• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh big five personality dan attachment style terhadap agresivitas: studi pada pelajar di SMAN 6 Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh big five personality dan attachment style terhadap agresivitas: studi pada pelajar di SMAN 6 Jakarta"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh:

YUNIA SYUKMAWATI

(109070000200)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

i SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh:

YUNIA SYUKMAWATI

(109070000200)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)
(4)
(5)
(6)

v MOTTO

A person who never made a mistake never tried anything new

.”

“Learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow. The

important thing is not to stop questioning

.”

Albert Einstein

When you talk, you repeat what you already know; when

you

listen, you often learn something.”

Jared Sparks

Persembahan

(7)

vi B) November 2014

C) Yunia Syukmawati

D) Pengaruh Big Five Personality dan Attachment Style terhadap Agresivitas (Studi pada pelajar di SMAN 6 Jakarta).

E) xiii + 111 Halaman + Lampiran

F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh big five personality dan attachment style terhadap agresivitas (studi pada pelajar di SMAN 6 Jakarta dengan menggunakan metode kuantitatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah probalility sampling dan diperoleh responden sebesar 250 orang yang merupakan siswa di SMAN 6 Jakarta. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Multiple Regression Analysis pada taraf signifikansi 0,05 yang diperoleh dari hasil perhitungan skala Aggression Questionnaire Scale, Big five

Personality Inventory (BFI), dan Relationship Attachment Scale

Questionnaire (RSQ).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan big five personality dan attachment style terhadap agresivitas. Hasil pengujian hipotesis minor menunjukkan bahwa extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, fearful attachment, dan jenis kelamin berpengaruh signifikan terhadap agresivitas. Sedangkan variabel secure attachment, preoccupied attachment dan dismissing attachment tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas.

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan faktor-faktor lain yang mempengaruhi agresivitas untuk memperkaya hasil penelitian dan khususnya pada variabel dismissing attachment untuk mempertimbangkan menggunakan alat ukur yang lebih sesuai. Selain itu, bagi SMAN 6 Jakarta disarankan menyelenggarakan training atau seminar untuk para siswa dan orang tua dan mempertegas peraturan sekolah untuk mencegah agresivitas.

Kata kunci : Big Five Personality, Attachment style, Agresivitas, Pelajar SMA.

(8)

vi C) Yunia Syukmawati

D) The affects of the Big Five Personality and Attachment Style on Aggressiveness of an 6 high school students, Jakarta

E) xiii + 111 pages + Appendix

F) This research examines the affects of the big five personality and attachment style on aggressiveness of an 6 high school students, Jakarta by using quantitative methods. The sampling technique used in this study is a probalility sampling and obtained for 250 respondents who are students at 6 High School, Jakarta. The method of data analysis used in this study is the Multiple Regression Analysis on the significance level of 0.05, which is obtained from the calculation scale Aggression Questionnaire Scale, Big five Personality Inventory (BFI), and the Relationship Attachment Scale Questionnaire (RSQ).

The results of this study indicate that there is significant affects big five personality and attachment style on the aggressiveness. Test results indicate minor hypothesis that extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, openness to experience, Fearful attachment, and gender significantly affects aggressiveness. While variable secure attachment, preoccupied attachment and dismissing attachment does not have a significant affects on the aggressiveness of an high school students.

For further research, it is recommended to use other factors that affects the aggressiveness to enrich the research and especially in dismissing attachment variables to consider using a more appropriate measuring tool. In addition, for high school 6 Jakarta suggested conducting training or seminars for students and parents and then reinforce school rules to prevent aggression on the students.

Keywords: Big Five Personality, Attachment style, aggressiveness, high school students

(9)

vii

Alhamdulillahirabbil’alamiin puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat kekuasaan-Nya, rahmat, karunia, anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarga, serta pengikutnya hingga akhir zaman. Allahumma

shalli ‘alasaiyidinaa Muhammad wa’ala alisaiyidina Muhammad.

Skripsi ini merupakan sebuah karya ilmiah yang disusun dalam rangka menyelesaikan jenjang pendidikan Sarjana Strata Satu (S1) sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama penyelesaian skripsi ini peneliti tidak luput dari proses pembelajaran yang amat panjang. Peneliti telah melewati berbagai macam bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan Terima Kasih yang sebesar – besarnya kepada pihak yang telah membantu, yaitu sebagai berikut :

1. Prof. Abdul Mujib, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya yang selalu berjuang agar Fakultas Psikologi menjadi lebih baik dan menjadikan lulusan yang berkualitas.

2. Gazi Saloom, M.Si, dosen pembimbing skripsi yang sangat banyak memberikan masukan, kritik, wawasan, pemahaman dan dukungan dalam penulisan skripsi ini. Kemuliaan dalam membantu saya semoga mendapat balasan yang berlipat dari Allah SWT.

3. Dr. Achmad Syahid, M.A, penasihat akademik penulis yang telah banyak memberikan dukungan dan masukan selama masa perkuliahan berlangsung. 4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

selama ini memberikan ilmu, wawasan, pengetahuan dan pengalaman pada penulis dalam menjalani perkuliahan. Semoga Allah memberikan berlipat-lipat pahala dan rahmat-Nya atas ilmu dan amal yang telah Bapak/Ibu berikan.

5. Para staf bagian Akademik, Umum, Keuangan, dan Perpustakaan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan informasi dan bantuan selama proses melengkapi persyaratan skripsi.

(10)

dan Suhartono (om), terima kasih atas semangat, doa dan kesabarannya dalam mendengarkan keluh kesah penulis.

7. Seluruh siswa dan siswi SMA Negeri 6 Jakarta Selatan yang bersedia menjadi sampel penelitian ini, Bapak Purnomo selaku guru matematika dan Bapak Hamid selaku kepala bagian HUMAS, terima kasih telah memberi masukan dan bantuan dalam pengumpulan data di SMA Negeri 6 Jakarta Selatan.

8. Novieanty Nurul Utami, Iman Aji Herdaya, Muhammad Kahfi Ramadhani, Indah Puspita Rani, Lintang Rifai Widyatmoko Prawirodirjoe dan Edi Wibowo. Terima kasih sahabat-sahabat penulis, yang telah setia menemani, mendukung, membantu, menyemangati dalam canda dan tawa.

9. Hauria Nadhifa As-syadiah, Rizki Setyowati, kartika yuniarti, dan Kak Puti, terima kasih telah membantu dalam memberikan masukan, olah data dan menyemangati. Teman-teman Exclusive Class 2009 yang sangat kompak dalam segala hal. Peneliti sangat senang bisa menghabiskan waktu mengenyam pendidikan Psikologi ini bersama dengan mereka. Terutama Diana Mumpuni, Rosita Dewi, Keyko Asri Septiani, Irma Mahrifa, Tiara Maharani dan Suzan Zuhra yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi dan pengolahan data skripsi.

10.Kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penulis. Mohon maaf tidak disebutkan satu per satu.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat dan inspirasi bagi banyak orang yang membaca. Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran demi perbaikan di masa mendatang. Terima kasih.

Jakarta, 4 November 2014

(11)

ix

1.2 Pembatasan dan Perumusan masalah ………...… 12

1.2.1 Pembatasan masalah ……… 12

1.5 Sistematika Penulisan ………..… 14

BAB 2 LANDASAN TEORI……… 16

2.1 Agresivitas………. 16

2.1.1 Pengertian Agresivitas……… 16

2.1.2 Agresivitas pada pelajar ……… 18

2.1.3 Bentuk-bentuk agresivitas ……….... 19

2.1.4 Pengukuran agresivitas ……… 21

2.1.5 Faktor yang mempengaruhi agresivitas ……….. 23

2.2 Big five Personality………31

2.2.1 Definisi Big five Personality ……… 31

2.2.2 Dimensi Big five personality……….. 32

2.2.3 Pengukuran Big five personality ………... 33

2.2.4 Agresivitas dan Big five Personality ……… 35

2.3 Attachment style……… 37

2.3.1 Definisi Attachment Style………. 37

2.3.2 Dimensi Attachment style ……… 39

2.3.3 Perkembangan attachment dalam rentan hidup………. 41

2.3.4 Pembentukan tingkah laku lekat (attachment behavior)……43

2.3.5 Model mental kelekatan……….44

2.3.5 Pengukuran Attachment style……… 46

2.3.4 Attachment style dan agresivitas ……….. 47

2.4 Kerangka Berpikir ……….... 48

(12)

x

ata ……….. 57

3.4.1. Teknik pengumpulan data ……….. 57

3.4.2. Instrumen Penelitian. ……….. 59

3.5. Uji Validitas Konstruk………..………. 61

3.5.1 Uji Validitas Konstruk Agresivitas ... 64

3.5.2 Uji Validitas Konstruk Big five personality ……… 66

3.5.3 Uji Validitas Konstruk Attachment style ………. 75

3.6 Prosedur Pengumpulan Data ……… 81

3.7 Metode Analisis Data ……… 81

Bab 4 HASIL PENELITIAN……….…….. 84

4.1 Analisis Deskriptif……….... 84

4.2 Kategorisasi Hasil penelitian ………85

4.3 Uji Hipotesis Penelitian ………... 90

4.3.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian ………... 90

4.3.2 Proporsi Varian Sumbangan Masing-masing IV………… 94

Bab 5 KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN ………...……... 97

5.1 Kesimpulan ……… .. ... 97

5.2 Diskusi ……….... 97

5.3 Saran ………... 105

5.3.1 Saran Teoritis ………... 105

5.3.2 Saran Praktis ………... 106

(13)

xi

Tabel 3.4.2.2 Blueprint Big Five Personality……… 60

Tabel 3.4.2.3 Blueprint Attachment style……….…... 61

Tabel 3.5.1.1 Muatan Faktor Agresivitas………... ………65

Tabel 3.5.1.2 Muatan Faktor Agresivitas setelah di drop……….. 66

Tabel 3.5.2.1 Muatan Faktor dimensi Extraversion……… 67

Tabel 3.5.2.2 Muatan Faktor dimensi Extraversion setelah di drop……… 68

Tabel 3.5.2.3 Muatan Faktor dimensi agreeableness ………... 69

Tabel 3.5.2.4 Muatan Faktor dimensi agreeableness setelah di drop ……….70

Tabel 3.5.2.5 Muatan Faktor dimensi conscientiousness……….71

Tabel 3.5.2.6 Muatan Faktor dimensi conscientiousness setelah di drop…………71

Tabel 3.5.2.7 Muatan Faktor dimensi Neuroticism………. 73

Tabel 3.5.2.8 Muatan Faktor dimensi openness to experiences………...74

Tabel 3.5.2.9 Muatan Faktor dimensi openeess to experiences setelah di drop… 74

Tabel 3.5.3.1 Muatan Faktor dimensi secure attachment……….76

Tabel 3.5.3.2 Muatan Faktor dimensi fearful attachment……… 77

Tabel 3.5.3.3 Muatan Faktor dimensi preoccupied attachment……… 78

Tabel 3.5.3.4 Muatan Faktor dimensi preoccupied setelah di drop……….79

Tabel 3.5.3.5 Muatan Faktor dimensi dismissing attachment………..80

Tabel 3.5.3.6 Muatan Faktor dimensi dismissing setelah di drop……… 80

Tabel 4.1.1 Gambaran Subjek...………... 84

Tabel 4.1.2 Nilai rata-rata agresivitas berdasarkan jenis kelamin………. 85

Tabel 4.2.1 Norma skor ...………... 86

Tabel 4.2.2 Tabel subjek berdasarkan tingkat agresivitas ...……… 86

Tabel 4.2.3 Tabel subjek berdasarkan tingkat agresivitas pria dan wanita ..… 86

Tabel 4.2.4 Tabel subjek berdasarkan tingkat extraversion……… 87

Tabel 4.2.5 Tabel subjek berdasarkan tingkat agreeableness……… 87

Tabel 4.2.6 Tabel subjek berdasarkan tingkat conscientiousness……… 87

Tabel 4.2.7 Tabel subjek berdasarkan tingkat neuroticism... 88

Tabel 4.2.8 Tabel subjek berdasarkan tingkat openness to experiences... 88

Tabel 4.2.9 Tabel subjek berdasarkan tingkat secure attachment... 88

Tabel 4.2.10 Tabel subjek berdasarkan tingkat fearful attachment... 89

Tabel 4.2.11 Tabel subjek berdasarkan tingkat preoccupied attachment………. 89

Tabel 4.2.12 Tabel subjek berdasarkan tingkat dismissing attachment... 89

Tabel 4.3.1.1 Tabel Rsquare ……… 90

Tabel 4.3.1.2 Anova………... 91

Tabel 4.3.1.3 Koefisien Regresi……… 92

(14)

xii

DAFTAR GAMBAR

(15)

xiii Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Surat keterangan selesai penelitian

(16)

1

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta

sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang

Fenomena tawuran seakan tak pernah habis menjadi perhatian. Seperti kasus

tawuran pelajar yang semakin marak terjadi terutama pada pelajar sekolah

menengah, baik SMA maupun SMK/STM. Pemicunya seringkali hanya masalah

kecil, namun gengsi yang tinggi di mata pelaku tawuran seakan menjadi alasan yang

menguatkan para pelajar tersebut untuk melakukan aksi tawuran. Seperti yang

diungkapkan psikolog Polda Metro Jaya, AKBP Arif Nurcahyo, bahwa solidaritas

yang menimbulkan rasa keinginan untuk mendapatkan suatu identitas sebagai

seorang yang membela kelompok. Dan ketika ia merasa mempunyai kelompok, ia

ingin tampil sebagai seorang hero disana (Vivanews, 2013).

Selain dipicu oleh gengsi, aksi tawuran pelajar tersebut merupakan sebuah

ungkapan agresi dari para pelajar yang diwariskan secara turun-temurun oleh para

senior mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Taylor, Peplau, dan O’Sears (2009)

bahwa penguatan, imitasi, dan asumsi tentang motif orang lain semuanya

berkombinasi menjadi skema agresi. Dalam kasus agresi, orang mengembangkan

keyakinan yang terorganisir tentang ketepatan tindak agresi, situasi dimana agresi

mesti terjadi, dan cara agresi diekspresikan, misalnya melalui pemukulan atau

(17)

Hurlock (1980) menjelaskan bahwa fase perkembangan pelajar atau masa

remaja yaitu masa peralihan yang semula anak-anak mulai beranjak dewasa, pada

fase ini remaja tidak bisa dikatakan sebagai anak-anak, juga belum bisa dikatakan

dewasa, pada fase ini, mulai terjadi proses kematangan dari sisi fisik, psikis,

seksual, maupun intelektual, karena belum dianggap matang remaja seringkali salah

dalam upaya pengambilan keputusan, sehingga remaja dihadapkan pada faktor

resiko yang lebih luas terhadap perilaku-perilaku bermasalah. Pada fase

perkembangan remaja, pergaulan sosial lebih banyak pada peer group, teman

sebaya, sehingga nilai-nilai yang ada teman sebaya itulah yang menjadi nilai-nilai

pada remaja, sehingga bila nilai-nilai yang dijadikan acuan negatif, bisa langsung

berdampak pada remaja, kecuali bila ada hubungan yang baik antar orang tua dan

remaja, dengan adanya kedekatan orang tua dengan remaja, orang tua bisa menjadi

sahabat bagi remaja, remaja memiliki tempat sharing dan berkeluh kesah, remaja

akan memiliki wawasan lebih banyak mengenai nilai-nilai, berdampak pula pada

pengambilan keputusan yang akan mereka ambil.

Harlock (1980) menjelaskan bahawa remaja/pelajar adalah fase pencarian

jati diri, pencarian identitas diri ini adalah tugas perkembangan yang wajib dilalui

remaja, remaja mulai mempertanyakan hakikat dirinya, dan esensi dari berbagai

macam hal, mereka mencari apa yang menjadi potensinya dan menjadi seperti

apakah pribadi yang mereka inginkan, kebanyakan remaja ingin diakui

eksistensinya, ingin menjadi pusat perhatian. Oleh karena itu mereka melakukan

segala sesuatu agar ia diakui eksistensinya, misalnya menjadi berprestasi dibidang

(18)

jalur berprestasi remaja cenderung melakukan perilaku-perilaku bermasalah agar

diakui eksistensinya terutama oleh teman sebayanya.

