• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pemutahiran Data Keberagaman dan Sebaran Indigofera Indonesia 1 Pemutahiran Data Keberagaman Indigofera Indonesia

3.2.2.2 Analisis Keberagaman dan Keserupaan Morfologi Indigofera Penghasil Pewarna Indonesia

3.2.2.3.1 Pengujian Ketahanan Luntur Warna

Pengujian kekuatan warna diawali dengan pembuatan pasta indigo sebagai bahan pencelup kain untuk diwarnai. Prosedur pembuatan pasta indigo meliputi beberapa langkah yaitu daun dan ranting sebanyak 1 sampai 3 kg yang telah dicacah, direndam dalam 5 liter air dan diinkubasi selama 10 sampai 24 jam. Setelah terjadi perubahan warna pada air rendaman, daun dan ranting dipisahkan dengan menyaring air rendaman, kemudian air rendaman ditambah dengan 30 g kapur (CaO) yang dilarutkan dalam 1 liter pelarut air, kemudian dikebur (diaduk secara vertikal) untuk mendapatkan aerasi. Larutan hasil saringan diinkubasi selama 24 jam, selanjutnya cairan bening di bagian atas dibuang sehingga hanya mendapatkan endapan (pasta). Pasta berwarna biru disebut pasta indigo ditiriskan untuk mengurangi kadar air (Gambar 3.3). Pembuatan pasta dilakukan sebanyak dua ulangan pada masing-masing jenis. Indikator keberadaan indigo ditandai adanya perubahan warna air rendaman menjadi hijau tua, berbuih dan berbau tidak sedap. Lama perendaman sampai terjadinya perubahan warna dan terbentuknya buih dicatat.

Gambar 3.3 Proses perendaman daun dan ranting Indigofera dalam pembentukan pasta indigo dari bahan daun Indigofera. A. Ranting dan daun dicacah; B. Ranting dan daun direndam dalam ember; C. Air rendaman setelah 10 jam berwarna hijau tua, D. Air rendaman dikebur; E. Hasil kebur; F. Larutan yang telah diinkubasi 24 jam; G. Ekstrak (endapan) yang selanjutnya disebut pasta indigo ditiriskan selama 3 hari; H. Pasta indigo siap digunakan sebagai pewarna

A B C D

Pasta indigo yang dihasilkan dari proses fermentasi selanjutnya digunakan sebagai bahan pencelup kain. Pasta indigo tidak langsung dapat digunakan sebagai bahan pencelup sebelum ditambahkan beberapa bahan seperti kapur, tape singkong dan tetes tebu (molase). Bahan tambahan tersebut merupakan adaptasi teknologi dengan bahan sederhana yang tersedia di lingkungan.

Metode pewarnaan dengan indigo dilakukan dengan mencampurkan 200 g pasta indigo ditambah 125 g tape singkong, 200 ml tetes tebu, 250 ml air kapur, dan 5 l air. Campuran diaduk dan diinkubasi selama 24 jam. Sebelum diwarnai kain dicelup dalam larutan detergen untuk menghilangkan kotoran dan lemak. Selanjutnya kain dicelup kedalam larutan indigo sambil diratakan selama 5 menit, kemudian kain diangkat dan dibilas dalam air bersih dan dikeringanginkan selama 10–15 menit. Perlakuan mencelup, membilas dan mengeringanginkan kain dilakukan sampai 20 kali. Dalam pewarnaan dengan indigo, setelah mendapatkan warna tidak diperlukan proses fiksasi, tetapi proses dilanjutkan dengan merendam dalam larutan bersifat asam dengan tujuan untuk menetralkan kain. Dalam proses perendaman ini digunakan bahan pencuci asam cuka 10 ml yang dilarutkan dalam 20 l air. Kain direndam selama 30 menit selanjutnya dikeringanginkan sampai kering (Gambar 3.4). Nilai warna pada kain diukur dengan standard color test

(Kornerup dan Wanscher 1967).

A B C D

E F

G

H I

Gambar 3.4 Proses pewarnaan kain dengan pasta indigo. Pencampuran bahan- bahan A. Tape singkong; B. Molase; C. Pasta indigo; D. Larutan kapur aktif; E. Ramuan bahan pencelup; F. Ramuan setelah 24 jam inkubasi; G. Kain yang sudah dibasahi, H. Proses pencelupan pertama; I. Kain dibilas dengan air bersih selanjutnya dikeringanginkan selama 10 menit; J. Setelah pencelupan ke 20 kali kain direndam dalam asam cuka

Kualitas pewarna indigo diuji dengan empat uji yang terdiri dari: (1) uji ketahanan luntur warna terhadap pencucian 40 0C berdasar metode SNI-ISO 105 C06: 2010, (2) uji ketahanan luntur warna terhadap keringat asam dan basa berdasar metode SNI ISO 105-E04: 2010, (3) uji ketahanan luntur warna terhadap penekanan panas dilakukan berdasarkan metode SNI ISO 105-X11: 2010, dan (4) uji ketahanan luntur warna terhadap sinar terang hari berdasar metode SNI ISO 105-B01: 2010. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Penguji Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB) Yogyakarta. Analisis data secara deskriptif dilakukan dengan membandingkan dengan tabel Standar Nasional Indonesia (SNI) Batik.

Pengujian Ketahanan Luntur Warna Terhadap Pencucian Suhu 40 oC Dalam pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian 40 oC pereaksi yang digunakan meliputi natrium hipokhlorit, natrium metasilat, larutan asam asetat 28% dan detergen khusus 4 g/liter. Bahan uji kain putih berukuran 5 x 10 cm2 sebanyak 2 helai, satu helai merupakan kain yang sama jenis dengan contoh uji, sedangkan sehelai kain lainnya dari serat menurut pasangan sebagai berikut (Tabel 3.2).

Table 3.2 Jenis kain uji (helai 1) dan pasangannya (helai 2)

Helai 1 Helai 2

Kapas Wol

Wol Kapas

Sutera Kapas

Linen Wol

Viskose rayon Wol

Asetat Viskose rayon

Poliamida Wol atau viskose rayon

Poliester Wol atau Kapas

Poliakrilat Wol atau kapas

Sampel kain uji yang berwarna biru diletakkan di antara dua kain putih pasangannya, kemudian dijahit pada salah satu sisi yang pendek. Dalam penelitian ini digunakan 6 kain putih dari bahan asetat, polyamida, polister, katun, akrilik, dan wol.

Pengujian dimulai dengan memanaskan bejana-bejana yang berisi 200 ml larutan yang mengandung sabun sebanyak 0.5% dan 10 kelereng baja tahan karat sampai suhu mencapai 40 oC. Selanjutnya sampel kain uji dimasukkan kedalam bejana bejana yang terdapat di dalam lounder ometer. Bejana-bejana tersebut kemudian diletakkan pada tempatnya dengan tutup menghadap keluar dan setiap sisi berisi sejumlah bejana yang sama. Mesin lounder ometer dijalankan selama 45 menit. Sampel kain uji kemudian dikeluarkan dari bejana-bejana untuk dicuci di dalam gelas piala dengan 100 ml air bersuhu 40 oC selama 1 menit dan diulang dua kali. Sampel kain selanjutnya diperas dengan tangan kemudian diasamkan dalam 100 ml asam asetat 0.014% (0.05 ml asam asetat 28% per 100 ml air) selama 1 menit pada suhu 27 oC. Kain dicuci lagi di dalam 100 ml air bersuhu 27 oC selama satu menit. Selanjutnya dikeringkan dan disetrika pada suhu 135‒150 oC.

Penilaian tahan luntur warna dilakukan dengan melihat adanya perubahan warna asli yang dilakukan dengan membandingkan perbedaan pada kain uji dengan contoh asli terhadap perbedaan standar perubahan warna yang digambarkan oleh

5 dalam gray scale; nilai 4 = perubahan warna sesuai dengan tingkat ke 4 dalam

gray scale. Tingkat nilai ketahanan luntur dari 1 sampai 5. Penilaian penodaan warna pada kain putih di dalam pengujian tahan luntur warna, dilakukan dengan membandingkan perbedaan warna dari kain putih yang dinodai dan kain putih yang tidak ternodai, terhadap perbedaan yang digambarkan staining scale, dan dinyatakan dengan nilai kekhromatikan adam seperti gray scale. Nilai penodaan warna berkisar 1–5 seperti pada hasil nilai perubahan warna.

Pengujian Ketahanan Luntur Warna Terhadap Keringat Asam dan Basa Prosedur pengujian ketahanan luntur warna terhadap keringat dimulai dengan memotong kain contoh uji (yang berwarna biru), kain putih dengan serat sejenis dengan contoh uji dan kain pasangannya berukuran 4 x 10 cm2. Kain contoh uji dijahit di antara kedua kain putih pada sisi yang pendek. Kain putih yang digunakan berjumlah 6 jenis yaitu asetat, katun, poliamide, poliester, akrilik dan wol, sedangkan kain pasangannya adalah viskos, wol, viskos, dan tiga potong kain kapas. Kain yang telah dijahit direndam dalam larutan keringat buatan selama 30 menit. Kain contoh uji diangkat, diperas, kemudian diletakkan di antara 2 lempeng kaca, dipasang pada perspiration tester dan diberi tekanan 12.5 kPa. Selanjutnya alat uji yang berisi kain uji dimasukkan ke dalam tungku pengering pada suhu 37± 2 oC, selama 4 jam. Setelah kering, kain uji dilepas dari perspiration tester untuk dikering anginkan. Pengujian dilakukan dengan ulangan 3 kali. Penilaian ketahanan luntur warna dilakukan dengan membandingkan dengan warna pada gray scale, dan penodaan warna pada kain putih dibandingkan dengan staining scale. Nilai

perubahan warna dan penodaan warna berkisar 1‒5. Nilai 1 jika perubahan warna

dan penodaan warna sesuai dengan tingkat ke 1 dalam gray scale dan staining scale, dan nilai tertinggi adalah 5 jika tidak ada perubahan warna seperti yang ditunjukkan tingkat ke 5 dalam gray scale dan staining scale.

Pengujian Ketahanan Luntur Warna Terhadap Penekanan Panas Uji ketahanan luntur warna terhadap penekanan panas dilakukan dua macam, yaitu uji penekanan panas kering dan uji penekanan panas basah. Cara uji ketahanan luntur warna dengan penekanan panas kering dilakukan dengan meletakkan sampel kain uji berukuran 5 × 20 cm dipotong diagonal di atas sepotong kain putih pada permukaan halus dan horizontal. Kain diseterika dengan suhu sesuai jenis kain, dan jenis kain katun diseterika dengan suhu 204 oC sampai 218 oC selama 10 detik. Kain uji dievaluasi perubahan warnanya dengan cara membandingkan dengan standar warna pada gray scale. Untuk mengevalusi nilai penodaan warna, proses uji dilakukan dengan cara sama dengan pada uji sebelumnya tetapi kain uji ditutup dengan kain putih kering baru diseterika dengan suhu dan waktu sama. Nilai penodaan warna dievaluasi dengan membandingkan warna yang terdapat pada standar staining scale.

Uji ketahanan luntur warna terhadap penekanan panas basah dilakukan dengan membasahi kain uji dan kain putih dengan air suling pada suhu kamar sampai mencapai penyerapan basah 100%. Kain uji diletakkan di atas kain putih dan ditutup dengan kain putih basah dan diseterika dengan suhu 204 sampai 218 oC selama 15 detik. Perubahan warna dan penodaan warna dinilai dengan membandingkan warna pada gray scale dan staining scale.

Pengujian Ketahanan Luntur Warna Terhadap Panas Sinar Terang Prosedur pengujian ketahanan luntur warna terhadap panas sinar terang terdiri dari dua rangkaian uji, yaitu tahan luntur warna terhadap cahaya matahari dan tahan

luntur terhadap cahaya terang hari. Uji tahan luntur terhadap cahaya matahari dimulai dengan meletakkan standar celupan dan kain uji pada karton yang kemudian di atasnya ditutup dengan kertas dari bahan karton yang sama, yang menutupi sepertiga bagian dari standar celupan dan kain uji. Setiap standar celupan dan kain uji diberi penyinaran yang dilakukan pada hari cerah antara jam 9.00 sampai 15.00 WIB (waktu setempat).

Uji tahan luntur terhadap cahaya terang hari memiliki cara uji yang sama dengan cahaya matahari tetapi penyinaran dilakukan selama 24 jam tiap hari dan hanya diangkat untuk setiap pemeriksaan. Pengamatan pengaruh sinar terhadap standar celupan dengan seringkali membuka tutup. Penyinaran diteruskan sampai mendapatkan warna yang sama dengan nilai 4 pada gray scale antara daerah yang ditutupi dengan yang disinari. Jika masih ada kain uji dan standar celupan yang masih memiliki nilai dibawah 4 dari gray scale maka penyinaran tetap dilanjutkan sampai semua standar dan kain uji menunjukkan perubahan warna sesuai dengan nilai 4 pada gray scale.

3.2.2.3.2 Pengujian Kuantitas Indikan dan Indigo pada Indigofera dari