja jahe pake

bawang merah pake gula batu, udah deh badan enak”– Ibu N (62 tahun) Dari 49 jenis tanaman yang ditanyakan yang kemudian diperoleh 10 jenis tanaman yang paling sering dibudidayakan oleh masyarakat Ciherang kemudian dianailis pula dalam aspek konsumsi tanaman. Persentase masyarakat dalam konsumsi tanaman dalam aspek pengetahuan pada Tabel 10, aspek sikap pada Tabel 11, dan aspek tindakan pada Tabel 12.

Tabel 10 Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek pengetahuan

No Jenis Tanaman Aspek pengetahuan (%)

T KT TT 1 Cabe 97.6 1.2 1.2 2 Kunyit 95.3 0.0 4.7 3 Pandan 92.9 0.0 7.1 4 Jahe 95.3 1.2 3.5 5 Kencur 95.3 0.0 4.7 6 Jambu 95.3 1.2 3.5 7 Kumis kucing 77.6 9.4 12.9 8 Katuk 91.8 2.4 5.9 9 Sereh 92.9 3.5 3.5 10 Lidah buaya 44.7 16.5 38.8

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Keterangan: T : Tahu KT : Kurang tahu TT : Tidak tahu

Sebagian besar masyarakat menyatakan mengetahui mengenai manfaat untuk dikonsumsi dari tanaman sebagaimana ditunjukan pada Tabel 10, persentase sebagian besar memperoleh angka 90 persen. Masyarakat mengetahui bahwa tanaman tersebut dapat dikonsumsi dikarenakan tanaman tersebut merupakan jenis tanaman yang memang dikonsumsi sehari-hari.

Tabel 11 menunjukan sikap masyarakat mengenai kesetujuan mereka dalam pengkonsumsian tanaman.

Tabel 11 Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek sikap

No Jenis Tanaman Aspek sikap (%)

S KS TS 1 Cabe 62.4 31.8 5.9 2 Kunyit 62.4 30.6 7.1 3 Pandan 61.2 28.2 10.6 4 Jahe 64.7 29.4 5.9 5 Kencur 65.9 28.2 5.9 6 Jambu 68.2 29.4 2.4 7 Kumis kucing 63.5 20.0 16.5 8 Katuk 56.5 34.1 9.4 9 Sereh 67.1 27.1 5.9 10 Lidah buaya 44.7 22.4 32.9

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Keterangan: S : Setuju

KS : Kurang setuju TS : Tidak setuju

Berdasarkan Tabel 11, masyarakat yang menyatakan tidak setuju untuk mengkonsumsi sebagian besar tergolong rendah yakni memperoleh persentase dibawan 10 persen. Kesediaan masyarakat untuk mengkonsumsi tanaman tersebut didasarkan pada pengetahuan mereka mengenai tanaman tersebut, dan dipengaruhi pula oleh selera dalam komsumsi pangan masyarakat.

Tabel 12 menujukan tindakan masyarakat terhadap pengkonsumsian tanaman yang dilihat berdasarkan frekuensi masyarakat mengkonsumsi tanaman tersebut.

Tabel 12 Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek tindakan

No Jenis Tanaman Aspek tindakan (%)

S J TP 1 Cabe 83.5 8.2 8.2 2 Kunyit 68.2 23.5 8.2 3 Pandan 32.9 55.3 11.8 4 Jahe 70.6 23.5 5.9 5 Kencur 54.1 36.5 9.4 6 Jambu 30.6 58.8 10.6 7 Kumis kucing 20.0 51.8 28.2 8 Katuk 27.1 60.0 12.9 9 Sereh 55.3 29.4 15.3 10 Lidah buaya 3.5 38.8 57.6

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Keterangan: S : Sering J : Jarang

TP : Tidak pernah

Masyarakat mengkonsumsi jenis-jenis tanaman yang terdapat pada Tabel 12 sesuai dengan kebutuhan mereka, tanaman yang merupakan jenis tanaman yang memang menjadi kebutuhan pangan masyarakat seperti cabe, kunyit, dan jahe menjadi tanaman yang paling sering dikonsumsi. Sementara jenis tanaman yang lainnya dikonsumsi sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan.

Berdasarkan Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12 hasil yang ditunjukan adalah tanaman cabe menjadi tanaman yang paling tinggi persentase pengetahuan masyarakat mengenai pengkonsumsiannya dan untuk tindakan tanaman cabe pun menjadi jenis tanaman yang paling sering dikonsumsi. Sementara untuk aspek sikap pengkonsumsian tanaman jambu memiliki persentase yang paling tinggi dari 10 jenis tanaman yang disebutkan dalam tabel. Persentase tinggi pengetahuan dan tindakan pengkonsumsian tanaman cabe dapat terjadi karena cabe merupakan jenis tanaman yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Manfaat Kesehatan

Pengetahuan lokal masyarakat pada aspek pemanfaatan tanaman untuk kesehatan dianalisis dalam hal pengetahuan mengenai takaran dosis pemakaian, sikap kesetujuan atas pemanfaatan tanaman, dan tindakan menyebarluaskan manfaat tanaman. Dalam hal pengetahuan mengenai takaran dosis, hasil observasi menunjukan sebagian besar masyarakat menyatakan kurang tahu terhadap manfaat bagi kesehatan yang diperoleh dari tanaman seperti ditunjukan pada Gambar 11.