Tawuran pelajar seakan sudah menjadi masalah yang mengakar kuat pada

remaja yang tengah mencari jati diri, jika terus dibiarkan seperti ini jelas akan

menimbulkan kerugian yang besar bagi banyak pihak contohnya, rusaknya fasilitas

umum, seperti halte bis, telepon umum, warung-warung pinggir jalan, kendaraan

pribadi maupun kendaraan umum yang menyebabkan kerugian material yang cukup

besar dalam memperbaiki fasilitas umum akibat tawuran dan mengganti semua

kerugian yang ada, menggangu proses belajar-mengajar di sekolah. Bagi pelajar

yang ikut tawuran, kemungkinan akan menjadi korban, baik itu cidera ringan,

cidera berat, bahkan kematian. Selain itu, kerugian bagi pelajar lainnya adalah

kehilangan moralitas, berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi,

perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. konsekuensi jangka panjang terhadap

kelangsungan hidup bermasyarakat, bahkan akan kehilangan generasi penerus

bangsa Indonesia (Kompas, 2012).

Masih hangat diingatan kita mengenai kasus tawuran pelajar pada Senin, 24

September 2012 di Bundaran Bulungan, Jakarta Selatan yang melibatkan pelajar

SMAN 6 dan SMAN 70 Bulungan. Kepala Reserse Kepolisian Resor Jakarta

Selatan, Ajun Komisaris Besar Hermawan, menuturkan ada beberapa yang

luka-luka dan seorang siswa SMA 6 yang meninggal terkena luka-luka bacok di dada. Dan itu

bukan pertama kali, kedua SMA saling menyerang dengan korban jiwa. (Regional

(19)

Berkaitan dengan kasus tawuran yang melibatkan siswa SMAN 6 Jakarta,

sangat disayangkan karena SMAN 6 Jakarta merupakan salah satu sekolah

unggulan dengan banyak prestasi serta lulusan terbaik. Akan tetapi, dengan

banyaknya media massa yang memberitakan kasus tawuran, peneliti melihat ada

kecenderungan siswa dan siswi untuk berperilaku agresi. Seperti yang diungkapkan

dalam hasil wawancara pada tanggal 19 Mei 2014 yang dilakukan peneliti dengan

tiga siswa di SMAN 6 Jakarta yang mengaku sering melakukan tindakan tawuran

antar pelajar. Menurut siswa tersebut, mereka melakukan tawuran karena

pelanggaran terhadap batas wilayah kekuasaan, balas dendam dan ingin diakui

hebat oleh siswa lainnya. Permasalahan lainnya adalah melakukan tindakan

bullying meliputi mengejek, menghina, mengintimidasi sesama teman, membuat

kegaduhan di kelasnya sehingga teman-temannya merasa terganggu dan

permasalahan antara guru dengan siswanya atau sebaliknya, misalnya siswa yang

menghina gurunya atau guru yang menilai siswanya dengan tidak baik, padahal

belum tentu muridnya seperti yang dipikirkan oleh gurunya. Ironisnya lagi mereka

menganggap itu adalah hal yang biasa tanpa memikirkan bahwa mereka mungkin

akan menyakiti atau melukai orang lain. Kondisi ini sejalan dengan pendapat

Ylvisaker (2006) yang mengungkapkan bahwa dalam konteks sekolah, seringkali

agresivitas yang muncul adalah bentuk agresivitas fisik seperti menyakiti dan

mendorong atau dalam bentuk verbal seperti mengancam, mencela dan sebagainya.

Faktor lainnya adalah perbedaan antar jenis kelamin dalam menunjukkan

agresivitas pada remaja. Penelitian Eagly dan Steffen (1986) yang menunjukkan

(20)

lebih agresi dibandingkan perempuan. Pada penelitian terdahulu menurut Frodi et

al's (dalam Eagly & Steffen, 1986) menyatakan bahwa laki-laki tidak selalu lebih

agresif dibandingkan perempuan. Karena bisa saja wanita lebih agresif pada bentuk

agresif verbal daripada laki-laki yang lebih agresif pada fisik, hal ini sesuai dengan

yang diungkapkan oleh Bjӧrkqvist, sterman, dan Hjelt-Bäck (dalam Baron &

Byrne, 2005). Menurut mereka, pria lebih cenderung untuk menggunakan bentuk

langsung dari agresi, sedangkan wanita menggunakan bentuk tindak langsung dari

agresi misalnya pria dengan kekerasan fisik, sedangkan wanita lebih cenderung

melakukan agresi secara tidak langsung untuk menutupi identitasnya dari korban,

sehingga dalam beberapa kasus korban tidak mengetahui bahwa dirinya telah

menjadi korban agresi (seperti bergosip, menghasut untuk menjauhi korban, atau

memaki).

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap agresivitas remaja berasal dari

karateristik internal dan ekternal yang terkait agresivitas pada remaja diantaranya,

penelitian Bushman dan Cooper (1990) yang menemukan bahwa ada pengaruh

alkohol terhadap tindakan agresif seseorang. Penelitian lainnya mengenai pengaruh

self-esteem terhadap agresivitas diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh

Donnellan, Trzesniewski, Moffitt dan Caspi (2005) menunjukkan hasil bahwa

remaja yang memiliki self-esteem rendah menghasilkan agresivitas. Namun

menurut Ostrowsky; Walker dan Bright (dalam Canning, 2011) self esteem yang

tinggi berhubungan dengan agresivitas.

Penelitian lainnya mengenai agresivitas yaitu kepribadian. Seperti

(21)

Universitas Midwestern yang menunjukan bahwa agreeableness secara tidak

langsung berhubungan negatif dengan perilaku agresi namun terlebih dahulu

melalui emosi dan sikap agresi, neurotisisme secara tidak langsung berhubungan

dengan perilaku agresif namun terlebih dahulu melalui emosi agresif. Openness to

Experience secara tidak langsung berhubungan dengan perilaku dan sikap agresi.

Sedangkan pada perilaku kekerasan, Agreeableness dan Openness to Experience

secara tidak langsung berhubungan dengan perilaku kekerasan namun terlebih

dahulu melalui sikap agresi.

Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa bigfive personality

mempunyai hubungan secara positif maupun secara negatif terhadap agresi dan

perilaku kekerasan. Contohnya, Agreeableness dan Conscientiousness

berhubungan negatif dengan dendam (agresi emosi), sedangkan menurut

McCullough, et al (dalam Barlett and Anderson, 2012) menemukan bahwa

Neurotism berhubungan positif dengan dendam. Penelitian Sharpe and Desai

(dalam Barlett and Anderson, 2012) menemukan bahwa Neurotism berhubungan

positif dengan anger dan holistility (agresi emosi) dan perilaku agresi, sedangkan

extraversion, agreeableness and conscientiousness berhubungan negatif dengan

emosi dan agresi, kemudian penelitian tersebut menemukan bahwa ada korelasi

antara self-reported agresi fisik dan hubungan Extraversion adalah negatif. Pada

penelitian Anderson et al (dalam Barlett and Anderson, 2012) menemukan juga

bahwa Agreeableness dan Conscientiousness berhubungan negatif dengan sikap

agresi dan kekerasan, karena Agreeableness ditandai dengan sifat baik hati, jujur

(22)

tertib dan dapat diandalkan, Neurotism ditandai dengan mudah marah, dan emosi

yang tidak stabil, Openness ditandai dengan intelektual, halus dan berpikir mandiri.

Sementara itu, menurut John dan Srivasta (dalam Barlett and Anderson, 2012)

Extraversion ditandai dengan pembicara aktif, asertif, dan energik dan mempunyai

hubungan dengan agresi. Gleason (dalam Barlett and Anderson, 2012) menyatakan

bahwa Agreeableness juga mempunyai hubungan negatif dengan self-report dan

peer-report perilaku agresif dan kekerasan. Sedangkan, Openness tidak mempunyai

hubungan dengan perilaku agresi. Sedangkan Gallo dan Smith (dalam Barlett and

Anderson, 2012) menemukan hubungan positif antara extraversion dengan agresi

fisik.

Penelitian pada sampel yang berbeda yang dilakukan oleh Trninić¹, et al

(2008) menemukan pada sampel para tahanan agresivitas secara signifikan

berkorelasi dengan bigfive personality yaitu agreeableness, conscientiousness dan

emotional stability, sedangkan pada atlet remaja berkorelasi signifikan dengan

extraversion, agreeableness dan emotional stability.

Pada sampel berbeda lainnya, misalnya di sekolah pilot penelitian yang

dilakukan oleh Anitei dan Dumitrache (2013) menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara bigfive personality terhadap agresivitas sekolah

pilot. Tingkat kehati-hatian (conscientiousness) yang tinggi akan mengakibatkan

lebih cenderung untuk mengikuti aturan, melihat masalah dengan serius dengan

bertingkahlaku dan bekerja secara hati-hati. Secara khusus berdasarkan pada faktor

kehati-hatian itu sendiri self-discipline and personal management yang mewakili

(23)

kehati-hatian (conscientiousness) yang tinggi akan lebih baik dalam mengontrol

situasi serta lebih teliti dan disiplin.

