• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kajian Pustaka

2. Penguatan Pendidikan Karakter

a. Definisi Penguatan Pendidikan Karakter

Penguatan pendidikan karakter merupakan gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui perubahan, dan pengembangan potensi peserta didik dengan cara harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga sesuai Pancasila (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 17). Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan salah satu agenda Nawacita yang dicanangkan

oleh Presiden Joko Widodo. Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) merupakan agenda Nawacita poin ke-8 yang berbunyi “melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta tanah air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia”.

Gerakan PPK menempatkan pendidikan karakter sebagai dimensi terdalam atau inti pendidikan nasional sehingga pendidikan karakter menjadi poros pelaksanaan pendidikan dasar dan menengah. Gerakan PPK mengintegrasikan, memperdalam, memperluas, dan sekaligus menyelaraskan berbagai program dan kegiatan pendidikan karakter yang sudah dilaksanakan di sekolah-sekolah sampai sekarang (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 10).

Penguatan pendidikan karakter (PPK) merupakan gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antar satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat (Perpres No. 87 Tahun 2017). Pernyataan tersebut sejalan dengan perspektif Ki Hajar Dewantara yang menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah daya upaya yang dilakukan untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti,

kekuatan batin, karakter, pikiran, dan tumbuh peserta didik agar mencapai kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan peserta didik yang selaras dengan dunianya. Filosofi pendidikan karakter yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara berupa keterpaduan antara olah hati, olah raga, olah rasa, dan olah karsa. Berikut adalah filosofi pendidikan karakter menurut Ki Hajar Dewantara.

Gambar 2.1 Filosofi Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara

Gambar 2.1 menunjukkan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter saling berkaitan dengan olah hati (etika), olah rasa/karsa (estetika), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetika) yang memiliki keterpaduan dalam diri individu secara utuh dan menyeluruh (Samani, 2011: 25).

Nilai karakter olah hati (etika) berkaitan dengan individu yang memiliki kerohanian mendalam seperti beriman dan bertakwa, jujur, berempati, dan pantang menyerah. Pengembangan olah rasa/karsa (estetika) berkaitan dengan individu yang memiliki integritas moral dan rasa seni seperti mengutamakan kepentingan umum, peduli, nasionalis, saling menghargai, dan bangga menggunakan bahasa

serta produk Indonesia. Pengembangan nilai karakter olah pikir (literasi) berkaitan dengan individu yang memiliki keunggulan akademis sebagai hasil pembelajaran sepanjang hayat seperti cerdas, kritis, kreatif, dan ingin tahu. Pengembangan nilai karakter olah raga (kinestetika) berkaitan dengan individu yang sehat dan mampu berpartisipasi sebagai warga negara seperti gigih, tangguh, dan sportif (Acetylena, 2018 :7).

Penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dapat dilaksanakan dengan menerapkan 18 nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter yang terdapat pada Permendikbud No. 20 Tahun 2018 pasal 2 ayat 1 yang meliputi nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab. Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan dari 5 (lima) nilai utama yang saling berkaitan yang terdapat dalam Permendikbud No. 20 Tahun 2018 pasal 2 ayat 2. Kelima nilai tersebut membentuk jejaring nilai yang perlu dikembangkan sebagai prioritas gerakan PPK yang terintegrasi dalam kurikulum. Berikut adaalah kristalisasi lima nilai utama karakter bangsa.

Gambar 2.2 Kristalisasi Nilai Karakter

(Sumber:https://cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id/wp-content/uploads/2018/07/5-nilai-utama-768x432.jpg)

Kelima nilai utama karakter tersebut bukanlah nilai yang berdiri dan berkembang sendiri melainkan nilai satu kesatuan yang membentuk keutuhan pribadi (Tim PPK Kemendikbud, 2017 :9). Kelima nilai utama karakter bangsa yang dimaksud adalah sebagai berikut.

1) Nilai Religiositas

Nilai karakter religiositas mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun, dan damai dengan agama lain. Nilai karakter religiositas ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta. Nilai karakter religiositas ini ditunjukkan dalam perilaku mencintai dan menjaga keutuhan ciptaan. Hal

baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai religiositas adalah berdoa sebelum dan sesudah pelajaran menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Sub nilai religiositas antara lain cinta damai, toleransi, menghargai perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri, kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, mencintai lingkungan dan melindungi yang kecil dan tersisih (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 8).

2) Nilai Nasionalisme

Nilai karakter nasionalisme merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa, serta menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Hal baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai nasionalisme adalah menyanyikan lagu Indonesia Raya dan hormat pada bendera Sang Merah Putih sebelum memulai pelajaran, serta menyanyikan lagu daerah setelah pembelajaran selesai.

Sub nilai nasionalisme antara lain apresiasi budaya bangsa sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat

hukum, disiplin, serta menghormati keragaman budaya, suku, dan agama (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 8).

3) Nilai Kemandirian

Nilai karakter kemandirian merupakan sikap dan perilaku tidak bergantung pada orang lain dan menggunakan segala tenaga, pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Hal baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai mandiri adalah mengerjakan tugas dan ulangan sendiri, tidak mudah menyerah dalam menghadapi soal-soal yang diberikan guru, dan berani maju mengutarakan pendapatnya tanpa diminta oleh guru.

Sub nilai kemandirian antara lain kerja keras, tangguh, tahan banting, daya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi pembelajar sepanjang hayat (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 9).

4) Nilai Gotong Royong

Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu-membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi bantuan/pertolongan pada orang yang membutuhkan. Hal baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai gotong royong adalah melaksanakan tugas piket bersama, meminjamkan alat tulis bagi teman yang membutuhkan, dan tidak saling mengejek.

Sub nilai gotong royong antara lain menghargai, kerja sama, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah mufakat, tolong-menolong, solidaritas, empati, anti kekerasan, dan sikap kerelawanan (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 9).

5) Nilai Integritas

Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, serta memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai kemanusiaan dan moral. Unsur perasaan moral meliputi suara hati (kesadaran akan yang baik dan tidak), harga diri seseorang, perasaan mencintai kebaikan, kontrol diri, dan rendah hati. Perasaan moral sangat mempengaruhi seseorang untuk mudah atau sulit bertindak baik atau jahat (Suparno, 2015: 41). Selanjutnya, karakter integritas meliputi sikap tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam kehidupan sosial, melakukan tindakan dan perkataan yang berdasarkan kebenaran. Hal baik yang dapat diterapkan di kelas yang mencerminkan nilai integritas adalah tidak menyontek saat ulangan, memberikan salam kepada guru dan teman tanpa memandang status, tidak berbohong, dan saling menghormati.

Sub nilai integritas adalah kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab,

keteladanan, dan menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas).

b. Basis Pengembangan dan Penerapan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di Sekolah

1) Pendidikan Karakter Berbasis Kelas

Pendidikan karakter berbasis kelas merupakan tempat utama dalam pembentukan karakter (Koesoema, 2018: 17). Hal tersebut karena kelas merupakan tempat berinteraksinya guru dengan peserta didik, dan antar peserta didik dalam proses pembelajaran. Pendidikan karakter berbasis kelas mengutamakan proses komunikasi dan interaksi guru dengan peserta didik maupun antar peserta didik. Proses komunikasi dan interaksi yang dilakukan guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai fasilitator pembentuk karakter yang mampu mengajak, mengarahkan, dan menginspirasi peserta didik tentang nilai moral dalam setiap materi belajar yang diterimanya sebagai bagian dari pembentukan kepribadian yang utuh.

Pembentukan karakter di dalam kelas terjadi dalam konteks dialogis yang muncul selama proses pembelajaran, baik itu melalui bacaan, diskusi, pertanyaan reflektif, maupun pengelolaan kelas (Koesoema, 2018: 18). Selain itu, Penguatan Pendidikan Karakter berbasis kelas dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum. Pengintegrasian PPK dalam kurikulum

mengandung arti bahwa pendidik mengintegrasikan nilai-nilai PPK ke dalam proses pembelajaran dalam setiap mata pelajaran. Hal tersebut bertujuan untuk menumbuhkan dan menguatkan pengetahuan, menanamkan kesadaran, dan mempraktikkan nilai-nilai utama PPK. Contoh penerapan nilai karakter dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas 2 semester 1 dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.

Tabel 2.1 Contoh Penerapan Nilai Karakter dalam Skenario Pembelajaran

Muatan

Pelajaran Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian

Karakter yang dikembangkan PPKN 4.1 Menjelaskan hubungan gambar pada lambang negara dengan sila-sila Pancasila 4.1.1 Mempresentasikan hubungan gambar pada lambang negara dengan sila-sila Pancasila

di depan kelas Percaya diri, cinta tanah air,

integritas, kemandirian, dan religiositas Bahasa Indonesia 4.1 Menirukan ungkapan ajakan, perintah, penolakan dalam cerita atau lagu peserta didik-peserta didik dengan bahasa yang santun 4.1.1 Mempresentasikan ungkapan, ajakan, perintah, penolakan dalam cerita di depan kelas

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa terdapat karakter yang dikembangkan pada peserta didik yaitu percaya diri, cinta tanah air, integritas, kemandirian, dan religiositas. Percaya diri. cinta tanah air dan kemandirian tampak dalam Kompetensi Dasar (KD) PPKN 4.1 yaitu “Menjelaskan hubungan gambar pada lambang negara dengan sila-sila Pancasila” dan tampak pada indikator pencapaian 4.1.1 pada muatan pelajaran PPKN yaitu “Mempresentasikan hubungan gambar pada lambang negara

dengan sila-sila Pancasila di depan kelas”. Melalui KD dan indikator tersebut diharapkan peserta didik memiliki nilai karakter percaya diri, cinta tanah air, dan kemandirian. Kemandirian dan percaya diri juga tampak dalam muatan pelajaran Bahasa Indonesia pada KD 4.1 yaitu “Menirukan

ungkapan ajakan, perintah, penolakan dalam cerita atau lagu anak-anak dengan bahasa yang santun” dan pada indikator pencapaian 4.1.1 “Mempresentasikan ungkapan ajakan, perintah, penolakan dalam cerita di depan kelas”. Melalui KD dan indikator tersebut diharapkan peserta didik memiliki nilai karakter mandiri dan percaya diri dalam mempresentasikan ungkapan dengan benar.

Nilai karakter religiositas, integritas, dan kemandirian nampak pada muatan pelajaran PPKN indikator 4.1.1 “Mempresentasikan hubungan gambar pada lambang negara dengan sila-sila Pancasila di depan kelas”. Sila pertama Pancasila memuat nilai karakter religiositas. Sila kedua dan ketiga memuat nilai karakter cinta tanah air. Sila keempat memuat nilai karakter gotong royong, dan sila kelima memuat nilai karakter integritas.

2) Pendidikan Karakter Berbasis Budaya Sekolah

Lingkungan sekolah dengan suasana yang khas memiliki pengaruh pada pendidikan dan pengembangan karakter peserta didik. Suasana sekolah yang tidak sesuai dengan nilai karakter

yang akan dibangun pada peserta didik, jelas tidak akan membantu perkembangan karakter peserta didik. Sementara suasana sekolah yang sungguh ditata dan diatur sesuai dengan nilai karakter yang ingin ditekankan pada peserta didik, akan membantu peserta didik cepat berkembang (Suparno, 2015: 70). Pelaksanaan PPK berbasis budaya sekolah dapat diterapkan dengan menentukan nilai utama PPK, menyusun jadwal harian/mingguan, mendesain kurikulum pada tingkat satuan pendidikan, evaluasi peraturan sekolah, pengembangan tradisi sekolah, serta kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler (Tim PPK Kemendikbud, 2017: 35-41). Salah satu contoh penerapan pendidikan karakter berbasis budaya sekolah adalah pembiasaan upacara bendera.

3) Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat

Lembaga pendidikan merupakan bagian dari masyarakat luas. Tanggung jawab pembentukan karakter peserta didik dalam lembaga pendidikan tidak lepas dari kehadiran pelaku lain di luar lembaga pendidikan yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Ki Hajar Dewantara telah melihat bahwa pendidikan karakter individu di dalam lembaga pendidikan tidak dapat berjalan secara maksimal bila tidak melibatkan tiga pusat pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Pendidikan dan pembentukan karakter peserta didik juga dipengaruhi oleh keadaan, situasi, dan karakter masyarakat atau lingkungan peserta didik tersebut. Jika masyarakatnya memiliki karakter baik maka peserta didik juga akan lebih mudah belajar karakter yang baik. Akan tetapi, jika lingkungan peserta didik tidak baik, maka dengan mudah peserta didik akan mendapat pengaruh yang jelek (Suparno, 2015: 71). Oleh sebab itu, masyarakat dan lingkungan sekitar seharusnya mengembangkan sikap dan karakter yang baik. Beberapa contoh kolaborasi dengan komunitas yang dapat membantu penguatan pendidikan karakter adalah penyuluhan narkoba oleh kepolisian, imunisasi oleh puskesmas, kelas inspirasi, sanggar seni, pembelajaran berbasis museum, dan cagar budaya.

Dari paparan di atas, Penguatan Pendidikan Karakter adalah gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter melalui proses pengembangan potensi peserta didik yang dilakukan dengan cara harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga sesuai Pancasila dan terbagi menjadi 3 basis yaitu basis kelas, budaya sekolah, dan basis masyarakat.

Dokumen terkait