• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Proporsi Varian Masing-Masing Independent Variable Pengujian tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah signifikan tidaknya

Setelah itu peneliti kemudian kembali melakukan analisis dengan tidak mengikutsertakan item yang bermuatan negatif ( t > 1.96 ) sehingga didapat hasil

4.3 Uji Hipotesis Penelitian

4.3.2 Pengujian Proporsi Varian Masing-Masing Independent Variable Pengujian tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah signifikan tidaknya

penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV, yang mana IV tersebut dianalisis secara satu per satu. Pada tabel kolom pertama adalah IV yang dianalisis

secara satu per satu, kolom ketiga merupakan total penambahan varians DV dan tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom keenam merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom tujuh adalah harga f hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom terakhir adalah kolom Sig F Change yang fungsinya untuk mengetahui signifikansinya. Apabila p < 0,05 maka IV memiliki sumbangan yang signifikan. Jika signifikan artinya bahwa penambahan (incremented) proporsi varians dari IV yang bersangkutan, dampaknya signifikan.

Tabel 4.3.2.1 Tabel Proporsi Varians untuk masing-masing independent variable Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate Change Statistics R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change 1 .060a .004 .000 9.22043 .004 .891 1 248 .346 2 .346b .120 .113 8.68372 .116 32.603 1 247 .000* 3 .371c .138 .127 8.61149 .018 5.161 1 246 .024* 4 .482d .273 .261 7.92517 .135 45.452 1 245 .000* 5 .553e .284 .270 7.87721 .012 3.992 1 244 .047* 6 .527f .288 .271 7.87318 .004 1.250 1 243 .265 7 .579g .335 .316 7.62333 .047 17.190 1 242 .000* 8 .588h .345 .323 7.58235 .010 3.623 1 241 .058 9 10 .588i .620j .346 .385 .322 .359 7.59266 7.37955 .001 .039 .346 15.062 1 1 240 239 .557 .000*

a. Predictors: (Constant), extraversion

b. Predictors: (Constant), extraversion, agreeableness

c. Predictors: (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness

d. Predictors: (Constant), extraversion, agreeableness, conscientousness, neuroticism

e. Predictors: (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness f. Predictors: (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openess, secure g. Predictors: (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openess, secure, fearful h. Predictors: (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openess, secure, fearful, preoccupied

I. Predictors: (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openess, secure, fearful, preoccupied, dismissing

j. Predictors: (Constant), extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openess, secure, fearful, preoccupied, dismissing, jenis kelamin

Jika di jabarkan kontribusi dari setiap IV terhadap DV diatas disampaikan sebagai berikut:

1. Variabel extraversion memiliki R square change sebesar 0,004 jadi aspek ini memberikan kontribusi sebesar 0,4% terhadap agresivitas.

2. Variabel agreeableness memiliki R square change sebesar 0,116 jadi aspek ini memberikan kontribusi sebesar 11,6% terhadap agresivitas. 3. Variabel conscientiousness memiliki R square change sebesar 0,18 jadi

aspek ini memberikan kontribusi sebesar 1,8% terhadap agresivitas. 4. Variabel neuroticism memiliki R square change sebesar 0,135 jadi aspek

ini memberikan kontribusi sebesar 13,5% terhadap agresivitas.

5. Variabel openness to experience memiliki R square change sebesar 0,012 jadi aspek ini memberikan kontribusi sebesar 1,2% terhadap agresivitas. 6. Variabel secure attachment memiliki R square change sebesar 0,004 jadi

aspek ini memberikan kontribusi sebesar 0,4% terhadap agresivitas.

7. Variabel fearful attachment memiliki R square change sebesar 0,047 jadi aspek ini memberikan kontribusi sebesar 4,7% terhadap agresivitas.

8. Variabel preoccupied attachment memiliki R square change sebesar 0,010 jadi aspek ini memberikan kontribusi sebesar 1% terhadap agresivitas. 9. Variabel dismissing attachment memiliki R square change sebesar 0,001

jadi aspek ini memberikan kontribusi sebesar 0,1% terhadap agresivitas. 10.Variabel jenis kelamin memiliki R square change sebesar 0,039 jadi aspek

97

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan hasil penelitian, diskusi tentang penelitian serta saran secara praktis dan secara teoritis untuk penelitian selanjutnya.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan big five personality (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience), attachement style (secure attachment, fearful attachment, preoccupied attachment, dismissing attachment) dan jenis kelamin terhadap agresivitas pada pelajar di SMAN 6 Jakarta

Hasil uji hipotesis minor diperoleh tujuh variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap agresivitas yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, fearful attachment, dan jenis kelamin.