Gambar 11 Persentase pengetahuan aspek manfaat kesehatan

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Sebagian besar menyatakan kurang mengetahui mengenai manfaat bagi kesehatan dari jenis-jenis tanaman, mereka hanya mengetahui atau mendengar sekilas mengenai manfaat tanaman tersebut tapi kurang memeahami bagaimana pengolahannya biasanya dikarenakan belum pernah secara langsung mengolah atau meramu jenis tanaman yang ditanyakan. Mereka yang mengetahui dosis pemakaian dan pengolahan jenis tanaman yang ditanyakan untuk kemudian dijadikan obat adalah mereka yang biasanya memiliki hubungan dekat dengan tokoh yang sering memanfaatkan jenis tanaman obat tersebut, mereka

mendapatkan informasi langsung seperti berasal dari orang tua atau orang yang memang sering membuat jamu dari jenis tanaman tersebut, biasanya seorang paraji, tukang urut, atau tukang jamu. Masyarakat menggunakan dosis untuk meramu sebagian besar disesuaikan dengan keinginan, hal ini sesuai dengan pendapat Sari (2006) yaitu kebenaran dosis tanaman obat tradisional ditentukan berdasarkan keinginan efek yang diterima tubuh dengan takaran segenggam, sejumput dan tidak terdapat takaran khusus. Pada proses pengolahannya pun disesuaikan dengan cara yang diyakini secara turun temurun seperti dengan cara direbus, ditumbuk, dibakar, ataupun dikonsumsi secara langsung dan pemakaiannya dapat dilakukan dengan cara diminum, dioles, ditempel, maupun ditetes (Damayanti 2011).

Dalam hal sikap yang berupa kesetujuan untuk memanfaatkan jenis tanaman yang ditanyakan untk kesehatan, hasil observasi lapang menunjukan persentase yang tidak berbeda jauh antara masyarakat yang menyatakan setuju, tidak setuju, dan kuang setuju terhadap adanya manfaat kesehatan dari tanaman- tanaman yang ditanyakan, seperti ditunjukan pada Gambar 12.

Gambar 12 Persentase sikap aspek manfaat kesehatan

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Sebagian besar responden menyatakan tidak setuju adalah mereka yang tidak mengetahui atau tidak mengenal jenis-jenis tanaman tersebut. Sementara mereka yang menyetujui adalah mereka yang mengetahui jenis-jenis tanaman yang ditanyakan dan meyakini manfaat dari tanaman tersebut. Mereka meyakini manfaat tanaman tersebut sebagai informasi yang mereka dapat secara turun temurun dan mereka meyakini tanaman tersebut memiliki khasiat untuk kesehatan.

Dalam hal tindakan masyarakat terhadap pemanfaatan-pemanfaatan tanaman untuk kesehatan, hasil dari observasi lapang terhadap 85 responden sebagaimana ditunjukan pada Gambar 13, menunjukan sebagian besar menyatakan menyebarluaskan manfaat tanaman sebatas lingkup keluarga yaitu sebesar 40%, 30% menyatakan menyebarluaskan ke lingkup yang lebih luas yakni lingkup bertetangga, dan 29% menyatakan tidak menyebarluaskan.

Gambar 13 Persentase tindakan aspek manfaat kesehatan

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Sebagian besar responden menyatakan menyebarluarkan ke lingkup keluarga dengan alasan agar disaat terkena penyakit yang dapat disembuhkan dengan pengobatan tradisional melalui pengkonsumsian tanaman yang ada di lingkungan mereka. Mereka tidak menyebarluaskan ke tetangga karena mereka menganggap masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka sudah banyak yang mengetahui manfaat tanaman tersebut.

Pengetahuan tradisional tentang tanaman obat pun terdapat beberapa perbedaan dari masing-masing individu, hal tersebut dipengaruhi sumber informasi terdahulu yang mereka dapatkan. Pada satu jenis tanaman yang sama dapat memiliki pemaknaan manfaat dan khasiat yang berbeda dari individu yang berbeda. Dalam peanfaatan tanaman obat, meskipun mereka tidak mengetahui secara jelas kandungan yang dimiliki jenis tanaman tersebut namun atas keyakinan, kebiasaan turun-temurun serta pengalaman maka penggunaan tanaman untuk pengobatan tetap dilakukan. Dalam pengolahan bagian tanaman untuk dijadikan ramuan pun dari individu yang berbeda dapat menyebutkan dosis pemakaian yang berbeda pula, hal ini pun dipengaruhi atas keyakinan dan pengalaman sebelumnya, seperti pemanfaatan bagian daun untuk dibuat godogan atau jamu pada masyarakat Desa Ciherang menyebutkan jumlah yang berbeda pada satu jenis daun untuk kebutuhan penyakit yang sama, misalnya daun sisrsak untuk darah tinggi ada yang menyebutkan tiga, lima, atau sembilan. Namun terdapat kepercayaan dalam penggunaan bagian daun untuk pengobatan maka jumlah helai daun yang digunakan harus berjumlah ganjil.

Secara keseluruhan seperti ditunjukan pada Gambar 14 menunjukan tingkat pengetahuan tradisional mengenai tanaman obat pada masyarakat Desa Ciherang berada pada tingkatatan sedang.

Gambar 14 Persentase tingkat pengetahuan tradisional tentang tanaman obat

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Dokumen terkait