• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.3 Penggunaan Informasi Akuntansi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012), arti kata penggunaan adalah proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu. Yayuk (2013) informasi akuntansi merupakan suatu pembelajaran yang diperoleh pengusaha dalam menjalankan usahanya. Penyelenggaraan informasi akuntansi adalah pencatatan keggiatan-kegiatan usaha/transaksi kedalam catatan-catatan akuntansi, sedangkan penggunaan informasi akuntansi adalah pemanfaatan informasi-informasi akuntansi yang berasal dari catatan-catatan akuntansi untuk pengambilan keputusan bisnis.

Informasi akuntansi pada dasarnya bersifat keuangan dan terutama digunakan untuk tujuan pengambilan keputusan, pengawasan dan implementasi keputusan-keputusan perusahaan. Agar data keuangan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan, maka data tersebut harus disusun dalam bentuk-bentuk yang sesuai. Informasi akuntansi digolongkan menjadi tiga jenis yaitu informasi operasi, informasi akuntansi manajemen, dan informasi akutansi keuangan (Mulyadi, 2001) :

1. Informasi Operasi

Informasi ini menyediakan data mentah bagi informasi akuntansi keuangan dan informasi manajemen. Informasi akuntansi yang terdapat pada perusahaan manufaktur antara lain : informasi produksi,

informasi pembelian dan pemakaian bahan baku, informasi penggajian, informasi penjualan dan lain-lain.

2. Informasi Akuntansi Manajemen

Informasi ini digunakan dalam tiga fungsi manajemen, yaitu : 1) perencanaan; 2) impleme pengolahan informasi keuangan yang disebut akuntansi manajemen.

Informasi akuntansi manajemen ini disajikan kepada manajemen perusahaan dalam berbagai laporan, seperti anggaran, laporan penjualan, laporan biaya produksi, laporan biaya menurut pusat pertanggungjawaban, laporan biaya menurut aktivitas dan lain-lain. 3. Informasi Akuntansi Keuangan

Informasi akuntansi keuangan digunakan baik oleh manajer maupun pihak eksternal perusahaan, dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (IAI, 2001). Informasi akuntansi keuangan untuk pihak luar disajikan dalam laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan posisi keuangan.

Holmes (1988) menyatakan bahwa kekurangan informasi akuntansi dalam manajemen perusahaan dapat membahayakan perusahaan kecil. Kondisi keuangan yang memburuk dan kekurangan catatan akuntansi akan

membatasi akses untuk memperoleh informasi yang diperlukan, sehingga akan menyebabkan kegagalan perusahaan.

Holmes dan Nicholls (1988) mengklasifikasikan informasi akuntansi dalam tiga jenis yang berbeda menurut manfaatnya bagi para pemakai, yaitu:

1. Statuory accounting information, merupakan informasi yang harus disiapkan sesuai dengan peraturan yang ada.

Handayani (2011) menyatakan bahwa Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mengeluarkan satu pedoman untuk penyusunan laporan keuangan jika disajikan kepada pihak luar perusahaan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) berisikan metode atau teknik-teknik akuntansi yang dapat digunakan suatu perusahaan. Laporan keuangan menurut SAK terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan.

2. Budgetary information, yaitu informasi akuntansi yang disajikan dalam bentuk anggaran yang berguna bagi pihak internal dalam perencanaan, penilaian dan pengambilan keputusan.

Informasi akuntansi ini membantu manajemen untuk menjamin operasional perusahaan dijalankan sesuai dengan perencanaan yang ditetapkan. Informasi akuntansi anggaran yaitu anggaran kas, anggaran penjualan, anggaran biaya produksi, dan anggaran biaya operasi.

3. Additional accounting information, yaitu informasi akuntansi lain yang disiapkan perusahaan guna meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan.

Informasi tambahan meliputi laporan persediaan, laporan gaji karyawan, laporan jumlah produksi dan laporan biaya produksi.

Informasi akuntansi yang dihasilkan oleh pihak manajemen perusahaan mempunyai beberapa karakteristik kualitatif yang harus dimiliki. Karakteristik kualitatif tersebut akan membedakan informasi yang bermanfaat dengan informasi yang kurang bermanfaat bagi penggunanya. Dalam pemilihan metode akuntansi yang akan digunakan perusahaan, karakteristik-karakteristik tersebut haruslah menjadi salah satu dasar pertimbangan pemilihan metode akuntansi yang akan digunakan. Menurut Statement of Financial Accounting (SFAC) No. 2 karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi adalah sebagai berikut :

2. Relevan maksudnya adalah kapasitas informasi yang dapat mendorng suatu keputusan apabila dimanfaatkan oleh pemakai untuk kepentingan memprediksi hasil di masa depan yang berdasarkan kejadian waktu lalu dan sekarang. Ada tiga karakteristik utama yaitu : a. Ketepatan waktu (timelines), yaitu informasi yang siap

digunakan para pemakai sebelum kehilangan makna dan kapasitas dalam pengambilan keputusan.

b. Nilai prediktif (predictive value), yaitu informasi dapat membantu pemakai dalam membuat prediksi tentang hasil akhir dari kejadian yang lalu, sekarang dan masa depan.

c. Umpan balik (feedback value), yaitu kualitas informasi yang memungkinkan pemakai dapat mengkorfirmasikan ekspektasinya yang telah terjadi di masa lalu.

3. Reliabel maksudnya adalah kualitas informasi yang dijamin bebas dari kesalahan dan penyimpangan atau bias serta telah dinilai dan disajikan secara layak sesuai dengan tujuannya. Reliabel mempunyai tiga karakteristik utama yaitu :

a. Dapat diperiksa (verifiability), yaitu konsensus dalam pilihan pengukuran akuntansi yang dapat dinilai melalui kemampuannya untuk meyakinkan bahwa apakah informasi yang disajikan berdasarkan metode tertentu memberikan hasil yang sama apabila diverifikasi dengan metode yang sama oleh pihak independen.

b. Kejujuran penyajian (representation faithfulness), yaitu adanya kecocokan antara angka dan diskripsi akuntansi serta sumber-sumbernya.

c. Netralitas (neutrality), informasi akuntansi yang netral diperuntukkan bagi kebutuhan umum para pemakai dan terlepas dari anggapan mengenai kebutuhan tertentu dan keinginan tertentu para pemakai khusus informasi.

4. Daya banding (comparability), informasi akuntansi yang dapat dibandingkan menyajikan kesamaan dan perbedaan yang tibul dari kesamaan dasar dan perbedaan dasar dalam perusahaan dan transaksinya dan tidak semata-mata dari perbedaan perlakuan akuntansinya.

5. Konsistensi (consistency), yaitu keseragaman dalam penetapan kebijaksanaan dan prosedur akuntansi yang tidak berubah dari periode ke periode.

2.4 Pendidikan Manajer

Holmes dan Nicholls (1988) mengemukakan bahwa pendidikan manajer mempengaruhi penyiapan dan penggunaan informasi akuntansi. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan yang diperoleh dibangku sekolah formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Pendidikan formal mempunyai mempunyai jenjang pendidikan yang jelas mulai dari sekolah dasar, pendidikan menengah, sampai perguruan tinggi. Manajer perusahaan yang menempuh pendidikan tinggi dapat mempengaruhi penggunaan informasi akuntansi pada usahanya, dibandingkan dengan manajer usaha yang hanya menempuh pendidikan formal yang rendah. Tingkat pendidikan manajer menentukan pemahaman manajer terhadap pentingnya penggunaan informasi akuntansi (Holmes dan Nicholls, 1988).

Dalam penelitian ini indikator pendidikan manajer dilihat dari pendidikan formal. Peneliti tidak menggunakan pendidikan non formal

karena menurut peneliti kebanyakan responden pada jaman yang modern ini sudah menempuh pendidikan formal, itu dapat dilihat dari kebijakan pemerintah bahwa pada masa sekarang ini diwajibkan untuk menempuh pendidikan formal minimal wajib belajar 12 tahun atau sampai jenjang sekolah menengah atas

Pengukuran dalam penelitian ini menggunakan lamanya manajer menempuh pendidikan formal. Untuk tingkat sekolah dasar (SD) diberi skor 6 tahun, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diberi skor 9 tahun, Sekolah Menengah Atas (SMA) diberi skor 12 tahun, Diploma diberi skor 15 tahun, Sarjana (S1) diberi skor 16 tahun, Pasca sarjana (S2) diberi skor 18 tahun dan Doktor (S3) diberi skor 20 tahun.

2.5 Umur Perusahaan

Umur perusahaan adalah lamanya sebuah perusahaan berdiri, berkembang dan bertahan. Umur perusahaan dihitung sejak perusahaan tersebut berdiri berdasarkan akta pendirian sampai penelitian dilakukan. Holmes dan Nicholls (1988) memperlihatkan bahwa penyediaan informasi akuntansi dipengaruhi oleh usia usaha. Semakin lama umur perusahaan, semakin banyak informasi yang telah diperoleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Dan hal ini akan menimbulkan kepercayaan konsumen terhadap produk-produk perusahaan tersebut.

Selain itu, umur mengakibatkan perubahan pola pikir dan tingkat kedewasaan perusahaan tersebut dalam mengambil sikap atas setiap tindakan-tindakannya (Kristian, 2010). Perusahaan yang sudah lama berdiri

tentunya mempunyai strategi dan kiat-kiat yang lebih solid untuk tetap bisa survive dimasa depan. Semakin lama sebuah perusahaan berdiri, tentunya telah banyak pula mengalami liku-liku dalam berbisnis, mulai dari kemajuan hingga masalah dan kendala yang dihadapi. Kemampuan sebuah perusahaan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang muncul dalam masa pengelolaan perusahaan, akan semakin menguatkan keberadaan perusahaan itu sendiri. Banyak cara-cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk bertahan dalam setiap kendala yang dihadapi. Sehingga, jika terjadi lagi kesulitan mauun kendala yang sama maupun berbeda, maka perusahaan tersebut sudah siap dan mampu untuk mengatasi masalah tersebut dengan baik dan menyelesaikannya dengan sukses.

Semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka akan membuat perusahaan tersebut semakin berkompeten. Dan semakin lama perusahaan tersebut berdiri dan bertahan, maka perusahaan itu akan semakin diakui keberadaan dan keunggulannya di mata masyarakat. Apalagi jika produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan selalu baik kualitasnya serta tidak pernah mengecewakan konsumen. Perusahaan tersebut akan dipercayai oleh konsumen sebagai perusahaan yang baik dan jaminan atas hasil yang baik pula.

Indikator dalam variabel ini berdasarkan lamanya perusahaan berdiri dan beroperasi. Sedangkan pengukuran dalam variabel umur perusahaan dilihat dari lamanya perusahaan berdiri dan beroperasi yang dinyatakan dalam tahun.

2.6 Skala Usaha

Skala usaha merupakan kemampuan perusahaan dalam mengelola usahanya dengan melihat beberapa jumlah karyawan yang dipekerjakan dan berapa besar pendapatan yag diperoleh perusahaan dalam satu periode akuntansi (Nicholls dan Holmes, 1988). Jumlah karyawan dapat menunjukkan berapa kapasitas perusahaan dalam mengoperasikan usahanya, semakin besar jumlah karyawan semakin besar tingkat kompleksitas perusahaan, sehingga informasi akuntansi sangat dibutuhkan, Kristian (2010).

Indikator variabel skala usaha dilihat dari karyawan yang bekerja full time. Untuk pengukuran variabel ini juga menggunakan jumlah karyawan yang bekerja full time.

2.7 Good Corporate Governance (GCG)

Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai : sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders (Surya dan Ivan, 2006). Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan manajer, direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu. Menurut Forum Corporate Governance in Indonesian, 2002 dalam (Maskur, 2012) salah satu kegunaan dari GCG adalah untuk memperbaiki kinerja usaha dan memperbaiki kinerja ekonomi.

Menurut OECD dalam (Maskur, 2012) Corporate Governance adalah sekumpulan hubungan antara pihak manajemen perusahaan, board, pemegang saham, dan pihak lain yang mempunyai kepentingan dengan perusahaan. Corporate governance juga mensyaratkan adanya struktur perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Corporate governance yang baik dapat memberikan rangsangan bagi board dan manajemen untuk mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham harus memfasilitasi pengawasan yang efektif sehingga mendorong perusahaan menggunakan sumber daya dengan lebih efisien. Dibangun melalui kultur organisasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola risiko dan bertanggung jawab dengan memerhatikan kepentingan stakeholders. Para pengambil keputusan di perusahaan haruslah dapat dipertanggungjawabkan, dan keputusan tersebut mampu memberikan nilai tambah bagi shareholders lainnya.

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, corporate governance adalah suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memerhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Menurut Menteri Keuangan bahwa tata kelola perusahaan yang baik adalah struktur

dan proses yang digunakan dan diterapkan pada organ perusahaan untuk meningkatkan pencapaian sasaran hasil usaha dan mengoptimalkan nilai perusahaan bagi seluruh stakeholder.

Peraturan Menteri Negara Badan Milik Negara tentang “Penerapan Tata Kelola yang baik (Good Corporate Governance)” tahun 2011 dalam

menyebutkan bahwa GCG adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika berusaha. Menurut KNKG (2006), prinsip-prinsip GCG terdiri dari :

1. Tranparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. 2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem,

dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.

4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan dan perundangan yang berlaku. Arsanto (2014) penerapan prinsip GCG pada hakikatnya akan meningkatkan citra dan kinerja perusahaan serta meningkatkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tujuan :

1. Memaksimalkan nilai perusahaan denga cara meningkatkan penerapan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, dan kewajaran dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan.

2. Terlaksananya perusahaan secara profesiobal dan mandiri.

3. Terciptanya pengambilan keputusan oleh seluruh organ perusahaan yang didasarkan pada nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4. Terlaksananya tanggungjawab sosial perusahaan terhadap stakeholder. 5. Meningkatkan iklim investasi nasional yang kondusif.

Dokumen terkait