5.2 Diskusi

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis pada bab 4 menunjukkan bahwa secara keseluruhan ada pengaruh yang signifikan dari variabel big five personality, attachment style dan jenis kelamin terhadap agresivitas pada pelajar di SMAN 6 Jakarta. Hal ini di ungkapkan juga dalam penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Caprara, et. al. (dalam DeWall, et. al. (2012) yang menyatakan bahwa big five personality mempunyai hubungan dengan agresivitas,

Namun, hanya tiga variabel yang mempunyai hubungan positif adalah

neuroticism sedangkan yang mempunyai hubungan negatif, yaitu

conscientiousness dan agreeableness. Dalam penelitian ini, semua dimensi dari big five personality yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to experiences mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas pada pelajar di SMAN 6 Jakarta. Hal ini diungkapkan Pervin, Cervone dan John (2010) dalam sebuah teori kepribadian mengungkapkan bahwa kepribadian adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, kecenderungan remaja melakukan tindakan agresi juga tidak lepas dari peran kepribadian sebagai pembentuk perilaku.

Dalam penelitian ini variabel attachment style memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas pada pelajar di SMAN 6 Jakarta. Hal ini serupa dengan penelitian yang di temukan dalam Journal of Youth and Adolescence (2000) menunjukkan bahwa attachment pada orang tua secara signifikan berhubungan dengan usia, depresi, dan agresi. Remaja yang tingkat attachment orang tua tinggi akan menunjukkan tingat agresi dan depresi yang rendah begitu pun sebaliknya (Laible, Carlo, & Raffaelli, 1999).

Pada analisis koefisien regresi yang dilakukan dalam penelitian ini, terdapat lima variabel yakni extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism dan openness to experiences dari big five personality, dua variabel yakni fearful attachment dan preoccupied attachment dari attachment style dan variabel jenis kelamin yang berpengaruh secara signifikan terhadap agresivitas

pada pelajar di SMAN 6 Jakarta. Sedangkan pada variabel secure attachment dan dismissing attachment tidak berpengaruh secara signifikan terhadap agresivitas pada pelajardi SMA Negeri 6 Jakarta Selatan. Hal tersebut menggambarkan kesesuaian sekaligus pertentangan dengan teori-teori yang juga meneliti variabel-variabel ini sebelumnya. Oleh karena itu peneliti mencoba untuk membahasnya.

Variabel extraversion berpengaruh signifikan terhadap agresivitas dan berhubungan secara negatif. Jadi, semakin tinggi skor extraversion maka semakin rendah tingkat agresivitas, begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori Costa dan McCrae (dalam Feis & Feist 2010) yang menyatakan bahwa individu yang memili skor tinggi pada dimensi ini cenderung penuh kasih sayang, suka bergabung menjadi anggota kelompok, banyak bicara, menyukai kesenangan, aktif, dan selalu bersemangat. Sedangkan individu yang memiliki skor rendah pada dimensi ini cenderung tidak ramah dengan orang lain, suka menyendiri, pendiam, apa adanya, pasif, dan tidak peka terhadap lingkungan sekitar. Jadi, semakin tinggi skornya pada dimensi extraversion yaitu penuh kasih sayang, menyukai kesenangan, ramah pada orang lain, selalu bersemangat maka semakin baik ia mengontrol emosinya sehingga akan mengurangi agresivitasnya,

Variabel agreeableness berpengaruh signifikan terhadap agresivitas dan berhubungan secara negatif. Jadi, semakin tinggi skor agreeableness maka semakin rendah tingkat agresivitas, begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori Costa & McCrae (dalam Feis & Feist 2010) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki skor tinggi akan cenderung berhati lembut, mudah percaya, dermawan, ramah, toleransi, bersahabat dan baik hati. Jadi, jika

agresivitasnya tinggi maka individu tersebut memiliki skor rendah pada kepribadian agreeableness. Menurut Costa & McCrae (dalam pervin, et.al., 2010) mengungkapkan bahwa kepribadian ini mempunyai karateristik yaitu suka mengejek, tidak sopan, kasar, curiga, tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, pendendam, bengis atau kejam, pemarah, suka memerintah dan manipulatif.

