• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PROGRAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KELAS DI SEKOLAH DASAR SE-KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PROGRAM PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KELAS DI SEKOLAH DASAR SE-KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PROGRAM PENGUATAN

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KELAS DI SEKOLAH

DASAR SE-KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Natalia Wulan Jatidiri NIM: 151134106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

PENERAPAN PROGRAM PENGUATAN

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KELAS DI SEKOLAH

DASAR SE-KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Natalia Wulan Jatidiri NIM: 151134106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2019

(3)
(4)
(5)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur, peneliti persembahkan karya tulis ini kepada.

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu menutun dalam setiap langkah dan selalu memberi berkat berlimpah.

2. Kedua orang tua tercinta Bapak Bonifasius Sukirto dan Ibu Cicilia Satinah yang telah memberikan kasih sayang dan cintanya dengan penuh ketabahan dan kesabaran, serta memberikan dukungan berupa material maupun spiritual.

3. Adikku Bibiana Suciati dan Patresia Bintang Permatasari yang selalu memberikan dukungan dan semangat dalam membuat karya tulis ini. 4. Dosen pembimbing Ibu Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. dan

Theresia Yunia Setyawan, S.Pd., M.Hum. yang telah sabar dalam membimbing saya sehingga terselesaikan karya tulis ini.

5. Teman seperjuangan dan bertukar pikiran bersama: Astri, Atika, Halimah, Diyah, dan Evita.

6. Sahabat dan teman-teman yang selalu memberikan semangat dalam susah dan senang.

(6)

MOTTO

“Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!”

(Yeremia 17:7)

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan

syukur.” (Filipi 4:6)

(7)
(8)
(9)

ABSTRAK

PENERAPAN PROGRAM PENGUATAN

PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KELAS DI SEKOLAH DASAR SE-KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN

Natalia Wulan Jatidiri Universitas Sanata Dharma

2019

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kecamatan Berbah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan metode survei. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 85 guru. Sampel penelitian terdiri dari 70 guru. Sampel ditentukan dengan tabel ketentuan jumlah minimal sampel menurut Krejcie dan Morgan. Data sampel dibatasi dengan simple random sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner berupa pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 92% guru di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Berbah sudah menerapkan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis kelas. Berdasarkan data yang diperoleh, guru telah menerapkan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis kelas di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Berbah dengan memperhatikan 3 aspek, yaitu aspek sosialisasi, pra observasi, dan observasi kelas. Sebesar 74% guru di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Berbah sudah menerapkan aspek sosialisasi. Sebesar 99% guru di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Berbah sudah menerapkan aspek pra observasi. Sebesar 95% guru di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Berbah sudah menerapkan aspek observasi. Bentuk penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berbasis kelas di sekolah dasar negeri se-Kecamatan Berbah yang dilakukan oleh guru antara lain adalah dilakukan melalui sosialisasi tentang PPK dengan Kelompok Kerja Guru (KKG), Kepala Sekolah, dan guru yang telah mengikuti pelatihan, mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam silabus dan RPP, melaksanakan pembiasaan sikap/karakter sebelum memulai pembelajaran, mengelola kelas dengan mengintegrasikan PPK, menerapkan model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan PPK, mengaitkan isi pembelajaran dengan Penguatan Pendidikan Karakter, memfasilitasi peserta didik untuk menumbuhkembangkan karakter, mencatat perkembangan karakter peserta didik, dan memberikan umpan balik kepada peserta didik tentang karakter yang dirancang dalam RPP.

(10)

ABSTRACT

THE APPLICATION OF CLASS-BASED CHARACTER EDUCATION STRENGTHENING PROGRAM IN ELEMENTARY SCHOOLS OF BERBAH

DISTRICT, SLEMAN REGENCY

Natalia Wulan Jatidiri Sanata Dharma University

2019

This research aims to determine and describe the application of class-based Character Education Strengthening program in the public elementary schools of Berbah district. This study uses the descriptive quantitative type of research with survey method. The Population in the study are 85 teachers. Observation’s samples consist of 70 teachers. Sample based on calculations using the minimum number of samples of provisions table according to Krejcie and Morgan. Sample are limited by using simple random sampling technique. Data collected through questionnaires closed questions and open questions.

The results showed that 92% of teacher in public elementary schools in Berbah district had implement the application of class-based Character Education Strengthening (PPK) programs. Based on the data obtained, the teacher has implement the application of class-based Character Education Strengthening (PPK) programs in public elemntary schools in Berbah district by paying attention to 3 aspects, namely aspects of socialization, pre-observation, and classroom observation. 74% of teachers in public elementary schools in Berbah district have applied the socialization aspect, 99% of teachers in public elementary schools in Berbah district have applied the aspect of pre-observation. 95% of teachers in public elementary schools in Berbah district have applied the observation aspect. The form of implement the application of class-based Character Education Strengthening (PPK) programs in public elemntary schools in Berbah district throughout by teachers include, among others, through the socialization of PPK with Teacher Working Groups (KKG), school principals, and teachers who have participated in training, integrating character values in the syllabus and lesson plans, customizing attitudes/characters before starting learning, managing classes by integrating PPK, applying learning models and methods that are compatible with PPK, linking learning content with Strengthening Character Education, facilitating students to develop characters, note student character development, and provide feedback to students about the characters designed in the lesson plan.

(11)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas Di Sekolah Dasar Se-Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman” dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak dapat tersusun. Untuk itu, dalam kesempatan kali ini, peneliti menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Kintan Limiansih, S.Pd., M.Pd.Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Maria Melani Ika Susanti, S.Pd., M.Pd. Dosen pembimbing I yang telah membimbing dengan sabar dan bijaksana.

5. Theresia Yunia Setyawan, M.Hum. Dosen pembimbing II yang telah membimbing dengan penuh kesabaran.

6. Oda Hadinata, M.Pd. Tim Pengembang Program Penguatan Pendidikan Karakter Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberi masukan kepada peneliti.

(12)

7. Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar yang telah memberikan tambahan pengetahuan dalam proses perkuliahan.

8. Bapak dan Ibu validator instrumen penelitian di Daerah Istimewa Yogyakarta.

9. Seluruh guru sekolah dasar negeri Kecamatan Berbah yang sudah membantu mengisi instrumen.

10. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah membantu proses perijinan penelitian skripsi.

11. Kedua orangtua, Bapak Bonifasius Sukirto dan Ibu Cicilia Satinah yang memberikan kasih sayang dan cintanya dengan penuh ketabahan dan kesabaran, serta memberikan dukungan berupa material maupun spiritual 12. Adikku Bibiana Suciati dan Patresia Bintang Permatasari yang selalu

memberikan dukungan dan semangat dalam membuat karya tulis ini.

13. Para teman seperjuangan dan bertukar pikiran bersama: Atika, Astri, Halimah, Diyah, dan Evita.

14. Teman-teman kelas D angkatan 2015 yang sama-sama berjuang meraih gelar sarjana dan pengalaman drama kehidupan pertemanan kelas yang berwarna. 15. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Yogyakarta, 14 November 2019 Peneliti

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Kajian Pustaka ... 9

1. Pendidikan Karakter ... 9

2. Penguatan Pendidikan Karakter ... 11

3. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas ... 23

B. Hasil Penelitian Relevan ... 35

C. Kerangka Berpikir ... 39

D. Pertanyaan Penelitian ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Jenis Penelitian ... 42 B. Setting Penelitian ... 43 1. Subjek Penelitian ... 43 2. Objek Penelitian ... 43 3. Tempat Penelitian ... 43 4. Waktu Penelitian ... 43

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

1. Populasi ... 44

2. Sampel ... 45

D. Variabel Penelitian ... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ... 49

1. Kuesioner ... 49

2. Studi Dokumenter ... 50

3. Daftar Cek ... 50

(14)

1. Pertanyaan Tertutup ... 52

2. Pertanyaan Terbuka ... 54

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 54

1. Validitas Isi ... 55

2. Validitas Muka ... 58

H. Teknik Analisa Data ... 60

1. Pengolahan Data ... 60

2. Analisa Deskriptif ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Hasil Penelitian ... 63

1. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian ... 63

2. Deskripsi Responden Penelitian ... 65

3. Deskripsi Data Penerapan Program Penguatan Karakter Berbasis Kelas di Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Berbah ... 65 a. Aspek Sosialisasi ... 68

b. Aspek Pra Observasi ... 70

c. Aspek Observasi ... 73 B. Pembahasan 80 BAB V Penutup ... 90 A. Kesimpulan ... 90 B. Keterbatasan Penelitian ... 91 C. Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 92 LAMPIRAN ... ... 95 BIODATA PENELITIAN ... 149

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Contoh Penerapan Nilai Karakter dalam Skenario

Pembelajaran ... 20

Tabel 3.1 Populasi Penelitian ... 44

Tabel 3.2 Penentuan Jumlah Minimal Sampel Menurut Krejcie dan Morgan ... 45 Tabel 3.3 Data Sampel Penelitian ... 47

Tabel 3.4 Daftar Cek Dokumentasi ... 51

Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Pertanyaan Tertutup ... 53

Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Pertanyaan Terbuka ... 54

Tabel 3.7 Konversi Nilai Skala Lima ... 56

Tabel 3.8 Kriteria Skor Skala Lima ... 57

Tabel 3.9 Rekapitulasi Hasil Validitas Isi ... 58

Tabel 3.10 Rekapitulasi Hasil Validitas Muka ... 59

Tabel 4.1 Daftar Sekolah Dasar yang Diteliti ... 64

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Kuesioner Pertanyaan Tertutup ... 66

Tabel 4.3 Rerata Persentase Aspek Sosialisasi ... 70

Tabel 4.4 Rerata Persentase Aspek Pra Observasi ... 72

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Filosofi Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara .... 13

Gambar 2.2 Kristalisasi Nilai Karakter ... 14

Gambar 2.3 Literatur Map Penelitian Relevan ... 38

Gambar 3.1 Rumus Menghitung Sampel Penelitian ... 47

Gambar 4.1 Grafik Persentase Penerapan Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas ... 67 Gambar 4.2 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 1 ... 68

Gambar 4.3 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 2 ... 69

Gambar 4.4 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 3 ... 70

Gambar 4.5 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 4 ... 71

Gambar 4.6 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 5 ... 73

Gambar 4.7 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 6 ... 74

Gambar 4.8 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 7 ... 74

Gambar 4.9 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 8 ... 75

Gambar 4.10 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 9 ... 76

Gambar 4.11 Persentase PPK Pertanyaan Tertutup Butir 10 ... 77

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian dari Universitas Sanata Dharma ... 97

Lampiran 2 Surat Rekomendasi Ijin Kesatuan Bangsa ... 98

Lampiran 3 Surat Telah Menyerahkan Hasil Penelitian Kesatuan Bangsa …... 99 Lampiran 4 Permohonan Izin Validasi ... 100

Lampiran 5 Rangkuman Data SD Negeri Kecamatan Berbah ... 101

Lampiran 6 Coding Data Sekolah ... 102

Lampiran 7 Rekap Data Kuesioner Pertanyaan Tertutup ... 104

Lampiran 8 Rekap Data Kuesioner Pertanyaan Terbuka ... 106

Lampiran 9 Kisi-kisi Kuesioner Pertanyaan Tertutup ... 110

Lampiran 10 Kisi-kisi Kuesioner Pertanyaan Terbuka ... 111

Lampiran 11 Identitas Responden dan Surat Pengantar ... 112

Lampiran 12 Instrumen Penelitian ... 114

Lampiran 13 Validasi SDN Bhayangkara ... 117

Lampiran 14 Validasi SDN 1 Bantul ... 120

Lampiran 15 Validasi SDN Ungaran ... 123

Lampiran 16 Validasi SDN Keputran 1 ... 126

Lampiran 17 Validasi SDN 4 Wates ... 129

Lampiran 18 Validasi SD Muhamadiyah Jogodayoh ... 132

Lampiran 19 Validasi SDN Joannes Bosco ... 135

Lampiran 20 Validasi SMPN 1 Bantul Validator 1 ... 138

Lampiran 21 Validasi SMPN 1 Bantul Validator 2 ... 141

Lampiran 22 Validasi SD Muhammadiyah Karangkajen ... 144

Lampiran 23 Hasil Rekap Validasi Instrumen Kuesioner Pertanyaan Tertutup dan Terbuka ... 147

Lampiran 24 Daftar Cek Dokumentasi ... 148

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh individu atau suatu benda (Hermawan, 2010: 3). Beberapa bentuk karakter yang harus ada dalam setiap individu di antaranya cinta kepada Allah dan semesta beserta isinya, tanggung jawab, disiplin dan mandiri, jujur, hormat, toleransi, dan gotong royong (Widiasworo, 2018: 30). Beberapa bentuk karakter tersebut dapat dikembangkan pada peserta didik melalui proses pendidikan baik dalam satuan formal, informal, dan non formal. Djamarah (2006: 22) menyatakan bahwa pendidikan sebagai suatu usaha sadar untuk mengembangkan kualitas hidup manusia. Mengacu pada kalimat tersebut, pendidikan perlu diberikan kepada peserta didik.

Melalui pendidikan, peserta didik diharapkan dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk menjadi kekuatan melakukan perubahan ke suatu kondisi yang lebih baik dan berpengaruh terhadap kemajuan bangsa. Para guru sebagai agen pendidikan diharapkan mampu berperan aktif dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang cerdas intelektualnya dan cerdas emosi serta spiritualnya (Acetylena, 2018: 8). Guru juga berperan menyiapkan peserta didik untuk memiliki kecakapan abad ke-21, seperti berpikir kritis dan analitis, kreatif dan inovatif, komunikatif, dan kolaboratif. Selain itu, pendidikan perlu diberikan kepada peserta didik karena pendidikan sebagai proses dalam membangun manusia menjadi berkarakter (Ahmadi, 2014: 45).

(19)

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 menyatakan bahwa satuan pendidikan formal yang selanjutnya disebut sekolah adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal, terstruktur, dan berjenjang yang terdiri atas taman kanak-anak (TK), satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar, dan satuan pendidikan jenjang menengah yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Nasional juga telah menyusun Sistem Pendidikan Nasional yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003. UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan tidak hanya menghasilkan generasi yang cerdas secara akademik, tetapi juga berakhlak mulia (Widiasworo, 2018: 24). Dengan demikian, pendidikan karakter menjadi suatu yang penting untuk segera diterapkan. Pendidikan seharusnya menghasilkan pribadi yang berkualitas dan berkarakter.

