• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghilangan Bunyi dalam Satu Kata

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 Pembahasan

3.2.1 Penghilangan Bunyi

3.2.1.1 Penghilangan Bunyi dalam Satu Kata

1. Kata

ﱞﺏَﺭ

[rabbun]

Pada data (1) di atas, morfem bebas ﱞﺏَﺭ [rabbun] dalam potongan ayat

ْﻢ ِﻬﱢﺑَﺭﻰَﻠَﻋَﻭ

...

/ ...wa ‘alā rabbihim/ (QS: 6: 99). Mempunyai pola suku kata KVKKVK.

Kata ini telah mengalami idgam yaitu adanya urutan bunyi konsonan stop bilabial. Bentuk dasar dari kata

ﱞﺏَﺭ

[rabbun] adalah dari perubahan kata kerja maḍi, mudori’, dan masdar

ﺎًّﺑَﺭ , ُﺐُﺑ ْﺮَﻳ , َﺐَﺑَﺭ

[rababa – jarbubu – rab:ba:n] Dalam

kaidah idgam apabila dua bunyi konsonan yang sama setelahnya ada bunyi vokal, maka bunyi vokal yang pertama dari kedua konsonan tersebut dibuang. Dengan demikian kata kerja maḍi

َﺐَﺑَﺭ

[rababa] dalam pola suku kata (KVKVKV) maka untuk membentuk kata dasarnya dibuang bunyi vokal yang ada setelah bunyi konsonan stop bilabial bersuara [b] yang pertama. Bentuk kata berubah menjadi

َﺐْﺑَﺭ

[rabba] atau (KVKKV). Karena bunyi konsonan stop bilabial bersuara [b] berurutan dalam proses idgam lambang bunyi yang serupa dan berurutan diganti dengan tanda tasydid

yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam, sehingga bunyi tulisannya menjadi

ﱞﺏَﺭ

[rab:bun]. Dalam kaedah idgam kedua bunyi konsonan yang mengalami idgam akan mengalami pemanjangan bunyi konsonan yang disebut dengan geminasi dalam bentuk fonologi yaitu [rab:bun].

2. kata

َﻊَﺒﱠﺗﺇ

[/ittaba÷a]

Pada data (2) di atas, morfem

َﻊَﺒﱠﺗِﺇ

[/ittaba÷a] dalam potongan ayat

ْﻢُﺘْﻌَﺒﱠﺗﺍ

ِﻦِﺌـَﻟ

ﺎًﺒـْﻴـَﻌُﺷ

./ la`init-taba’tum syu’aybān/ (QS. 7: 90) berasal dari morfem

ُﻊَﺒْﺘَﻳ

– َﻊِﺒَﺗ

[tabi÷a - jatba÷u], lalu morfem tersebut dimasukkan pola

َﻞَﻌَﺘْﻓِﺇ

[/ifta÷ala] maka morfem [tabia÷a] menjadi

َﻊَﺒَﺘْﺗِﺇ

[/it taba÷a]. Dalam data tersebut terlihat adanya dua bunyi konsonan stop dental tidak bersuara [t] yang berurutan. Dalam kaidah

idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan

tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk morfem

َﻊَﺒَﺘْﺗِﺇ

[/ittaba÷a] menjadi

َﻊَﺒ ﱠﺗِﺇ

[/ittaba÷a] yaitu memakai tanda tasydid pada konsonan stop dental tidak bersuara [t]. Menurut kaidah idgam, dua bunyi konsonan yang sama apabila berurutan maka diucapkan dengan memanjangkan bunyi konsonan tersebut. Dalam kaedah fonologi, pemanjangan konsonan ini disebut dengan geminasi. Secara fonetik dapat dilihat seperti [/it:taba÷a].

3. Kata

ﱠﺚَﺑ

[baTTa]

Pada data (3) di atas, morfem bebas

ﱠﺚَﺑ

[baTTa] dalam potongan ayat

ﺎَﻤُﻬْﻨِﻣ

ﱠﺚَﺑ َﻭ

/

wa baṡṡa minhumā/ (QS 4: 1) berasal dari morfem

َﺚَﺜَﺑ

[baTaTa], dengan pola suku kata (KVKVKV), bunyi vokal [a] yang hadir pada suku kata kedua setelah bunyi konsonan frikatif interdental tidak bersuara [T] yang pertama

َﺙ

- َﺙ

- َﺏ

[ba-Ta-Ta]. Dalam kaidah idgam, bunyi vokal yang hadir setelah bunyi konsonan yang sama seperti dalam data harus dihilangkan, sehingga pola suku kata berubah menjadi (KVKKV) atau

َﺙ

- ْﺙ

- َﺏ

[baTTa] dan dua bunyi konsonan frikatif interdental tidak bersuara [T] menjadi bunyi konsonan berurutan yaitu [TT]. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

َﺚ ْﺜَﺑ

[baTTa] menjadi

ﱠﺚَﺑ

[baTTa]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan frikatif interdental tidak bersuara [T] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut geminasi menjadi [baT:Ta].

4. Kata

ُﻪﱠﺟﺎَﺣ

[฀a:∆∆ahu]

Pada data (4) di atas, morfem bebas

ُﻪﱠﺟﺎَﺣ

[฀a:∆∆ahu] dalam potongan ayat

ُﻪُﻣْﻮَﻗ

ُﻪﱠﺟﺎَﺣ َﻭ

/wa hājjahu qaumuhu/ (QS 6:80) berasal dari bentuk kata kerja maḍi,

mudori’,dan masdar

ﺎﱞﺟﺎَﺣ

-

ُﺞِﺟﺎَﺤُﻳ

-

َﺞَﺟﺎَﺣ

[฀a:∆a∆a - ju฀a:∆i∆u - ฀a:∆∆a:n] dengan pola

َﻞَﻋﺎَﻓ

[fa:÷ala]

,

bunyi vokal [a] yang hadir pada suku kata kedua pada morfem

َﺝ- َﺝ-ﺎَﺣ

[฀a:-∆a-∆a] dihilangkan dan dirangkaikan dengan suku kata ketiga menjadi

َﺝ- ْﺝ-ﺎَﺣ

[฀a:∆∆a] dan dua bunyi konsonan frikatif alveo palatal bersuara [∆] menjadi bunyi konsonan berurutan yaitu [∆∆]. Dalam kaidah

idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan

tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

َﺞْﺟﺎَﺣ

[฀a:∆∆a] menjadi

ﱠﺝﺎَﺣ

[฀a:∆∆a]. Menurut kaedah fonologi bunyi konsonan

frikatif alveo palatal bersuara [∆] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi menjadi [฀a:∆:∆a].

5. Kata

ﱠﺢُﺷ

[Su฀฀a]

Pada data (5) di atas, morfem bebas

ﱠﺢُﺷ

[Su฀฀a] dalam potongan ayat

ِﺕَﺮِﻀْﺣُﺃَﻭ

ﱠﺢﱡﺸﻟﺍ

ُﺲُﻔْﻧﻷﺍ

/ wa `aḥḍirati l-`anfusu sy-syuḥḥa/ (QS 4: 128) berasal dari bentuk

kata kerja maḍi, mudori’, dan masdar

ﺎًّﺤُﺷ– ُﺢُﺤْﺸَﻳ– َﺢَﺤَﺷ

[Sa฀a ฀a - jaS฀u฀u -

Su฀฀a:n]. Karena adanya dua bunyi konsonan frikatif faringal tidak bersuara [฀] yang berurutan, Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka, salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

ﺎًﺤْﺤُﺷ

[Su฀฀a:n] menjadi

ﺎًّﺤُﺷ

[Su฀฀a:n]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan frikatif faringal tidak bersuara sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [฀] yang disebut dengan geminasi menjadi [Su฀:฀a:n].

6. Kata

ﱠﺦَﺑ

[baxxa].

Pada data (6) di atas, morfem bebas

ﱠﺦَﺑ

[baxxa] (BAK, 1972: 57) berasal dari kata kerja maḍi

َﺦَﺨَﺑ

[baxaxa]. Menurut kaedah idgam bunyi vokal [a] yang hadir pada suku kata kedua pada morfem

َﺥ- َﺥ- َﺏ

[ba-xa-xa],dihilangkan atau dibuang. Dengan demikian bunyi konsonan frikatif velar tidak bersuara [x] menjadi konsonan berurutan yaitu [xx]. Dalam kaidah idgam apabila bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

َﺦَﺨَﺑ

[baxaxa] menjadi

ﱡﺦَﺑ

[baxxa]. Menurut kaedah fonologi bunyi konsonan frikatif velar tidak bersuara [x] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi menjadi [bax:xa].

7. Kata

َﺓﱠﺪِﻋ

[÷iddata]

Pada data (7) di atas, morfem bebas

َﺓﱠﺪِﻋ

[÷iddata] dalam potongan ayat

َﺓﱠﺪـِﻋ

ﱠﻥِﺇ

ِﺭﻮُﻬﱡﺸﻟﺍ

/ `inna ‘iddata sy-syuhūri / (QS 9: 36) berasal dari morfem

ُﺩُﺪْﻌَﻳ

– َﺩَﺪَﻋ

[÷adada - ja÷dudu - ÷idda:n] karena kata

ُﺭْﻮُﻬُﺸﻟﺍ

[aS-Ssuhu:ru] adalah ism jamak yang dianggap mu’annas maka bentuk [÷idda:n] harus dirubah menjadi ism mu’annas dengan pola

ٌﺔَﻠْﻌِﻓ

[fi÷latun] maka kata

ﺍًّﺪِﻋ

[÷idda:n] menjadi

ٌﺓَﺩْﺪِﻋ

[÷iddatun]. Dalam morfem

ٌﺓَﺩْﺪِﻋ

[÷iddatun] terdapat dua bunyi konsonan stop dental bersuara [d] yang berurutan. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

ٌﺓَﺩْﺪِﻋ

[÷iddatun] menjadi

ٌﺓﱠﺪِﻋ

[÷iddatun]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan stop dental bersuara [d] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [d] yang disebut dengan geminasi, dengan demikian bentuk luarannya adalah [ ÷id:datun].

8. Kata

ﱡﺬَﺷ

[SaDDa]

Pada data (8) di atas, morfem bebas

ﱡﺬَﺷ

[SaDDa] (BAK, 1972: 192) berasal dari morfem

َﺫَﺬَﺷ

[SaDaDa]. Bunyi vokal [a] yang hadir pada suku kata kedua pada morfem

َﺫ

- َﺫ

- َﺵ

[Sa-Da-Da], dihilangkan dan dirangkaikan dengan suku kata ketiga menjadi

َﺫ

-ﺫ

- َﺵ

[Sa-D-Da] dan dua bunyi konsonan frikatif interdental bersuara [D] menjadi konsonan berurutan yaitu [DD]. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

َﺫْﺬَﺷ

[SaDDa] menjadi

ﱠﺬَﺷ

[SaDDa]. Dalam kaedah fonologi bunyi konsonan frikatif interdental bersuara [D] bersuara yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi, dengan demikian bentuk luarannya adalah [SaD:Da].

9. Kata

ﱠﺮَﻣ

[marra]

Data (9) di atas merupakan, morfem bebas dalam potongan ayat

ﱠﺮَﻣ

ﻱِﺬﱠﻟﺎَﻛ

ْﻭَﺃ

/`aw ka l-lażī marra ‘alā qaryatin/ (QS 2: 259). Morfem

ﱠﺮَﻣ

[marra] berasal dari morfem

َﺭَﺮَﻣ

[marara]. Bunyi vokal [a] yang hadir pada suku kata kedua pada morfem

َﺭ

- َﺭ

- َﻡ

[ma-ra-ra] dihilangkan dan dirangkaikan dengan suku kata ketiga menjadi

َﺭ

- ْﺭ

- َﻡ

[ma-r-ra]. Kedua bunyi konsonan tersebut menjadi konsonan berurutan yaitu [rr]. Dalam kaidah idgam, bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu bunyi konsonan yang sama berurutan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

َﺭَﺮَﻣ

[marara] menjadi

ﱠﺮَﻣ

[marra]. Menurut kaedah fonologi bunyi konsonan vibran alveolar bersuara [r] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi, sehingga menjadi [mar:ra].

10.Kata

َﺓﱠﺰِﻋ

[÷iZZata]

Pada data (10) di atas, morfem bebas

َﺓﱠﺰِﻋ

[÷iZZata] dalam potongan ayat

ﱠﻥِﺇ

ﺎًﻌﻴِﻤَﺟ

ِﱠ ِﻟ

َﺓﱠﺰـ ِﻌْﻟﺍ

/ inna l-‘izzata lillahi jamī’ān / (QS 10; 65). berasal dari morfem

kata kerja maḍi, mudori’, dan masdar

ٌﺓَﺯْﺰِﻋ

– ُﺯِﺰْﻌَﻳ

- َﺯَﺰَﻋ

[÷aZaZa - ja÷ZiZu –

ZiZZatun]. Pada morfem

ٌﺓَﺯْﺰِﻋ

[÷iZZatun] ini terdapat dua bunyi konsonan frikatif alveolar bersuara [Z] yang berurutan. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid[

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

ٌﺓَﺯْﺰِﻋ

[÷iZZatun]

menjadi

ٌﺓﱠﺰِﻋ

[÷ZZatun]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan frikatif alveolar bersuara [Z] yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [Z] yang disebut dengan geminasi, sehingga bentuk luarannya adalah [÷Z:Zatun].

11.Kata

ﱠﺲَﻣ

[massa]

Pada data (11) di atas, morfem bebas

ﱠﺲَﻣ

dalam potongan kata

ﱠﺲَﻣ ْﻦَﻣ

/ man massa / (TBBA tt: 17) berasal dari morfem kata kerja maḍi, mudori’ dan masdar

َﺲَﺴَﻣ

ُﺲَﺴْﻤَﻳ

ﺎًﺴْﺴَﻣ

[masasa – yamsasu – massa:n]. Bunyi vokal [a] yang

hadir pada suku kata kedua pada morfem

َﺱ

-

َﺱ - َﻡ

[ma – sa – sa]dihilangkan dan dirangkaikan dengan suku kata ketiga menjadi

َﺱ– ْﺱ

- َﻡ

[ma – s – sa] dan dua bunyi konsonan menjadi konsonan berurutan yaitu [ss]. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam, sehingga bentuk

َﺲْﺴَﻣ

[massa] menjadi

ﱠﺲَﻣ

[massa]. Menurut kaedah fonologi bunyi konsonan frikatif alveolar bersuara sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi, sehingga bentuk luarannya adalah [mas:sa].

12.Kata

ﱠﺶَﻋ

[÷aSSa]

Pada data di atas, morfem bebas

ﱠﺶ َﻋ

[÷aSSa] (KBA, 1972: 40) berasal dari morfem

َﺶَﺸَﻋ

-

ُﺶُﺸْﻌَﻳ

[÷aSSa - ja÷uSSu]. Bunyi vokal [a] yang hadir pada suku kata kedua pada morfem

َﺵ

- َﺵ

- َﻉ

[÷a- Sa – Sa] dihilangkan dan dirangkaikan dengan suku kata ketiga menjadi

َﺵ

- ْﺵ

- َﻉ

[÷a-S-Sa]. Karena adanya dua bunyi konsonan frikatif alveo palatal tidak bersuara [S] yang berurutan, dalam kaidah

idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan

tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam, oleh karena itu

َﺶْﺸَﻋ

[÷aSSa] menjadi

ﱠﺶَﻋ

[÷aS:Sa]. Menurut kaedah fonologi bunyi konsonan frikatif alveo palatal tidak bersuara [

] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi.

13.Kata

ﱡﺺَﺘْﺨَﻳ

[jaxtaßßu]

Pada data di atas, morfem bebas

ﱡﺺَﺘْﺨَﻳ

[jaxtaßßu] dalam potongan ayat

ﱡﺺـَﺘـْﺨَﻳ

ِﻪِﺘَﻤْﺣَﺮِﺑ

/ yakhtaṣṣu biraḥmatihi/ (QS 2:74) berasal dari morfem

– َﺺَﺼَﺘْﺧِﺇ

ُﺺِﺼَﺘْﺨَﻳ

[/ixtaßaßa – jaxtaßißu]. Bunyi vokal [i] yang hadir pada suku kata

ketiga pada morfem

َﺹ

- ِﺹ

- َﺕ

- ْﺦ َﻳ

[jax-ta-ßi-ßu] dihilangkan dan dirangkaikan dengan suku kata keempat menjadi

ُﺹ

– ْﺹ- َﺕ- ْﺦَﻳ

[jax- ta- ß-ßu] dan dua bunyi konsonan tersebut menjadi konsonan berurutan yaitu [ßß]. Karena adanya dua bunyi konsonan frikatif velarized tidak bersuara [ß] yang berurutan, dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu

ُﺺِﺼَﺘْﺨَﻳ

[jaxtaßißu] menjadi

ﱡﺺَﺘْﺨَﻳ

[jaxtaßßu]. Menurut kaedah fonologi bunyi

konsonan frikatif velarized tidak bersuara [ß] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi.

14.Kata

ﱠﺾَﺣ

[฀aÍÍa]

Pada data di atas, morfem bebas

ﱠﺾَﺣ

[฀aÍÍa] (BAK, 1972: 104) berasal dari morfem

َﺾَﻀ َﺣ

[฀aÍaÍa] bunyi vokal [a] yang hadir pada suku kata kedua pada morfem

َﺽ

- َﺽ

- َﺡ

[฀a-Ía-Ía] dihilangkan dan dirangkaikan dengan suku kata ketiga menjadi

َﺽ

- ْﺽ

- َﺡ

[฀a-Í-Ía] dan dua bunyi konsonan menjadi konsonan berurutan yaitu [ÍÍ]. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantkan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

َﺾَﻀَﺣ

[฀aÍaÍa] -

ﱠﺾَﺣ

[฀aÍÍa]. Menurut kaedah fonologi bunyi konsonan stop dental velarized bersuara [Í] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi.

15.Kata

ًﺔﱠﻄِﺣ

[฀iˇˇatun]

Pada data di atas, morfem bebas

ًﺔﱠﻄِﺣ

[฀iˇˇatun] dalam potongan ayat

ﺍﻮُﻟﻮُﻗَﻭ

ٌﺔﱠﻄِﺣ

/wa qūlūḥiṭṭatun/ (QS 7: 116) berasal dari morfem

ُﻂُﻄ ْﺤَﻳ – َﻂَﻄَﺣ

[฀aˇaˇa

- ja฀ˇuˇu] lalu morfem tersebut dimasukkan pola

ٌﺔَﻠْﻌِﻓ

[fi÷latun] maka menjadi

ٌﺔَﻄّْﻄ ِﺣ

[฀i ˇˇa t u n]. Karena adanya dua bunyi konsonan stop dental velarized tidak bersuara [ˇ] yang berurutan. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

ٌﺔَﻄْﻄِﺣ

[฀i ˇˇa t u n]

menjadi

ٌﺔﱠﻄِﺣ

[฀i ˇ:atun]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan stop dental velarized tidak bersuara [ˇ] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [ˇ] yang disebut dengan geminasi.

16. Kata

ﺎًّﻈَﻓ

[fa¸¸an]

Pada kata di atas, morfem bebas

ﺎًّﻈَﻓ

[fa¸¸a:n] dalam potongan ayat

َﺖْﻨُﻛ

ْﻮَﻟَﻭ

ﺎًّﻈـ َﻓ/

wa lau kunta faẓẓān / (QS 3: 159) berasal dari morfem

ﺎًﻈْﻈَﻓ - ُﻆَﻈْﻔَﻳ - َﻆَﻈَﻓ

[fa¸a¸a - jaf¸a¸u - fa¸¸an] karena adanya dua bunyi konsonan frikatif velarized bersuara [¸] yang berurutan. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka, salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam.Oleh karena itu bentuk

ﺎًﻈْﻈَﻓ

[fa¸¸a:n] menjadi

ﺎًّﻈَﻓ

[fa¸¸a:n]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan frikatif velarizd bersuara sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [¸] yang disebut dengan geminasi.

17.Kata

ﱠﻊَﻛ

[ka÷÷a]

Pada data di atas, morfem bebas

ﱠﻊَﻛ

[ka÷÷a] (BAK, 1972: 104) berasal dari morfem

َﻊَﻌَﻛ

[ka÷a÷a] bunyi vokal [a] yang hadir pada suku kata kedua pada morfem

َﻉ

- َﻉ

- َﻙ

[ka-÷a-÷a] dihilangkan dan dirangkaikan dengan suku kata ketiga menjadi

َﻉ

- ْﻉ

– َﻙ

[ka-÷-÷a] dan dua bunyi konsonan menjadi konsonan berurutan yaitu [÷÷]. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantkan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

َﻊَﻌَﻛ

[ka-÷a-÷a] menjadi

ﱠﻊَﻛ

[ka÷÷a]. Menurut kaedah fonologi bunyi konsonan frikatif faringal bersuara [÷] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi.

18.Kata

ﱡﻒَﻜْﻟﺍ

[al-kaffu]

Pada data di atas, kata

ﱞﻒ َﻛ

(kaffun] dalam potongan kalimat

ﱢﻒَﻜْﻟﺍ َﻦِﻣ ُﺮِﺜْﻨَﺘْﺴَﻳَﻭ /

wa yastanṣiru minal-kaffi / (TBBA, tt: 12) berasal dari morfem

ﺎًﻔْﻔَﻛ– ُﻒَﻔْﻜَﻳ– َﻒَﻔَﻛ

[kafafa- jakfafu – kaffa:n] karena adanya dua bunyi konsonan frikatif labo dental tidak bersuara [f] yang berurutan. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka, salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

ﺎًﻔْﻔَﻛ

[kaffa:n] menjadi

ﺎًّﻔَﻛ

[kaf:fa:n]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan frikatif labio dental tidak bersuara sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [f] yang disebut dengan geminasi.

19. Kata

ﱡﻖَﺤْﻟﺍ

[al-฀aqqu]

Pada data di atas, kata

ﱞﻖَﺣ

[฀aqqun] dalam potongan kalimat

ﱠﻖَﺤ ْﻟﺍ

ﺍﻮُﺴِﺒْﻠَﺗ

ﻻَﻭ

/wa lā talbisū l-haqqa/ (QS 2: 42) berasal dari morfem

ﺎًﻘْﻘَﺣ

– ُﻖِﻘْﺤَﻳ

– َﻖَﻘَﺣ

[฀aqaqa- ja฀qiqu – ฀aqqa:n] karena adanya dua bunyi konsonan stop uvular tidak bersuara [q] yang berurutan. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka, salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

ﺎًﻘْﻘَﺣ

[฀aqqa:n] menjadi

ﺎًّﻘَﺣ

[฀aq:qa:n]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan stop uvular tidak bersuara sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [q] yang disebut dengan geminasi.

20.Kata

ﱟﻚَﺷ

(Sakkin)

Pada data di atas, kata

ﱞﻚَﺷ

[Sakkun] dalam potongan ayat

ﱟﻚَﺷ

ﻲِﻔَﻟ

ِﻪﻴِﻓ

ﺍﻮُﻔَﻠَﺘْﺧﺍ

/`ikhtalafū fīhi lafī syakkin/ (QS 4: 157). berasal dari morfem

ﺎًﻜْﻜَﺷ– ُﻚُﻜْﺸَﻳ– َﻚَﻜَﺷ

[Sakaka – jaSkuku – Sakka:n] karena adanya dua bunyi konsonan stop velar tidak bersuara [k] yang berurutan. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka, salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

ٌﻚْﻜَﺷ

[Sakkun] menjadi

ﱞﻚَﺷ

[Sak:kun]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan stop velar tidak bersuara sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [k] yang disebut dengan geminasi.

21.Kata

ﱠﻞَﺿ

[Íalla]

Pada data di atas, kata

ﱠﻞَﺿ

[Íalla] dalam potongan ayat

ِﻞﻴِﺒﱠﺴﻟﺍ

َءﺍَﻮَﺳ

ﱠﻞَﺿ

ْﺪَﻘَﻓ

/faqad ḍalla sawā`a s-sabīli / (QS 10: 108). berasal dari morfem

َﻞَﻠَﺿ

[Íalala] ] bunyi vokal [a] yang hadir pada suku kata kedua pada morfem

َﻝ

- َﻝ

– َﺽ

[Ía-la-la] dihilangkan dan dirangkaikan dengan suku kata ketiga menjadi

– َﺽ

ْﻝ

َﻝ

[Ía-l-la] dan dua bunyi konsonan menjadi konsonan berurutan yaitu [ll]. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

َﻞَﻠَﺿ

[Íalala] -

ﱠﻞَﺿ

[Íalla]. Menurut kaedah fonologi bunyi konsonan lateral alveolar bersuara [l] sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan yang disebut dengan geminasi.

22. Kata

ﱞﻢُﺻ

[ßummun]

Pada data di atas, kata

ﱞﻢُﺻ

[ßummun] dalam potongan ayat

ٌﻢْﻜُﺑ

ﱞﻢُﺻ

/ṣummun bukmun / (QS 2: 18). berasal dari morfem

ﺎﱞﻤ َﺻ

- ُﻢُﻤْﺼَﻳ

– َﻢَﻤَﺻ

[ßamama – jaßmumu – ßamma:n] karena adanya dua bunyi konsonan nasal bilabial bersuara [m] yang berurutan. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka, salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami

idgam. Oleh karena itu bentuk

ٌﻢْﻤَﺻ

[ßammun] menjadi

ﱞﻢَﺻ

[ßam:mun].

Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan stop velar tidak bersuara sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [k] yang disebut dengan geminasi.

23.Kata

ﱠﻦﱠﻈﻟﺍ

[a¸-¸anna]

Pada data di atas, kata

ﱠﻦﱠﻈﻟﺍ

[a¸-¸anna]dalam potongan ayat

ﱢﻦﱠﻈﻟﺍ

َﻉﺎَﺒﱢﺗﺍ

/`ittiba’a z-zanni / (QS 4: 157). berasal dari morfem

ﺎﱞﻨَﻅ

– ُﻦُﻨْﻈَﻳ

– َﻦَﻨَﻅ

[¸anana -

ja¸nunu -¸anna:n] karena adanya dua bunyi konsonan nasal alveolar bersuara [n] yang berurutan. Dalam kaidah idgam bunyi konsonan yang sama berurutan maka, salah satu dari bunyi konsonan tersebut dihilangkan dan digantikan dengan tanda tasydid [

] yang menandakan bahwa kedua konsonan itu mengalami idgam. Oleh karena itu bentuk

ٌﻦْﻨَﻅ

[¸annun] menjadi

ﱞﻦَﻅ

[¸an:nun]. Menurut kaidah fonologi bunyi konsonan nasal alveolar bersuara sejenis yang berurutan berlaku pemanjangan konsonan [n] yang disebut dengan geminasi.

Dokumen terkait