• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian II. Pedoman Pemidanaan di Negara Federal

2) Penggunaan dalam Praktik

Pada dasarnya, pedoman ini membagi materi yang diaturnya ke dalam tujuh bagian besar, yaitu (1) kategori tindak pidana; (2) penyesuaian (adjustments); (3) catatan kriminal dan criminal livelihood; (4) penghitungan hukuman; (5) prosedur pemidanaan, plea agreement, dan hak-hak korban; (6) pelanggaran terhadap pidana bersyarat dan pelepasan yang diawasi; dan (7) pidana untuk korporasi. Untuk menggunakan pedoman ini, pengadilan bisa menentukan jenis hukuman dan pedoman yang cocok di masing-masing kasus yang ditanganinya. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tentukan pedoman tindak pidana yang akan digunakan untuk pembuktian. Sebagai contoh, ketika tindak pidana yang didakwakan adalah perbuatan curang (fraud), hakim harus mengacu pada bagian B di Bab 2 Pedoman Pemidanaan, yaitu tentang tindak pidana dasar di bidang ekonomi (basic

economic offense), selanjutnya masuk ke pengaturan di angka 1 tentang theft, embezzlement, receipt of stolen property, property destruction, and offense involving fraud or deceit.

2. Selanjutnya, tentukan basis level tindak pidananya dan gunakan karakteristik tindak pidana, cross reference, dan instruksi khusus yang diatur untuk masing-masing tindak pidana. Dalam hal ini, jika kita mengacu pada §281.1 tentang fraud, disebutkan bahwa basis level tindak pidananya terdiri dari 2 hal, yang masing-masing memiliki poin tersendiri, yaitu: a. 7 poin, jika (A) pelaku terbukti melakukan tindak pidana yang

tercatat dalam pedoman (khusus fraud) ini; dan (B) pembuktian tindak pidana tersebut memiliki maksimum pidana penjara selama 20 tahun atau lebih;

b. 6 poin, jika berbeda dari ketentuan di poin a.

Berkaitan dengan karakteristik tindak pidananya, khusus untuk fraud, pemberian poin diatur dengan rincian316 sebagai berikut:

a. Jika kerugian melebihi $6,500, naikkan level tindak pidananya seperti yang diatur dalam tabel di bawah ini:

Loss (Apply the Greatest) Increase in Level (A) $6,500 or less no increase (B) More than $6,500 Add 2

316 Banyak karakteristik khusus yang diatur oleh pedoman pemidanaan khusus perbuatan curang. Tetapi, bagian ini hanya menyebutkan beberapa karakteristik, sekedar untuk mendapatkan gambaran akan pengaturannya di pedoman pemidanaan tersebut.

(C) More than $15,000 Add 4 (D) More than $40,000 Add 6 (E) More than $95,000 Add 8 (F) More than $150,000 Add 10 (G) More than $250,000 Add 12 (H) More than $550,000 Add 14 (I) More than $1,500,000 Add 16 (J) More than $3,500,000 Add 18 (K) More than $9,500,000 Add 20 (L) More than $25,000,000 Add 22 (M) More than $65,000,000 Add 24 (N) More than $150,000,000 Add 26 (O) More than $250,000,000 Add 28 (P) More than $350,000,000 Add 30

Tabel 4.2

Penentuan Nilai Kerugian dan Level dalam Tabel Pemidanaan Federal AS

b. (Gunakan yang paling besar) Jika tindak pidana:

- (i) melibatkan 10 atau lebih korban; (ii) dilakukan melalui pemasaran yang luas, atau (iii) menyebabkan kesulitan finansial yang substansial bagi satu atau lebih korban, naikkan 2 level;

- menyebabkan kesulitan finansial bagi lima atau lebih korban, naikkan 4 level;

- menyebabkan kesulitan finansial bagi 25 atau lebih korban, naikkan 6 level.

c. jika tindak pidana melibatkan pencurian dari orang lain, naikkan 2 level.

d. jika tindak pidana melibatkan penerimaan properti curian dan pelaku adalah orang yang berbisnis menerima dan menjual properti curian, naikkan 2 level.

e. dan banyak karakteristik lainnya.

3. Langkah berikutnya adalah dengan melakukan penyesuaian (adjustments) terhadap hubungan dengan korban, peran saat melakukan tindak pidana, atau penghalang-halangan penyidikan.

Kita ambil contoh penyesuaian dengan variabel hubungan dengan korban yang diatur di Bab III Bagian A. Dalam menggunakan panduan ini, hakim harus cermat menilai apakah di dalam kasus yang ditanganinya, memang ada hal-hal dari bagian ini yang relevan untuk dipertimbangkan. Untuk perbuatan curang, hakim bisa melihat apakah yang menjadi korban adalah pegawai negeri. Jika iya, maka ketentuan di §3A1.2 tentang official victim bisa berlaku. Sebagai contoh, pedoman ini mengatur “apabila korban adalah staf pemerintahan, staf pemerintahan sebelumnya, atau anggota keluarga dekat dari dua pekerjaan sebelumnya, dan tindak pidana dilakukan karena termotivasi oleh status korban tersebut, maka naikkan 3 level”.

