• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.4 Perjuangan dan Upaya-upaya Masyarakat Adat Rakyat

4.4.2 Penghadangan dan Aksi Demonstrasi

Bentuk aksi seperti protes, kekerasan dan perusakan terhadap lahan pertanian masyarakat atau konflik agraria merupakan cara manifest yang akhir akhir ini sering terjadi dalam konflik di Indonesia. Konflik yang menimbulkan kerugian dan kesenjangan sosial, munculnya reaksi atau gerakan dari masyarakat adat merupakan beberapa indikator atau gejala terjadinya perubahan. Dapat dikatakan bahwa gerakan merupakan sebuah reaksi dari masyarakat terhadap suatu perubahan atau permasalahan yang dihadapi (Reskiawan, 2016).

Salah satu upaya yang dilakukan masyarakat ketika konflik terjadi adalah melakukan penghadangan. Hal ini dilakukan masyarakat sebagai langkah pertama yang dapat dilakukan ketika PTPN II datang mengokupasi lahan. Penghadangan merupakan bentuk upaya masyarakat adat Bangun Rejo dalam mengumpulkan aksi massanya dalam memblok kegiatan okupasi yang akan dilakukan oleh pihak perkebunan. Bagi masyarakat penghadangan tidaklah mudah dilakukan karena

membutuhkan sikap mental dan tenaga yang kuat. Bahkan salah satu perempuan adat AMAN Bangun Rejo saat itu sedang dalam kondisi hamil, harus kehilangan bayinya. Penghadangan diupayakan masyarakat agar tidak terjadi korban jiwa dan saling melindungi satu sama lain. Upaya penghadangan dilakukan oleh kumpulan masyarakat yang pada saat itu sudah ada di lokasi perladangannya dipagi hari, ketika mendengar adanya surat pemberitahuan dari PTPN 1 hari sebelum okupasi.

Seperti yang dijelaskan oleh informan ibu Siti:

“Awalnya saya takut, tapi saya memberanikan diri supaya lahan tidak digusur. Lahan ini tempat saya bekerja dari sana saya bisa makan. Ketakutan saya pada saat itu hilang ketika banyak masyarakat dari luar yang ikut membantu, persatuan masyarakat untuk bersatu di satu barisan paling depan.”

Hasil wawancara yang dilakukan dengan pak Wahidin yakni:

“Ketika PTPN datang dengan 2 alat berat, kami masyarakat langsung berlari ke barisan paling depan untuk menghadang. Ibu-ibu dibarisan tengah dan barisan paling belakang kami isi bapak-bapaknya supaya ibu-ibu ini tidak terluka”

.

Dan wawancara dengan ibu Kasiani (perempuan adat AMAN yang sedang hamil):

“Saya pada saat itu sedang hamil, menunggu sebentar lagi saja. Tapi saya terpaksa ikut menghadang, saya langsung naik ke beko, saya ambil kunci dan saya tahan diatas beko saya tidak mau turun. Tapi saya tetap ditarik-tarik, dipaksa turun, bahkan ada polisi yang tarik leher saya dari belakang, tangan saya satu lagi ditarik supaya melepaskan pegangan. Akhirnya saya pingsan, dan setelah dari situ bayi saya dinyatakan meninggal.”

Wawancara dengan pak Agus:

“Saya yang aparat kepolisian, pada saat itu memang tidak dapat ikut menghadang beko bersama dengan masyarakat dihadapan aparat keamanan. Tapi saya tetap mendampingi masyarakat karena saya juga korban okupasi.

Upaya yang juga dilakukan masyarakat adalah melakukan aksi demonstrasi ke kantor pemerintahan seperti DPRD Kabupaten Deli Serdang, dan

Kantor Polisi Tanjung Morawa. Aksi massa atau demonstrasi merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan harapannya dihadapan pengambil kebijakan. Demonstrasi tersebut melibatkan masyarakat, perempuan adat AMAN, dan BPRPI. Selain memperjuangkan lahan, demonstrasi ini merupakan cara agar tuntutan masyarakat dapat didengar oleh pengambil kebijakan. Mereka menuntut agar mendapat jalan keluar yang sesuai.

Aksi demonstrasi dilakukan sampai berhari-hari bahkan masyarakat harus tidur di lokasi demonstrasi. Pada aksi tersebut melibatkan bapak-bapak, tokoh adat, perempuan-perempuan adat, ibu-ibu, dan pendampingan dari organisasi BPRPI, serta sebagian petani tinggal di lokasi lahan untuk mempertahankan tanahnya.

Seperti wawancara dengan ibu Nila:

“Saya bersama dengan ibu-ibu lainnya ikut demo, sampai berhari-hari. Kami menginap disana sampai ada keputusan dari mereka (pengambil kebijakan). Bapak-bapaknya menjaga dimalam hari, dan kami bisa istirahat ketika mereka menjaga.”

Dan wawancara dengan pak Jalo:

“Kami mendampingi warga, ada pak Ngawin perwakilan sekaligus tamengnya masyarakat, perempuan adat Bangun Rejo, ibu-ibu lainnya dan bapak-bapak demo ke kantor pemerintahan menuntut dan menyuarakan apa yang menjadi tututan dan harapan kami. Pada saat itu kami hanya menuntut agar mendapat titik terang atas konflik yang melanda lahan kami, dan supaya masyarakat mendapat hak adatnya.”

Hasil wawancara dengan pak Agus yakni:

“Saya ikut memediasi bersama dengan BPRPI menghadap PTPN II, karena saya juga korban okupasi dan mendampingi masyarakat. Saya bahkan sempat dilaporkan pihak perkebunan karena telah dianggap menyerobot lahan masyarakat. Tapi semua bisa saya buktikan dengan surat-surat yang saya miliki.

Gambar 4.8

Penghadangan Masyarakat di Lahan Okupasi

(Sumber: http://perempuan.aman.or.id)

Perlawanan dan tindakan kolektif petani dapat dilakukan dengan menguatnya faktor internal antar masyarakat seperti jenis solidaritas, kemampuan membebaskan diri dari pengaruh pihak lawan, dan kemampuan yang terorganisasi dalam merencanakan suatu perlawanan (Ariendi, 2011). Menurut Mustain (2007), memperjuangkan tanah petani juga mengalami berbagai masalah internal seperti sikap saling curiga, kesenjangan sosial, hingga munculnya konflik internal dalam petani karena adanya perubahan. Hasil observasi pada penelitian ini, tindakan kolektif masyarakat adat masih cukup kuat. Besarnya tujuan agar lahan dapat diusahakan kembali oleh masyarakat, dan pentingnya fungsi tanah, status lahan, dan tujuan mendapatkan lahan menjadi landasan kuat dalam memperjuangkan lahannya (status lahan dan tujuan mendapatkan lahan).

Demonstrasi yang dilakukan selama berhari-hari membutuhkan logistik makanan untuk yang turun melakukan aksi demonstrasi. Kebutuhan logistik biasanya disiapkan oleh kaum perempuan yang tinggal di desa, mereka dengan sukarela menyiapkan makanan. Makanan datang pada siang hari dan menjelang malam. Sementara pihak yang demonstran menginap di kantor teras tempat melakukan aksi demo, kemudian pada pagi hari masyarakat melanjutkan aksi demo kembali. Hubungan masyarakat melibatkan gerakan sosial yang diprakarsai

oleh BPRPI sekaligus bukti gerakan rakyat masyarakat adat. Perjuangan masyarakat dalam penghadangan dan aksi demonstrasi merupakan bagian dari perilaku kolektif. Perilaku kolektif adalah tindakan bersama yang dilakukan oleh sejumlah orang dan merupakan tanggapan terhadap suatu rangsangan yang sama (Sunarto, 2004:187). Dalam hal ini perilaku kolektif masyarakat sebagai tindakan bersama oleh sejumlah masyarakat adat dengan tujuan untuk mempertahankan tanah adat rakyat penunggu.