Penelitian lainnya menyatakan bahwa bigfive personality mempunyai

hubungan dengan agresi yang ditemukan dalam Caprara, et al (dalam DeWall, et al,

2012) memaparkan bahwa dari lima kepribadian, hanya tiga yang paling terkait

dengan agresi, yaitu yang mempunyai hubungan positif adalah neuroticism

sedangkan yang mempunyai hubungan negatif, yaitu conscientiousness dan

agreeableness.

Penelitian Costa dan McRae sosial ( dalam Pervin, Cervone & John, 2010)

menjelaskan bahwa bigfive personality dibagi ke dalam lima dimensi yaitu

Neuroticism berlawanan dengan Emotional stability yang mencakup

perasaan-perasaan negatif seperti kecemasan, kesedihan, mudah marah, dan tegang.

Openness to Experience menjelaskan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dari

aspek mental dan pengalaman hidup. Extraversion dan Agreeableness merangkum

sifat-sifat interpersonal, yaitu apa yang dilakukan seseorang dengan dan kepada

orang lain. Yang terakhir Conscientiousness menjelaskan perilaku pencapaian

tujuan dan kemampuan mengendalikan dorongan yang diperlukan dalam

kehidupan.

Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan maka peneliti memfokuskan

lebih dalam lagi penelitiannya pada bigfive personality dan agresivitas dengan

sampel remaja SMA karena melihat fenomena-fenomena yang sering terjadi di

Indonesia serta kecenderungan remaja melakukan tindakan agresi di sekolah juga

(24)

Perbedaan-perbedaan dari kepribadian tiap diri siswa tentunya dapat menimbulkan konflik

yang memicu terjadinya tinggi atau rendahnya tingkat agresivitas di kalangan para

remaja SMA.

Bigfive personality yang merupakan faktor internal, masih terdapat

variabel-variabel lain yang mempengaruhi agresivitas remaja, yaitu peran teman sebaya

dalam pembentukan perilaku dapat membentuk pribadi seseorang. Banyaknya

interaksi dengan rekan sebaya yang agresif memperbesar kemungkinan seseorang

melakukan tindakan agresi pula. Penelitian Nansel, et. al (dalam White, Gallup &

Gallup, 2010) mengemukakan bahwa korban dari agresi teman sebaya tersebar luas

pada anak-anak dan remaja antara 11 dan 16 tahun. The multi-national Health

Behavior in School Aged Children menunjukkan bahwa tidak kurang dari 9% dan

sebanyak 54% dari anak usia sekolah dari 25 negara yang diteliti terlibat dalam

tindakan agresif terhadap teman sebaya dan menjadi korban oleh teman sebayanya.

Journal of Youth and Adolescence (2000) menunjukkan bahwa attachment teman

sebaya secara signifikan berhubungan dengan simpati, english efficacy, depresi dan

agresi. Remaja yang tinggi attachment teman sebaya akan tinggi tingkat simpati dan

English efficacy dan yang tingkat yang rendah pada depresi dan agresi (Laible,

Carlo, & Raffaelli, 1999)

Selain faktor eksternal dari peran teman sebaya ada pula peran dari orang

tua dalam pembentukan perilaku yang dapat memunculkan tindakan agresif.

Journal of Youth and Adolescence (2000) menunjukkan bahwa attachment pada

orang tua secara signifikan berhubungan dengan usia, depresi, dan agresi. Remaja

(25)

depresi yang rendah begitu pun sebaliknya (Laible, Carlo, & Raffaelli, 1999). Hal

tersebut bisa disebabkan karena pada attachment teman sebaya, perilaku yang

dijadikan contoh anak belum tentu positif. Seperti yang diungkapkan Taylor,

Peplau, dan O’Sears (2009) anak tidak meniru secara sembarangan; mereka meniru

orang lain. Semakin disukai, berpengaruh, dan kuat orang lain itu, semakin besar

kemungkinan si anak akan meniru perilakunya. Juga, orang yang mereka lihat akan

semakin sering ditiru perilakunya. Dalam hal ini, yang menjadi role model dari

pelajar pelaku tindak tawuran adalah seniornya yang juga melakukan aksi tawuran.

Maka, perhatian orangtua melalui kelekatan yang positif sangat efektif untuk

memberikan contoh baik bagi remaja tersebut.

Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Gallarin dan Alonso-Arbio

(2012) menempatkan attachment sebagai mediator diantara parenting practices dan

agresivitas remaja. Namun hanya kelekatan tidak nyaman (insecure attachment)

pada ayah yang berpengaruh terhadap agresivitas remaja. Dalam perilaku agresi,

individu dengan pola insecure attachment lebih menunjukkan perilaku agresi

daripada individu dengan pola secure attachment. Oleh karena itu dalam penelitian

ini peneliti menjadikan attachment sebagai variabel yang diteliti dan fokus pada

dimensi-dimensi yang terdapat pada attachment. ini ditujukan untuk melihat

apakah attachment orang tua berpengaruh secara signifikan terhadap agresivitas

pada remaja atau justru kebalikannya. Dengan empat pola dimensi attachment dari

Bartholomew dan Horowitz (1991) yaitu secure attachment (kelekatan rasa aman),

fearful attachment (kelekatan rasa takut), preoccupied attachment (kelekatan

(26)

Mikulincer (dalam Baron & Byrne, 2000) mengungkapkan bahwa individu dengan

gaya kelekatan aman (secure attachment) tidak mudah marah (anger). Kemudian,

pada penelitian yang dilakukan Pederson (1999) menunjukkan preoccupied

attachment secara signifikan mempunyai hubungan dengan agresi verbal dan

dimensi kekerasan. Selain itu, dalam sebuah penelitian, dismissing/avoidant

attachment mempunyai hubungan dengan perilaku kekerasan dan perilaku agresif

pada remaja (Santrock, 2001). Selanjutnya, fearful attachment (kelekatan rasa

takut) individu yang takut ditolak menggambarkan orang tua mereka secara negatif

memendam perasaan hostile dan marah tanpa menyadarinya (Baron & Byrne,

2000).

Santrock (2002) menjelaskan remaja yang dekat dengan orang tuanya maka

remaja mudah untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan seperti kecemasan sosial

dan perasaan depresi seperti yang ditemukan dalam suatu studi, bila remaja muda

memiliki suatu attachment yang kokoh (secure attachment) dengan orang tuanya,

mereka memahami keluarga mereka sebagai keluarga yang mempunyai hubungan

kebersamaan atau kohensif yang baik dan dapat mengeluhkan sedikit kecemasan

sosial atau perasaan-perasaan depresi.

Berdasarkan fenomena-fenomena yang telah dikemukakan,

penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dijabarkan dan faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya agresivitas maka hal tersebut mendorong penulis untuk menguji

pengaruh bigfive personality dan attachment style terhadap agresivitas pada remaja

(27)

ATTACHMENT STYLE TERHADAP AGRESIVITAS (studi pada pelajar di SMAN

6 Jakarta)”.

1.2 Batasan Masalah Dan Rumusan Masalah

1.2.1 Batasan Masalah

Masalah utama yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengaruh big five

personality dan attachment style terhadap agresivitas (studi pada pelajar di SMAN

6 Jakarta). Untuk menghindari ketidakjelasan dan melebarnya permasalahan

penelitian ini, maka penulis perlu memberikan batasan penelitian sebagai berikut:

1. Agresivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu tindakan atau

perilaku bertujuan untuk menyakiti atau melukai orang. Bentuk agresivitas

yakni agresi fisik, agresi verbal, agresi marah (anger) dan permusuhan

(hostility).

2. Bigfive Personality yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu suatu

pendekatan yang digunakan peneliti untuk melihat kepribadian manusia

melalui trait yang tersusun dalam lima dimensi kepribadian yang telah

dibentuk melalui analisis faktor. Dimensi kepribadian meliputi:

extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness

to experiences.

3. Attachment style (gaya kelekatan) adalah kecenderungan perilaku lekat

individu yang terdiri dari dimensi positif dan negatif dua sikap dasar, yaitu

sikap mengenai self dan sikap terhadap orang lain maupun orang tuanya.