4. Selanjutnya, jika ternyata pelaku terbukti melakukan banyak tindak pidana, ulangi langkah di poin 1 hingga 3 untuk masing-masing tindak pidana terbukti. Setelah itu, gunakan Bagian D di Bab III untuk mengelompokkan penghitungan tersebut dan menyesuaikan level tindak pidananya secara proporsional.

5. Gunakan penyesuaian yang pantas jika pelaku menerima konsekuensi perbuatannya sebagaimana diatur dalam Bagian E di Bab 3. Sebagai contoh, di bagian §3E1.1, diatur apabila pelaku secara jelas menunjukkan penyesalan atas perbuatannya, hal ini bisa menurunkan level tindak pidananya sebanyak 2 level.

6. Catatan kriminal pelaku menjadi poin penting berikutnya ketika ingin menjatuhkan hukuman. Dalam bagian ini, gunakan Bagian A di Bab 4 untuk melihat spesifikasi catatan kriminal tersebut serta penyesuaiannya. 7. Langkah berikutnya adalah menentukan rentang hukuman di Bagian

A Bab 4 untuk menyesuaikan dengan level tindak pidana dan kategori catatan kriminal yang disebutkan di atas. Misalnya, jika tindak pidana baru dilakukan oleh pelaku dalam waktu 1 tahun 1 bulan sejak menjalani hukuman terakhir, maka level tindak pidananya bisa dinaikkan 3 level. 8. Untuk jenis rentang hukuman tertentu, gunakan Bagian B hingga G

di Bab 5 mengenai persyaratan pemidanaan dan pilihan-pilihan yang berhubungan dengan pidana percobaan, pemenjaraan, kondisi untuk melakukan supervisi, dan restitusi.

Selain menggunakan langkah-langkah di atas, hakim juga diminta mempertimbangkan Bagian H dan K dari Bab 5 mengenai karakteristik khusus pelaku dan departures, dan berbagai kebijakan dan komentar lainnya di dalam pedoman pemidanaan yang harus dipertimbangkan ketika memberikan hukuman. Terakhir, hakim harus mempertimbangkan faktor-faktor lain yang bisa digunakan

dalam menjatuhkan hukuman dan melihatnya pada 18 U.S.C. § 3553(a).

B. Australia

Seperti halnya AS yang memiliki sistem federal sebagai bentuk negaranya, Australia memiliki enam negara bagian, dua teritori wilayah, dan satu negara federal yang masing-masing mengatur pemidanaan dengan peraturan perundang-undangan terpisah, di antaranya:

• Crimes Act 1914 (Cth), Part 1B untuk Commonwealth/Federal;317

• Crimes (Sentencing Procedure) Act 1999 untuk negara bagian New South Wales;318

• Penalties and Sentencing Act 1992 untuk negara bagian Queensland;319

• Criminal Law (Sentencing) Act 1988 untuk negara bagian South Australia;320

• Sentencing Act 1997 untuk negara bagian Tasmania;321

• Sentencing Act 1991 untuk negara bagian Victoria;322

• Sentencing Act 1995 untuk negara bagian Western Australia;323

• Crimes (Sentencing) Act 2005 untuk Australian Capital Territory;324

dan

• Sentencing Act untuk Northern Territory.325

Di dalam peraturan-peraturan tersebut diatur mengenai tujuan pemidanaan, faktor-faktor meringankan dan memberatkan yang harus dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan pidana (sebagian besar diambil dari common law), dan jenis 317 Crimes Act 1914 (Cth) pt 1B (“Sentencing, imprisonment and release of federal offend-ers”), http://www.comlaw.gov.au/Details/C2014C00088.

318 Crimes (Sentencing Procedure) Act1999 (NSW), http://www.legislation.nsw.gov.au/ maintop/view/inforce/act+92+1999+cd+0+N.

319 Penalties and Sentencing Act 1992 (Qld), https://www.legislation.qld.gov.au/LEGISLTN/ CURRENT/P/PenaltASenA92.pdf.

320 Criminal Law (Sentencing) Act 1988 (SA), http://www.legislation.sa.gov.au/LZ/C/A/ CRIMINAL%20LAW%20%28SENTENCING%29%20ACT%201988.aspx.

321 Sentencing Act 1997 (Tas), http://www.thelaw.tas.gov.au(klik “browse a-z,” cari “sen-tencing”).

322 Sentencing Act 1991 (Vic), http://www.legislation.vic.gov.au/domino/ Web_notes/LDMS/ PubLawToday.nsf/95c43dd4eac71a68ca256dde00056e7b/db4c553c93d34198ca25753e0074676c!O penDocument.

323 Sentencing Act 1995 (WA), http://www.slp.wa.gov.au/legislation/statutes.nsf/ main_mrti-tle_888_homepage.html.

324 Crimes (Sentencing) Act 2005 (ACT), http://www.legislation.act.gov.au/a/2005-58/de-fault.asp.

325 Sentencing Act (NT), http://notes.nt.gov.au/dcm/legislat/legislat.nsf/d989974724db65b 1482561cf0017cbd2/0dc0539e4b26f69269257ba30014ca03/$FILE/ATTTY0BA.pdf/Reps038.pdf.

hukuman yang bisa dijatuhkan (termasuk di beberapa kasus, rentang hukuman yang menentukan hukuman maksimum untuk level tindak pidana yang berbeda-beda).326

Undang-undang pemidanaan ini hanya memberikan panduan umum dan hakim-hakim di Australia memegang diskresi yang begitu luas.327 Dengan pendekatan individualisasi konsep keadilan dan sintesis naluriah (instinctive synthesis)328, isu konsistensi dalam pemidanaan menjadi perhatian tersendiri di Australia. Sebagai hasilnya, perdebatan politik dan akademik bergulir untuk menentukan mekanisme terbaik agar disparitas pemidanaan yang tidak berdasar dapat berkurang.329

Misalnya, pada tahun 2006, Komisi Pembaruan Hukum Australia menyelesaikan laporan substansial mengenai pemidanaan pelaku tindak pidana federal berjudul

Same Crime, Same Time.330

Namun demikian, Australia belum mengadopsi pendekatan yang dikembangkan oleh komisi tersebut untuk menyusun pedoman pemidanaan numerikal yang tersandardisasi bagi hakim, seperti misalnya pedoman pemidanaan federal milik AS atau Inggris Raya. Opsi ini secara umum dilihat oleh pengadilan Australia sebagai pendekatan yang terlalu ketat terhadap diskresi yudisial dan bertentangan dengan konsep individualisasi keadilan. Meski begitu, banyak dorongan untuk menggunakan prescriptive sentencing guideline atau pidana minimum khusus di ranah politik, maupun memunculkan perdebatan di kalangan hakim mengenai pendekatan untuk memidana pelaku.331

Bagian ini akan memberikan informasi mengenai tiga mekanisme besar untuk mencapai konsistensi pemidanaan yang telah diimplementasikan di beberapa 326 Baca Richard Edney & Mirko Bagaric, Australian Sentencing Principles and Practices, (New York: Cambridge University Press, 2007).

327 Baca Arie Freiberg, “Australia: Exercising Discretion in Sentencing Policy and Practice” dalam Federal Sentencing Reporter, 22(4), (2010): 204-212, diakses melalui https://papers.ssrn.com/ sol3/Delivery.cfm/SSRN_ID2021570_code865834.pdf?abstractid=2021570&mirid=1.

328 Sintesis naluriah dimunculkan pertama kali oleh High Court of Australia dalam kasus

Wong (2001) 207 CLR at 622 dan digunakan juga dalam kasus Markarian v. The Quen (2005) 228 CLR

357, 374; dan Hili v. The Queen (2010) 242 CLR 520, 539. Pada intinya, pendekatan ini mensyaratkan dipertimbangkannya seluruh faktor yang relevan dalam menjatuhkan hukuman yang dilakukan secara menyeluruh, seimbang, dan simultan. Seorang hakim mungkin memiliki kecenderungan mengikuti panduan-panduan tertentu, tetapi yang paling penting adalah intuisi hakim tersebut dalam melihat tindak pidana dan pelakunya. Baca Kasnostein & Freiberg, op.cit., hlm. 267-269.

329 Kelly Buchanan, “Australia” dalam The Law Library of Congress, Global Legal Research Center, Sentencing Guidelines: Australia, England and Wales, India, South Africa, & Uganda, April 2014, hal. 2, diakses melalui https://www.loc.gov/law/help/sentencing-guidelines/sentencing-guidelines.pdf.

330 Australian Law Reform Commission, Same Crime, Same Time: Sentencing of Federal

Offend-ers (ALRC Report 103, 2006), diakses melalui http://www.alrc.gov.au/report-103.

yurisdiksi Australia, yaitu tentang guideline judgment, pidana minimum khusus di beberapa peraturan perundang-undangan (termasuk contoh untuk tindak pidana tertentu), dan komisi pemidanaan. Selain itu, meski tidak dijelaskan secara detil, Australia juga memiliki beberapa fitur untuk mencapai konsistensi pemidanaan, di antaranya pemeriksaan oleh pengadilan banding terhadap pemidanaan, pemberian informasi pemidanaan bagi hakim, seperti statistik pemidanaan dan

database pemidanaan, dan pelatihan dan edukasi bagi hakim.