• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Senjata Kimia oleh Suriah dalam

BAB IV PENGGUNAAN SENJATA KIMIA OLEH SURIAH DALAM

C. Penggunaan Senjata Kimia oleh Suriah dalam

Sebelum membahas mengenai penggunaan senjata kimia oleh Suriah dalam perspektif hukum internasional, ada baiknya dibahas terlebih dahulu mengenai sumber hukum internasional. Adapun sumber-sumber hukum internasional tercantum di dalam Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional yang diimbangi dengan ketentuan ayat 2. Ketentuan Pasal 38 berbunyi :250

1. The Court, whose function is to decide in accordance with international law such disputes as are submitted to it, shall apply:

a. International conventions, whether general or particular, establishing rules expressly recognized by the contesting states;

b. International custom, as evidence of a general practice accepted as law; c. The general principles of law recognized by civilized nations;

d. Subject to the provisions of Article 59,251

2. This provision shall not prejudice the power of the Court to decide a case ‘ex aequo et bono’

judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law.

252

Security Council passed a unanimous resolution last September obliging Syria to destroy the weapons by the middle of 2014” yang dapat terlihat pada “Syrians Seek New Delay in Export of Chemical Arms”

dapat diakses pad

if the parties agree thereto.

250 “Statute of the International Court of Justice” yang dapat diakses pad

pukul 18.50 WIB.

251

Pasal 59 Statuta Mahkamah Internasional berbunyi “The decision of the Court has no

binding force except between parties and in respect of that particular case.” yang berarti bahwa

keputusan Mahkamah Internasional tidak memiliki kekuatan mengikat terkecuali terhadap para pihak dan yang berhubungan dengan kasus tertentu tersebut. Pasal 59 Statuta Mahkamah Internasional tersebut tercantum d diakses pada tanggal 10 Maret 2014 pukul 20.13 WIB.

252 Ex aequo et bono adalah istilah Latin yang berarti apa yang adil dan wajar atau

berdasarkan keadilan dan hati nurani yang baik. Istilah ini sering digunakan di dalam Hukum Internasional ketika suatu sengketa diputuskan berdasarkan prinsip keadilan, bukan berdasarkan atas poin-poin hukum. Terjemahan dari “Ex Aequo Et Bono is a Latin term which means what is just and

fair or according to equity and good conscience. It is a term often used in international law when a matter is to be decided according to principles of equity rather than by points of law” yang tercantum

Ketentuan Pasal 38 tersebut di atas dalam ayat 1 nya memiliki makna bahwa Mahkamah Internasional, yang memiliki fungsi untuk memutus perkara yang diajukan terhadapnya berdasarkan hukum internasional, wajib memberlakukan: a. perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang menetapkan aturan yang diakui secara tegas oleh negara-negara berperkara; b. kebiasaan internasional, sebagai bukti dari praktek umum yang diterima sebagai hukum; c. prinsip hukum umum yang diakui oleh negara yang beradab; d. tunduk pada ketentuan Pasal 59, keputusan pengadilan dan ajaran dari para pakar yang paling berkualifikasi yang berasal dari berbagai negara yang membantu penentuan aturan- aturan hukum. Kekakuan yang ada terhadap ketentuan Pasal 38 ayat 1 tersebut diimbangi dengan ketentuan ayat 2 yang menyatakan bahwa ketentuan ini tidak mengurangi kewenangan Mahkamah Internasional untuk memutuskan suatu perkara ex aequo et bono apabila para pihak menyetujuinya.

Setelah mengetahui sumber-sumber hukum internasional, berikut akan dibahas mengenai tindakan penggunaan senjata kimia oleh Suriah dalam perspektif hukum internasional.

Sebagai negara anggota PBB, Suriah253

di “Ex Aequo Et Bono & Legal Definition” yang dapat diakses pada http://definitions.uslegal.com/e/ex- aequo-et-bono/ diakses pada 10 Maret 2014 pukul 20.03 WIB.

diwajibkan untuk turut menjaga perdamaian dan keamanan internasional sebagaimana yang tercantum pada Pasal 1

253

Mesir dan Suriah merupakan anggota asli PBB sejak berdirinya PBB, yakni sejak tanggal 24 Oktober 1945. Namun, pada tanggal 21 Februari 1958 Mesir dan Suriah bergabung menjadi Republik Arab Bersatu dan memiliki satu keanggotaan. Ketika Suriah kembali menjadi suatu negara yang mandiri pada tanggal 13 Oktober 1961, keanggotaan Suriah di dalam PBB pun kembali menjadi

Piagam PBB, khususnya pada ayat 1 yakni “to maintain international peace and security”. Namun, pada kenyataannya, konflik bersenjata di Suriah yang melibatkan penggunaan senjata kimia tersebut telah melanggar ketentuan yang ada pada Piagam PBB tersebut, karena penggunaan senjata kimia tersebut telah mengancam perdamaian dan keamanan internasional.254

Sebelum diatur lebih rinci dengan CWC tahun 1993, penggunaan zat kimia dan biologis di dalam konflik bersenjata telah terlebih dahulu dilarang penggunaannya oleh Protokol Jenewa tahun 1925, yang bernama lengkap The Protocol for the Prohibition of the Use in War of Asphyxiating, Poisonous, or Other Gases, and of Bacteriological Methods of Warfare. Protokol Jenewa 1925 merupakan protokol atas Konvensi Den Haag 1899 dan Konvensi Den Haag 1907.

Ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional tersebut memaksa PBB, khususnya Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan berkaitan dengan penggunaan senjata kimia yang digunakan pada konflik bersenjata di Suriah, salah satunya adalah dengan membuat suatu rancangan kerja mengenai pemusnahan senjata kimia di Suriah.

255

semula. Dapat terlihat pada “United Nations Member States” yang dapat diakses pada

Suriah

254

Seperti yang dinyatakan oleh Samantha Power (Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB), “Agreement reached w/Russia on UNSC [UN Security Council] Resolution legally obligating #Syria to

give up CW [chemical weapons] they used on their people. Going to full UNSC tonight”. Samantha

Power kemudian menambahkan bahwa draf tersebut “establishes that Syria’s use of CW is threat to

international peace & security & creates a new norm against the use of CW.” Samantha Power

menyatakan bahwa draf yang dirancang tersebut menetapkan bahwa penggunaan senjata kimia oleh Suriah merupakan suatu ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional. Termuat pada “Syria chemical weapons: UN discusses draft resolution” yang dapat diakses pada 10.46 WIB.

255 “Geneva Protocol” yang dapat diakses pad

meratifikasi Protokol Jenewa 1925 ini pada tahun 1968 dengan pengecualian untuk tidak mengakui dan melakukan hubungan diplomatik dengan Israel.256

Adapun di dalam Protokol Jenewa 1925 tersebut terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa dengan penggunaan gas pencekik, gas beracun, atau gas lainnya, dan termasuk pula cairan, bahan ataupun perangkat yang demikian telah dilarang oleh pendapat umum dari dunia yang beradab; dan dimana pelarangan penggunaan demikian telah dideklarasikan di dalam perjanjian yang mana sebagian besar negara telah menjadi negara anggota; dan bahwa pelarangan ini harus secara umum diterima sebagai bagian dari hukum internasional, mengikat layaknya kesadaran hukum dan praktek negara-negara; mendeklarasikan bahwa negara peserta yang belum menjadi anggota dari perjanjian yang melarang penggunaan senjata demikian menerima pelarangan ini dan setuju untuk menjadi terikat diantara negara-negara anggota layaknya ketentuan yang ada di dalam deklarasi ini.

257

256 Ibid.

257 Terjemahan dari “Whereas the use in war of asphyxiating, poisonous, or other gases, and

of all analogous liquids, materials, or devices, has been justly condemned by general opinion of the civilized world; and Whereas the prohibition of such use has been declared in Treaties to which the majority of Powers of the world are Parties; and To the end that this prohibition shall be universally accepted as a part of International Law, binding alike the conscience and the practice of nations; Declare: That the High Contracting Parties, so far as they are not already Parties to Treaties prohibiting such use, accept this prohibition…and agree to be bound as between themselves according to the terms of this declaration.” dapat dilihat pada “Customary IHL – Practice Relating to Rule 74.Chemical Weapons” http://www.icrc.org/customary-ihl/eng/docs/v2_rul_rule74 , diakses pada 11

Maret 2014 pukul 12.39 WIB.

Sebagai negara anggota Protokol Jenewa 1925 ini, maka Suriah terikat untuk menaati ketentuan yang ada pada Protokol Jenewa 1925 ini. Namun, pada kenyataannya Suriah telah melanggar

ketentuan yang ada Protokol Jenewa 1925 dengan terbuktinya penggunaan senjata kimia di dalam konflik bersenjata di Suriah.

Ketentuan lainnya yang memuat mengenai pelarangan penggunaan senjata kimia terdapat pada Statuta Roma 1998. Berdasarkan Pasal 8 ayat 2(b) poin xviii Statuta Roma 1998258, dinyatakan bahwa penggunaan gas pencekik, gas beracun atau gas lainnya, dan termasuk pula semua cairan, bahan, atau perangkat yang demikian adalah suatu kejahatan perang di dalam konflik bersenjata internasional. Suriah merupakan salah satu diantara beberapa negara yang hanya menandatangani Statuta Roma 1998 namun belum meratifikasi Statuta Roma tersebut. Suriah menandatangani Statuta Roma 1998 tersebut pada tanggal 21 November 2000.259 Adapun berdasarkan ketentuan Konvensi Wina 1969 mengenai Perjanjian Internasional, dinyatakan bahwa negara yang telah menandatangani perjanjian tetapi belum meratifikasi perjanjian terikat untuk menahan diri dari perbuatan yang dapat melanggar maksud dan tujuan daripada perjanjian tersebut. Namun, kewajiban ini terhenti apabila negara tersebut menyatakan bahwa negara tersebut tidak lagi ingin menjadi negara peserta konvensi. 260

258

Pasal 8 Statuta Roma 1998 membahas mengenai kejahatan perang. Pada ayat 2, diatur lebih lanjut mengenai pengertian kejahatan perang menurut Statuta Roma 1998. Bagian (b) daripada ayat 2 tersebut mendaftarkan serangkaian pelanggaran serius terhadap hukum dan kebiasaan perang, dan pada poin xviii Statuta Roma 1998 tersebut tercantum “Employing asphyxiating, poisonous, or

other gases, and of all analogous liquids, materials, or devices”.

259 “States Parties to the Rome Statute of the International Criminal Court” yang tercantum di

en.wikipedia.org/wiki/States_Parties_to_the_Rome_Statute_of_the_International_Criminal_Court, diakses pada tanggal 11 Maret 2014 pukul 13.17 WIB.

260

Terjemahan dari “According to the Vienna Convention on the Law of Treaties, a state that

has signed but not ratified a treaty is obliged to refrain from ‘acts which would defeat the object and purpose’ of the treaty, however, these obligations do not continue if the state makes clear that it does not intend to become a party to the treaty.” Ibid.

penandatanganan yang dimaksud berjumlah tiga negara, yakni Israel, Sudan, serta Amerika Serikat.261

Ketika senjata kimia digunakan dalam konflik bersenjata di Suriah, Suriah belumlah merupakan negara anggota CWC. Pada saat itu, Suriah belumlah menandatangani ataupun meratifikasi CWC, sehingga Suriah tidaklah terikat dengan ketentuan-ketentuan yang ada pada CWC tersebut. Namun demikian, walaupun Suriah belumlah merupakan negara anggota CWC pada saat penggunaan senjata kimia tersebut, penggunaan senjata kimia oleh Suriah tidaklah dibenarkan oleh Hukum Internasional. Adapun dasar hukum yang tidak membenarkan penggunaan senjata kimia di dalam Hukum Internasional bukan saja didasarkan atas CWC, melainkan juga didasarkan atas sumber hukum lainnya, dalam hal ini adalah hukum kebiasaan internasional.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa walaupun Suriah belum meratifikasi Statuta Roma 1998, namun karena Suriah pun belum menyatakan bahwa Suriah tidak lagi berminat menjadi negara anggota konvensi, maka Suriah masih berkewajiban untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat melanggar maksud dan tujuan konvensi. Penggunaan senjata kimia oleh Suriah ini pun telah melanggar ketentuan hukum internasional yang terdapat pada Statuta Roma 1998.

262

261 Ibid.

262 “The main elements of the protocol (dalam hal ini adalah Protokol Jenewa 1925 yang

menyangkut penggunaan senjata kimia dan biologis sebagai cara berperang) are now considered by

many to be part of customary international law.” Dapat dilihat pada “Geneva Protocol” diakses pada

en.wikipedia.org/wiki/Protocol_for_the_Prohibition_of_the_Use_in_War_of_Asphyxiating,_Poisonou s_or_other_Gases,_and_of_Bacteriological_Methods_of_Warfare, diakses pada tanggal 11 Maret 2014 pukul 14.43 WIB.

dikutip situs resmi International Committee of the Red Cross (ICRC), bahwa Konvensi IV Den Haag 1907 yang mengatur mengenai hukum dan kebiasaan berperang di darat tersebut mengikat negara anggota maupun negara bukan anggota konvensi. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan Konvensi IV Den Haag 1907 tersebut telah dianggap sebagai bagian dari kebiasaan internasional, yang merupakan salah satu sumber hukum internasional.

Konvensi IV Den Haag 1907 memiliki lampiran. Adapun Pasal 23 lampiran daripada Konvensi IV Den Haag 1907 tersebut menyatakan bahwa penggunaan racun atau senjata beracun adalah dilarang.263

Singkatnya, walaupun saat itu Suriah belum merupakan negara peserta CWC, namun penggunaan senjata kimia yang terjadi tersebut telah melanggar kebiasaan internasional. Penggunaan senjata kimia oleh Suriah juga melanggar hukum internasional, seperti terhadap Konvensi Den Haag 1899 dan Konvensi Den Haag 1907, Protokol Jenewa 1925, Piagam PBB, serta Statuta Roma 1998.

Mengingat bahwa Konvensi IV Den Haag 1907 tersebut telah dianggap sebagai suatu kebiasaan internasional, sedangkan pelarangan penggunaan racun ataupun senjata beracun terdapat di dalamnya, maka dapat disimpulkan bahwa dalam hal senjata kimia digunakan dalam konflik bersenjata, maka penggunaan senjata kimia tersebut telah melanggar hukum internasional.

263 Pasal 23 Annex to the Convention Regulations Respecting the Laws and Customs of War

berbunyi “In addition to the prohibitions provided by special Conventions, it is specially forbidden to

employ poison or poisoned weapons…” tercantum di “Laws of War :

Laws and Customs of War on Land (Hague IV); October 18, 1907” dapat diakses pada

BAB V

Dokumen terkait