• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Dan Kepentingan Tokoh Dalam Penyebaran Pengetahuan Tanaman Obat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Masyarakat Terhadap Peran Dan Kepentingan Tokoh Dalam Penyebaran Pengetahuan Tanaman Obat"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAN DAN

KEPENTINGAN TOKOH DALAM PENYEBARAN

PENGETAHUAN TANAMAN OBAT

FITRI OKTAVIANI S

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Masyarakat terhadap Peran dan Kepentingan Tokoh dalam Penyebaran Pengetahuan Tanaman Obat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

FITRI OKTAVIANI S. Persepsi Masyarakat Terhadap Peran dan Kepentingan Tokoh dalam Penyebaran Pengetahuan Tanaman Obat. Dibawah bimbingan SAHARUDDIN.

Pengetahuan tradisional tentang tanaman obat merupakan hasil dari penyebaran secara turun-temurun melalui hasil interaksi antar individu dalam suatu sistem sosial masyarakat. Interaksi dalam lingkungan sosial dapat membentuk persepsi pada masyarakat. Persepsi yang muncul pada tokoh dalam penyebaran pengetahuan tentang tanaman obat dan hubungannya dengan tingkst pengetahuan tanaman obat pada masyarakat menjadi hal yang diuji dalam penelitian ini. Penelitian menggunakan metode survai dengan pemilihan responden melalui teknik purposive sampling. Penelitian dilakukan di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukan tingkat pengetahuan tradisional tentang tanaman obat pada masyarakat Desa Ciherang berada pada tingkatan sedang. Selain itu tidak terdapat hubungan antara peran dan kepentingan tokoh terhadap tingkat pengetahuan tradisional tentang tanaman obat pada masyarakat Desa Ciherang.

Kata Kunci: Tokoh, pengetahuan tradisional, tanaman obat

ABSTRACT

FITRI OKTAVIANI S. Community Perceptions in the Role and Interest of Figure in the Spread of Medicinal Plants Knowladge. Supervised by SAHARUDDIN.

Traditional knowladge about medicinal plants was the result of the spread in generations through the results of interections among individuals in community social system. Interaction in a social environment can form perception to the community. Perception that arises in a figure in the spread of medicinal plants knowladge and its reletion to the level of medicinal plants knowledge in the community is be the tested in this research. This research uses a survey method by choosing respondents with purposive sampling method. This research was done in Ciherang village, Dramaga subdistricts, Bogor districts. The results of this research showed the level of traditional medicinal plants knowladge in Ciherang vilagers are at medium level. In addition, there was no correlation between the role and interests of figure on the level of medicinal plants knowledge in Ciherang villagers.

(6)
(7)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAN DAN

KEPENTINGAN TOKOH DALAM PENYEBARAN

PENGETAHUAN TANAMAN OBAT

FITRI OKTAVIANI S

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan karunia dalam setiap proses penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Persepsi Masyarakat terhadap Peran dan Kepentingan Tokoh dalam Penyebaran Pengetahuan Tanaman Obat. Penulis menyadari penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk itu penulis sampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Saharuddin, MSi atas bimbingan, saran dan inspirasi dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih pula penulis sampaikan kepada masyarakat Desa Ciherang, lokasi dimana penelitian skripsi ini dilaksanakan. Kepada orang tua dan keluarga atas segala bentuk doa dan dukungannya kepada penulis. Serta terimakasih pula kepada Romana, Ike, dan Dheva atas segala bentuk motivasi kepada penulis. Dan kepada keluarga Mabs (Vani, Feby, Amaris, Aldi, Upa, Bima, Shofwan, Etha, Habib, Iwan, Isal, dan Maul) atas persahabatan yang luar biasa. Terimakasih kepada Octaviana sebagai sahabat yang juga selalu mendengarkan segala bentuk cerita, dan terimakasih kepada Ilham Kurnia atas segala bentuk dukungan yang diberikan. Dan tentunya terimakasih penulis sampaikan kepada rekan-rekan SKPM 48 atas kebersamaan selama menjalani perkuliahan di IPB.

Bogor, Mei 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

Hubungan Manusia dengan Alam dalam Sudut Pandang Antropologi Persepsi Sebagai Hasil Interaksi Manusia dengan Lingkungan Sosial Pengetahuan Tradisional sebagai Bentuk Kebudayaan

Pemanfaatan Tanaman Bagi Kebutuhan Gizi dan Kesehatan sebagai Bentuk Pengetahuan Tradisional

Kondisi Geografis dan Penduduk Desa Ciherang Kondisi Sosial dan Ekonomi Desa Ciherang

GAMBARAN PENGETAHUAN TANAMAN OBAT DI DESA CIHERANG

Pengetahuan Tradisional Tanaman Obat

POLA PENYEBARAN PENGETAHUAN TANAMAN OBAT DALAM JARINGAN SOSIAL MASYARAKAT Jaringan Sosial Masyarakat dan Pengetahuan Tanaman Obat

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAN DAN KEPENTINGAN TOKOH

Peran Tokoh dalam Lingkup Pengetahuan tentang Tanaman Obat

27 31 31 Kepentingan Tokoh dalam Lingkup Pengetahuan tentang Tanaman Obat PENGETAHUAN TRADISIONAL TENTANG TANAMAN OBAT

HUBUNGAN PERAN DAN KEPENTINGAN TOKOH DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG TANAMAN OBAT

45 53

(14)

LAMPIRAN 61

(15)
(16)

Tabel 1 Uji statistik reabilitas 14 Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Ciherang berdasarkan kategori

kelompok umur

17 Tabel 3 Tingkatan pendidikan penduduk Desa Ciherang 18 Tabel 4 Mata pencaharian penduduk Desa Ciherang 19 Tabel 5 Pengetahuan tradisional tanaman obat masyarakat Desa

Ciherang

23

Tabel 6 Frekuensi kategori tokoh 29

Tabel 7 Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek pengetahuan

39

Tabel 8 Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek sikap

39

Tabel 9 Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek tindakan

40

Tabel 10 Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek pengetahuan

43

Tabel 11 Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek sikap

44

Tabel 12 Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek tindakan

44

Tabel 13 Persentase manfaat tanaman obat untuk kesehatan berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang Tahun 2015 pada aspek pengetahuan

49

Tabel 14 Persentase manfaat tanaman obat untuk kesehatan berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang Tahun 2015 pada aspek sikap

49

Tabel 15 Persentase manfaat tanaman obat untuk kesehatan berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang Tahun 2015 pada aspek tindakan

50

Tabel 16 Tabulasi silang hubungan dasar hubungan tokoh dengan tingkat pengetahuan tradisional

(17)

Tabel 17 Tabulasi silang hubungan tingkat peran tokoh dengan tingkat pengetahuan tradisional

54 Tabel 18 Tabulasi silang hubungan tingkat kepentingan tokoh

dengan tingkat pengetahuan tradisional

55

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1 Kerangka analisis hubungan peran dan kepentingan tokoh dalam pengetahuan tradisional tentang tanaman obat

10

Gambar 2 Persentase jenis jaringan sosial tokoh 29 Gambar 3 Persentase persepsi masyarakat terhadap tingkat peran

tokoh

31 Gambar 4 Persentase persepsi masyarakat terhadap tingkat

kepentingan tokoh

32 Gambar 5 Persentase pengetahuan aspek budidaya 36

Gambar 6 Persentase sikap aspek budaya 37

Gambar 7 Persentase tindakan aspek budidaya 38

Gambar 8 Persentase pengetahuan aspek konsumsi 41

Gambar 9 Persentase sikap aspek konsumsi 42

Gambar 10 Persentase tindakan aspek konsumsi 42

Gambar 11 Persentase pengetahuan aspek manfaat kesehatan 45 Gambar 12 Persentase sikap aspek manfaat kesehatan 46 Gambar 13 Persentase tindakan aspek manfaat kesehatan 47 Gambar 14 Persentase tingkat pengetahuan tradisional tentang

tanaman obat

48

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1 Jadwal penelitian skripsi 61

Lampiran 2 Sketsa lokasi penelitian 62

Lampiran 3 Dokumentasi 63

Lampiran 4 Hasil uji Rank Spearman 64

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang tidak hanya berperan sebagai makhluk sosial yang berhubungan dengan sesamanya, melainkan manusia juga memiliki peran untuk berhubungan dengan lingkungan. Setiap aktivitas manusia memiliki pengaruh pada lingkungan, begitupun sebaliknya. Iskandar (2012) mengutarakan konsep yang berkaitan dengan hal ini yakni mengenai psikologi lingkungan, psikologi lingkungan didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara tingkah laku manusia dengan lingkungan fisik (alam dan buatan) dan juga hubungan manusia dengan lingkungan sosialnya. Psikologi lingkungan membahas mengenai proses psikologis yang membentuk tingkah laku manusia terhadap lingkungan. Proses psikologis tersebut tentunya berhubungan pula dengan interaksi manusia sebagai masyarakat dengan manusia lainnya, dan kemudian hasil dari interaksi tersebut akan memunculkan sikap dan tindakan yang merupakan hasil keputusan dari proses psikologis pada interaksi dengan pihak lain tersebut. Interaksi dengan seseorang dapat membentuk suatu persepsi terhadap orang tersebut yang kemudian dapat berpengaruh pada perilaku. Perlakuan manusia terhadap alam tersebut yang dalam hal ini adalah menanam dan memanfaatkan sumberdaya alam berupa tanaman juga berhubungan dengan kehidupan sosial manusia itu sendiri dalam beraktivitas selaku makhluk sosial sebagai masyarakat yang berinteraksi dengan masyarakat lainnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Bannet (1969) yang sebagaimana dikutip Saharuddin (2007) mengenai antropologi ekologi yang mempelajari pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh organisasi sosial dan nilai budaya, dan melihat bagaimana perilaku yang ditunjukan manusia atas interaksinya dengan alam.

(20)

fasilitas, dan lain-lain. Sementara faktor pendorong terdiri atas media, penyuluhan, tokoh agama dan masyarakat.

Memanfaatkan tanaman untuk memenuhi kebutuhan gizi dan untuk keperluan mengobati penyakit menjadi salah satu bentuk hubungan manusia dengan lingkungan alamnya. Pulunggono (1999) berpendapat seperti dikutip pada Rahayu (2013), masyarakat tradisional dan modern hingga saat ini masih memanfaatkan tumbuhan yang bersumber dari alam yang sebagian besar merupakan tumbuhan potensial. Pemanfaatan tanaman tersebut dalam suatu kelompok masyarakat biasanya meneruskan metode atau pengetahuan yang telah didapatnya secara turun-temurun yang berasal dari orang tua atau tokoh-tokoh yang masih memengang teguh kebiasaan menggunakan tanaman untuk pengobatan sebagai bentuk pengetahuan tradisional di lingkungannya. Interaksi dengan tookoh-tokoh tersebut membentuk persepsi sebagai stimulus dalam sikap serta tindakan terhadap tanaman obat. Desa Ciherang menjadi salah satu lokasi dimana pengetahuan tradisional mengenai manfaat tanaman masih terpelihara. Masyarakat Desa Ciherang masih memanfaatkan tanaman yang mereka jumpai dan memanfaatkan serta mengolahnya untuk memenuhi kebutuhan baik untuk kebutuhan pangan dan untuk kebutuhan pengobatan meskipun perkembangan jaman mulai mengikis budaya untuk memanfaatkan tanaman sebagai pengobatan tradisional. Maka menjadi penting bagi penulis untuk meneliti bagaimana persepsi masyarakat terhadap tokoh dalam pengetahuan tanaman obat pada masyarakat Desa Ciherang.

Perumusan Masalah

Pengetahauan tradisional mengenai tanaman obat tetap ada dan tetap digunakan ketika masih terdapat tokoh-tokoh yang peduli. Dalam penelitian ini masalah penelitian yang kemudian akan diteliti adalah:

1. Bagaimana pola penyebaran pengetahuan tanaman obat dalam jaringan sosial pada masyarakat Desa Ciherang?

2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh dalam pengetahuan tanaman obat masyarakat Desa Ciherang?

3. Bagaimana hubungan peran dan kepentingan tokoh dengan pengetahuan tanaman obat pada masyarakat Desa Ciherang?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pola penyebaran pengetahuan tanaman obat dalam jaringan sosial pada masyarakat Desa Ciherang.

2. Menganalisis persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh dalam pengetahuan tanaman obat masyarakat Desa Ciherang.

(21)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak, yaitu:

1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan gambaran realitas yang terjadi di masyarakat mengenai persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh dalam pengetahuan ttanaman obat. Selain itu penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan pustaka dan sarana pembelajaran untuk penelitian berikutnya mengenai pengetahuan tradisional dimasa mendatang.

2. Bagi pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk membuat kebijakan instansi terkait dan sumber informasi bagi pemerintah guna peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan sumberdaya alam dalam pemanfaatan tanaman untuk pengobatan.

(22)
(23)

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Hubungan Manusia dengan Lingkungan

Lingkungan sebagai tempat manusia tinggal dan melakukan aktivitas dapat dimaknai sebagai lingkungan sosial yang merupakan bagian dari lingkungan hidup sebagai wilayah berlangsungnya beragam interaksi sosial beserta pranata dengan simbol dan norma dan nilai terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan (Purba 2002). Ilmu yang mempelajari hubungan manusia dengan lingkungan dapat dikaitkan dengan teori psikologi lingkungan sebagai ilmu yang pada awalnya mempelajari hubungan perilaku manusia dengan lingkungan buatan, namun kemudian definisi ini diperbaiki dan diperbaharui menjadi ilmu yang tidak hanya mempelajari hubungan manusia dengan lingkungan buatan tetapi juga mempelajari hubungan perilaku manusia dengan lingkungan alam dan sosialnya sebagai suatu lingkungan yang utuh (Iskandar 2012). Iskandar (2012) menambahkan dalam psikologi lingkungan menekannkan pada proses psikologis yang menentukan pembentukan perilaku manusia terhadap lingkungannya. Interaksi antar personal dengan lingkungan disebut ruang kehidupan yang merupakan hasil interaksi manuisa dengan lingkungan sebagai lingkungan psikologis. Proses pembentukan perilaku dalam hubungan manusia dengan lingkungan berhubungan pula dengan keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan sesamanya sebagai masyarakat. Interaksi dalam lingkungan sosial manusia kemudian akan membentuk jaringan sosial yang merupakan perilaku manusia dalam mobilitasnya dengan lingkungan sosialnya dapat berupa lingkungan tempat kerja, sekolah, keluarga, tetangga, tempat rekreasi dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan dalam interaksi dengan jaringan sosialnya tersebut akan berpengaruh pada perilaku terhadap lingkungannya (Iskandar 2012).

Hubungan manusia dengan lingkungan juga dibahas dalam ekologi manusia, yang juga berpendapat adanya hubungan timbal balik antara lingkungan dan perilaku manusia (Ridwan 2007). Menurut Ridwan (2007) dalam teori ekologi manusia terdapat hal yang menarik mengenai pengakuan adanya set tingkah-laku (behavioral setting) yang dipandang sebagai faktor dalam sebuah interaksi sosial. Set tingkah-laku kelompok (bukan tingkah-laku individu) yang muncul sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu (physical milleu) dan juga sebagai respon dari kondisi lingkungan yang ada.

Hubungan Manusia dengan Alam dalam Sudut Pandang Antropologi Ekologi

(24)

organisasi sosial dan nilai budaya, melihat bagaimana perilaku yang ditunjukan manusia atas interaksinya dengan alam. Cabang ilmu ini mempelajari interaksi hubungan saling mempengaruhi antara manusia dengan sumberdaya alam sebagai suatu sistem, dimana dalam antropologi yang disebut sebagai integrasi adalah sistem sosial budaya sedangkan dalam ekologi integrasi yang dimaksud adalah ekosistem (Foster 1986 dalam Saharuddin 2007). Latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya dapat mempengaruhi pola perilaku manusia terhadap alam lingkungannya. Hasil interaksi antara ekosistem dan sosial budaya yang diharapkan adalah adanya kualitas hubungan yang tinggi, kualitas hubungan dikatakan tinggi ketika setiap pelaku dalam sistem sosial memiliki kualitas yang tinggi pula serta kegiatan mengambil, menerima, mengolah, dan menghasilkan kualitas energi materi dan informasi yang juga memiliki kualitas tinggi serta dapat meningkatkan kualitas ekosistem itu sendiri (Saharuddin 2007 ). Antropologi ekologi membahas proses interaksi timbal balik tersebut. Antropologi ekologi membahas kajian determenisme yang menyebutkan perkembangan pola perilaku masyarakat sebagai bentuk kebudayaan merupakan pengaruh yang muncul dari lingkungan alamnya atau alam dinyatakan sebagai faktor utama yang membentuk kebudayaan, namun kemudian kajian ini ditentang dan kemudian muncul persepktif posibilisme yang menyebutkan lingkungan alam bukan menjadi kata kunci dalam pembentukan kebudayaan melainkan terdapat unsur tengah yang dapat berupa nilai, keyakinan, ataupun pengetahuan (Arifin 1998). Kemudian Arifin (1998) menambahkan pendekatan antropologi ekologi berkembang menjadi ekologi budaya dengan asumsi lingkungan memiliki potensi positif dan juga kreatif dalam penentuan kultural, pendekatan antropologi ekologi terus berkembang dan kemudian menjadi lebih kearah etnoekologi dan ekologi sistemik serta transisi ekologi. Pada etnoekologi tidak hanya terdapat penekanan pada bagaimana cara orang memandang lingkungan tetapi juga bagaimana perencanaan dalam menghadapi potensi bahaya yang muncul dari lingkungan, sedangkan pada pendekatan transisi ekologi asumsinya alam adalah bagian dari kebudayaan manuisa.