Attachment style diukur melalui empat gaya lekat yaitu secure attachment

(28)

menghindar), preoccupied attachment (gaya kelekatan terpreokupasi) dan

dismissing attachment (gaya kelekatan menolak).

4. Subjek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa-siswi/pelajar

bersekolah di SMAN 6 Jakarta yang berusia sekitar 15-18 tahun.

1.2.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh big five personality dan

attachment style terhadap agresivitas pelajar di SMAN 6 Jakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh big five personality

dan attachment style terhadap agresivitas pelajar di SMAN 6 Jakarta.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Untuk mengetahui dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya ilmu

psikologi mengenai pentingnya mengurangi perilaku kekerasan khususnya

agresivitas pada pelajar/ remaja. Selain itu, dapat dijadikan langkah awal bagi

penelitian selanjutnya, untuk tambahan literatur yang berkaitan dengan penelitian

yang dilakukan khususnya dibidang psikologi sosial dan perkembangan.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan

mengenai pengaruh bigfive personality dan attachment style terhadap

(29)

2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi orang tua

untuk lebih memberikan perhatian dan arahan yang baik (attachment style)

pada anak agar mengurangi kecenderungan berperilaku agresif dan bagi

sekolah yang menjadi pihak pendidik siswa-siswi untuk membantu

meningkatkan kualitas siswa dengan mengurangi dan menantisipasi

agresivitas pada siswa seperti fenomena besar di Indonesia yaitu tawuran

antar pelajar.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, akan digunakan APA style, yaitu kaidah penelitian

berdasarkan aturan yang dikeluarkan oleh APA (American Psychological

Association). Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini terdiri dari lima

BAB, meliputi :

BAB I : PENDAHULUAN

Berisi Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah

Dan Perumusan Masalah, Tujuan Dan Manfaat Penelitian, Serta

Sistematika Penulisan.

BAB 2 : LANDASAN TEORI

Berisi landasan teori tentang agresivitas, remaja, bigfive personality,

attachment style dan kerangka berpikir.

BAB 3 : METODE PENELITIAN

Berisi jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian,

definisi operasional variabel, subjek penelitian, metode

(30)

BAB 4 : HASIL PENELITIAN

Berisi tentang analisis deskriptif dan pengujian hipotesis penelitian.

BAB 5 : PENUTUP

(31)

16

penelitian. Terlebih dahulu teori yang akan dibahas adalah mengenai teori-teori

agresivitas oleh beberapa tokoh. Setelah itu peneliti akan membahas

variabel-variabel yang dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi agresivitas. Kemudian

dalam bab ini juga terdapat kerangka berpikir serta hipotesis penelitian.

2.1 Agresivitas

2.1.1 Pengertian Agresivitas

Dalam kamus psikologi J.P. Chaplin (2008) agresivitas merupakan

kecenderungan habitual (yang dibiasakan) seseorang untuk memamerkan

permusuhan. Pernyataan diri secara tegas, penonjolan diri, penuntutan atau

pemaksaan diri, pengejaran dengan penuh semangat suatu cita-cita. Dominasi

sosial, kekuasaan sosial, khususnya yang diterapkan secara ekstrim. sedangkan

perilaku agresi adalah satu serangan atau serbuan; tindakan permusuhan ditujukan

pada seseorang atau benda.

Agresi manusia adalah setiap perilaku diarahkan individu lain yang

dilakukan dengan yang terdekat (langsung) dengan maksud untuk menyebabkan

kerusakan. Selain itu, pelaku harus mengetahui bahwa perilaku tersebut akan

membahayakan target, dan target dimotivasi untuk menghindari perilaku

(Bushman & Anderson 2002).

Berkowitz (1993) menyatakan bahwa agresi merupakan segala bentuk

(32)

(dalam Geen, 2001) mendefinisikan agresivitas sebagai sebuah respon yang

melancarkan stimulus yang merugikan atau menyakiti pada individu lainnya.

Kemudian Buss dan Perry (1992) menyatakan bahwa agresi adalah tindakan yang

terdiri dari komponen agresi fisik, agresi verbal, rasa marah (anger) dan sikap

permusuhan (hostility). Sedangkan menurut Baron dan Byrne (2005) menyatakan

bahwa agresi adalah tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti

makhluk hidup lain yang ingin mengindari perlakuan semacam itu. Selain itu,

Taylor, Peplau, dan O’sears (2009) berpendapat bahwa agresi adalah segala

perilaku yang diniatkan untuk melukai orang lain.

Selanjutnya, Myers (1988) menyatakan agresi sebagai perilaku fisik atau

verbal yang bertujuan untuk menyakiti orang lain. Lebih lanjut dijelaskan bahwa

agresi dibedakan menjadi dua tipe, yaitu hostility aggression and instrumental

aggression. Hostility aggression didorong oleh kemarahan dan bertujuan untuk

menyakiti orang lain. Sedangkan instrumental aggression merupakan kekerasan

yang dilakukan untuk mendapatkan tujuan lain disamping menyakiti orang lain.

DeWall, et.,al. (2012) menyatakan bahwa agresi memiliki ciri utama.

Pertama, agresi merupakan perilaku yang dapat dilihat/tampak. Agresi bukanlah

emosi seperti kemarahan dan pikiran, tetapi agresi adalah ”tindakan melakukan

sesuatu (by doing something)”. Kedua, agresi merupakan ”intentional” atau suatu kesengajaan, bukan ”accidental” atau kecelakaan tanpa disengaja. Tetapi agresi adalah suatu kesengajaan yang bertujuan untuk menyakiti. Ketiga, korban dari

(33)

Dari pengertian yang telah dipaparkan, maka peneliti mengambil

kesimpulan bahwa agresivitas adalah suatu tindakan atau perilaku bertujuan untuk

menyakiti atau melukai orang lain (target) atau objek dengan niat/sengaja yang

dapat menimbulkan konsekuensi yang negatif.

2.1.2 Agresivitas pada pelajar

Pada saat ini sebagian remaja khususnya para pelajar di sekolah menengah atas

menunjukkan perilaku negatif yang merupakan salah satu bentuk perwujudan dari

ketidakstabilan emosi remaja. Tanda bahaya dari ketidakmampuan diri pada

remaja, salah satu contohnya adalah perilaku agresif (Hurlock, 1980). Di

indonesia, perilaku agresif pada remaja menunjukkan gejala yang

memprihatinkan, bentuk perilaku agresif sangat beragam, mulai dari dengan

mencuri, merampok, menggunakan obat-obatan terlarang, berkelahi, membunuh,

pemerkosaan dan tindak kriminal lainnya. sedangkan agresi remaja yang di

salurkan melalui kata-kata ialah sering mengeluarkan kata-kata kotor, makian,

menghina, mengejek, dan berteriak yang tidak terkendali. Contoh tindakan

agresivitas remaja khususnya di kalangan para pelajar SMA dikenal dengan istilah

tawuran, tindakan bullying di sekolah yang dapat dikategorikan dalam agresivitas

verbal (memaki atau mengejek) atau dalam bentuk agresivitas fisik yaitu (pukulan

dan tendangan) serta perilaku kekerasan lainnya.

Nisfiannoor dan Yulianti (2005) menjelaskan bahwa bila remaja merasa

tidak bahagia dipenuhi banyak konflik batin, baik konflik yang berasal dari dalam

dirinya, pergaulannya maupun keluarganya. Dalam kondisi seperti itu remaja

(34)

berperilaku agresif pada remaja juga dikarenakan labilnya jiwa mereka, karena

mereka tengah mengalami banyak konflik dalam menjalani tugas

perkembangannya. Jika agresivitas remaja merasa tidak nyaman dengan kondisi

yang mereka rasakan, maka remaja tersebut akan mencari tempat yang akan

membuat mereka nyaman. Akibatnya, remaja akan mudah untuk berkembang

untuk membuat suatu perilaku yang membuat mereka merasa diakui seperti

perilaku antisosial dan kriminalitas.