Variabel conscientiousness berpengaruh signifikan terhadap agresivitas dan berhubungan secara negatif. Jadi, semakin tinggi skor conscientiousness maka semakin rendah tingkat agresivitas, begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori Costa & McCrae (dalam pervin, et al, 2010) yang menyebutkan bahwa karateristik individu conscientiousness memiliki sifat yang terorganisir, dapat diandalkan, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, cermat, rapih, ambisius, dan mempunyai hati yang keras dan tekun. Seseorang dengan kepribadian ini mampu mengontrol tingkah lakunya terhadap lingkungan sosialnya, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasaan, mengikuti peraturan dan norma yang berlaku. Seperti dalam penelitian yang dilakukan oleh Anitei dan Dumitrache (2013) menunjukkan bahwa Tingkat kehati-hatian (conscientiousness) yang tinggi akan mengakibatkan lebih cenderung untuk mengikuti aturan, melihat masalah dengan serius dengan bertingkah laku dan bekerja secara hati-hati. Orang-orang dengan tingkat kehati-hatian (conscientiousness) yang tinggi akan lebih baik dalam mengontrol situasi serta lebih teliti dan disiplin.

Variabel agreeableness dan conscientiousness berpengaruh pada agresivitas dan berhubungan secara negatif. Hal ini di dukung juga dalam penelitian sebelumnya Anderson et al (dalam. Barlett dan. Anderson, 2012)

menemukan juga bahwa Agreeableness dan Conscientiousness berhubungan negatif dengan sikap agresi dan kekerasan, karena Agreeableness ditandai dengan sifat baik hati, jujur dan kooperatif, sedangkan Conscientiousness ditandai dengan bertanggung jawab, tertib dan dapat diandalkan,

Variabel neuroticism berpengaruh signifikan terhadap agresivitas dan berhubungan secara positif. Jadi, semakin tinggi skor neuroticism maka semakin tinggi tingkat agresivitas, begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori Costa & McCrae (dalam Feis & Feist 2010) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini akan cenderung gelisah/cemas, temperamental, sentimentil, emosional, dan rentan terhadap kritikan orang lain. Jadi, semakin tinggi skor tinggi yaitu emosional, mudah marah akan mempermudah ia melakukan tindakan agresivitas. Di dukung juga dalam penelitian Sharpe & Desai (dalam Barlett & Anderson, 2012) Neurotism mempunyai hubungan yang positif dengan perilaku agresi.

Variabel openness to experiences berpengaruh signifikan terhadap agresivitas dan berhubungan secara negatif. Jadi, semakin tinggi skor openness to experiences maka semakin rendah tingkat agresivitas. Hal ini sesuai dengan teori Costa & McCrae (dalam Feis & Feist 2010) Individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini cenderung imajinatif, kreatif, inovatif, selalu ingin tahu, menyukai sesuatu yang berbeda, dan bebas. Sebaliknya, individu yang memiliki skor rendah cenderung tidak kreatif, konventional, menyukai sesuatu yang menetap, tidak peduli, dan konservatif. Jadi, jika individu mempunyai skor rendah yaitu tidak peduli pada orang lain maka akan tinggi tingkat agresivitasnya,

sedangkan jika mempunyai skor tinggi pada openness yaitu mudah toleransi, focus dan wapada pada berbagai perasaan maka akan rendah agresivitasnya.

Variabel fearful attachment berpengaruh signifikan terhadap agresivitas dan berhubungan secara positif. Jadi, semakin tinggi skor fearful attachment maka semakin tinggi tingkat agresivitas. Fearful attachment style merupakan kategori dari insecure attachment (menghindari/menolak hubungan dekat dengan orang tua). Hal ini sesuai dengan teori Baron & Byrne (2000) menjelaskan bahwa fearful attachment yaitu individu yang memiliki self esteem yang rendah dan negatif terhadap orang lain dengan meminimalkan kedekatan interpersonal dan menghindari hubungan akrab, mereka berharap dapat melindungi diri mereka dari rasa sakit karena ditolak. Individu yang takut ditolak menggambarkan orang tua mereka secara negatif memendam perasaan hostile dan marah tanpa menyadarinya yang akan menimbulkan agresivitas.

Variabel preoccupied attachment tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap agresivitas, begitupun sebaliknya. Preoccupied attachment style merupakan kategori dari insecure attachment (menghindari/menolak hubungan dekat dengan orang tua). Keterbatasan jumlah penelitian terdahulu membuat perbandingan dengan penelitian ini untuk dilakukan. Kemudian Variabel Secure attachment merupakan variabel dari attachment style secara positif tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap agresivitas pada remaja, begitupun sebaliknya. Jadi semakin tinggi secure attachment maka semakin tinggi agresivitas. Hal ini tidak sesuai dengan teori Mikulincer (dalam Baron & Byrne, 2000) yang menyatakan bahwa individu dengan gaya kelekatan aman tidak

mudah marah, lebih tidak mengatribusikan keinginan bermusuhan dengan orang lain dan mengharapkan hasil positif dan konstruktif dari konflik. Dan tidak sesuai dalam penelitian Papini, et, al. (dalam Santrock 2002) menemukan dalam suatu studi bahwa bila remaja muda memiliki suatu attachment yang kokoh (secure attachment) dengan orang tuanya, mereka memahami keluarga mereka sebagai keluarga yang kohensif dan mengeluhkan hanya sedikit kecemasan sosial atau perasaan-perasaan depresi.

Dalam penelitian ini secure attachment tidak signifikan dapat dikarenakan pengaruh dari faktor lainnya, seperti kematangan emosi pada remaja. Menurut Hurlock (1980) secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, tekanan sosial dan kondisi baru. Hurlock juga menyatakan masa remaja sebagai masa yang tidak realistik memiliki cita-cita yang tidak realistik menyebabkan meningginya emosi. Faktor dari orang tua yang agresi, seperti yang diungkapkan dalam Taylor, Peplau dan Sears (2009) yang menyatakan bahwa semua anak punya tendensi untuk meniru orang lain. Perilaku agresi anak dibentuk dan ditentukan oleh apa yang dia amatinya, anak pun tidak sembarangan meniru seseorang; mereka meniru beberapa orang dan tidak meniru orang lain. Semakin disukai, berpengaruh, dan kuat orang lain itu, semakin besar kemungkinan si anak akan meniru perilakunya. Orang yang sering mereka lihat akan semakin sering di tiru perilakunya. Miles dan Carey (dalam Taylor, Peplau & Sears, 2009) mengungkapkan bahwa orang tua biasanya menjadi model utama bagi si anak pada masa-masa awal perkembangan, dan mekanisme utama yang

menentukan perilaku agresi manusia adalah proses belajar masa lalu. Jadi, jika orang tua bertindak agresi di depan anaknya walaupun anak merasa secure dengan orang tuanya, maka anak akan mencontoh apa yang dilakukan oleh orang tuanya. Pengaruh dari teman sebaya karena sebagian besar waktu remaja yaitu di sekolah daripada di rumahnnya dan banyaknya interaksi dengan rekan sebaya yang agresif memperbesar kemungkinan seseorang melakukan tindakan agresi.

Variabel dismissing attachment merupakan variabel dari attachment style secara negatif yang tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap agresivitas pada remaja, begitupun sebaliknya. Jadi semakin tinggi dismissing attachment maka semakin rendah agresivitas, begitupun sebaliknya. Hal ini tidak sesuai penelitian yang menemukan bahwa dismissing attachment mempunyai hubungan dengan perilaku kekerasan dan perilaku agresif pada remaja (Santrock, 2001). Dismissing attachment adalah bahwa orang tua dan remaja dapat saling menjauhkan diri dari satu sama lain, yang mengurangi pengaruh orang tua. Kemungkinan hal ini dikarenakan individu melihat dirinya secara positif seperti independen (lebih mandiri), merasa layak mendapatkan hubungan yang layak, maka individu tersebut lebih peduli terhadap dirinya sendiri agar tidak melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya, namun orang lain melihat individu tersebut sebagai orang yang tidak ramah.

Variabel jenis kelamin berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pada pelajar di SMAN 6 Jakarta. Jadi ada perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan terhadap agresivitas pada remaja Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Eagly dan Steffen (1986) menunjukkan

ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dimana laki-laki lebih agresi dibandingkan perempuan, Penelitian serupa juga dijelaskan dalam Sarwono (2002) yang menyatakan bahwa pria yang maskulin pada umumnya lebih agresif daripada wanita yang feminisim. Tentunya gejala ini ada hubungannya dengan faktor kebudayaan yaitu pada umumnya wanita diharapkan oleh norma masyarakat untuk lebih mengekang agresivitasnya. Kedua pendapat di atas menunjukkan bahwa agresivitas pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini, penulis menyadari bahwa secara keseluruhan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Dengan keterbatasan tersebut, penulis mencoba berbagi pengalaman dan memberikan saran sebagai pertimbangan dalam melakukan penelitian yang terkait yaitu saran teoritis dan saran praktis sebagai berikut: