• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Senyawa Metabolit Sekunder dalam Tumbuhan

2.4.1 Tumbuhan Penghasil Pewarna

Sebagian besar pewarna alami dapat diperoleh dari tumbuhan. Pada saat ini warna biru diperoleh dari daun Indigofera spp., daun Isatis tinctoria, biji Acacia nilotica, buah Ligustrum vulgare, rizom Nymhaea alba, daun Polygonum tinctorium, dan daun Strobilathes flaccidifolium. Warna merah berasal dari bunga

Carthamus tinctorius, kayu Caesalpinia sappan, kayu Rubia tinctoria, kayu

Haematoxylon camphechianum, kayu Rumex dentatus, kayu Morinda tinctoria, bunga Mallotus philippinensis. Warna kuning dari bunga Solidago grandis, daun

Tectona grandis, bunga Tagetes, bunga Crocus sativus, bunga Butea monosperma. Warna hitam dari kulit kayu Alnus glutinosa, daun Loranthus pentapetalus, buah

Annona reticulata, buah Terminalia chebula. Warna jingga berasal dari biji Bixa orellana, bunga Dhalia sp, daun Convallaria majalis, daun Urtica dioica; warna hijau berasal dari kulit buah Terminalia bellerica, daun Eupatorium odoratum. Warna cokelat dihasilkan oleh kulit kayu Pelthophorum pterocarpum, kulit kayu

Ceriop tagal, kulit kayu Swietenia mahagoni (Lemmens et al. 1992; Siva 2007; Acquaviva et al. 2010; Chengaiah et al. 2010).

Gambar 2.1 Oksidasi indol pada tumbuhan tingkat tinggi (E1 = Indole oxygenase, E2 = Indole oxidase; E3 = Indole 2, 3-dioxygenase; E4 = Indikan synthase; E5 =Indoksil-UDPG-glucosyltransferase; E6 =Formylase; E7 = Aldehyde oxidase; S = reaksi spontan, P = jaringan atau organ tanaman; GT? = Glucosyltransferase, belum teridentifikasi; GLU? = Glucosidase, belum teridentifikasi

Golongan utama zat warna dapat berupa klorofil, karotinoid, flavonoid, dan kuinon. Klorofil merupakan zat warna hijau dalam tanaman yang dicirikan dengan gugus Klorofil a CH3, dan gugus klorofil b CH. Karotenoid dicirikan oleh suatu rantai panjang poliena alifatik. Contoh pigmen karotenoid adalah biksin, krosin,

Tumbuhan penghasil indigo Tumbuhan tidak

safran. Flavonoid dicirikan oleh adanya struktur flavon atau flavonol, antosianin, dan isoflavonoid contohnya morin dan rutin. Kuinon mengandung struktur kuinon, subkelompok utama naftokuinon, benzokuinon, dan antrakuinon. Contoh pigmen naftakuinon adalah lawson dari Lawsonia inermis (inai), Contoh antrakuinon adalah alizarin, morindin, dan purpurin yang diperoleh dari suku Rubiaceae. Pewarna nabati yang tidak tergolong ke dalam pigmen di atas adalah indigo, brazilin, kurkumin (Gambar 2.2) (Lemmens et al. 1992).

Sebanyak 90 jenis tumbuhan di Asia Tenggara, dan 450 jenis di India telah diujicoba sebagai pewarna (Lemmens dan Wessel-Riemens 1992). Sekitar 150 macam pigmen yang dihasilkan tumbuhan telah dieksploitasi sebagai komoditas yang komersial (Siva 2007; Chengaiah et al. 2010). Pewarna yang dihasilkan tumbuhan dapat digunakan untuk mewarnai tekstil, kertas, kayu, kulit, tinta, bulu, makanan, kosmetik, obat, dan sebagainya. Secara kimiawi molekul pewarna memiliki dua kelompok utama yaitu kromofor dan auksokrom. Kromofor terikat dalam sebuah cincin aromatik yang fungsinya berkaitan dengan kekuatan pewarnaan. Kromofor memiliki ikatan tak jenuh, yang dapat menentukan intensitas warna. Auksokrom membantu molekul pewarna untuk berikatan dengan substrat, sehingga memberikan warna yang lain (Lemmens et al. 1992; Siva 2007).

Di dunia dikenal beberapa tumbuhan penghasil warna biru. Jenis–jenis tersebut tumbuh dan dapat dijumpai pada wilayah dan belahan bumi yang berbeda.

Isatis tinctoria tumbuh di Eropa, Isatis indigotica di China, Polygonum tinctorium

dan Marsdenia tinctoria tumbuh dan dimanfaatkan sebagai pewarna alami oleh masyarakat Korea dan Jepang, Calanthe veratrifolia dan Lawsonia spinose tumbuh di daerah tropis, dan Indigofera spp. dimanfaatkan oleh masyarakat di Asia, Afrika, Madagaskar, dan Amerika Selatan (Georgievics 1892; Beijerinck 1900; Xia dan Zenk 1992; Chanayath et al. 2002; John dan Angelini 2009).

Brazilin (merah) Curcumin

(kuning-jingga)

Indigo (biru)

Gambar 2.2 Struktur dasar pewarna nabati yang tidak termasuk golongan pigmen (Lemmens et al. 1992)

Prekursor warna biru indigo terdiri dari beberapa pola. Pola prekursor indigo yang dihasilkan oleh jenis Isatis tinctoria dan Isatis indigotica terdari dari isatan A (indoxyl-3-O-(6’-O-malonyl-β-D-ribohexo-3-ulopyranoside), isatan B (indoxyl-3- O-β-D-ribohexo-3-ulopyranoside) dan indikan (Indoxsyl β-D glucoside) (Oberthu ¨r et al. 2004). Indikan merupakan komponen minor pada Isatis tinctoria dengan rasio 3:1 jika dibandingkan dengan indikan pada Indigofera, tetapi sebagai komponen mayor pada Indigofera dan P. tinctorium (Strobel dan Goger 1989, Kokobun et al. 1998; Gilbert et al. 2000).

Penemuan senyawa prekursor indigo dimulai abad ke 19 pada Isatis tinctoria

oleh Schunk (1855), dan senyawa indikan pada P. tinctorium dan Indigofera oleh Beijerinck (1899). Indikan diubah menjadi indoksil dengan bantuan enzim isatase. Indikan adalah zat warna biru yang dihasilkan daun Indigofera yang berasal dari senyawa glukosida tidak berwarna. Ketika sel tanaman rusak akan dihasilkan indikan yang terhidrolisis oleh enzim β-Glukosidase menjadi indoksil. Selanjutnya indoksil mengalami tautomerisasi yang secara spontan menjadi senyawa indigo. 2.4.2 Sejarah Pewarna Indigo

Suatu zat dikatakan berwarna disebabkan telah menyerap cahaya yang dapat dilihat manusia yang mempunyai panjang gelombang 400–800 nm. Pewarna dari tumbuhan dapat diperoleh melalui ekstraksi dengan jalan fermentasi, atau direbus. Pewarna dalam tumbuhan kadang sudah tampak pada tumbuhan hidup misalnya saffron yang diekstrak dari stigma Crocus sativus, tetapi terdapat pewarna nabati yang berasal dari tumbuhan yang dalam keadaan alamiah tidak berwarna misalnya

Indigofera (Lemmens et al. 1992; Chengaiah et al. 2010).

Bukti awal penggunaan warna datang dari lukisan di gua oleh manusia Cro- Magnon yang dilukis pada 10.000–30.000 SM (Seefelder 1994). Sampai abad 20 warna-warna yang digunakan berasal dari tumbuhan. Warna kuning, sebagian besar dari weld (Reseda luteola). Madder (Rubia tinctorum), menghasilkan sumber yang paling penting dari pewarna merah; beberapa warna merah juga berasal dari serangga, misalnya, cochineal dan kermes. Warna biru yang bersumber dari indigo masih digunakan sampai sekarang. Indigo alam dapat diturunkan dari tanaman tropis, dan subtropis dari banyak jenis berbeda. Di daerah tropis dan subtropis, tanaman yang paling banyak digunakan untuk produksi indigo adalah Indigofera

spp. ( Martin 1975; Schunk 1855). Di daerah beriklim sedang, jenis yang paling umum digunakan adalah Isatis tinctoria atau woad. Jenis lain, misalnya, P. tinctorum juga telah digunakan di Jepang, Cina dan Rusia untuk produksi indigo.

Bukti awal menunjukkan bahwa penggunaan warna biru alami, diperkirakan sejak zaman perunggu 3300–1300 SM di lembah Indus Punjab India dan 2400 SM di Mesopotamia (Byrne 1981; Kumar 2004). Arkeolog menemukan selembar kain linen berwarna biru pada dua lokasi tersebut (Teresinha 2004). Kain linen yang ditemukan di Mesopotamia diperkirakan merupakan hasil pewarnaan dengan tumbuhan Isatis tinctoria yang tumbuh di Turki, sedangkan kain berwarna biru yang ditemukan di Lembah Indus merupakan kain yang diwarnai dengan tumbuhan

I. tinctoria.

Sejak warna biru menjadi simbol struktur kekuasaan di Eropa, maka kebutuhan meningkat, sehingga dimulai impor indigo dari negara jajahan seperti India, Indonesia dan Amerika Latin. Jenis I. tinctoria yang melimpah di India mulai

diperluas penanamannya sampai ke Bihar, Bengal Barat dan Tamil Nadu untuk di ekspor ke Eropa melalui jalur laut (Gambar 2.3) (Byrne 2016). Selama diberlakukannya politik tanam paksa pada abad XIX di Indonesia pabrik indigo pernah berpusat di desa Bumi Segoro Kabupaten Magelang yang berdekatan dengan kompleks Candi Borobudur (Eksplorasi & Komunikasi Pribadi, 2014) (Gambar 2.4)

Gambar 2.4 Jejak pabrik indigo di P. Jawa pada masa tanam paksa. A. Peta lokasi pabrik indigo di desa Bumi Segoro Kabupaten Magelang, Jawa Tengah (panah); B. Bekas pondasi pabrik indigo; C. Pasta indigo bentuk blok yang diekspor ke Eropa pada masa penjajahan Belanda (Sumber: Kwan Hwie Liong, Komunikasi Pribadi, 2014)

A

B

C

Gambar 2.3 Jalur perdagangan indigo dari India ke Eropa melalui Indonesia (Byrne 2006)

Tumbuhan penghasil indigo dibudidayakan di Amerika Tengah, Mesir, Jepang, Cina, Asia Tengah, India, Indonesia dan Italia sampai abad XX. Perkembangan selanjutnya produksi serta ekspor berkurang sejalan dengan ditemukannya indigo sintetis oleh Adolf von Baeyer yang menemukan indigo sintetis dari bahan batubara pada tahun 1865 (Teresinha 2016). Namun sampai saat ini produksi indigo alami dari I. tinctoria masih bertahan di India (Tamil Nadu), dan Indonesia (Flores serta Yogyakarta) sebagai pewarna kain tenun dan batik.