2.1.3 Bentuk-bentuk agresivitas

Buss dan Perry (1992) berpendapat bahwa ada empat bentuk pola agresi yang

dilakukan oleh individu, yaitu agresi fisik, agresi verbal, agresi marah (anger) dan

agresi permusuhan (hostility).

a. Agresi fisik

Merupakan komponen dari perilaku motorik seperti melukai dan

menyakiti orang lain secara fisik misalnya dengan menyerang, memukul,

menendang atau mendorong.

b. Agresi verbal

Merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain,

hanya saja melalui verbalisasi, misalnya berdebat, menunjukan

ketidaksukaan dari ketidaksetujuan pada orang lain, kadang kala sering

menyebarkan gosip, membentak, menghina dan lain sebagainya.

c. Rasa Marah

Merupakan emosi atau efektif seperti keterbangkitan dan kesiapan

(35)

dan tidak mampu mengontrol rasa marah. Merupakan perasaan tidak

senang sebagai reaksi fisik atas cidera fisik maupun cidera psikis yang

diderita individu.

d. Sikap permusuhan

Merupakan perwakilan dari komponen perilaku kognitif seperti perasaan

benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak

adil dan iri hati. Sikap negatif terhadap orang lain karena penilaian diri

yang negatif.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa keempat bentuk agresivitas

tersebut mewakili komponen perilaku manusia, yaitu komponen motorik,

afektif dan kognitif.

Selanjutnya, Taylor, Peplau, dan O’sears (2009) membagi agresi menjadi tiga

macam, yaitu:

1. Prososial aggression (agresi prososial)

Adalah tindakan agresif yang mendukung norma sosial yang diterima

umum. Walaupun secara umum agresi adalah tindakan menyerang atau

melukai orang lain, tetapi tindakan tersebut tidak menimbulkan masalah,

bahkan terkadang mendukung. Misalnya, tindakan polisi menembak

perampok. Tindakan menembak itu sendiri adalah agresi, tetapi dikaitkan

dengan perampok sebagai korban, maka perilaku ini adalah prososial

agresi. Tujuan utama dari prososial agresi adalah menegakkan hukum atau

adat atau melindungi kepentingan bersama.

(36)

Adalah tindakan agresi yang melanggar norma sosial yang diterima secara

umum. Perilaku yang melukai atau menyerang orang lain yang tidak dapat

diterima oleh masyarakat atau tindakan agresi yang melanggar hokum.

Tujuan agresi ini lebih pada keuntungan sang pelaku agresi. Bukan untuk

kepentingan bersama atay kepentingan mulia lainnya.

3. Sanctioned aggression (agresi yang disetujui)

Adalah agresi yang dimaklumi sesuai dengan norma kelompok sosial

individu.

Jenis agresi ini termasuk tindakan yang tidak melanggar oleh norma sosial

tetapi ada di dalamnya batas-batasnya. Tindakan ini tidak melanggar

standar moral yang diterima luas. Misalnya, pelatih yang menghukum

pemain tim dengan menyuruh push-up biasanya dianggap bertindak sesuai

dengan haknya dan masih dalam batas yang diterima. Demikian juga

wanita yang menyerang pemerkosa.

Dalam penelitian ini bentuk agresivitas yang digunakan adalah teori Buss dan

Perry (1992). Hal ini dikarenakan keempat bentuk agresivitas Buss dan Perry

(1992) yaitu agresi fisik, verbal, marah dan permusuhan yang sering kali muncul

dalam perilaku agresivitas seseorang terutama pada pelajar/remaja.

2.1.4 Pengukuran agresivitas

Menurut Leon, et. al. (2002) ada beberapa pengukuran yang digunakan dalam

mengukur agresivitas, diantaranya adalah:

1. The Cook-Madley Hostility Scale. Skala ini terdiri dari 50

(37)

Inggris dan Spanyol antara 0,75 dan 0,80 dan reabilitas skala test-retest

menunjukkan nilai 0,75.

2. The Buss-Durkee Hostility Inventory. Instrumen ini terdiri dari 75

pernyataan benar-salah. Terdiri dari kriteria: assault, indirect, hostility,

irritability, negativism, resentment, suspicion, verbal hostility, and

gulit. Internal konsistensi antara 0,57 dan 0,78 dari versi original

sedangkan versi Spanyol sebesar 0,86.

3. The Jenkins Activiiy Scale-Form H. Instrumen ini untuk evaluasi

atau membandingkan tipe A secara global serta terdiri dari 32

pernyataan. Reabilitas versi Inggris dan Spanyol antara 0,75 dan 0,88

dan konsistensinya antara 0,84 dan 0,92.

4. The state-Trait Anger Expression Inventory. Instrumen ini terdiri

dari 47 pernyataan, skala ini digunakan pada populasi Spanyol dan

menghasilkan alpha cronbach antara 0, 63 dan 0,95.

5. Aggression Questionnaire (AQ). Instrument yang dikembangkan

Buss & Perry (1992) ini terdiri 29 item atau pernyataan, pada standar

psikometri menunjukkan reabilitas dan internal konsistensi yang

adekuat. Instrument ini memiliki konsistensi yang adekuat. Instrument

ini memiliki konsistensi internal antara 0,72 dan 0,89 dan reabilitas

test-retest antara 0,72 dan 0,80.

Dari beberapa alat ukur diatas, peneliti memutuskan untuk mengadaptasi alat ukur

agresivitas yang dikembangkan oleh Buss dan Perry (1992). Dalam jurnal

(38)

agresi fisik, verbal, marah, dan permusuhan dan terangkum dalam 29 item skala

baku. Hal ini karena skala yang dikembangkan oleh Buss dan Perry (1992)

memiliki validitas yang baik dan reabilitas serta internal konsistensi yang adekuat.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi agresivitas

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi agresivitas, yaitu :

1. Kepribadian

Banyak trait kepribadian yang secara signifikan berkaitan dengan agresivitas.

Sarwono (2002) dengan beberapa penelitian menyatakan bahwa salah satu

teori sifat (trait) mengatakan bahwa orang-orang dengan tipe kepribadian A

(yang bersifat kompetitif, selalu buru-buru, ambisius, cepat tersinggung, dan

sebagainya) lebih cepat menjadi agresif daripada orang dengan tipe

kepribadian B (ambisinya tidak tinggi, sudah puas dengan keadaannya yang

sekarang, cenderung tidak buru-buru, dan sebagainya). Kemudian pengaruh

lain dari sifat kepribadian terhadap agresif adalah sifat pemalu. Orang yang

bertipe pemalu cenderung menilai rendah diri sendiri, tidak menyukai orang

lain, dan cenderung mencari kesalahan orang lain. Oleh karena itu, tipe orang

pemalu cenderung lebih agresif daripada yang tidak pemalu.

Selain kepribadian tipe A dan tipe B, bigfive personality juga

mempengaruhi perilaku agresif seperti penelitian yang ditemukan dalam

Caprara, et. al. (dalam DeWall, et. al, 2012) memaparkan bahwa dari lima

kepribadian, hanya tiga yang paling terkait dengan agresi, yaitu yang

mempunyai hubungan positif adalah neuroticism sedangkan yang mempunyai

(39)

Penelitian yang dilakukan oleh Trninić¹, et. al. (2008) menemukan pada

sampel para tahanan agresivitas secara signifikan berkorelasi dengan bigfive

personality yaitu agreeableness, conscientiousness dan emotional stability,

sedangkan pada atlet remaja berkorelasi signifikan dengan extraversion,

agreeableness dan emotional stability.

2. Hostile Attributional Bias

Atribusi berperan pada reaksi kita terhadap perilaku orang lain, terutama

pada provokasi nyata yang mempengaruhi perilaku agresi. Hal ini mengacu

pada tendensi untuk mempersepsikan maksud atau motif hostile dalam

tindakan orang lain ketika tindakan ini dirasa ambigu. Ketika individu

memiliki bias atribusional hostile yang tinggi, ia jarang mempersepsikan

tindakan hostile yang dilakukan orang lain sebagai ketidaksengajaan, namun

mengasumsikan bahwa tindakan provokasi tersebut memang sengaja

dilakukan, dan individu tersebut segera melawan membalasnya (Baron &

Byrne, 2005).

3. Narsisme

Individu yang memiliki tingkat narsisme yang tinggi, dapat menunjukkan

perilaku agresi yang tinggi juga dibandingkan orang lain. Hal ini disebabkan

karena ia memiliki keraguan yang mengganggu mengenai kebenaran ego

mereka yang besar sehingga bereaksi pada tindakan kekerasan atau hinaan

(40)

4. Frustasi

Baron dan Byrne (2005) mengatakan bahwa Frustasi selalu memunculkan

bentuk tertentu dari agresi, dan agresi selalu berasal dari frustasi. Singkatnya,

orang yang frustasi selalu terlibat dalam suatu tipe agresi dan semua tindakan

agresi, dan sebaliknya..