Akan tetapi, kenyataan yang terjadi di Indonesia belum sesuai dengan yang tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 tersebut. Saat ini masih banyak permasalahan yang mengancam keutuhan dan masa depan bangsa seperti tindakan intolerensi dan kekerasan atas nama agama, munculnya gerakan separatis, perilaku kekerasan dalam lingkungan pendidikan, kejahatan seksual, tawuran pelajar, pergaulan bebas, dan kecenderungan anak muda pada narkoba

(20)

Melihat hal tersebut, banyak kalangan yang menilai bahwa saat ini bangsa Indonesia dalam kondisi yang membutuhkan penanganan secara tepat melalui penerapan pendidikan karakter di semua tingkatan pendidikan (Mulyasa, 2007: 17). Para guru sebagai pendidik juga masih mengalami kendala dalam menerapkan program Penguatan Pendidikan Karakter. Beberapa kendala tersebut seperti kurangnya fasilitas yang menunjang penerapan PPK dan kurangnya kerja sama antara guru dengan orang tua peserta didik. Perubahan gaya hidup dan pola tingkah laku masyarakat yang bersikap serba instan juga menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut juga disebabkan karena banyaknya pengaruh nilai-nilai asing yang masuk ke wilayah Indonesia tanpa melalui proses filterisasi. Jika pengaruh tersebut dibiarkan tentu akan merusak akhlak dan moral generasi muda, khususnya peserta didik (Maunah, 2015: 90).

Selain persoalan yang mengancam keutuhan dan masa depan bangsa, Indonesia juga menghadapi tantangan persaingan di pentas global. Beberapa tantangan tersebut adalah rendahnya indeks pembangunan manusia, lemahnya fisik peserta didik Indonesia karena kurang olah raga, rendahnya rasa seni, dan estetika serta pemahaman etika yang belum terbentuk selama pendidikan (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 2). Berbagai alasan ini telah cukup menjadi dasar kuat bagi Kementerian Pendidikan untuk kembali memperkuat jati diri dan identitas bangsa melalui gerakan nasional pendidikan dengan meluncurkan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter yang akan dilakukan secara menyeluruh pada jenjang pendidikan dasar.

(21)

Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan salah satu agenda Nawacita yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo. Dalam hal ini merupakan agenda Nawacita poin kedepalan yang berbunyi “melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia”. Nawacita bertujuan untuk membangun pendidikan kewarganegaraan (sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela negara, dan budi pekerti), penataan kembali kurikulum pendidikan nasional, jaminan hidup yang memadahi bagi para guru khususnya di daerah terpencil, dan memperbesar akses warga miskin untuk mendapatkan pendidikan.

Program Penguatan Pendidikan Karakter diperkuat dengan adanya landasan hukum yaitu Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 yang menyatakan bahwa gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, dan olah raga dengan pelibatan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). Sebagai sebuah Gerakan Nasional Revolusi Mental, PPK menjadi asas dan roh bagi peningkatan kualitas pendidikan (Koesoema, 2018: 8). Oleh sebab itu, Kemendikbud menetapkan 5 karakter yang berkaitan untuk dikembangkan sebagai prioritas gerakan PPK. Kelima

(22)

nilai inti karakter bangsa yang dimaksud adalah religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong-royong, dan integritas (Koesoema, 2018: 8). Selain itu, Program PPK ini menyeimbangkan empat dimensi pengolahan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu olah raga, olah rasa, olah pikir, dan olah hati.

Penerapan PPK dilakukan dengan 3 (tiga) pendekatan utama, yaitu PPK berbasis kelas, PPK berbasis budaya sekolah, dan PPK berbasis masyarakat. Tiga pendekatan ini sesungguhnya ingin mengembalikan jiwa dan roh pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan dengan menggemakan kembali pentingnya kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat (Koesoema, 2018: 15). PPK berbasis kelas dilaksanakan antara lain melalui pengintegrasian PPK dalam kurikulum, optimalisasi muatan lokal, dan manajemen kelas (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 15). PPK berbasis kelas merupakan program dengan menyisipkan muatan karakter di setiap pembelajaran, menambahkan kolom karakter yang akan dicapai dalam RPP, metode pembelajaran dan lain sebagainya. Pendidikan karakter berbasis kelas berfokus pada keseluruhan dinamika interaksi guru dan murid di dalam kelas dalam struktur sebuah kurikulum (Koesoema, 2018: 9). Dalam interaksi inilah terjadi proses pembentukan karakter peserta didik. Dengan melakukan pendekatan karakter berbasis kelas diharapkan pengalaman peserta didik dalam belajar sungguh-sungguh dapat membentuk karakter dan membekali mereka dengan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan yang berguna bagi mereka kelak (Koesoema, 2018: 8).

Penelitian ini difokuskan pada program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas. Peneliti tertarik melakukan penelitian penerapan program

(23)

Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas karena peneliti ingin mengetahui dan mendeskripsikan sejauh mana para guru telah menerapkan program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas yang telah dicanangkan oleh Pemerintah. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian menggunakan metode survei yang digunakan untuk mengetahui gambaran secara umum penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas di sekolah dasar se-kecamatan Berbah, Sleman.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Sejauh mana penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman?

2. Bagaimana penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui sejauh mana penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman.

(24)

2. Mendeskripsikan penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas di satuan pendidikan sekolah dasar se-Kecamatan Berbah Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi Guru

Penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi guru untuk lebih menanamkan pendidikan karakter yang kuat pada peserta didik melalui penerapan manajemen kelas yang baik, memilih metode & model pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran, dan pengintegrasian PPK dalam kurikulum.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan untuk lebih meningkatkan rancangan program penanaman pendidikan karakter dalam setiap pembelajaran.

3. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pendidikan karakter dan dapat menerapkan pendidikan karakter pada peserta didik.

E. Definisi Operasional

Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut.

(25)

1. Pendidikan karakter adalah sebuah proses pendidikan yang digunakan untuk mengembangkan ciri khas, potensi diri, dan menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik, sehingga peserta didik dapat menerapkan ciri khas, potensi diri, dan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.

2. Program Penguatan Pendidikan Karakter adalah gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui proses pengembangan potensi peserta didik yang dilakukan dengan cara harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga sesuai Pancasila yang terbagi menjadi 3 basis yaitu basis kelas, budaya sekolah, dan basis masyarakat

3. PPK berbasis kelas adalah proses komunikasi pembelajaran dan interaksi guru dengan peserta didik maupun antar peserta didik di dalam suatu kelas yang terintegrasi ke dalam kurikulum, manajemen kelas, penggunaan model dan metode, mata pelajaran khusus, gerakan literasi, dan layanan konseling.

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

1. Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter

Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh individu yang digunakan untuk membedakan dirinya dengan individu lain (Hermawan, 2010: 3). Driyarkara (dalam Suparno, 2015: 28) menyatakan bahwa seseorang dikatakan berkarakter jika ia memiliki kebiasaan yang dapat mengalahkan dorongan yang tidak baik dalam dirinya. Orang yang berkarakter kuat akan memiliki usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Di sisi lain, seseorang yang memiliki karakter lemah dan mudah goyah akan lebih lambat bergerak dan tidak bisa menarik orang lain untuk bekerja sama (Furqon, 2010: 13).

Karakter juga dianggap sebagai sebuah proses dan hasil dari pekerjaan manusia. Karakter dianggap sebagai sebuah proses jika seseorang menyadari bahwa setiap usaha jatuh bangun yang dilalui merupakan proses untuk semakin menjadi pribadi yang lebih baik dan bermutu. Dalam hal ini yang dilihat bukanlah bagaimana hasilnya, melainkan kemampuan individu untuk terus maju, belajar dari kesalahan dan mau memperbaiki diri ketika ia gagal mewujudkan nilai-nilai yang diyakini sebagai yang berharga (Koesoema, 2015: 28-29).

(27)

Selanjutnya, karakter dianggap sebagai hasil dari pekerjaan manusia jika seseorang selalu konsisten dalam melakukan nilai-nilai yang sama dan sesuai pilihan hati nuraninya. Seseorang yang selalu jujur tentang apapun dan kapanpun, dapat dikatakan memiliki karakter jujur. Jujur merupakan karakter tambahan dalam diri seseorang karena ia telah mampu secara otomatis dan konsisten melakukan sesuatu yang diyakini bernilai dan berharga (Koesoema, 2015: 29).

b. Pengertian Pendidikan Karakter

Pendidikan adalah sebuah proses untuk mengubah jati diri seorang peserta didik untuk lebih maju (Listyarti, 2012: 2). Tan Malaka (dalam Listyarti, 2012: 27) menyatakan bahwa pendidikan bertujuan untuk mempertajam pikiran dan menghaluskan perasaan. Pendidikan karakter merupakan setiap proses dari pendidikan itu sendiri (Koesoema, 2015: 9). Dalam hal ini, yang utama adalah proses, bukan isinya. Proses dapat terjadi di mana - mana baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Proses pendidikan budaya dan karakter bangsa di sekolah merupakan keaktifan peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dan melakukan penghayatan nilai-nilai kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat dan mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat (Sulistyowati, 2012: 24).

Salah satu contoh pendidikan karakter yang dipahami sebagai keseluruhan proses pendidikan dapat dilihat dalam sebuah mata

(28)

pelajaran seni yang mengajak peserta didik untuk membuat hasil karya seni dalam kelompok. Proses para peserta didik mengerjakan hasil karya seni dalam kelompok secara tidak langsung merupakan proses penanaman nilai-nilai pembentukan karakter tertentu dalam diri peserta didik, seperti kemampuan berkomunikasi dan saling bekerja sama (Koesoema, 2015: 9). Untuk itu proses merupakan hal yang utama karena nilai-nilai pendidikan karakter dapat muncul dalam setiap pendidikan.

Berdasarkan penjelasan pengertian pendidikan karakter yang disampaikan oleh para ahli, peneliti menarik benang merah bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah proses pendidikan yang digunakan untuk mengembangkan ciri khas, potensi diri, dan menanamkan nilai-nilai karakter peserta didik, sehingga peserta didik dapat menerapkan ciri khas, potensi diri, dan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.

2. Penguatan Pendidikan Karakter

a. Definisi Penguatan Pendidikan Karakter

Penguatan pendidikan karakter merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui perubahan, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga sesuai Pancasila (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 17). Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan salah satu agenda Nawacita yang dicanangkan

(29)

oleh Presiden Joko Widodo. Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan agenda Nawacita poin ke-8 yang berbunyi “melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia”.

Gerakan PPK menempatkan pendidikan karakter sebagai dimensi terdalam atau inti pendidikan nasional sehingga pendidikan karakter menjadi poros pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah. Gerakan PPK mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan di sekolah-sekolah sampai sekarang (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 10).

Penguatan pendidikan karakter (PPK) merupakan gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antar satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat (Perpres No. 87 Tahun 2017). Pernyataan tersebut sejalan dengan perspektif Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah daya upaya yang dilakukan untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti,

(30)

kekuatan batin, karakter, pikiran, dan tumbuh peserta didik agar mencapai kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan peserta didik yang selaras dengan dunianya. Filosofi pendidikan karakter yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara berupa keterpaduan antara olah hati, olah raga, olah rasa, dan olah karsa. Berikut adalah filosofi pendidikan karakter menurut Ki Hajar Dewantara.

Gambar 2.1 Filosofi Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter saling berkaitan dengan olah hati (etika), olah rasa/karsa (estetika), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetika) yang memiliki keterpaduan dalam diri individu secara utuh dan menyeluruh (Samani, 2011: 25).

Nilai karakter olah hati (etika) berkaitan dengan individu yang memiliki kerohanian mendalam seperti beriman dan bertakwa, jujur, berempati, dan pantang menyerah. Pengembangan olah rasa/karsa (estetika) berkaitan dengan individu yang memiliki integritas moral dan rasa seni seperti mengutamakan kepentingan umum, peduli, nasionalis, saling menghargai, dan bangga menggunakan bahasa

(31)

serta produk Indonesia. Pengembangan nilai karakter olah pikir (literasi) berkaitan dengan individu yang memiliki keunggulan akademis sebagai hasil pembelajaran sepanjang hayat seperti cerdas, kritis, kreatif, dan ingin tahu. Pengembangan nilai karakter olah raga (kinestetika) berkaitan dengan individu yang sehat dan mampu berpartisipasi sebagai warga negara seperti gigih, tangguh, dan sportif (Acetylena, 2018 :7).

Penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dapat dilaksanakan dengan menerapkan 18 nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter yang terdapat pada Permendikbud No. 20 Tahun 2018 pasal 2 ayat 1 yang meliputi nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan dari 5 (lima) nilai utama yang saling berkaitan yang terdapat dalam Permendikbud No. 20 Tahun 2018 pasal 2 ayat 2. Kelima nilai tersebut membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan PPK yang terintegrasi dalam kurikulum. Berikut adaalah kristalisasi lima nilai utama karakter bangsa.

(32)

Gambar 2.2 Kristalisasi Nilai Karakter

(Sumber:https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/07/5-nilai-utama-768x432.jpg)

Kelima nilai utama karakter tersebut bukanlah nilai yang berdiri dan berkembang sendiri melainkan nilai satu kesatuan yang membentuk keutuhan pribadi (Tim PPK Kemendikbud, 2017 :9). Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Nilai Religiositas

Nilai karakter religiositas mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun, dan damai dengan agama lain. Nilai karakter religiositas ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta. Nilai karakter religiositas ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Hal

(33)

baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai religiositas adalah berdoa sebelum dan sesudah pelajaran menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Sub nilai religiositas antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, mencintai lingkungan dan melindungi yang kecil dan tersisih (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 8).

2) Nilai Nasionalisme

Nilai karakter nasionalisme merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, serta menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Hal baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai nasionalisme adalah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan hormat pada bendera Sang Merah Putih sebelum memulai pelajaran, serta menyanyikan lagu daerah setelah pembelajaran selesai.

Sub nilai nasionalisme antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat

(34)

hukum, disiplin, serta menghormati keragaman budaya, suku, dan agama (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 8).

3) Nilai Kemandirian

Nilai karakter kemandirian merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan menggunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Hal baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai mandiri adalah mengerjakan tugas dan ulangan sendiri, tidak mudah menyerah dalam menghadapi soal-soal yang diberikan guru, dan berani maju mengutarakan pendapatnya tanpa diminta oleh guru.

Sub nilai kemandirian antara lain kerja keras, tangguh, tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 9).

4) Nilai Gotong Royong

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu-membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang yang membutuhkan. Hal baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai gotong royong adalah melaksanakan tugas piket bersama, meminjamkan alat tulis bagi teman yang membutuhkan, dan tidak saling mengejek.

(35)

Sub nilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 9).

5) Nilai Integritas

Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, serta memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Unsur perasaan moral meliputi suara hati (kesadaran akan yang baik dan tidak), harga diri seseorang, perasaan mencintai kebaikan, kontrol diri, dan rendah hati. Perasaan moral sangat mempengaruhi seseorang untuk mudah atau sulit bertindak baik atau jahat (Suparno, 2015: 41). Selanjutnya, karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melakukan tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Hal baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai integritas adalah tidak menyontek saat ulangan, memberikan salam kepada guru dan teman tanpa memandang status, tidak berbohong, dan saling menghormati.

Sub nilai integritas adalah kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab,

(36)

keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).

b. Basis Pengembangan dan Penerapan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di Sekolah

1) Pendidikan Karakter Berbasis Kelas

Pendidikan karakter berbasis kelas merupakan tempat utama dalam pembentukan karakter (Koesoema, 2018: 17). Hal tersebut karena kelas merupakan tempat berinteraksinya guru dengan peserta didik, dan antar peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan karakter berbasis kelas mengutamakan proses komunikasi dan interaksi guru dengan peserta didik maupun antar peserta didik. Proses komunikasi dan interaksi yang dilakukan guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai fasilitator pembentuk karakter yang mampu mengajak, mengarahkan, dan menginspirasi peserta didik tentang nilai moral dalam setiap materi belajar yang diterimanya sebagai bagian dari pembentukan kepribadian yang utuh.

Pembentukan karakter di dalam kelas terjadi dalam konteks dialogis yang muncul selama proses pembelajaran, baik itu melalui bacaan, diskusi, pertanyaan reflektif, maupun pengelolaan kelas (Koesoema, 2018: 18). Selain itu, Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum. Pengintegrasian PPK dalam kurikulum

(37)

mengandung arti bahwa pendidik mengintegrasikan nilai-nilai PPK ke dalam proses pembelajaran dalam setiap mata pelajaran. Hal tersebut bertujuan untuk menumbuhkan dan menguatkan pengetahuan, menanamkan kesadaran, dan mempraktikkan nilai-nilai utama PPK. Contoh penerapan nilai karakter dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas 2 semester 1 dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Contoh Penerapan Nilai Karakter dalam Skenario Pembelajaran

Muatan

Pelajaran Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian

Karakter yang dikembangkan PPKN 4.1 Menjelaskan hubungan gambar pada lambang negara dengan sila-sila Pancasila 4.1.1 Mempresentasikan hubungan gambar pada lambang negara dengan sila-sila Pancasila

di depan kelas Percaya diri, cinta tanah air,

integritas, kemandirian, dan religiositas Bahasa Indonesia 4.1 Menirukan ungkapan ajakan, perintah, penolakan dalam cerita atau lagu peserta didik-peserta didik dengan bahasa yang santun 4.1.1 Mempresentasikan ungkapan, ajakan, perintah, penolakan dalam cerita di depan kelas

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa terdapat karakter yang dikembangkan pada peserta didik yaitu percaya diri, cinta tanah air, integritas, kemandirian, dan religiositas. Percaya diri. cinta tanah air dan kemandirian tampak dalam Kompetensi Dasar (KD) PPKN 4.1 yaitu “Menjelaskan hubungan gambar pada lambang negara dengan sila-sila Pancasila” dan tampak pada indikator pencapaian 4.1.1 pada muatan pelajaran PPKN yaitu “Mempresentasikan hubungan gambar pada lambang negara

(38)

dengan sila-sila Pancasila di depan kelas”. Melalui KD dan indikator tersebut diharapkan peserta didik memiliki nilai karakter percaya diri, cinta tanah air, dan kemandirian. Kemandirian dan percaya diri juga tampak dalam muatan pelajaran Bahasa Indonesia pada KD 4.1 yaitu “Menirukan

ungkapan ajakan, perintah, penolakan dalam cerita atau lagu anak-anak dengan bahasa yang santun” dan pada indikator pencapaian 4.1.1 “Mempresentasikan ungkapan ajakan, perintah, penolakan dalam cerita di depan kelas”. Melalui KD dan indikator tersebut diharapkan peserta didik memiliki nilai karakter mandiri dan percaya diri dalam mempresentasikan ungkapan dengan benar.

Nilai karakter religiositas, integritas, dan kemandirian nampak pada muatan pelajaran PPKN indikator 4.1.1 “Mempresentasikan hubungan gambar pada lambang negara dengan sila-sila Pancasila di depan kelas”. Sila pertama Pancasila memuat nilai karakter religiositas. Sila kedua dan ketiga memuat nilai karakter cinta tanah air. Sila keempat memuat nilai karakter gotong royong, dan sila kelima memuat nilai karakter integritas.

2) Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

Lingkungan sekolah dengan suasana yang khas memiliki pengaruh pada pendidikan dan pengembangan karakter peserta didik. Suasana sekolah yang tidak sesuai dengan nilai karakter

(39)

yang akan dibangun pada peserta didik, jelas tidak akan membantu perkembangan karakter peserta didik. Sementara suasana sekolah yang sungguh ditata dan diatur sesuai dengan nilai karakter yang ingin ditekankan pada peserta didik, akan membantu peserta didik cepat berkembang (Suparno, 2015: 70). Pelaksanaan PPK berbasis budaya sekolah dapat diterapkan dengan menentukan nilai utama PPK, menyusun jadwal harian/mingguan, mendesain kurikulum pada tingkat satuan pendidikan, evaluasi peraturan sekolah, pengembangan tradisi sekolah, serta kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 35-41). Salah satu contoh penerapan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah adalah pembiasaan upacara bendera.

3) Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat

Lembaga pendidikan merupakan bagian dari masyarakat luas. Tanggung jawab pembentukan karakter peserta didik dalam lembaga pendidikan tidak lepas dari kehadiran pelaku lain di luar lembaga pendidikan yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Ki Hajar Dewantara telah melihat bahwa pendidikan karakter individu di dalam lembaga pendidikan tidak dapat berjalan secara maksimal bila tidak melibatkan tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat.

(40)

Pendidikan dan pembentukan karakter peserta didik juga dipengaruhi oleh keadaan, situasi, dan karakter masyarakat atau lingkungan peserta didik tersebut. Jika masyarakatnya memiliki karakter baik maka peserta didik juga akan lebih mudah belajar karakter yang baik. Akan tetapi, jika lingkungan peserta didik tidak baik, maka dengan mudah peserta didik akan mendapat pengaruh yang jelek (Suparno, 2015: 71). Oleh sebab itu, masyarakat dan lingkungan sekitar seharusnya mengembangkan sikap dan karakter yang baik. Beberapa contoh kolaborasi dengan komunitas yang dapat membantu penguatan pendidikan karakter adalah penyuluhan narkoba oleh kepolisian, imunisasi oleh puskesmas, kelas inspirasi, sanggar seni, pembelajaran berbasis museum, dan cagar budaya.

Dari paparan di atas, Penguatan Pendidikan Karakter adalah gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui proses pengembangan potensi peserta didik yang dilakukan dengan cara harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga sesuai Pancasila dan terbagi menjadi 3 basis yaitu basis kelas, budaya sekolah, dan basis masyarakat.

3. Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas

Tim PPK Kemendikbud (2017: 27) membagi Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas 6 kategori. Berikut adalah paparan dari masing-masing kategori.

(41)

a. Pengintegrasian PPK dalam Kurikulum

Pengintegrasian PPK dalam kurikulum mengandung arti bahwa pendidik mengintegrasikan nilai-nilai utama PPK ke dalam proses pembelajaran dalam setiap mata pelajaran. Pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai utama karakter dimaksudkan untuk menumbuhkan dan menguatkan pengetahuan, menanamkan kesadaran, dan mempraktikan nilai-nilai utama PPK. Pendidik dapat memanfaatkan secara optimal materi yang sudah tersedia di dalam kurikulum secara kontekstual dengan penguatan nilai-nilai utama PPK (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 27).

Langkah-langkah penerapkan PPK melalui pembelajaran yang terintegrasi dalam kurikulum dapat dilaksanakan dengan cara sebagai berikut.

1) Melakukan analisis KD melalui identifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi pembelajaran. Contohnya pada kelas IV tema 3 sub tema 2 mata pelajaran Bahasa Indonesia KD 4.3 “Melaporkan hasil wawancara menggunakan kosakata baku dan kalimat efektif dalam bentuk teks lisan”, dengan indikator pencapaian 4.3.1 “Mempresentasikan hasil wawancara dengan kosakata baku dan kalimat efektif dalam bentuk teks lisan”. Melalui KD dan indikator tersebut diharapkan peserta didik memiliki nilai karakter percaya diri.

2) Mendesain RPP yang memuat fokus penguatan karakter dengan memilih metode pembelajaran dan pengelolaan (manajemen)

(42)

kelas yang relevan. Selanjutnya, guru menentukan metode pembelajaran dan pengelolaan kelas yang dapat membantu pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang efektif, menyenangkan, dan edukatif sesuai KD dan indikator yang telah ditentukan.

3) Melaksanakan pembelajaran sesuai skenario dalam RPP. Setelah melakukan analisis KD dan indikator, guru melakukan pembelajaran sesuai dengan skenario yang telah dibuat dalam RPP.

4) Melaksanakan penilaian otentik atas pembelajaran yang dilakukan.

5) Melakukan refleksi dan evaluasi terhadap keseluruhan proses pembelajaran.

b. PPK Melalui Manajemen Kelas

Evertson dan Weinstein (dalam Koesoema, 2018: 147) menyatakan manajemen kelas sebagai tindakan-tindakan yang diambil oleh guru untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran akademik dan emosi sosial. Manajemen kelas (pengelolaan kelas) merupakan momen pendidikan yang menempatkan para guru sebagai individu yang berwenang dan memiliki otonomi dalam proses pembelajaran untuk mengarahkan, membangun kultur pembelajaran, mengevaluasi, dan mengajak seluruh komunitas kelas membuat komitmen bersama agar proses pembelajaran menjadi lebih efektif dan berhasil. Pendidik memiliki

(43)

kewenangan dalam mempersiapkan skenario pembelajaran yang berfokus pada nilai–nilai utama karakter sebelum pembelajaran, saat mengajar, dan setelah pengajaran. Manajemen kelas yang baik membantu peserta didik belajar dengan lebih baik dan dapat meningkatkan prestasi belajar (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 28).

Dalam proses pengelolaan dan pengaturan kelas terdapat penguatan nilai-nilai pendidikan karakter. Contohnya, sebelum memulai pelajaran pendidik dapat mempersiapkan peserta didik secara psikologis dan emosional untuk memasuki materi pembelajaran dan menanamkan nilai kedisiplinan dan komitmen bersama. Guru bersama peserta didik membuat komitmen kelas yang akan disepakati pada saat peserta didik belajar. Aturan ini dikomunikasikan, didiskusikan, dan disepakati bersama dengan peserta didik. Tujuan pengaturan kelas adalah agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan membantu setiap individu berkembang maksimal dalam belajar (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 3).

Amri (2013: 178) menyatakan bahwa tujuan dari manajemen kelas adalah mencegah peserta didik mengembangkan masalah akademis dan emosional. Kelas yang dikelola dengan baik dapat membuat peserta didik sibuk melakukan aktivitas yang menantang dan termotivasi untuk belajar, misalnya guru memberikan nasihat kepada peserta didik untuk tidak suka marah dan mudah memaafkan kepada teman yang sudah memukul dalam pengembangan

(44)

pengendalian diri peserta didik. Guru juga dapat memberikan motivasi, meminta peserta didik maju ke depan untuk memimpin doa, dan sering mengajak peserta didik untuk bertanya jawab dalam mengembangkan rasa percaya diri peserta didik. Dengan demikian, peserta didik tidak akan mengembangkan masalah akademis dan emosional. Selain itu, pengelolaan kelas yang baik dapat membentuk penguatan karakter (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 3). Berikut ini contoh pengelolaan kelas yang berusaha memberikan penguatan karakter.

1) Peserta didik menjadi pendengar yang baik atau menyimak saat guru memberikan penjelasan di dalam kelas (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan toleransi).

2) Peserta didik mengangkat tangan atau mengacungkan jari kepada guru sebelum mengajukan pertanyaan maupun tanggapan. Setelah diizinkan oleh guru, peserta didik baru boleh berbicara (dapat menguatkan nilai saling menghargai dan percaya diri).

3) Pemberian sanksi yang mendidik kepada peserta didik sebagai konsekuensi dan bentuk tanggung jawab bila terjadi keterlambatan dalam mengerjakan atau mengumpulkan tugas (dapat menguatkan nilai disiplin, bertanggung jawab, dan komitmen diri) dalam mengerjakan atau mengumpulkan tugas (dapat menguatkan nilai disiplin, bertanggung jawab, dan komitmen diri).

(45)

4) Guru mendorong peserta didik melakukan tutor teman sebaya. Peserta didik yang lebih pintar diajak untuk membantu temannya yang kurang dalam belajar dan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru (dapat menguatkan nilai gotong royong, kepedulian sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab). Pengelolaan kelas perlu lebih berfokus pada bagaimana mempersiapkan peserta didik agar memiliki kesiapan fisik, mental, psikologis, dan akademis untuk menjalani proses pembelajaran secara lebih produktif (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 28).

c. PPK Melalui Pilihan dan Pengunaan Model dan Metode Pembelajaran

Penguatan Pendidikan Karakter yang terintegrasi dalam kurikulum dapat dilakukan melalui pembelajaran di kelas menggunakan model dan metode pembelajaran yang tepat. Triatno (2010: 51) menjelaskan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Metode pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan (Djamarah, 2006: 46). Guru harus pandai memilih model dan metode pembelajaran yang tepat supaya secara tidak langsung dapat menanamkan pembentukan karakter kepada peserta didik.

(46)

Model dan metode pembelajaran yang dipilih harus membantu guru dalam memberikan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan peserta didik. Melalui model dan metode pembelajaran tersebut diharapkan peserta didik memiliki keterampilan yang dibutuhkan pada abad 21, seperti kecakapan berpikir kritis (critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan berkomunikasi (communication skills), termasuk penguasaan bahasa internasional, dan kerja sama dalam pembelajaran (collaborative learning).

Beberapa model dan metode pembelajaran yang dapat dipilih guru secara kontekstual (Tim Kemendikbud, 2017: 29-31) antara lain adalah sebagai berikut.

1) Model pembelajaran inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis (Hamdayama, 2014: 31). Guru merancang pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahami. Tujuan dari model inkuiri ini adalah memfasilitasi peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri. Model seperti ini lebih menghargai proses pembelajaran melalui pengalaman langsung daripada hasil akhir (Koesoema, 2018: 190). Model ini dapat menumbuhkan rasa ingin tahu, membina sikap kerja sama, inovasi, dan kreasi selama proses pembelajaran berlangsung.

(47)

2) Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran kepada peserta didik yang dihadapkan pada suatu masalah berupa pernyataan atau pertanyaan untuk dibahas dan dipecahkan bersama (Hamdayama, 2014: 131). Tujuan diskusi adalah memperoleh pengertian bersama yang lebih jelas dan mencapai keputusan bersama.

3) Model pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), yaitu pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media dalam proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penekanan pembelajaran terletak pada aktivitas-aktivitas peserta didik untuk menghasilkan produk dengan menerapkan keterampilan meneliti, menganalisis, membuat, dan mempresentasikan produk pembelajaran berdasarkan pengalaman nyata (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 30).

4) Model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu suatu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil (umumnya terdiri dari 4-5 orang) peserta didik dengan keanggotaan yang heterogen (tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan suku/ras berbeda). Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 30).

(48)

d. PPK Melalui Mata Pelajaran Khusus

Penguatan Pendidikan Karakter melalui mata pelajaran khusus secara umum dilakukan dengan cara mengintegrasikan PPK dalam mata pelajaran yang sudah ada. Sekolah mendesain mata pelajaran khusus dengan alokasi waktu khusus yang disediakan sebagai bagian dalam pembentukan karakter peserta didik (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32). Tema-tema yang diambil disesuaikan dengan visi dan misi sekolah. Satuan pendidikan mendesain sendiri tema dan prioritas nilai pendidikan karakter apa yang akan mereka tekankan dan menyediakan guru khusus atau memberdayakan guru yang ada untuk mengajarkan materi tentang nilai-nilai tertentu dalam memperkuat pendidikan karakter (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32).

e. PPK Melalui Kegiatan Literasi

PPK melalui kegiatan literasi merupakan kegiatan mengasah kemampuan mengakses, memahami, mengolah, dan memanfaatkan informasi secara kritis dan cerdas berlandaskan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara untuk menumbuhkembangkan karakter seseorang menjadi tangguh, kuat, dan baik (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32). Berbagai kegiatan tersebut dilaksanakan secara terencana dan terprogram sedemikian rupa, baik dalam kegiatan-kegiatan berbasis kelas maupun kegiatan-kegiatan berbasis budaya sekolah, dan komunitas masyarakat. Dalam konteks kegiatan PPK berbasis kelas, kegiatan-kegiatan literasi

(49)

dapat diintegrasikan ke dalam kegiatan pembelajaran dan mata pelajaran yang ada dalam struktur kurikulum (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32).

Setiap guru dapat mengajak peserta didik membaca, menulis, menyimak, dan mengomunikasikan secara teliti, cermat, dan tepat tentang suatu tema atau topik yang ada di berbagai sumber, baik buku, surat kabar, media sosial, maupun media-media lain. Dalam hubungan ini diperlukan ketersediaan sumber-sumber informasi di sekolah, antara lain buku, surat kabar, dan internet. Oleh sebab itu, keberadaan dan peranan pojok baca, perpustakaan sekolah, dan jaringan internet menjadi penting untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 32).

Kreativitas guru merupakan faktor penting dalam menyajikan program dan kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara secara cerdas, agar peserta didik dapat menginternalisasi nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Lingkungan juga berpengaruh terhadap kegiatan literasi. Bagian terpenting dari penciptaan lingkungan literasi adalah penciptaan suasana kelas yang tertata, nyaman, dan menarik bagi peserta didik untuk mengikutinya (Lipton, 2013: 20). Pembiasaan membaca buku non pelajaran selama lima belas menit sebelum pelajaran dimulai, sebagaimana diatur dalam Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti perlu menjadi

(50)

salah satu alternatif untuk menumbuhkan dan memulai gerakan literasi di sekolah.

f. PPK Melalui Layanan Bimbingan dan Konseling

Penguatan Pendidikan Karakter yang terintegrasi dapat dilakukan melalui pendampingan peserta didik, yaitu bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling adalah upaya pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya mereka dapat memahami dirinya sehingga sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekitar (Nurihsan, 2005: 9). Peranan guru BK tidak hanya berfokus untuk membantu peserta didik yang bermasalah, melainkan membantu semua peserta didik dalam pengembangan ragam potensi yang meliputi pengembangan aspek belajar/akademik, karier, pribadi, dan sosial. Bimbingan dan konseling di sekolah dilaksanakan secara kolaboratif dengan para guru mata pelajaran, tenaga kependidikan, maupun orangtua dan pemangku kepentingan lainnya.

Lima nilai utama PPK yaitu religiositas, nasionalisme, gotong royong, kemandirian, dan integritas sangat sejalan dengan filosofi bimbingan dan konseling yang memandirikan. Peran dan tanggung jawab bimbingan dan konseling dalam PPK adalah pengembangan perilaku jangka panjang yang menyangkut lima nilai utama tersebut sebagai kekuatan nilai pada pribadi individu di dalam mengembangkan potensi di bidang belajar, karier,

(51)

pribadi, dan sosial (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 33). Penguatan pendidikan karakter berbasis layanan bimbingan dan konseling dapat diselenggarakan melalui layanan-layanan berikut (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 34).

1) Layanan dasar

Layanan dasar adalah pendampingan yang diperuntukkan bagi seluruh peserta didik (konseli) melalui kegiatan pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok untuk mengembangkan perilaku jangka panjang dalam pengembangan perilaku belajar, karier, pribadi, dan sosial. Nilai-nilai utama PPK diidentifikasi dan diintegrasikan ke dalam pengembangan perilaku belajar/akademik, karier, pribadi, dan sosial yang dikemas ke dalam topik atau tema tertentu dan dituangkan ke dalam Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling (RPLBK).

2) Layanan responsif

Layanan responsif adalah kegiatan yang diperuntukkan bagi peserta didik tertentu, baik individual maupun kelompok, yang memerlukan bantuan segera agar peserta didik tidak terhambat dalam pencapaian tugas-tugas perkembangannya. Bantuan diberikan melalui konseling, konsultasi, kolaborasi, kunjungan rumah, dan alih tangan (pengalihan penanganan konseli pada ahli lain karena sudah di luar kewenangan konselor/guru BK). Nilai-nilai utama PPK digunakan untuk

(52)

mengidentifikasi proses pemberian bantuan baik secara individual maupun kelompok. (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 34).

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas adalah proses komunikasi pembelajaran dan interaksi guru dengan peserta didik maupun antar peserta didik di dalam suatu kelas. Penguatan Pendidikan karakter terintegrasi ke dalam kurikulum, manajemen kelas, penggunaan model dan metode, mata pelajaran khusus, gerakan literasi, dan layanan konseling.

B. Hasil Penelitian Relevan

Penelitian relevan yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Afriyani (2013) dengan judul Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa pada Pembelajaran Matematika SMPN 5 Batusangkar. Penelitian ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dalam bentuk observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk melihat model implementasi pendidikan karakter pada pembelajaran matematika di SMPN 5 Batusangkar. Analisis data dalam penelitian ini melibatkan tiga komponen pokok, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian tersebut adalah guru matematika telah melakukan modifikasi terhadap serangkaian komponen mulai dari persiapan, pelaksanaan, dan penilaian. Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan yaitu memodifikasi silabus dan RPP KTSP, sehingga terbentuk model silabus

(53)

dan RPP pembelajaran matematika berkarakter. Peran guru sebagai motivator dan pembimbing. Penilaian guru tidak hanya sebatas aspek kognitif saja, tetapi sudah menilai aspek afeksi dan psikomotor peserta didik. Kendala yang dihadapi guru adalah keterbatasan referensi tentang pengembangan perangkat pembelajaran SMP berkarakter dan pedoman khusus yang berisi tentang penjelasan indikator nilai karakter.

Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Mediatati (2014) dengan judul Implementasi Pendidikan Karakter di SD Negeri Sidomulyo 04 Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter di SD Negeri Sidomulyo 04 Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2010/2011. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekolah dasar negeri Sidomulyo 04 Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang telah mengimplementasikan pendidikan karakter sejak tahun pelajaran 2004. Pendidikan karakter diimplementasikan melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, dan pembiasaan diri. Melalui kegiatan intrakurikuler, pendidikan karakter dilaksanakan dalam pembelajaran setiap mata pelajaran, mulai dari penyusunan RPP, pelaksanaan pembelajaran di kelas, dan evaluasi. Dalam kegiatan ekstrakurikuler, pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan kepramukaan, seni, budaya, dan keterampilan. Selanjutnya pendidikan karakter dilakukan melalui pembiasaan diri, yaitu berjabat tangan dan memberi salam setiap pagi, mendengarkan lagu nasional, daerah, dan

(54)

religi yang diputar dari kantor setiap pagi dan kerja bakti. Guru dan kepala sekolah sangat berperan dalam pelaksanaan pendidikan karakter tersebut dan peserta didik memberi respon positif terhadap pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah tersebut.

Penelitian relevan yang ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Riasti (2015) dengan judul Implementasi Pendidikan Karakter pada Kelas Inklusi di SD Negeri Widoro Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter pada kelas inklusi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus. Subjek penelitian ini adalah guru kelas V. Data dianalisis dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru kelas V sekolah dasar negeri Widoro sudah menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik di kelasnya melalui pembelajaran, keteladanan, penguatan, dan pembiasaan. Pada pelaksanaan pembelajaran, guru menekankan penanaman konsep melalui penjelasan, membahas isu moral, cerita, pembelajaran aktif, metode kerja pendampingan individual, serta membiasakan peserta didik berbaur dengan temannya yang berkebutuhan khusus, baik dalam kelas maupun luar kelas.

Penelitian keempat dilakukan oleh Rahmat, dkk. (2017) dengan judul Pembentukan Karakter Disiplin Peserta didik Melalui Guru Kelas di sekolah dasar negeri 3 Rejosari Kabupaten Oku Timur. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data-data atau peristiwa yang terjadi, khususnya yang digunakan dalam pembentukan karakter disiplin peserta didik di sekolah dasar negeri 3

(55)

Rejosari Kecamatan Belitang Mulya Kabupaten Oku Timur. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru sebagai seorang pendidik memiliki peran sebagai teladan, panutan, dan tokoh yang ditiru oleh peserta didik, dan harus memberikan contoh yang baik agar peserta didik dengan sendirinya dapat bersikap disiplin. Guru juga adalah pengajar. Artinya guru selalu mengajar dengan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dan mendesain pembelajaran. Upaya guru dalam pembentukan karakter peserta didik antara lain dilakukan melalui kegiatan pembiasaan, keteladanan, dan simulasi.

Penelitian relevan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada literatur map di bawah ini.

`

Gambar 2.3. Literatur Map Penelitian yang Relevan

Pembentukan Karakter Disiplin Siswa Melalui Guru Kelas di SD Negeri 3 Rejosari Kabupaten Oku Timur. Rahmat (2017)

rA

Penerapan Program Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Kelas di Sekolah Dasar Negeri se-Kecamatan Berbah. Jatidiri

(2019)

Implementasi Pendidikan Karakter pada Kelas Inklusi di SD Negeri Widoro Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo. Riasti

(2015)

Implementasi Pendidikan Karakter di SD Negeri Sidomulyo 04 Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Mediatati

(2014)

Implementasi Pendidikan Karakter Bangsa pada Pembelajaran Matematika SMPN 5 Batusangkar. Afriyani (2013)

Gambar

Gambar 2.1 Filosofi Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar   Dewantara
Gambar 2.2 Kristalisasi Nilai Karakter
Tabel 2.1 Contoh Penerapan Nilai Karakter dalam  Skenario Pembelajaran
Gambar 2.3. Literatur Map Penelitian yang Relevan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasrkan hasil penelitian mengenai frekuensi pemberian pakan fermentasi kulit ubi kayu (Manihot utilissima) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan harian, tingkat

Hasil rekapitulasi diketahui persamaaan regresi linear berganda yang tertera dalam tabel diatas maka dapat dijelaskan Nilai βo artinya jika tidak ada perubahan pada variabel

Pusdiklat Bulutangkis di Semarang tidak hanya sebagai wadah pembinaan dan pelatihan, tetapi juga menjadi salah satu tempat seleksi atlet-atlet berbakat dari sekitar

23 Tahun 2011 Kantor Pajak Patama merujuk pada Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang perubahan peraturan Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011

Jenis data pada penelitian ini berupa; (a) proses penamaan atau pembuatan brand lembaga zakat, (b) cara yang dilakukan oleh lembaga zakat dalam sosialisasi

Dengan berkembangnya sistem pengelolaan dan pemberdayaan yayasan, sekarang Lembaga Amil Zakat sudah mencapai ditingkat Kabupaten dan Kota, seperti di Kota

Ini yang mendoromg peneliti tertarik melakukan penelitian dieL-Zawa Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi