• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C. Pengetahun Merek (Brand Knowledge)

Pengetahuan merek didefinisikan sebagai adanya informasi tentang merek dalam ingatan (memory) konsumen, beserta dengan asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan merek tersebut. (Keller dalam Fandy Tjiptono 2005: 40). Informasi yang direkam dalam ingatan konsumen itu dapat berbentuk informasi verbal, visual, abstrak atau contextual. Secara umum, Keller dalam Fandy Tjiptono (2005: 41) juga menyatakan bahwa pengetahuan merek dapat terbagi menjadi dua komponen yaitu

brand awareness dan brand image. Dengan demikian pengetahuan konsumen tentang merek dibutuhkan untuk mengevaluasi merek tersebut. Dalam kaitannya dengan

brand extension dengan memiliki pengetahuan tentang merek induknya.

1. Brand Awareness (Kesadaran merek)

Menurut Aaker (1997:90) kesadaran merek menunjukan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali/ mengingat kembali, suatu kategori produk tertentu.

Bagian dari suatu kategori produk ini perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. Kesadaran merek memerlukan jangkauan kontinum dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya. Dengan demikian, konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam kelompok produk.

31 2. Brand Image (Citra Merek)

Brand Image atau brand description, yakni deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan konsumen terhadap merek tertentu. Sejumlah teknik kuantitatif dan kualitatif telah dikembangkan untuk membantu mengungkap persepsi dan asosiasi konsumen terhadap sebuah merek tertentu, diantaranya multi-dimensional scaling, projection techniques, dan sebagainya. (Fandy Tjiptono, 2005: 49)

D. Definisi Perceived Quality (Persepsi Kualitas) 1. Persepsi

Persepsi dapat digambarkan sebagaimana kita meihat lingkungan disekitar kita. Persepsi setiap orang berbeda dalam situasi yang sama, hal ini desebabkan karena kita semua menerima sebuah objek rangsangan melalui penginderan yaitu penglihatan, pendengaran, pembauan, peradapan, perasaan. Namun demikian tiap-tiap orang menanggapi, mengorganisasi dan menafsirkan informasi sensorik ini menurut masing-masing sebagai individu. Dan orang yang mengalami dorongan yang sama dalam situasi yang sama mugkin dalam menaggapi, menyeleksi, dan mengorganisir rangsangan tersebut kan berbeda, karena tiap orang tidak sama dalam hal kebutuhan, nilai harapan dan kesukaan orang dapat muncul dengan persepsi yang berbeda terhadap objek rangsangan.

Persepsi seringkali berbicara lebih kuat daripada fakta, sehingga menimbulkan kesan bahwa persepsi konsumen terlihat lebih bermanfaat daripada menunjukan fakta yang belum tentu dapat diterima oleh konsumen. Persepsi juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilewati seseorang untuk menyeleksi, mengorganisasikan,

32 dan menginterprestasikan informasi-informasi tertentu dalam rangka membentuk makna tertentu mengenai produk atau merek tertentu. Makna tersebut lebih sering dinamakan citra/ kesan/ image. Adapun beberapa pendapat tentang persepsi yaitu: menurut Kotler (1997: 240) persepsi adalah "proses seorang individu memilih, mengorganisasi, dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia.

Persepsi tidak hanya tergantung pada sifat-sifat rangsangan fisik, tapi juga pada pengalaman dan sikap sekarang dari individu. Pengalaman dapat diperoleh dari setiap perbuatannya dimasa lampau atau dapat pula dipelajari. Sebab dengan belajar seseorang akan belajar memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman yang berbeda-beda akan membentuk suatu pandangan yang berbeda sehingga menciptakan pengamatan pada proses prilaku pembelian yang berbeda pula. Makin sedikit pengalaman dalam perilaku pembelian, makin terbatas juga luasan interpretasinya. Dan persepsi ini juga ada hubungannya antara rangsangan dengan medan yang mengelilingi dan kondisi dalam diri seseorang.

2. Perceived Quality

Zeithaml (1998: 52) mendefinisikan perceived quality sebagaia gambaran umum dari penilaian konsumen tentang keunggulan atau kesempurnaan dari suatu produk dalam level tertentu dapat dibandingkan dengan atribut tertentu dari produk. Konsumen menilai kualitas dari suatu produk berdasarkan berbagai informasi yang didapatkannya baik melalui pengalaman mengunaan produk itu sendiri,

33 didapatkannya dari kampanye iklan maupun dari pertukaran informasi dari orang lain (Word of mouth).

Pada produk baru yang dikenalkan dengan menggunakan brand extension dari merek induk yang sebelumnya telah dikenal, perusahaan ingin mendapatkan

perceived quality yang baik dari konsumen. Hal ini dapat dicapai karena konsumen diasumsikan telah mengetahui dengan baik dan memiliki informasi yang cukup tentang kualitas merek induk. Dan dengan persepsi kecocokan yang tepat natara merek induk dengan merek extension nya, diharapkan konsumen juga mengevaluasi dan membentuk penilaian yang positif, yang berkaitan dengan kualitas produk, dari

brand extension tersebut.

Keller dan Aaker (1997: 46) menyatakan bahwa nilai dari suatu merek terletak pada tingkat konsistensitas kenerja dan fungsi merek tersebut dalam memenuhi harapan yang telah terbentuk sebelumnya ketika konsumen memilih merek tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, konsumen telah memiliki harapan untuk mendapatka fungsi dan kinerja yang sebanding dengan merek extension, berdasarkan informasi yang telah dimilikinya tentang merek induk.

Persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Aaker, 1997: 124)

Karena persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan maka persepsi kkualitas tidak dapat ditentukan secara objektif. Kesan kualitas diberi batasan yang relatif terhadap maksud yang diharapkan (intended purpose). Kesan kualitas berbeda

34 dengan kepuasan, seorang pelanggan merasa puas karena harapannya seseuai dengan kinerja yang dirasakan. Kesan kualitas merupakan suatu perasaan yang tidak tampak dan menyeluruh mengenai suatu merek tertentu. Dan kesan kualitas didasarkan pada dimensi-dimensi yang termasuk didalam karakteristik suatu produk dimana merek dikaitkan dengan hal-hal seperti keandalan dan kinerja.

Menurut Aaker (1997:133), dimensi kualitas dibagi menjadi delapan, yaitu: 1) Kinerja (Performance): penampilan atau kinerja dari fungsi yang

melibatkan berbagai karakteristik operasional utama produk.

2) Penampilan fisik (Features): sejumlah atribut tambahan yang menunjang dan melengkapi fungsi operasional utama produk.

3) Kehandalan (reliability): konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari suatu pembelian ke pembelian berikutnya.

4) Ketahanan (durability): mencerminkan umur ekonomis atau daya tahan produk.

5) Kualitas standar (conformance to spesification): tingkat kesesuaian produk dengan spesifikasi yang telah dijanjikan.

6) Tingkat pelayanan (service ability): berkaitan dengan kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh pelayanan produk untuk diprebaiki. 7) Estetika (aesthetics): cerminan dari nialai-nilai estetika yang bersifat

subjectif, sehingga produk dapat terlihat, dirasakan dan terdengar. 8) Kesan yang dapat diterima (perceived Quality): gabungan dari semua

35 faktor-faktor tak berwujud lainnya yang dapat mempengaruhi persepsi konsumen mengenai kualitas.

E. Innovativeness

Menurut Keller (2003: 31), produk atau merek baru yang berhasil serta inovatif dipersepsikan oleh konsumen sebagai produk atau merek yang modern atau

up to date merupakan hasil dari investasi riset dan pengembanagan produk, diproduksi dengan tekhnololgi terbaik dan memiliki features produk terbaru. Dalam kaitannya dengan brand extension, konsumen cenderung untuk mengevaluasi produk baru tersebut dengan mencari kecocokan antara merek induk denga merek extension

nya, apakah inovasi yang ditawarkan oleh brand extension tersebut sesuai dengan persepsinya tentang merek induk.

Phang (2004: 45) menyatakan bahwa kampanye pemasaran yang berfokus pada inovasi dalah tipe marketing yang dapat memperkuat persepsi kecocokan konsumen tentang brand extension dengan merek induknya, sekaligus meningkatkan hasil evaluasi konsumen tentang atribut produk baru tersebut. Kemudian Phang (2004: 46) juga menyatakan babhwa kampanye pemasaran yang berfokus pada inovasi ini juga dapat meningkatkan perceived quality dan keinginan membeli konsumen untuk brandextension itu.

Dokumen terkait