Meskipun frustasi biasanya membangkitkan amarah, namun adakalanya

juga tidak, meningkatkan amarah tidak selalu menyebabkan orang berperilaku

lebih agresif (Sears, Freedman & Peplau, 1985). Temuan penelitian juga

menunjukan bahwa ketika merasa frustasi, individu tidak selalu merespons

dengan melakukan agresi. Sebaliknya, mereka memperlihatkan banyak reaksi

berbeda, mulai dari kesedihan, keputusasaan, dan depresi di satu sisi, sampai

pada usaha langsung untuk mengatasi sumber frustasi mereka di sisi yang lain.

Agresi bukanlah respons otomatis dari frustasi (Baron & Byrne, 2005).

5. Provokasi langsung

Baron & Byrne (2005) mendefinisikan provokasi merupakan tindakan oleh

orang lain yang cenderung memicu agresi pada diri si penerima, sering kali

karena tindakan tersebut dipersepsikan berasal dari maksud yang jahat. Kritik

yang kasar serta tidak sopan yang dapat menyerang diri sendiri dan bukan

merupakan kritik terhadap perilaku diri yang salah, merupakan provokasi

yang kuat sehingga dapat memunculkan perilaku agresi. Kita cenderung untuk

membalas, memberikan agresi sebanyak yang kita terima, terutama jika orang

(41)

6. Agresi yang Dipindahkan

Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa agresi yang dipindahkan

merupakan agresi terhadap seseorang yang bukan sumber dari provokasi yang

kuat; agresi dipindahkan terjadi karena orang yang melakukannya tidak ingin

atau tidak dapat melakukan agresi terhadap sumber provokasi. Agresi ini

merupakan hasil provokasi yang ia tahan, kemudian sewaktu-waktu ia luapkan

pada seseorang yang bukan sumber dari provokasi awal yang kuat.

7. Kekerasan pada Media

Baron & Byrne (2005) menyatakan bahwa makin banyak film atau program

televisi dengan kandungan kekerasan yang ditonton partisipan pada saat

kanak-kanak, makin tinggi tingkat agresi mereka ketika remaja atau dewasa.

Misalnya, makin tinggi kecenderungan mereka untuk ditangkap atas tuduhan

kriminal dengan kekerasan.

Selain film, dapat terjadi pula “copycat crimes”, dimana suatu kejahatan

yang dilaporkan di media kemudian ditiru oleh orang lain di lokasi yang jauh,

memperlihatkan bahwa dampak seperti itu nyata. Dampak lain dari kekerasan

pada media ialah timbulnya efek disensitisasi. Setelah individu menonton

banyak adegan kekerasan, individu tersebut menjadi acuh pada kesakitan dan

penderitaan orang lain; mereka menunjukkan reaksi emosional yang lebih

sedikit daripada yang seharusnya terhadap tanda-tanda kekerasan seperti itu.

Dan hal ini kemungkinan mengurangi pertahanan mereka sendiri menolak

(42)

Menurut Sarwono (2002) dengan beberapa penelitian menyatakan bahwa

siaran televisi dapat menjadi penyalur emosi agresi (katarsis) sehingga orang

tidak perlu lagi melampiaskan agresivitasnya kepada orang lain, khususnya

jika korban agresi tidak mempunyai kemungkinan untuk secara langsung

melampiaskan pembalasannya kepada aggressor sebagimana terungkap dari

sebuah penelitian di Jerman Barat.

8. Keterangsangan yang Meningkat

Keterangsangan dapat berasal dari sumber-sumber yang bervariasi seperti

partisipan dalam permainan kompetitif, jenis olahraga yang keras, serta musik

tertentu. Contoh lainnya adalah faktor keterangsangan seksual. Hubungan

antara keterangsangan seksual dengan agresi bersifat curvilinear.

Keterangsangan seksual ringan mengurangi agresi hingga tingkat yang lebih

rendah daripada yang ditunjukkan oleh tidak adanya keterangsangan,

sedangkan keterangsangan yang lebih tinggi malah meningkatkan agresi di

atas tingkat ketiadaan keterangsangan. Hal ini disebabkan karena materi erotis

yang ringan akan memunculkan perasaan-perasaan positif yang menghambat

agresi, sedangkan stimulus seksual yang lebih eksplisit akan memunculkan

perasaan negatif sehingga meningkatkan agresi (Baron & Byrne, 2005).

9. Alkohol

Dalam beberapa eksperimen, partsisipan yang mengonsumsi alcohol dengan

dosis tinggi yang dapat membuat mereka mabuk ditemukan bertindak lebih

agresif dan merespon provokasi secara lebih kuat, dibandingkan partsisipan

(43)

penelitian Bushman dan Cooper (1990) menemukan bahwa ada pengaruh

alkohol terhadap tindakan agresif seseorang.

Dalam Sarwono (2002) menjelaskan bahwa khusus pada negara-negara

maju yang teletak di wilayah-wilayah musim dingin, alcohol bukan

merupakan hanya saran penghangat tubuh, melainkan juga sebagai sarana

pergaulan. Akan tetapi, pengaruh alkohol dapat memicu agresivitas. Karena

itulah dalam kenyataannya bar-bar dan tempat-tempat minum lainnya

merupakan tempat yang memiliki angka kekerasan dan agresi sangat tinggi.

10.Kondisi lingkungan

Rasa sesak berjejal/suasana yang ramai juga dapat memicu seseorang

bertindak agresi. Sarwono (2002) dengan beberapa penelitian menyatakan

bahwa di daerah perkotaan yang padat penduduk selalu lebih banyak terjadi

kejahatan dan kekerasan serta peningkatan agresivitas di daerah yang sesak

berhubungan penurunan perasaan akan kemampuan diri untuk mengendalikan

lingkungan sehingga terjadi frustasi.

11.Attachment orang tua

Penelitian dalam journal of Youth and Adolescence (2000) menunjukkan

bahwa attachment pada orang tua secara signifikan berhubungan dengan usia,

depresi, dan agresi. Remaja yang tingkat attachment orang tua tinggi akan

menunjukkan tingat agresi dan depresi yang rendah begitu pun sebaliknya

(Laible, Carlo & Raffaelli, 1999). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh

Gallarin & Arbiol (2012) menyatakan bahwa faktor yang mampengaruhi

(44)

attachment (kelekatan) orang tua. Dari hasil penelitiannya hanya attachment

pada ayah yang signifikan terhadap agresivitas remaja.

12.Pengaruh kelompok dan teman sebaya

Penelitian White, Gallup dan Gallup (2010) mengemukakan bahwa korban

dari agresi teman sebaya tersebar luas pada anak-anak dan remaja antara 11

dan 16 tahun. Nansel, et. al. (dalam White, Gallup dan Gallup, 2010)

menunjukkan bahwa dalam The multi-national Health Behavior in School

Aged Children tidak kurang dari 9% dan sebanyak 54% dari anak usia sekolah

dari 25 negara yang diteliti terlibat dalam tindakan agresif terhadap teman

sebaya dan menjadi korban oleh teman sebayanya. Journal of Youth and

Adolescence (2000) menunjukkan bahwa Attachment teman sebaya secara

signifikan berhubungan dengan simpati, English efficacy, depresi dan agresi.

Remaja yang tinggi attachment teman sebaya akan tinggi tingkat simpati dan

English efficacy yang tingkat yang rendah pada depresi dan agresi.

Sarwono (2002) menyatakan bahwa gejala terpengaruh oleh kelompok

terdapat pada pelajar SMA yang saling berkelahi di Jakarta dengan alasan

membela teman. Inti dari agresivitas antarpelajar di Jakarta yaitu identitas

kelompok yang sangat kuat yang menyebabkan timbul sikap negatif dan

mengeksklusifkan kelompok lain.

13.Perbedaan Gender

Umumnya pria cenderung melakukan tindakan agresi secara langsung

ditujukan kepada targetnya, seperti memaki, mendorong, berteriak, dan lain

(45)

langsung, seperti bergunjing masalah orang lain. Tindakan ini memungkinkan

individu menutupi identitasnya dari target yang dituju. Sehingga, target tidak

dapat mengetahui siapa pelakunya (Baron & Byrne, 2005).

Penelitian serupa juga dijelaskan Sarwono (2002) yang menyatakan bahwa

pria yang maskulin pada umumnya lebih agresif daripada wanita yang

feminisim. Tentunya gejala ini ada hubungannya dengan faktor kebudayaan

yaitu pada umumnya wanita diharapkan oleh norma masyarakat untuk lebih

mengekang agresivitasnya. Namun, ada pergeseran peran jenis kelamin yang

pada gilirannya juga akan meningkatkan agresivitasnya pada wanita.

Contohnya dalam kehidupan sehari-hari, agresivitas wanita kita saksikan

misalnya pada pengemudi kendaraan pribadi wanita di Jakarta yang berani

menantang pengemudi Metro Mini (pria) yang menyerempet mobilnya. Makin

banyak wanita menjadi anggota ABRI dan polisi, atau makin banyaknya

wanita yang terlibat dalam berbagai jenis olahraga agresif (balap mobil, sepak

bola, karate, pencak silat atau gulat).

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi agresivitas yang telah dijelaskan, maka

peneliti memutuskan untuk menggunakan faktor kepribadian dan attachment

sebagai variabel independen. Hal ini dilakukan karena kepribadian diprediksi

dapat mengetahui bagaimana tingkat agresivitas yang dialami oleh para remaja

yang melakukan tawuran atau tidak. Kemudian attachment (kelekatan) dengan

orang tua dianggap dapat mempengaruhi agresivitas karena seorang anak pertama

kali meniru perilaku orang tuanya dan membutuhkan dukungan serta arahan dari

(46)

2.2 Kepribadian (personality)

2.2.1 Definisi kepribadian

Definisi kepribadian menurut Allport (dalam Hall, Linzey & Campbell, 1997)

adalah organisasi atau susunan yang dinamis dari system psikofisik dalam diri

individu yang menentukan penyesuaian dirinya yang unik (khas) terhadap

lingkungannya. Sedangkan Pervin, Cervone dan John (2010) mengungkapkan

bahwa kepribadian adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya

konsistensi perasaan, pemikiran dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Larsen & Buss (2002) kepribadian adalah himpunan sifat-sifat

psikologis dan mekanisme dalam diri individu yang terorganisir dan relatif

bertahan serta mempengaruhi interaksi dan adaptasi terhadap lingkungan

(termasuk intrapsikis, fisik, dan lingkungan sosial).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian menurut

peneliti adalah karakteristik di dalam diri individu yang relatif menetap dan

bertahan, sehingga mempengaruhi penyesuaian dirinya dalam lingkungan.

Kepribadian memiliki beberapa trait, salah satu trait kepribadian yang populer

adalah kepribadian big five. Feist & Feist (2009) menyatakan bahwa big five

dikembangkan oleh Costa & McCrae dari H. Eysenk. Hasil pengembangan yang

dilakukan oleh Costa & McCrae menghasilkan lima trait kepribadian. faktor.

Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion, neuroticism, openness to

experience, agreeableness, dan concientioueness. Model ini kemudian menjadi

suatu teori, yang dapat memprediksi perilaku dan menjelaskan perilaku (Feist &

(47)

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepribadian big five

merupakan pendekatan psikologi yang memiliki lima trait kepribadian

extraversion, neuroticism, openness to experience, agreeableness, dan

concientioueness yang digunakan untuk menganalisis kepribadian seseorang.

2.2.2 Dimensi Kepribadian

Definisi kepribadian menurut masing-masing ahli berbeda-beda tetapi kepribadian

yang populer adalah the big five personality. Dimensi-dimensi kepribadian

menurut Costa dan McCrae (dalam Feis & Feist, 2010) adalah sebagai berikut :

1. Extraversion

Menyatakan bahwa individu yang memili skor tinggi pada dimensi ini

cenderung penuh kasih sayang, suka bergabung menjadi anggota kelompok,

banyak bicara, menyukai kesenangan, aktif, dan selalu bersemangat.

Sedangkan individu yang memiliki skor rendah pada dimensi ini cenderung

tidak ramah dengan orang lain, suka menyendiri, pendiam, apa adanya, pasif,

dan tidak peka terhadap lingkungan sekitar.

2. Neuroticism

Menyatakan bahwa individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini akan

cenderung gelisah/cemas, temperamental, sentimentil, emosional, dan rentan

terhadap kritikan orang lain. Sedangkan individu yang memiliki skor rendah

cenderung tenang, bangga dengan diri sendiri, terkadang temperamental,

(48)

3. Openness to experience

Menyatakan bahwa individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini (O)

cenderung imajinatif, kreatif, inovatif, selalu ingin tahu, menyukai sesuatu

yang berbeda, dan bebas. Sebaliknya, individu yang memiliki skor rendah

cenderung tidak kreatif, konventional, menyukai sesuatu yang menetap, tidak

peduli, dan konservatif.

4. Agreebleness

Menyatakan bahwa individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini (A)

akan cenderung berhati lembut, mudah percaya, dermawan, ramah, toleransi,

bersahabat dan baik hati. Sebaliknya individu dengan skor rendah akan

cenderung kejam, curiga, pelit, bersifat antagonis, kritis, dan mudah marah.

5. Conscientiousness

Menyatakan bahwa individu yang memiliki skor tinggi cenderung teliti,

pekerja keras, teratur, disiplin, ambisius, dan gigih. Sedangkan pada individu

yang memiliki skor rendah cenderung ceroboh, malas, tidak teratur, suka

terlambat, dan tidak memiliki tujuan yang pasti.

2.2.3 Pengukuran Kepribadian

John dan Srivastava (1999) membahas bahwa ada berbagai alat ukur yang

dikembangkan untuk mengukur big five personality, diantaranya:

1. NEO-PI-R yang dikembangkan oleh Costa dan McCrae pada tahun 1992,

NEO-PI-R adalah sebuah alat ukur yang dikembangkan oleh Costa dan

(49)

big five traits. Mereka membedakan masing-masing dari kelima dimensi

kepribadian tersebut.

2. Big five Inventory (BFI) yang dibuat oleh John, Donahue, dan Kentle (1991).

BFI sering digunakan dalam penelitian-penelitian dimana waktu subjek

terbatas dan format item yang singkat memberi lebih banyak konnteks

dibandingkan item tunggal Golberg sekaligus lebih sederhana dibandingkan

format kalimat yang digunakan dalam kuesioner NEO. Skala berjumlah 44

item.

Sedangkan, menurut Rammstedt dan John (2007) the big five personality

dapat diukur dengan menggunakan skala Big Five Inventory-10 (BFI-10).

BFI-10 merupakan turunan dari BFI-44 yang dikemukakan oleh John,

Donahue, & Kentle. Item pada instrument ini sebanyak 10 item, kurang dari

25% dari 44 tetapi mampu memprediksi 70% dari item yang ada di

BFI-44.

Dari beberapa alat ukur diatas, peneliti memutuskan untuk mengadaptasi alat ukur

Big Five Inventory (BFI) yang dikembangkan oleh John, dkk (1991). BFI

merupakan kuesioner self-report yang berisi 44 item. Hal ini dikarenakan sesuai

dengan teori yang peneliti gunakan pada penelitian ini dan BFI juga sudah banyak

digunakan dan teruji pada penelitian terdahulu, serta item-item dalam BFI telah

dibandingkan dengan inventory kepribadian yang sudah baku dan memiliki

Gambar

Gambar 2.1 merupakan rangkuman kerangka berpikir yang digunakan
Tabel 3.4.1.1 Tabel Skor Skala Model Likert
Tabel 3.4.2.1
Tabel 3.4.2.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

sehingga jumlah item yang akan digunakan untuk pengambilan data yang sebenarnya adalah sebanyak 33 item untuk dimensi Big Five Personality dan 40 item untuk skala

(D) Pengaruh Trait Kepribadian Big Five dan Konformitas Teman Sebaya terhadap Agresivitas Anak Punk di Jabodetabek.. (E) xiv + 98 halaman +

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan konsep diri, trait kepribadian big five , tipe loneliness , dan jenis kelamin terhadap kompetensi interpersonal

Beberapa hipotesis awal yang diajukan dalam penelitian ini, antara lain: ada hubungan antara kesepian dan the big five traits of personality dengan perilaku kecanduan

Beberapa hipotesis awal yang diajukan dalam penelitian ini, antara lain: ada hubungan antara kesepian dan the big five traits of personality dengan perilaku kecanduan

Hasil penelitian menunujukkan bahwa dimensi the big five personality yang memiliki pengaruh tertinggi pada penelitian ini adalah dimensi openness to

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan tidak adanya pengaruh antara kelima aspek big five personality terhadap kepuasan kerja adalah minimnya subjek dalam penelitian,

viii RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Big Five Personality yang terdiri dari dimensi kepribadian Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism,