• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENYEBARAN PENGETAHUAN TANAMAN OBAT DALAM JARINGAN SOSIAL MASYARAKAT

Jaringan Sosial Masyarakat dan Pengetahuan Tanaman Obat Dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat suatu struktur sosial yang diartikan sebagai suatu hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan- peranan sosial (Moeis 2008). Struktus sosial merupakan bentuk dari lembaga sosial yang terdapat pada masyarakat yang sengaja dibentuk guna memenuhi kebutuhan. Pendapat Cooley (1930) sebagaimana dikutip dalam Moeis (2008), masyarakat memiliki dua golongan kelompok yakni kelompok primer dan sekunder. Yang termasuk kategori kelompok primer adalah keluarga.

Jaringan sosial yang teridentifikasi pada masyarakat dalam kaitannya dengan pengetahuan masyarakat tentang tanaman obat adalah jenis hubungan keluarga atau kekerabatan, tetangga, dan rekan kerja. Masyarakat Ciherang yang memiliki hubungan darah atapun kekerabatan biasanya memiliki tempat tinggal yang memiliki jarak berdekatan, seperti masih berada dalam satu lingkup RW. Hubungan keluarga dengan tempat tinggal yang berdekatan ini memudahkan mereka untuk lebih mengetahui kondisi keluarga mereka. Pengetahuan tentang tanaman obat pada masyarakat merupakan pengetahuan yang diperoleh dari hasil pengalaman orang tua atau leluhur pada masa terdahulu. Penggunaan tanaman yang mudah ditemukan yang kemudian diracik menjadi ramuan yang dirasakan dan diyakini manfaatnya kemudian diturunkan menjadi informasi sampai saat ini.

“...Saya banyak tau dari ibu saya, kan orang dulu mah ya neng obat masih

jarang kan puskesmasnya jauh, kalo mau ke puskesmas atau rumah sakit gitu harus jalan dulu jauh keburu makin sakit di jalan neng. Jadi ya manfaatin aja tanaman yang ada. Dulu saya sering ikut orang tua saya juga ke kebun ke sawah suka dikasih tau taneman ini buat apa khasiatnya taneman itu buat apa khasiatnya gitu, jadi tau...” – Ibu K (58 tahun)

Lingkungan keluarga sebagai ruang lingkup terkecil dalam hubungan sosial menjadi wadah penyampaian informasi secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Orang tua biasanya menurunkan pengetahuan dan pengalaman kepada anaknya untuk kemudian dicontoh pada keseharian anaknya. Begitu pula pada pengetahuan tradisional mengenai tanaman obat, masyarakat beranggapan orang tua mereka lah yang berjasa memberikan pengetahuan tersebut. Dalam suatu ruang lingkup desa, tempat tinggal antar keluarga atau kerabat biasanya masih berdekatan. Begitu pula kondisi yang ditemukan di Desa Ciherang, banyak terdapat ikatan keluarga dalam satu lingkup pemukiman. Hubungan atas dasar keluarga biasanya menunjukan rasa tolong menolong yang lebih tinggi dibanding jenis hubungan lain. Hal ini yang mendasari keluarga lah yang lebih diutamakan dalam pemenuhan kebutuhan, termasuk kebutuhan informasi. Maka pengetahuan tradisional mengenai tanaman obat pun banyak disalurkan oleh jenis hubungan kekeluargaan.

Pengetahuan tentang tanaman obat pun dapat muncul dari lingkungan ketetanggaan, terdapat tokoh-tokoh yang memiliki status dalam hubungan tetangga ini berperan dalam pengetahuan tentang tanaman obat pada masyarakat. Kebiasaan tolong menolong disaat tetangga mengalami sakit menjadi salah satu media pemebritahuan atau penyaluran informasi mengenai manfaat tanaman untuk pengobatan. Profesi tetangga yang dekat dengan penggunaan tanaman untuk pengobatan seperti profesi paraji atau di Desa Ciherang disebut sebagai mabeurang , dan tukang urut merupakan profesi yang menurut masyarakat merekalah yang banyak mengetahui penggunaan tanaman obat, maka dari merekalah informasi mengenai tanaman obat didapatkan. Selain mabeurang dan tukang urut, sosok seperti kader pun dianggap sebagai tokoh yang peduli pada kelestarian tanaman obat. Kader tersebut merupakan kader Posyandu atau kader pada kegiatan desa lainnya. Para kader yang memiliki mobilitas untuk berinteraksi dengan pihak lain mendapatkan beragam informasi mengenai manfaat dan penggunaan tanaman untuk kesehatan sehingga mereka mempraktekannya di lingkungan mereka untuk kemudian menjadi contoh warga di sekitar tempat tinggal mereka.

“...Ya kan kita pengen lingkungan kita pada sehat kan, supaya pada ga

bergantung ke rumah sakit juga kan, tapi ya kalo pake omongan ke masyarakat kan suka cuma didengerin sepintas aja, jadi ya udah kita lakuin aja secara nyata gini nanem di halaman rumah terus kalo sakit ya pake ramuan-ramuan dari taneman sendiri. Terus nanti kan suka ada tetangga yang butuh tuh suka ada yang bilang saya sakit nih, nih coba pake binahong, nah jadi ibu mah caranya langsung ga lewat penyuluhan. Karena bakal lebih diinget. Kalo lewat tulisan atau penyuluhan gitu kurang efektif kalo menurut ibu orang-orang bakal cepet lupa...”– Ibu J (Kader Posdaya) (45 tahun)

Hubungan kerja berpotensi pula menjadi wadah dalam penyebarluasan pengetahuan mengenai tanaman obat. Jenis jaringan sosial dari hubungan dengan rekan kerja pun dapat menjadi sarana perluasan hasil dari pengetahuan mengenai tanaman obat tersebut, misalnya hubungan antara petani (yang menanam tanaman obat) kepada penjual. Selain itu hubungan kerja dengan pihak yang dianggap lebih mengerti pada bidang tanaman juga akan menambah pengetahuan masyarakat.

“...Majikan saya dosen di IPB, dia suka ngasih tau juga manfaat-manfaat tanaman. Terus kadang juga suka ngasih bibit tanaman gitu buat ditanem di

rumah saya”– Bapak S ( 38 tahun)

Keberadaan keluarga sebagai kelompok terkecil menjadi sangat potensial untuk penyebaran pengetahuan tradisional baik secara lisan ataupun non lisan secara turun-temurun. Setiap tindakan orang tua akan menjadi contoh yang kemudian akan dicontoh oleh generasi penerusnya. Tabel 6 menunjukan pengelompokan jaringan sosial tokoh dalam pengetahuan tradisional dalam masyarakat.

Tabel 6 Frekuensi jenis jaringan sosial tokoh Kategori tokoh Frekuensi

Rekan kerja 15

Tetangga 83

Keluarga 99

Tokoh yang tergolong dalam jaringan sosial keluarga memiliki frekuensi yang paling banyak menurut pandangan masyarakat sebagai tokoh dalam pengetahuan tradisional masyarakat. Gambar 2 menunjukan persentase dari masing-masing kategori tokoh.

Gambar 2 Presentase jenis jaringan sosial tokoh

Sumber: Data Primer 2015 diolah

Hasil observasi lapang terhadap 85 sampel populasi dimana sampel diminta menyebutkan nama-nama tokoh menunjukan sebagian kecil tokoh yang merupakan berasal dari jaringan rekan kerja, dan sebagian besar berasal dari jenis hubungan keluarga. Tokoh-tokoh yang termasuk kedalam kategori rekan kerja pada masyarakat Desa Ciherang sebagian besar bukan lah rekan kerja dalam arti formal dalam sebuah institusi perusahaan, melainkan rekan dalam berjualan, dan atasan dalam pekerjaan. Pedagang memiliki peran dalam memotivasi untuk menanam dalam jumlah lebih agar hasil panen dapat dijual dan memberikan keuntungan tidak hanya untuk pemakaian pribadi tetapi juga memberikan keuntungan ekonomi. Tokoh-tokoh dalam kategori tetangga sebagian besar berprofesi sebagai tukang urut, dukun beranak, dan kader. Mereka menjadi tokoh dalam masih adanya pengetahuan tradisional tentang tanaman obat. Ketiga profesi tersebut dalam masyarakat memberikan contoh langsung pemanfaatan tanaman, dan mereka menanamnya di pekarangan rumah mereka sehingga masyarakat pun tidak sedikit yang mengandalkan mereka jika membutuhkan jenis tanaman untuk pengobatan. Sementara tokoh-tokoh yang termasuk dalam kategori keluarga sebagian besar merupakan orang tua (ibu, bapak, dan atau mertua), dan sanak keluarga yang memiliki umur lebih tua. Mereka dianggap mengetahui banyak mengenai pengetahuan tentang tanaman obat atas pengalamannya. Pengetahuan tersebut kemudian diturunkan ke generasi dibawahnya.

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PERAN DAN

Dokumen terkait