• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

3. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas

Tim PPK Kemendikbud (2017: 27) membagi Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas 6 kategori. Berikut adalah paparan dari masing-masing kategori.

a. Pengintegrasian PPK dalam Kurikulum

Pengintegrasian PPK dalam kurikulum mengandung arti bahwa pendidik mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK ke dalam proses pembelajaran dalam setiap mata pelajaran. Pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai utama karakter dimaksudkan untuk menumbuhkan dan menguatkan pengetahuan, menanamkan kesadaran, dan mempraktikan nilai-nilai utama PPK. Pendidik dapat memanfaatkan secara optimal materi yang sudah tersedia di dalam kurikulum secara kontekstual dengan penguatan nilai-nilai utama PPK (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 27).

Langkah-langkah penerapkan PPK melalui pembelajaran yang terintegrasi dalam kurikulum dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut.

1) Melakukan analisis KD melalui identifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran. Contohnya pada kelas IV tema 3 sub tema 2 mata pelajaran Bahasa Indonesia KD 4.3 “Melaporkan hasil wawancara menggunakan kosakata baku dan kalimat efektif dalam bentuk teks lisan”, dengan indikator pencapaian 4.3.1 “Mempresentasikan hasil wawancara dengan kosakata baku dan kalimat efektif dalam bentuk teks lisan”. Melalui KD dan indikator tersebut diharapkan peserta didik memiliki nilai karakter percaya diri.

2) Mendesain RPP yang memuat fokus penguatan karakter dengan memilih metode pembelajaran dan pengelolaan (manajemen)

kelas yang relevan. Selanjutnya, guru menentukan metode pembelajaran dan pengelolaan kelas yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang efektif, menyenangkan, dan edukatif sesuai KD dan indikator yang telah ditentukan.

3) Melaksanakan pembelajaran sesuai skenario dalam RPP. Setelah melakukan analisis KD dan indikator, guru melakukan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah dibuat dalam RPP.

4) Melaksanakan penilaian otentik atas pembelajaran yang dilakukan.

5) Melakukan refleksi dan evaluasi terhadap keseluruhan proses pembelajaran.

b. PPK Melalui Manajemen Kelas

Evertson dan Weinstein (dalam Koesoema, 2018: 147) menyatakan manajemen kelas sebagai tindakan-tindakan yang diambil oleh guru untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran akademik dan emosi sosial. Manajemen kelas (pengelolaan kelas) merupakan momen pendidikan yang menempatkan para guru sebagai individu yang berwenang dan memiliki otonomi dalam proses pembelajaran untuk mengarahkan, membangun kultur pembelajaran, mengevaluasi, dan mengajak seluruh komunitas kelas membuat komitmen bersama agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan berhasil. Pendidik memiliki

kewenangan dalam mempersiapkan skenario pembelajaran yang berfokus pada nilai–nilai utama karakter sebelum pembelajaran, saat mengajar, dan setelah pengajaran. Manajemen kelas yang baik membantu peserta didik belajar dengan lebih baik dan dapat meningkatkan prestasi belajar (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 28).

Dalam proses pengelolaan dan pengaturan kelas terdapat penguatan nilai-nilai pendidikan karakter. Contohnya, sebelum memulai pelajaran pendidik dapat mempersiapkan peserta didik secara psikologis dan emosional untuk memasuki materi pembelajaran dan menanamkan nilai kedisiplinan dan komitmen bersama. Guru bersama peserta didik membuat komitmen kelas yang akan disepakati pada saat peserta didik belajar. Aturan ini dikomunikasikan, didiskusikan, dan disepakati bersama dengan peserta didik. Tujuan pengaturan kelas adalah agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan membantu setiap individu berkembang maksimal dalam belajar (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 3).

Amri (2013: 178) menyatakan bahwa tujuan dari manajemen kelas adalah mencegah peserta didik mengembangkan masalah akademis dan emosional. Kelas yang dikelola dengan baik dapat membuat peserta didik sibuk melakukan aktivitas yang menantang dan termotivasi untuk belajar, misalnya guru memberikan nasihat kepada peserta didik untuk tidak suka marah dan mudah memaafkan kepada teman yang sudah memukul dalam pengembangan

pengendalian diri peserta didik. Guru juga dapat memberikan motivasi, meminta peserta didik maju ke depan untuk memimpin doa, dan sering mengajak peserta didik untuk bertanya jawab dalam mengembangkan rasa percaya diri peserta didik. Dengan demikian, peserta didik tidak akan mengembangkan masalah akademis dan emosional. Selain itu, pengelolaan kelas yang baik dapat membentuk penguatan karakter (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 3). Berikut ini contoh pengelolaan kelas yang berusaha memberikan penguatan karakter.

1) Peserta didik menjadi pendengar yang baik atau menyimak saat guru memberikan penjelasan di dalam kelas (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan toleransi).

2) Peserta didik mengangkat tangan atau mengacungkan jari kepada guru sebelum mengajukan pertanyaan maupun tanggapan. Setelah diizinkan oleh guru, peserta didik baru boleh berbicara (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan percaya diri).

3) Pemberian sanksi yang mendidik kepada peserta didik sebagai konsekuensi dan bentuk tanggung jawab bila terjadi keterlambatan dalam mengerjakan atau mengumpulkan tugas (dapat menguatkan nilai disiplin, bertanggung jawab, dan komitmen diri) dalam mengerjakan atau mengumpulkan tugas (dapat menguatkan nilai disiplin, bertanggung jawab, dan komitmen diri).

4) Guru mendorong peserta didik melakukan tutor teman sebaya. Peserta didik yang lebih pintar diajak untuk membantu temannya yang kurang dalam belajar dan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru (dapat menguatkan nilai gotong royong, kepedulian sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab). Pengelolaan kelas perlu lebih berfokus pada bagaimana mempersiapkan peserta didik agar memiliki kesiapan fisik, mental, psikologis, dan akademis untuk menjalani proses pembelajaran secara lebih produktif (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 28).

c. PPK Melalui Pilihan dan Pengunaan Model dan Metode Pembelajaran

Penguatan Pendidikan Karakter yang terintegrasi dalam kurikulum dapat dilakukan melalui pembelajaran di kelas menggunakan model dan metode pembelajaran yang tepat. Triatno (2010: 51) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Djamarah, 2006: 46). Guru harus pandai memilih model dan metode pembelajaran yang tepat supaya secara tidak langsung dapat menanamkan pembentukan karakter kepada peserta didik.

Model dan metode pembelajaran yang dipilih harus membantu guru dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik. Melalui model dan metode pembelajaran tersebut diharapkan peserta didik memiliki keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21, seperti kecakapan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan berkomunikasi (communication skills), termasuk penguasaan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran (collaborative learning).

Beberapa model dan metode pembelajaran yang dapat dipilih guru secara kontekstual (Tim Kemendikbud, 2017: 29-31) antara lain adalah sebagai berikut.

1) Model pembelajaran inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis (Hamdayama, 2014: 31). Guru merancang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahami. Tujuan dari model inkuiri ini adalah memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri. Model seperti ini lebih menghargai proses pembelajaran melalui pengalaman langsung daripada hasil akhir (Koesoema, 2018: 190). Model ini dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, membina sikap kerja sama, inovasi, dan kreasi selama proses pembelajaran berlangsung.

2) Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran kepada peserta didik yang dihadapkan pada suatu masalah berupa pernyataan atau pertanyaan untuk dibahas dan dipecahkan bersama (Hamdayama, 2014: 131). Tujuan diskusi adalah memperoleh pengertian bersama yang lebih jelas dan mencapai keputusan bersama.

3) Model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), yaitu pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivitas peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, dan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 30).

4) Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu suatu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil (umumnya terdiri dari 4-5 orang) peserta didik dengan keanggotaan yang heterogen (tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan suku/ras berbeda). Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 30).

d. PPK Melalui Mata Pelajaran Khusus

Penguatan Pendidikan Karakter melalui mata pelajaran khusus secara umum dilakukan dengan cara mengintegrasikan PPK dalam mata pelajaran yang sudah ada. Sekolah mendesain mata pelajaran khusus dengan alokasi waktu khusus yang disediakan sebagai bagian dalam pembentukan karakter peserta didik (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32). Tema-tema yang diambil disesuaikan dengan visi dan misi sekolah. Satuan pendidikan mendesain sendiri tema dan prioritas nilai pendidikan karakter apa yang akan mereka tekankan dan menyediakan guru khusus atau memberdayakan guru yang ada untuk mengajarkan materi tentang nilai-nilai tertentu dalam memperkuat pendidikan karakter (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32).

e. PPK Melalui Kegiatan Literasi

PPK melalui kegiatan literasi merupakan kegiatan mengasah kemampuan mengakses, memahami, mengolah, dan memanfaatkan informasi secara kritis dan cerdas berlandaskan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara untuk menumbuhkembangkan karakter seseorang menjadi tangguh, kuat, dan baik (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32). Berbagai kegiatan tersebut dilaksanakan secara terencana dan terprogram sedemikian rupa, baik dalam kegiatan-kegiatan berbasis kelas maupun kegiatan-kegiatan berbasis budaya sekolah, dan komunitas masyarakat. Dalam konteks kegiatan PPK berbasis kelas, kegiatan-kegiatan literasi

dapat diintegrasikan ke dalam kegiatan pembelajaran dan mata pelajaran yang ada dalam struktur kurikulum (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32).

Setiap guru dapat mengajak peserta didik membaca, menulis, menyimak, dan mengomunikasikan secara teliti, cermat, dan tepat tentang suatu tema atau topik yang ada di berbagai sumber, baik buku, surat kabar, media sosial, maupun media-media lain. Dalam hubungan ini diperlukan ketersediaan sumber-sumber informasi di sekolah, antara lain buku, surat kabar, dan internet. Oleh sebab itu, keberadaan dan peranan pojok baca, perpustakaan sekolah, dan jaringan internet menjadi penting untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32).

Kreativitas guru merupakan faktor penting dalam menyajikan program dan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara secara cerdas, agar peserta didik dapat menginternalisasi nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Lingkungan juga berpengaruh terhadap kegiatan literasi. Bagian terpenting dari penciptaan lingkungan literasi adalah penciptaan suasana kelas yang tertata, nyaman, dan menarik bagi peserta didik untuk mengikutinya (Lipton, 2013: 20). Pembiasaan membaca buku non pelajaran selama lima belas menit sebelum pelajaran dimulai, sebagaimana diatur dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti perlu menjadi

salah satu alternatif untuk menumbuhkan dan memulai gerakan literasi di sekolah.

f. PPK Melalui Layanan Bimbingan dan Konseling

Penguatan Pendidikan Karakter yang terintegrasi dapat dilakukan melalui pendampingan peserta didik, yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekitar (Nurihsan, 2005: 9). Peranan guru BK tidak hanya berfokus untuk membantu peserta didik yang bermasalah, melainkan membantu semua peserta didik dalam pengembangan ragam potensi yang meliputi pengembangan aspek belajar/akademik, karier, pribadi, dan sosial. Bimbingan dan konseling di sekolah dilaksanakan secara kolaboratif dengan para guru mata pelajaran, tenaga kependidikan, maupun orangtua dan pemangku kepentingan lainnya.

Lima nilai utama PPK yaitu religiositas, nasionalisme, gotong royong, kemandirian, dan integritas sangat sejalan dengan filosofi bimbingan dan konseling yang memandirikan. Peran dan tanggung jawab bimbingan dan konseling dalam PPK adalah pengembangan perilaku jangka panjang yang menyangkut lima nilai utama tersebut sebagai kekuatan nilai pada pribadi individu di dalam mengembangkan potensi di bidang belajar, karier,

pribadi, dan sosial (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 33). Penguatan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan melalui layanan-layanan berikut (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 34).

1) Layanan dasar

Layanan dasar adalah pendampingan yang diperuntukkan bagi seluruh peserta didik (konseli) melalui kegiatan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok untuk mengembangkan perilaku jangka panjang dalam pengembangan perilaku belajar, karier, pribadi, dan sosial. Nilai-nilai utama PPK diidentifikasi dan diintegrasikan ke dalam pengembangan perilaku belajar/akademik, karier, pribadi, dan sosial yang dikemas ke dalam topik atau tema tertentu dan dituangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling (RPLBK).

2) Layanan responsif

Layanan responsif adalah kegiatan yang diperuntukkan bagi peserta didik tertentu, baik individual maupun kelompok, yang memerlukan bantuan segera agar peserta didik tidak terhambat dalam pencapaian tugas-tugas perkembangannya. Bantuan diberikan melalui konseling, konsultasi, kolaborasi, kunjungan rumah, dan alih tangan (pengalihan penanganan konseli pada ahli lain karena sudah di luar kewenangan konselor/guru BK). Nilai-nilai utama PPK digunakan untuk

mengidentifikasi proses pemberian bantuan baik secara individual maupun kelompok. (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 34).

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas adalah proses komunikasi pembelajaran dan interaksi guru dengan peserta didik maupun antar peserta didik di dalam suatu kelas. Penguatan Pendidikan karakter terintegrasi ke dalam kurikulum, manajemen kelas, penggunaan model dan metode, mata pelajaran khusus, gerakan literasi, dan layanan konseling.

Dokumen terkait