Persepsi Sebagai Hasil Interaksi Manusia dengan Lingkungan Sosial

(25)

pembentukan sikap dan perilaku. Persepsi terhadap lingkungan baik lingkungan alam amaupun lingkungan sosial merupakan faktor yang membentuk tindakan seseorang. Teori tersebut dapat dihubungkan dengan teori ekologi manusia, yakni pendapat Ridwan (2007) dalam teori ekologi manusia terdapat pengakuan adanya set tingkah-laku (behavioral setting) yang dipandang sebagai faktor dalam sebuah interaksi sosial. Set tingkah-laku kelompok (bukan tingkah-laku individu) yang muncul sebagai akibat kondisi lingkungan tertentu (physical milleu) dan juga sebagai respon dari kondisi lingkungan yang ada. Set tingkah-laku dapat berasal dari faktor persepsi yang kemudian membentuk perilkau terhadap lingkungan.

Pengetahuan Tradisional Sebagai Bentuk Kebudayaan

Keesing dalam Marzali (2006) menjelaskan budaya menjadi beberapa definisi, diantaranya adalah budaya sebagai suatu sistem dan budaya sebagai sistem pengetahuan. Sebagai suatu sistem yang dimaksud adalah budaya timbul dari pola perilku yang berjalan turun temurun secara sosial, budaya sebagai sistem yang menghubungkan manusia dengan lingkungan dan menjadi bentuk perilaku yang khas dari komunitas masyarakat tertentu. Budaya sebagai sistem pengetahuan dipandang sebagai segala sesuatu yang diketahui dan dipercayai sebagai bentuk pikiran yang dijadikan pedoman. Dalam budaya terdapat nilai-nilai yang diwariskan turun-temurun dalam masyarakat (Yunus 2013). Geertz (1992) dalam Yunus (2013) memberikan pengertian tentang kebudayaan sebagai pola secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang diwariskan turun-temurun dalam bentuk-bentuk simbolik manusia berkomunikasi, melestarikan dan mengembangkan pengetahuan dan sikap. Dengan demikian kebudayaan dikatakan sebagai hasil karya manusia yang digunakan untuk mengembangkan sikap mereka terhadap kehidupan dan diwariskan turun-temurun melalui proses komunikasi dan belajar. Daeng (2008) dalam Indrawardana (2012) menyebutkan kebudayaan muncul sebagai hasil dari adaptasi antar manusia dengan lingkungan alamnya yang diciptakan untuk menjaga eksistensi hubungan antara manusia dengan lingkungannya dan sebagai fungsi mengatasi alam dan lingkungan untuk tetap mempertahankan hidupnya. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu (Indrawardana 2012).

(26)

Ada pula yang menyebutkan pengetahuan tradisional sebagai pengetahuan lokal, Ridwan (2007) pengetahuan lokal atau sering juga disebut kearifan lokal merupakan sebuah usaha yang menggunakan pikiran manusia untuk bersikap dan bertindak terhadap sesuatu atau terhadap peristiwa yang terjadi pada ruang tertentu. Secara lebih terperinci pengertian pengetahuan lokal atau yang disebut juga kearifan lokal secara etimologi kearifan atau kebijaksanaan diartikan sebagai kemampuan menggunakan akal untuk menyikapi sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi. Dan lokal diartikan sebagai ruang interaksi dengan sistem yang melibatkan pola hubungan antara manusia dengan sesamanya dan antara manusia dengan lingkungan fisiknya.

Pemanfaatan Tanaman Bagi Kebutuhan Gizi dan Kesehatan Sebagai Bentuk Pengetahuan Tradisional

Pemanfaatan tanaman untuk memenuhi kebutuhan manusia bukanlah menjadi hal yang asing karena berbagai kelompok masyarakat meskipun berada di wilayah yang memeiliki karakter dan adat yang berbeda sebagian besar memiliki ketergantungan pada tanaman atau tumbuhan, setidaknya untuk sumber pangan (Winarti dan Nurdjanah 2005; Gerique 2006 dalam Situmorang dan Harianja 2014). Tanaman sebagai bahan pangan diartikan sebagai komoditas tanaman yang mengandung zat gizi berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral (Rahayu 2013). Sementara tanaman sebagai obat tradisional menurut Departeman Kesehatan RI dalam surat keputusan Menteri Kesehatan No.149/SK/Menkes/IV/1978 menyebutkan tanaman/bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, atau sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor), atau tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat (Kartikawati 2004 dalam Rahayu 2013). Rahayu (2013) menambahkan pengertian mengenai obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun, dan diolah serta diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pemanfaatan tanaman untuk memenuhi kebutuhan dan untuk pengobatan telah menjadi kebiasaan yang membudaya secara turun-temurun oleh masyarakat sehingga menjadikan pengetahuan yang masih bertahan dan diwariskan sampai saat ini, hal ini sesuai dengan pengertian pengetahuan tradisional yang ada dan dikembangkan atas dasar pengalaman, telah diuji penggunaanya selama bertahun-tahun, dan telah diadaptasikan dengan budaya dan lingkungan setempat (Situmorang dan Harianja 2014). Terdapat tiga kelompok masyarakat yang dikelompokan berdasarkan intensitas masyarakat sebagai pemanfaat tanaman obat, yaitu: 1) kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan obat tradisional, masyarakat kelompok ini biasanya berada di daerah terpencil, cara pengobatan sangat dipengaruhi oleh tradisi setempat; 2) kelompok masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional skala keluarga, masyarakat kelompok ini biasanya berada di pedesaan dengan sarana dan prasarana kesehatan sederhana dan terbatas; 3) kelompok industriawan obat tradisional (Aliadi dan Roemantyo 1994 dalam Rahayu 2013).

(27)

pengetahuan didefinisikan menjadi apa yang diketahui oleh diri sendiri, sikap didefinisikan menjadi kecenderungan bertindak. Terakhir untuk tindakan, Saragih 2010 mendefiniskam tindakan mencakup satuan keterkaitan emosi berupa perbuatan terhadap situasi atau rangsangan dari luar.

Kerangka Pemikiran

Masyarakat memanfaatan sumberdaya alam yang ada di lingkungannya sebagai bentuk hubungan manusia dengan lingkungan alamnya, interkasi dengan lingkungan alam ini dipengaruhi pula oleh lingkungan sosial misalnya nilai budaya yang berkembang pada wilayah tersebut. Hasil dari hubungan dengan lingkungan sosial yang memiliki hubungan terhadap interaksi dengan lingkungan alam salah satunya dapat dilihat dengan adanya pengetahuan lokal yang diwariskan secara turun-temurun sebagai bentuk interaksi manusia dengan lingkungan sosialnya yang berkembang pada suatu kelompok masyarakat tertentu yang kemudian berhubungan pula dengan pola dan cara masyarakat tersebut bersikap terhadap lingkungan alamnya. Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal sebagai bentuk kearifan lokal bukan hanya menyangkut pemahaman dan pengetahuan mengenai bagaimana interaksi antar manusia, tetapi juga termasuk didalamnya menyangkut pengetahuan, pemahaman dan kebiasaan tentang manusia, alam, dan relasi diantara semua elemen komunitas ekologis ini dibangun (Rahayu 2013).

(28)

Persepsi masyarakat tentang tokoh

Jaringan sosial tokoh Pengetahuan

Peran tokoh tentang tanaman

Kepentingan tokoh obat

Keterangan:

: Berhubungan dengan

Gambar 1 Kerangka analisis hubungan persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh dalam pengetahuan tanaman obat

Hipotesis Hipotesis penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan antara jaringan sosial tokoh dengan tingkat pengetahuan tentang tanaman obat pada masyarakat.

2. Terdapat hubungan antara tingkat peran tokoh dengan tingkat pengetahuan tentang tanaman obat pada masyarakat.

3. Terdapat hubungan antara tingkat kepentingan tokoh dengan tingkat pengetahuan tentang tanaman obat pada masyarakat.

Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini dipaparkan sebagai berikut:

Tokoh

1. Jaringan sosial struktur sosial yang diartikan sebagai hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial (Moeis 2008). Mengelompokan menjadi hubungan keluarga, tetangga, dan rekan kerja. 2. Tingkat Peran yaitu peran yang diharapkan ada pada tokoh dalam lingkup

pengetahuan tradisional tentang tanaman obat diukur dengan skala likert. 3. Tingkat Kepentingan yaitu taraf seberapa penting keberadaan tokoh dalam

lingkup pengetahuan tradisional tentang tanaman obat, apakah tokoh tersebut dapat tergantikan atau tidak dikukur dengan skala likert.

Tingkat pengetahuan tradisional

1. Aspek budidaya yaitu aktivitas guna meningkatkan hasil panen yang tinggi dan berkualitas (Rahayu dan Prawiroatmodjo 2005). Pengetahuan budidaya yang dianalisis berdasarkan pengetahuan jenis tanaman, sikap untuk membudiayakan, dan tindakan yang akhirnya dilakukan masyarakat terkait membudidayakan tanaman obat. Jumlah pertanyaan terdiri atas 147 pertanyaan yang diukur dengan skala likert.

(29)

2005). Pengetahuan pada aspek konsumsi ini meliputi pengetahuan jenis tanaman obat yang dapat dikonsumsi, kesediaan untuk mengkonsumsi, dan intensitas konsumsi bagian dari tanaman obat sebagai sumber pangan. Jumlah pertanyaan terdiri atas 147 pertanyaan yang diukur dengan skala likert. 3. Aspek pemanfaatan untuk kesehatan yaitu pemanfaatan tanaman untuk

(30)
(31)

PENDEKATAN LAPANGAN

Metode Penelitian

Penelitian persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh dengan pengetahuan tentang tanaman obat ini dilakukan dengan metode survei melalui pendekatan kuantitatif dan didukung dengan metode kualitatif. Metode survei merupakan metode penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data dari responden, sedangkan data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dengan informan (Singarimbun dan Efendi 1989). Data kualitatif digunakan untuk melengkapi data kuantitatif dan juga digunakan untuk lebih memahami fenomena sosial yang terjadi. Dilakukan pendekatan lapang untuk menggali informasi guna menentukan sampel dalam populasi yang akan diteliti. Data kuantitatif diperoleh dari sejumlah 85 responden dan data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara dengan informan maupun responden. Data kualitatif tersebut diharapkan mampu melengkapi analisis kondisi lapang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Data kuantitatif dalam kuesioner digunakan untuk mengumpukan data mengenai pengetahuan masyarakat tentang tanaman obat, jaringan sosial tokoh dan responden, serta persepsi masyarakat tentang peran dan kepentingan tokoh dalam pengetahuan tentang tanaman obat. Dalam mengukur pengetahuan tentang tanaman obat, dalam kuesioner terdapat 49 jenis tanaman obat yang umum dibudidayakan di Indonesia untuk ditanyakan mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan yang dilakukan masyarakat terhadap 49 jenis tanaman tersebut. Setelah data mengenai pengetahuan tentang tanaman obat terhadap 49 jenis tanaman tersebut diperoleh kemudian pembahasan mengenai tanaman tersebut difokuskan pada 10 jenis tanaman yang paling sering dibudidayakan masyarakat Desa Ciherang. Data mengenai persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh diperoleh dari pertanyaan dalam kuesioner, masyarakat diminta untuk mengidentifikasi tokoh dan bentuk peran serta kepentingan dari tokoh-tokoh tersebut.

Lokasi dan Waktu Penelitian

(32)

Teknik Pengambilan Responden dan Informan

Populasi penelitian adalah seluruh masyarakat Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Adapun unit penelitian atau populasi sasarannya adalah sampel anggota masyarakat Desa Ciherang tersebut. Penentuan responden terdiri dari masyarakat Desa Ciherang yang memiliki pekarangan, pemilihan ini berdasarkan pertimbangan kebutuhan penelitian yakni mengenai interaksi responden dengan tanaman. Maka pemilihan responden menggunakan teknik purposive sampling yaitu pemilihan sample melalui pilihan-pilihan berdasarkan kesesuaian karakteristik dengan tujuan penelitian. Responden diperoleh melalui informasi dari informan yang merupakan tokoh masyarakat setempat dan melalui observasi langsung. Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri mereka sendiri. Jumlah responden yang diambil adalah 85 rumah tangga yang memiliki pekarangan di Desa Ciherang. Informan didefinisikan sebagai pihak yang memberikan keterangan tentang diri mereka sendiri, dan pihak lain dan lingkungannya terkait dengan penerapan pengetahuan tradisional mengenai tanaman obat di Desa Ciherang. Informan dipilih secara sengaja berdasarkan perolehan informasi yang dihasilkan dari wawancara dengan responden. Terhadap informan dilakukan wawancara mendalam terkait dengan topik penelitian.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder yang diperoleh dari sumbernya di lokasi penelitian.

1. Data sekunder, diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan topik kajian penelitian berupa buku, skripsi, jurnal penelitian, dan website. Data sekunder pun dikumpulkan melalui kajian dokumen yang meliputi profil Desa Ciherang, data kependudukan masyarakat Desa Ciherang. Serta data-data lain yang diperlukan terkait dengan topik penelitian.

2. Data primer, yang berupa data kuantitaif dan kualitatif yang diperoleh dari kuesioner, wawancara mendalam, serta observasi langsung di lokasi penelitian. Guna menguatkan kuesioner sebagai alat pengumpulan data maka dilakukan uji reliabilitas. Hasil uji tersebut ditunjukan seperti ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1 Uji statistik reliabilitas

Cronbach's Alpha N of Items

0.984 586

(33)

Pengolahan dan Analisis Data

Dilakukan pengkodean pada data yang telah terkumpul, kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan tabulasi silang, software SPSS, serta Microsoft Excel. Digunakan Uji Rank Spearman untuk mengukur hubungan antar variablel. Uji Rank Spearman tidak harus pada data yang membentuk distribusi normal. Uji Rank Spearman digunakan untuk menguji hipotesis dengan skala variabel minimal ordinal, dan dapat berupa skala yang berbeda (skala ordinal dikorelasikan dengan skala numerik) dan dapat juga kedua skala sama (skala ordinal dengan skala ordinal). Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis jika Sig ≤ 0,05 maka hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, dan jika Sig > 0,05 maka hipotesis nol (H0) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak.

(34)
(35)

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Penduduk Desa Ciherang

Desa Ciherang merupakan desa yang berada di wilayah Kecamatan Dramaga. Desa ini memiliki luas wilayah seluas 251,57 Ha dan berbatasan dengan Kelurahan Margajaya di sebelah utara, Desa Laladon di sebelah timur, Desa Ciapus dan Desa Sukawening di sebelah selatan, serta Desa Dramaga dan Desa Sinar Sari di sebelah barat. Desa ini tergolong sebagai daerah urban karena letaknya tidak jauh dari pusat kota, kemudahan akses transportasi pun mendukung mudahnya perubahan peradaban di Desa Ciherang. Untuk kondisi geografis wilayah Desa Ciherang, desa yang berada pada ketinggian 196 m di atas permukaan laut ini memiliki curah hujan 250-450 mm/th dan suhu udara rata-rata 25-32 C. Dengan luas 251, 57 Ha, desa ini memiliki lahan yang masih dimanfaatkan dibidang pertanian yakni seluas 151 Ha yang dimanfaatkan menjadi sawah, 20,34 Ha dimanfaatkan menjadi ladang, dan 2 Ha yang dimanfaatkan sebagai tambak/kolam. Selebihnya seluas 70,73 Ha dimanfaatkan menjadi pemukiman, 4 Ha jalan, 2 Ha tempat pemakaman, 0,3 Ha dimanfaatkan menjadi lapangan, 0,5 Ha sebagai tempat peribadatan, dan 0,7 Ha sebagai bangunan pendidikan. Desa Ciherang memiliki penduduk laki-laki sebanyak 6.698 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 6.311 jiwa. Pada jumlah penduduk 13.009 jiwa tersebut Desa Ciherang memiliki jumlah kepala keluarga sebanyak 3.653 KK. Dari keseluruhan penduduk tersebut merupakan warga negara Indonesia. Pengkatagorian dan jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin seperti ditunjukan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Ciherang berdasarkan kategori kelompok umur No Kelompok Umur Jumlah Jiwa Jumlah

Laki-Laki Perempuan

(36)

berkurangnya jumlah penduduk dari setiap kelompok umur dimulai dari kelompok umur 35-39 tahun hingga umur 60 tahun keatas.

Kondisi Sosial dan Ekonomi Desa Ciherang

Mayoritas penduduk Desa Ciherang memiliki jenjang pendidikan hingga SMA, hal tersebut menunjukan kualitas pendidikan di Desa Ciherang sudah tergolong baik. Hal tersebut didukung dengan tersedianya sarana pendidikan yang memadai seperti PAUD, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi yang berlokasi tidak jauh dari Desa Ciherang. Serta sarana transportasi yang juga sudah mendukung mobilitas penduduk.

“...Jaman sekarang mah udah enak mau sekolah deket, angkot juga udah

banyak, waktu dulu nih ibu sekolah SD aja jalannya jauh harus ngelewatin hutan dulu, ngelewatin sawah dulu, becek-becekan. Sekarang semenjak mobil udah bisa masuk wilayah sini sih jadi enak kemana-mana jadi lebih gampang, ibu inget tuh waktu dulu pertama kali jalan jadi masuk kesini terus ada mobil lewat warga pada girang ngeliatin...”– Ibu N (40 tahun) Perkembangan dan perbaikan sarana dan prasarana transportasi menunjang kemudahan masyarakat untuk melaksanakan pendidikan formal. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan seperti ditunjukan pada Tabel 3 di bawah ini yang menunjukan tingkat pendidikan penduduk Desa Ciherang mayoritas sudah mencapai pendidikan tingkat SMA.

Tabel 3 Tingkatan pendidikan penduduk Desa Ciherang

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)

1 Belum sekolah 2.259 menunjukan pula bahwa penduduk Desa Ciherang menilai pendidikan formal adalah hal yang penting.

(37)

Tabel 4 Mata pencaharian penduduk Desa Ciherang

No Mata Pencaharian Penduduk Jumlah (orang)

1 Petani 523

2 Pedagang 787

3 TNI/POLRI 11

4 Pegawai Negeri Sipil 552

5 Wiraswasta 1.489

6 Pensiunan/Purnawirawan 67

7 Pengusaha 247

8 Peternak 16

9 Tukang Bangunan 386

10 Jasa 499

11 Buruh 2.440

Sumber:data monografi (2014)

“...Dulu sih sempet punya neng sawah, kebun. Kalo sekarang udah ga ada,

udah dijualin sawahnya. Sebenernya sih belum mau dijual tapi terpaksa soalnya lokasinya di area yang mau dibikin komplek jadi ya warga yang pada punya sawah didaerah situ harus ngejual sawahnya kalo ga dijual sawah kita juga kekurung sama aja ga bisa diapa-apain. Jadi sekarang

cuma jadi supir angkot aja..” - Bapak R (43 tahun)

Kegiatan kemasyarakatan penduduk Desa Ciherang tergolong aktif hal ini ditunjukan dengan adanya Posdaya Sauyunan dan ada pula Paguyuban Dadali. Posdaya Sauyunan menaungi kegiatan seperti Posyandu, PAUD, kegiatan home industry seperti pembuatan keripik dan telur asin, kegiatan pengolahan sampah plastik menjadi aneka jenis kerajinan tangan seperti tas dan hiasan kerudung, dan kegiatan peternakan. Sementara Paguyuban Dadali menanungi kegiatan seperti bank sampah, koprasi, dan kegiatan yang bersifat kesenian seperti wayang golek, seni tari, dan seni musik tradisional.

(38)
(39)

GAMBARAN PENGETAHUAN TRADISIONAL

TANAMAN OBAT DI DESA CIHERANG

Pengetahuan Tradisional Tanaman Obat

Desa Ciherang yang memiliki lokasi yang tidak jauh dari pusat keramaian kota serta tidak jauh pula dari tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah sakit ternyata masih terdapat warganya yang mempertahankan penggunaan tanaman untuk pengobatan secara tradisional. Mereka memilih memanfaatkan tanaman untuk pengobatan dikarenakan alasan kemudahan memperoleh jenis tanaman yang diperlukan untuk pengobatan tersebut. Mereka menanamnya di sekitar pekarangan rumah atau tumbuhan tersebut mereka temukan tumbuh liar dan sering mereka temukan di lahan sawah atau kebun. Pengetahuan mereka mengenai manfaat tanaman mereka dapatkan turun temurun, namun merekapun menyadari pengetahuan memanfaatkan tanaman untuk pengobatan mulai menurun, kalangan tua lah yang mereka anggap berjasa mempertahankan pengetahuan tersebut. Terlebih disebabkan pula karena kondisi wilayah Desa Ciherang pada jaman dulu merupakan wilayah rawa dan belum adanya akses transportasi yang memadai maka warga Ciherang pada masa itu lebih bergantung pada tanaman atau tumbuhan untuk pengobatan.

“...Ke dokter jarang, apalagi jaman dulu mah ke puskesmas aja susah jalannya juga jauh ga ada kendaraan jadi ya pake aja daun-daun yang bisa buat obat...”– Ibu I (49 tahun).

Dosis pemakaian tanaman untuk dibuat menjadi obat merupakan dosis yang sudah mereka yakini kebenarannya, hal tersebut diyakini atas pengalaman mereka dan pengalaman orang tua mereka terdahulu. Tidak semua jenis tanaman masyarakat memahami manfaat spesifik dari tanaman tersebut, terkadang mereka mencampur-campur beberapa jenis tanaman menjadi rebusan yang kemudian diminum, komposisi jenis tanaman tersebut tidak jarang mereka racik sendiri berdasarkan keyakinan mereka atas manfaat yang ingin dirasakan. Berada pada lingkungan yang masih menggunakan pengobatan tradisional seperti ini mereka pun merasakan adanya tokoh yang mereka anggap lebih mengerti sehingga dari tokoh tersebutlah masyarakat memperoleh pengetahuan tentang tanaman tersebut.

(40)

Ciherang yang sebelumnya merupakan sawah dan kebun kini banyak dikonversi menjadi lahan komplek perumahan membuat mereka tidak memiliki lahan yang cukup untuk melakukan penanaman tanaman obat.

“...Dulu banyak tuh saya nanem kayak sereh, katuk, sirsak, mengkudu di

kebun, tapi sekarang sih udah ga punya kebun udah dibeli buat komplek tanahnya jadi ga punya lahan lagi jadi ya sekarang paling nanemnya pohon yang kecil-kecil aja tuh yang ga makan lahan banyak...” – Bapak R (47 tahun)

Keterbatasan lahan menjadi alasan yang paling sering diungkapkan masyarakat untuk tidak menanam tanaman walaupun mereka mengetahui dan meyakini khasiat dari tanaman tersebut, dan meskipun sebenarnya mereka pun memahami adanya jenis-jenis tanaman yang dapat dibudidayakan di pot sehingga tidak membutuhkan lahan yang luas. Bagi masyarakat yang memiliki pekarangan yang cukup luas mereka lebih sering menanam tanaman yang mereka anggap dibutuhkan sehari-hari seperti cabai, sedangkan untuk jenis-jenis tanaman obat yang lain jarang ditemukan sengaja ditanam dipekarangan. Hanya segelintir masyarakat saja yang menanam beragam jenis tanaman obat di pekarangan rumahnya. Masyarakat yang banyak menanam beragam jenis tanaman obat biasanya merupakan penduduk yang berprofesi sebagai paraji atau dukun beranak, dan tukang urut atau pijat. Selain mereka, tokoh seperti kader juga memiiki kepedulian untuk menanam beragam jenis tanaman obat di pekarangan rumahnya. Sementara kebanyakan masyarakat lainnya hanya mengandalkan dari tetangga mereka yang menanam tanpa menanamnya juga di sekitar tempat tinggal mereka.

... Mama(menyebutkan diri sendiri) suka nanya kalo ada yang minta, ada tempat ga, nih tanem aja deket rumah dari pada bulak-balik. Suka juga dibilangin pake ember kek, kaleng bekas cet gitu atau apaan kek buat nanem. Tapi ya tergantung orangnya aja suka ada aja yang males pada ga mau nanem mau tinggal terima enak aja minta ke orang...” – Ibu N (56 tahun)

(41)

Tabel 5 Pengetahuan tradisional tanaman obat masyarakat Desa Ciherang

Daun Direbus Diminum Darah Tinggi

2 Batrawali Daun Direbus Diminum Darah tinggi

3 Belimbing 4 Binahong Daun, batang Direbus Pegal-pegal,

asam urat

(42)

Tabel 5 Pengetahuan tradisional tanaman obat masyarakat Desa Ciherang (lanjutan)

21 Kencur Daun, rimpang Ditumbuk, direbus

Daun Ditumbuk Dioles Gatal-gatal, panu

23 Kumis kucing

Seluruh bagian Direbus Diminum Kencing manis, peluruh kencing

Daging daun Direbus Dioles, dimakan

27 Mengkudu Buah Dihaluskan/ diblender

Direbus Diminum Paru-paru, ginjal

30 Pacing Daun Ditumbuk Dioles, ditetes

Sakit mata

31 Pandan wangi

Daun Direbus Diminum Panas dalam

32 Pare Daun Direbus Dimakan Obat pegal pegal

36 Salam Daun Direbus Diminum Darah tinggi 37 Sambiloto Daun Direbus Diminum Penambah nafsu

makan, darah tinggi,

(43)

Tabel 5 Pengetahuan tradisional tanaman obat masyarakat Desa Ciherang (lanjutan)

Daun Direbus Diminum Pusing

46 Takokak Daun Direbus

(44)
(45)

POLA PENYEBARAN PENGETAHUAN TANAMAN

OBAT DALAM JARINGAN SOSIAL MASYARAKAT

Jaringan Sosial Masyarakat dan Pengetahuan Tanaman Obat

Dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat suatu struktur sosial yang diartikan sebagai suatu hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial (Moeis 2008). Struktus sosial merupakan bentuk dari lembaga sosial yang terdapat pada masyarakat yang sengaja dibentuk guna memenuhi kebutuhan. Pendapat Cooley (1930) sebagaimana dikutip dalam Moeis (2008), masyarakat memiliki dua golongan kelompok yakni kelompok primer dan sekunder. Yang termasuk kategori kelompok primer adalah keluarga.

Jaringan sosial yang teridentifikasi pada masyarakat dalam kaitannya dengan pengetahuan masyarakat tentang tanaman obat adalah jenis hubungan keluarga atau kekerabatan, tetangga, dan rekan kerja. Masyarakat Ciherang yang memiliki hubungan darah atapun kekerabatan biasanya memiliki tempat tinggal yang memiliki jarak berdekatan, seperti masih berada dalam satu lingkup RW. Hubungan keluarga dengan tempat tinggal yang berdekatan ini memudahkan mereka untuk lebih mengetahui kondisi keluarga mereka. Pengetahuan tentang tanaman obat pada masyarakat merupakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengalaman orang tua atau leluhur pada masa terdahulu. Penggunaan tanaman yang mudah ditemukan yang kemudian diracik menjadi ramuan yang dirasakan dan diyakini manfaatnya kemudian diturunkan menjadi informasi sampai saat ini.

“...Saya banyak tau dari ibu saya, kan orang dulu mah ya neng obat masih

jarang kan puskesmasnya jauh, kalo mau ke puskesmas atau rumah sakit gitu harus jalan dulu jauh keburu makin sakit di jalan neng. Jadi ya manfaatin aja tanaman yang ada. Dulu saya sering ikut orang tua saya juga ke kebun ke sawah suka dikasih tau taneman ini buat apa khasiatnya taneman itu buat apa khasiatnya gitu, jadi tau...” – Ibu K (58 tahun)

(46)

Pengetahuan tentang tanaman obat pun dapat muncul dari lingkungan ketetanggaan, terdapat tokoh-tokoh yang memiliki status dalam hubungan tetangga ini berperan dalam pengetahuan tentang tanaman obat pada masyarakat. Kebiasaan tolong menolong disaat tetangga mengalami sakit menjadi salah satu media pemebritahuan atau penyaluran informasi mengenai manfaat tanaman untuk pengobatan. Profesi tetangga yang dekat dengan penggunaan tanaman untuk pengobatan seperti profesi paraji atau di Desa Ciherang disebut sebagai mabeurang , dan tukang urut merupakan profesi yang menurut masyarakat merekalah yang banyak mengetahui penggunaan tanaman obat, maka dari merekalah informasi mengenai tanaman obat didapatkan. Selain mabeurang dan tukang urut, sosok seperti kader pun dianggap sebagai tokoh yang peduli pada kelestarian tanaman obat. Kader tersebut merupakan kader Posyandu atau kader pada kegiatan desa lainnya. Para kader yang memiliki mobilitas untuk berinteraksi dengan pihak lain mendapatkan beragam informasi mengenai manfaat dan penggunaan tanaman untuk kesehatan sehingga mereka mempraktekannya di lingkungan mereka untuk kemudian menjadi contoh warga di sekitar tempat tinggal mereka.

“...Ya kan kita pengen lingkungan kita pada sehat kan, supaya pada ga

bergantung ke rumah sakit juga kan, tapi ya kalo pake omongan ke masyarakat kan suka cuma didengerin sepintas aja, jadi ya udah kita lakuin aja secara nyata gini nanem di halaman rumah terus kalo sakit ya pake ramuan-ramuan dari taneman sendiri. Terus nanti kan suka ada tetangga yang butuh tuh suka ada yang bilang saya sakit nih, nih coba pake binahong, nah jadi ibu mah caranya langsung ga lewat penyuluhan. Karena bakal lebih diinget. Kalo lewat tulisan atau penyuluhan gitu kurang efektif kalo menurut ibu orang-orang bakal cepet lupa...”– Ibu J (Kader Posdaya) (45 tahun)

Hubungan kerja berpotensi pula menjadi wadah dalam penyebarluasan pengetahuan mengenai tanaman obat. Jenis jaringan sosial dari hubungan dengan rekan kerja pun dapat menjadi sarana perluasan hasil dari pengetahuan mengenai tanaman obat tersebut, misalnya hubungan antara petani (yang menanam tanaman obat) kepada penjual. Selain itu hubungan kerja dengan pihak yang dianggap lebih mengerti pada bidang tanaman juga akan menambah pengetahuan masyarakat.

“...Majikan saya dosen di IPB, dia suka ngasih tau juga manfaat-manfaat tanaman. Terus kadang juga suka ngasih bibit tanaman gitu buat ditanem di

rumah saya”– Bapak S ( 38 tahun)

(47)

Tabel 6 Frekuensi jenis jaringan sosial tokoh Kategori tokoh Frekuensi

Rekan kerja 15

Tetangga 83

Keluarga 99

Tokoh yang tergolong dalam jaringan sosial keluarga memiliki frekuensi yang paling banyak menurut pandangan masyarakat sebagai tokoh dalam pengetahuan tradisional masyarakat. Gambar 2 menunjukan persentase dari masing-masing kategori tokoh.

Gambar 2 Presentase jenis jaringan sosial tokoh

Sumber: Data Primer 2015 diolah

(48)
(49)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAN DAN

KEPENTINGAN TOKOH

Peran Tokoh dalam Lingkup Pengetahuan tentang Tanaman Obat

Analisis peran dan kepentingan tersebut dimaksudkan untk menganalisis persepsi masyarakat terhadap peran dan kepentingan tokoh dalam pengetahuan tanaman obat pada masyarakat. Peran tokoh tersebut meliputi memberikan informasi, memberikan bantuan dana, memberikan bantuan bibit, memberikan bantuan sarana, memberikan pelatihan, melakukan pengorganisasian, menyediakan akses pasar, memberikan motivasi, bersifat persuasif, mudah ditemui, dan kejelasan dalam berinteraksi (berkomunikasi). Begitu pula pada kepentingan tokoh dilihat pada aspek memberikan informasi, memberikan bantuan dana, memberikan bantuan bibit, memberikan bantuan sarana, memberikan pelatihan, melakukan pengorganisasian, menyediakan akses pasar, dan memberikan motivasi. Peran menurut Supatmo (2015) berkaitan dengan perihal dimana seseorang atau lebih memiliki kedudukan dalam masyarakat sebagai individu yang bertindak, berlaku, dan melaksanakan kegiatan tertentu sehingga berfungsi dan bermanfaat.Keberadaan tokoh dalam pengetahuan tradisional memiliki peran-peran yang berkaitan dengan pengetahuan tradisional tentang tanaman. Peran-peran tersebut adalah memberikan informasi mengenai jenis-jenis dan manfaat tanaman, memberikan bantuan dana untuk pelestarian tanaman, memberikan bantuan bibit, memberikan bantuan sarana, memberikan pelatihan, melakukan pengorganisasian, menyediakan akses pasar, memberikan motivasi,berifat persuasif, kemudahan ditemui, dan kejelasan dalam berinteraksi (berkomunikasi). Peran-peran tersebut dinilai berkaitan dengan keberadaan pengetahuan tradisional yang masih bertahan dalam masyarakat. Gambar 3 menunjukan penilaian masyarakat terhadap peran tokoh dalam pengetahuan tradisional tentang tanaman obat.

Gambar 3 Persentase persepsi masyarakat terhadap tingkat peran tokoh

(50)

Hasil observasi lapang terhadap 85 responden menunjukan 27% atau sebanyak 23 responden menyatakan tokoh memiliki tingkat peran yang tinggi, 31% atau sebanyak 26 responden menyatakan tokoh memiliki tingkat peran yang rendah, dan 42% atau sebanyak 36 responden menyatakan tokoh memiliki tingkat peran yang sedang.

Tokoh dalam masyarakat hanya sekedar memberikan informasi, dan tidak memberikan bantuan yang mendukung sehingga masyarakat merasa peran dari tokoh tersebut tidaklah terlalu tinggi.

“...Saya suka dikasih tau sama ibu saya kalo sakit ini suruh pake daun ini, kalo badan pegel pake ramuan ini, gitu jadi ya gitu aja suka pada ngasih tau. Tetangga-tetangga juga gitu suka ada yang ngasih tau kalo sakit apa obatnya apa digimanain bikinnya, gitu. Tapi kalo kayak yang ngasih bibit, pupuk kayak gitu sih belom ada”– Bapak R (50 tahun)

Keberadaan tokoh sebagian besar memeiliki peran tinggi dalam memberikan informasi mengenai tanaman obat, sementara seperti memberi bantuan dana, bantuan bibit, bantuan sarana, dan hal yang dapat menunjang kegiatan penanaman tanaman lainnya tidak dirasakan masyarakat. Sempat terdapat kegiatan TOGA (tanaman obat keluarga) dan masyarakat memperoleh bibit jambu kristal dan juga jahe merah dari kegiatan Posdaya, namun kemudian kegiatan tersebut tidak bertahan lama.

Kepentingan Tokoh dalam Lingkup Pengetahuan tentang Tanaman Obat

Kepentingan tokoh dilihat pula dalam hal memberikan informasi mengenai jenis-jenis dan manfaat tanaman, memberikan bantuan dana untuk pelestarian tanaman, memberikan bantuan bibit, memberikan bantuan sarana, memberikan pelatihan, melakukan pengorganisasian, menyediakan akses pasar, memberikan motivasi. Gambar 4 menunjukan penilaian masyarakat terhadap seberapa pentingnya tokoh dalam pengetahuan tradisional tentang tanaman obat.

Gambar 4 Persentase persepsi masyarakat terhadap tingkat kepentingan tokoh

(51)

Hasil observasi lapang terhadap 85 responden menunjukan 25% atau sebanyak 21 responden menyatakan tokoh memiliki tingkat kepentingan yang tinggi, 30% atau sebanyak 26 responden menyatakan tokoh memiliki tingkat kepentingan yang rendah, dan 45% atau sebanyak 38 responden menyatakan tokoh memiliki tingkat kepentingan yang sedang.

(52)
(53)

PENGETAHUAN TRADISIONAL TENTANG TANAMAN

OBAT PADA MASYARAKAT DESA CIHERANG

Pemanfaatan tanaman untuk memenuhi kebutuhan dan untuk pengobatan telah menjadi kebiasaan yang membudaya secara turun-temurun oleh masyarakat sehingga menjadikan pengetahuan yang masih bertahan dan diwariskan sampai saat ini, hal ini sesuai dengan pengertian pengetahuan tradisional yang ada dan dikembangkan atas dasar pengalaman, telah diuji penggunaanya selama bertahun-tahun, dan telah diadaptasikan dengan budaya dan lingkungan setempat (Situmorang dan Harianja, 2014). Masyarakat Desa Ciherang memanfaakan beragam jenis tanaman yang mereka temukan disekitar mereka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dapat berupa kebutuhan pangan ataupun kebutuhan obat-obatan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka memanfaatkan beragam jenis tanaman seperti untuk diolah menjadi sayur, tumis, bumbu masak, dan dikonsumsi langsung setelah direbus atau tanpa direbus yang disebut lalaban.

“...Ya namanya juga orang Sunda pada doyan lalaban, saya mah kadang -kadang kunyit aja dilalab, lempuyang dilalab, daun-daunan juga apa aja

yang ada dimakan asal bukan daun pintu aja...”- Ibu R (52 tahun)

Sementara untuk pemanfaatan kesehatan, beragam jenis tanaman digunakan baik untuk penyakit luar seperti gatal, panu, maupun dimanfaatkan untuk pengobatan penyakit dalam seperti penyakit lambung, diabetes, dan lain sebagainya. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan dan obat, terdapat pula masyarakat yang memaknai beberapa jenis tanaman dengan kekuatan mistis, seperti kelor yang digunakan untuk mengusir kekuatan gaib. Terdapat perbedaan pemanfaatan jenis-jenis tanaman dan tumbuhan oleh masyarakat, hal ini disebabkan dengan perbedaan pengetahuan yang mereka miliki yang merupakan pengetahuan yang mereka dapatkan dari orang tua terdahulu dan dari pengalaman langsung.

Wujud pengetahuan tradisional mengenai tanaman obat masyarakat Desa Ciherang dianalisis berdasarkan pengetahuan, sikap, dan tindakan mereka dalam aspek budidaya, konsumsi, dan pemanfaatan untuk pengobatan. Aspek-aspek tersebut diukur untuk dapat menganalisis tingkat pengetahuan terhadap tanaman atau tumbuhan obat, menganalisis sikap terhadap tanaman atau tumbuhan tersebut, serta menganalisis tindakan yang dilakukan terhadap tanaman tersebut.

Budidaya Tanaman

(54)

observasi lapang terhadap 85 responden di Desa Ciherang menunjukan hampir separuh responden menyatakan menyatakan kurang familiar terhadap 49 jenis tanaman yang ditanyakan, 29% menyatakan tidak familiar, dan 27% menyatakan sangat familiar seperti ditunjukan pada Gambar 5.

.

Gambar 5 Persentase pengetahuan aspek budidaya

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Berdasarkan wawancara dengan responden, dan menghasilkan data bahwa sebesar hampir setengah dari jumlah responden menyatakan kurang familiar karna jenis-jenis tanaman tersebut tidak semua pernah mereka lihat langsung, beberapa jenis tanaman hanya selintas pernah mereka dengar nama namun belum pernah melihat bagaimana bentuknya, atau mereka ragu dengan nama yang berbeda dengan penyebutan nama lokal di daerahnya sehingga menyatakan kurang familiar terhadap jenis tanaman tersebut. Terdapat beberapa jenis tanaman yang memiliki penyebutan yang khas atau memiliki penyebutan lokal, tanaman tersebut diantaranya adalah Kemaitan yang disebut Ki Pahit, Daun Sendok yang disebut Ki Urat, dan Sosor Bebek yang disebut Buntiris.

“...Daun Dewa, baru denger tuh saya neng yang kayak gimana yah, kalo mahkota dewa saya tahu tapi kalo daun dewa baru denger... Pernah denger

(55)

Gambar 6 Persentase sikap aspek budaya

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Terdapat beberapa alasan yang mempengaruhi sikap untuk memutuskan setuju atau tidak setuju membudidayakan yakni untuk yang menyatakan tidak setuju dan kurang setuju dikarenakan jenis tanaman tersebut adalah jenis tanaman yang memerlukan lahan yang luas sementara ketersediaan lahan yang terbatas dengan kondisi perumahan yang terbilang perkampungan padat sehingga tidak semua rumah memiliki halaman yang cukup luas, selain alasan tersebut jenis tanaman merupakan tanaman liar pun menjadi alasan mengapa masyarakat enggan untuk membudidayakan tanaman tersebut, masyarakat menganggap jenis tanaman yang liar tidak perlu sengaja dibudidayakan karna dapat dengan mudah menemukan di lahan liar. Masyarakat menyatakan setuju membudidayakan dikarenakan alasan kemudahan untuk memeperoleh tanaman tersebut ketika membutuhkan tanaman tersebut, tanaman yang disetujui untuk dibudidayakan biasanya merupakan tanaman yang dianggap dan diyakini memiliki khasiat untuk kesehatan dan obat tradisional.

“...Kalo kayak ketepeng gitu sih tumbuh liar, suka ada di kebun-kebun ngapain juga ditanem, lagian pohonnya suka ada uletnya...” – Ibu I (62 tahun)

(56)

Gambar 7 Persentase tindakan aspek budidaya

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Tanaman dan tumbuhan yang sengaja ditanam sebagian besar adalah tanaman yang dirasakan dibutuhkan untuk keperluan sehari seperti untuk keperluan pangan yaitu cabai, jahe, dan kunyit. Untuk jenis-jenis tanaman lain yang bukan merupakan jenis tanaman yang digunakan sehari-hari biasanya ditanam karena ketersediaan lahan yang cukup dan mengetahui manfaat dari tanaman yang ditanam tersebut. Mereka yang banyak menanam jenis tanaman obat merupakan masyarakat yang sering memanfaatkan jenis-jenis tanaman menjadi racikan obat, atau godogan.

“...Ya biar berguna, ni daun ini nih yang kecil-kecil (saga) waktu itu majikan saya nyariin buat sariwannya udah ke dokter ga sembuh-sembuh terus nanyai ke saya, ada saya punya ya kan jadi bermanfaat buat orang. Mau ditebang juga banyak bilang jangan ditebang soalnya banyak yang minta banyak yang butuh. Kalo ada yang mau make sih ya ambil aja...”- Ibu N (62 tahun)

(57)

Tabel 7 Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek pengetahuan

No Jenis Tanaman Aspek pengetahuan (%)

F KF TF

Tabel 7 menunjukan kunyit, jahe, dan katuk sebagai tanaman yang sangat familiar pada masyarakat. Masyarakat mengenal tanamn tersebut sebagai tanaman untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka, dan selain untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka pun mengenal jenis-jenis tanaman tersebut merupakan tanaman yang memberikan manfaat bagi kesehatan seperti kunyit untuk meredakan magh, jahe untuk meredakan batuk, dan katuk untuk memperbanyak produksi ASI.

Pada budidaya tanaman dilihat pula aspek sikap terhadap tanaman tersebut untuk mengetahui kesetujuan masyarakat untuk menanam jenis-jenis tanaman tersebut. Tabel 8 menunjukan persentase sikap masyarakat terhadap 10 jenis tanaman berikut.

(58)

Keterangan: S : Setuju

KS : Kurang setuju TS : Tidak setuju

Berdasarkan Tabel 8 yang menunjukan aspek sikap masyarakat terhadap penanaman jenis-jenis tanaman tersebut menunjukan persentase yang relatif sama akan kesetujuan masyarakat untuk menanam 10 jenis tanaman tersebut. Sikap setuju tersebut dikarenakan masyarakat merasas membutuhkan tanaman tersebut dan mengetahui manfaatnya, selain itu anggapan bahwa tanaman tersebut tidak memerlukan lahan yang besar juga menjadi alasan sikap setuju masyarakat untuk menanam.

Setelah melihat aspek pengetahuan dan sikap, kemudian dilihat bagaimana tindakan dari masyarakat tersebut. Tindakan berupan menanam tanaman ditinjukan pada Tabel 9.

Tabel 9 Persentase budidaya tanaman obat berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek tindakan

No Jenis Tanaman Aspek tindakan (%)

M>1 M=1 TM

Aspek sikap masyarakat yang cenderung tinggi menyetujui untuk menanam ternyata pada aspek tindakan tidak menunjukan hal yang serupa. Tabel 9 menunjukan persentase relatif tidak jauh berbeda pada tindakan menanam lebih dari satu pohon dan tindakan tidak menanam. Hal tersebut menunjukan tidak semua masyarakat yang menyatakan setuju untuk menanam melakukan tindakan untuk menanam. Masyarakat yang tidak menanam memiliki alasan kemudahan dalam menemukan tanaman tersebut di sekitar tempat tinggal mereka.

(59)

Aspek sikap kesetujuan masyarakat untuk menanam tanaman-tanaman tersebut tergolong tinggi yakni diatas 90%. Sikap masyarakat untuk setuju membudidayaan karena pengetahuan mereka terhadap pemanfaatan 10 jenis tanaman tersebut yang juga tinggi.

Konsumsi Tanaman

Tidak semua masyarakat mengetahui apakah jenis-jenis tanaman tertentu dapat dikonsusmi. Selain ketidaktahuan, alasan kepercayaan seperti mitos juga menjadi faktor yang menentukan sikap dan tindakan masyarakat terhadap pengkonsumsian jenis tanaman. Pada aspek pemanfaatan konsumsi hal yang dianalisis adalah pengetahuan terhadap jenis tanaman yang dapat atau tidak dapat dikonsumsi, sikap kesetujuan masyarakat untuk mengkonsumsi, dan tindakan mereka terkait intensitas pengkonsumsian. Pada pengetahuan apakah jenis tanaman dapat atau tidak dapat dikonsumsi dapat dilihat pada Gambar 8 mengenai persentase pengetahuan aspek konsumsi.

Gambar 8 Persentase pengetahuan aspek konsumsi

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Gambar 8 menunjukan persentase tertinggi yakni 38% yang menyatakan kurang tahu terhadap jenis tanaman yang ditanyakan dapat atau tidak dapat dikonsumsi, hal tersebut disebabkan masyarakat kurang mengenal jenis tanaman tersebut atau mereka hanya mengetahui jenis tanaman tersebut hanya untuk pemakaian luar dalam pengobatan, seperti ketepeng cina yang dimanfaatkan untuk obat kulit gatal. Sementara untuk 33% yang menyatakan tidak tahu disebabkan karena jenis tanaman atau tumbuhan tersebut merupakan jenis tanaman yang memang belum diketahui pemanfaatannya oleh masyarakat.

“...Ketepeng mah obat panu, obat gatel buat pemakaian luar aja. Tapi gatau sih bisa dimakan atau engga, belum pernah dan belum tau juga khasiatnya buat pa selain buat panu, mungkin bisa buat obat dalem,

mungkin”– Ibu U (52 tahun)

(60)

Gambar 9 Presentase sikap aspek konsumsi

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Masyarakat menyatakan bersedia mengkonsumsi apabila mereka mengetahui tanaman tersebut bukanlah jenis tanaman beracun, dan mengetahui kegunaan tanaman tersebut. Mereka menyatakan bersedia menyebarluaskan ketika mereka yakin bahwa tanaman tersebut tidak beracun dan tanaman tersebut memiliki khasiat. Mereka yang menyatakan tidak bersedia mengkonsumsi disebabkan karena tidak mengenal jenis tanaman tersebut, jenis tanaman dinilai tanaman yang sudah sulit ditemukan sehingga sulit untuk memperolehnya, jenis tanaman adalah jenis tanaman yang hanya dimanfaatkan untuk pengobatan luar, dan jenis tanaman dianggap memiliki nilai mistis atau terdapat kepercayaan tertentu seperti pada tanaman kelor yang dipercaya untuk mengusir roh halus.

Untuk tindakan masyarakat terkait keintensisan masyarakat mengkonsumsi tanaman hasil dari observasi lapang menunjukan 37% menyatakan jarang mengkonsumsi jenis tanaman yang ditanyakan atau sekitar 1-3 kali dalam sebulan, 34% menyatakan tidak pernah mengkonsumsi jenis tanaman yang ditanyakan, dan 28% menyatakan sering mengkonsumsi jenis tanaman yang ditanyakan atau sekitar lebih dari tiga kali perminggu.

Gambar 10 Persentase tindakan aspek konsumsi

Sumber: Data Primer 2015 diolah

(61)

yang sering diolah menjadi campuran dari beberapa jenis tanaman yang kemudian direbus dan diminum airnya atau masyarakat menyebutnya godogan. Sementara untuk jenis tanaman yang dinyatakan sering dikonsumsi adalah jenis-jenis tanaman yang memang digunakan sebagai bahan pangan sehari-hari seperti cabai, jahe, sereh, dan kunyit, atau jenis tanaman yang dijadikan sebagai tanaman obat yang rutin diminun setiap hari seperti pengidap penyakit lambung yang rutin mengonsumsi kunyit. Selain itu kemudahan dalam mengolah serta manfaat yang dirasakan menjadi alasan masyarakat bersedia untuk mengkonsumsinya.

“...Ga repot, ga usah keluar uang ga biaya, dan ya emang doyan yang pait-pait, asal ga mabok aja sih...Kalo badan ga enak ya bikin aja jahe pake

bawang merah pake gula batu, udah deh badan enak”– Ibu N (62 tahun) Dari 49 jenis tanaman yang ditanyakan yang kemudian diperoleh 10 jenis tanaman yang paling sering dibudidayakan oleh masyarakat Ciherang kemudian dianailis pula dalam aspek konsumsi tanaman. Persentase masyarakat dalam konsumsi tanaman dalam aspek pengetahuan pada Tabel 10, aspek sikap pada Tabel 11, dan aspek tindakan pada Tabel 12.

Tabel 10 Persentase manfaat tanaman obat untuk konsumsi rumah tangga berdasarkan jenis tanaman yang dominan ditanam di lahan pekarangan masyarakat Desa Ciherang pada aspek pengetahuan

No Jenis Tanaman Aspek pengetahuan (%)

T KT TT

Sebagian besar masyarakat menyatakan mengetahui mengenai manfaat untuk dikonsumsi dari tanaman sebagaimana ditunjukan pada Tabel 10, persentase sebagian besar memperoleh angka 90 persen. Masyarakat mengetahui bahwa tanaman tersebut dapat dikonsumsi dikarenakan tanaman tersebut merupakan jenis tanaman yang memang dikonsumsi sehari-hari.

Gambar

Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Ciherang berdasarkan kategori kelompok umur
Tabel 4 Mata pencaharian penduduk Desa Ciherang
Tabel 5 Pengetahuan tradisional tanaman obat masyarakat Desa Ciherang
Tabel 5 Pengetahuan tradisional tanaman obat masyarakat Desa Ciherang  (lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pencairan tunggakan pajak berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi pada Kantor

pada koridor Kertajaya – Kertajaya Indah yang terdiri dari Jalan Kertajaya,. Manyarkertoarjo, dan

Setelah diberi perlakuan panas berupa hardening pada temperatur 950 o C dan tempering dengan variasi pada temperatur dan waktu tahan, spesimen diuji metalografi

Dalam narasi verbal, penumpuan kepada hubungan ide, media teknik, dan ekspresi karya seni dan kemudiannya diinterpretasikan untuk melihat makna dan perlambangan,

Rancangan arsitektural khusus yaitu mengangkat urban farming untuk penghalang pencahayaan dan untuk penghawaan yang digunakan untuk mencirikan dan memperkuat kesan

Bila krisis ekonomi melanda, perusahaan nasional maupun perusahaan swasta yang didukung pemerintah akan lebih mungkin di- bail out oleh negara, seperti yang

Bertitik tolak dari berbagai penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa keaktifan mahasiswa dalam kegiatan organisasi yaitu mahasiswa yang secara aktif

Pada tahap pengklasifikasian data ini, peneliti mengklasifikasikan berita mana saja yang mengandung kohesi aspek gramatikal dan leksikal yang ada dalam wacana