• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

1.3. Uji Hipotesis Penelitian

1.3.2. Pengujian Proporsi Varians Masing-masing Invariabel dependen

Selanjutnya, peneliti menjelaskan mengenai proporsi varians. Pengujian pada tahapan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari masing-masing variabel independen terhadap psychological well-being. Pada tabel 4.12 kolom pertama adalah penambahan varians variabel dependen dari tiap variabel independen yang dianalisis satu per satu tersebut, kolomkedua merupakan nilai murni varians variabel dependen dari tiap variabel independen yang dimasukkan secara satu per satu, kolom ketiga adalah nilai F hitung bagi variabel independen yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi variabel independen yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai variabel independen pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya yaitu kolom signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya proposi varians pada psychological well-being dapat dilihat pada table 4.12.

Tabel 4.12

Kontribusi Varians Variabel Independen terhadap Variabel Dependen

Model Summary

Model

R R Square

Change Statistics

R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

dimension0 1 .240a .058 .058 12.123 1 198 .001 2 .355b .126 .068 15.410 1 197 .000 3 .545c .298 .171 47.848 1 196 .000 4 .586d .343 .046 13.509 1 195 .000 5 .602e .363 .020 6.028 1 194 .015 6 .650f .423 .060 19.991 1 193 .000 7 .665g .442 .020 6.773 1 192 .010 8 .667h .445 .003 .922 1 191 .338 9 .667i .445 .000 .031 1 190 .861

a. Predictors: (Constant), KE1 b. Predictors: (Constant), KE1, KE2 c. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3 d. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4 e. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5 f. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1 g. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2 h. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2, RS3 i. Predictors: (Constant), KE1, KE2, KE3, KE4, KE5, RS1, RS2, RS3, JK

Dari tabel di atas, dapat disampaikan informasi sebagai berikut:

1. Variabel KE1 (mengenali emosi diri sendiri) memberikan sumbangan sebesar 5,8% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 12.123 dan df1=1, df2=198.

2. Variabel KE2 (mengelola emosi) memberikan sumbangan sebesar 6,8% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 15.410 dan df1=1, df2=197.

3. Variabel KE3 (memotivasi diri) memberikan sumbangan sebesar 17,1% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 47.848 dan df1=1, df2=196. 4. Variabel KE4 (mengenali emosi orang lain) memberikan sumbangan

sebesar 4,6% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=13.509 dan df1=1, df2=195.

5. Variabel KE5 (keterampilan sosial) memberikan sumbangan sebesar 2% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=6.028 dan df1=1, df2=194.

6. Variabel RS1 (syukur dengan hati) memberikan sumbangan sebesar 6% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 19.991 dan df1=1,df2=193. 7. Variabel RS2 (syukur dengan lisan) memberikan sumbangan sebesar

2% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=6.773 dan df1=1, df2=192.

8. Variabel RS3 (syukur dengan perbuatan) memberikan sumbangan sebesar 0.3% dalam varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=0.992 dan df=1, df2=191. 9. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0% dalam

varians psychological well-being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=0.031 dan df=1, df2=190.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 5 variabel independen, yaitu mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi, memotivasi diri, keterampilan sosial, syukur dengan hati dan syukur dengan lisan yang signifikan sumbangannya terhadap psychological well-being, jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan independen variabel (sumbangan proporsi varian yang diberikan). Dari kesembilan independen variabel tersebut dilihat mana yang paling besar memberikan sumbangan terhadap variabel dependen. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat nilai R2change, semakin besar maka semakin banyak sumbangan yang diberikan terhadap variabel dependen.

106

Pada bab ini, peneliti membahas kesimpulan dan diskusi berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh. Selain itu, juga akan diberikan saran dari segi teoritis dan juga praktis untuk penelitian selanjutnya.

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan kecerdasan emosi dan rasa syukur terhadap psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.

Dari kelima aspek kecerdasan emosi, dimensi mengelola emosi, memotivasi diri, dan keterampilan sosial yang berpengaruh signifikan terhadap psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil kerja dengan arah positif. Dan dari ketiga aspek rasa syukur, dimensi syukur dengan hati dan lisan yang berpengaruh signifikan terhadap munculnya psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil kerja dengan arah positif.

Sedangkan variabel mengenali emosi diri dan orang lain, syukur dengan perbuatan dan jenis kelamin tidak berpengaruh secara signifikan terhadap psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja.

5.2.Diskusi

Kecerdasan emosi mempengaruhi psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja. Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Shulman dan Hemenover (2006) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan dapat mengontrol lingkungannya karena mampunya mengontrol emosi negatif, mengarahkan pada perasaan untuk penguasaan lingkungan hidup mereka dan memiliki psychological well-being yang lebih baik (dalam Extremera, Aranda, Galam, & Salguero, 2011). Variabel pertama yang mempengaruhi psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dalam penelitian ini adalah mengelola emosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mengelola emosi memiliki pengaruh yang signifikan dan secara positif terhadap psychological well-being mahasiswa

yang kuliah sambil bekerja dengan konstribusi sebesar 6,8%. Semakin mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tersebut mampu mengelola emosinya dengan baik maka semakin tinggi psychological well-being-nya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chiarrochu, Chan, Caputi & Robert (dalam Petrides& Furnham, 2003) yang menyatakan bahwa jika seseorang memiliki mampu mengelola emosinya dengan baik, maka orang tersebut akan mengalami tekanan emosi yang lebih sedikit ketika berhadapan dengan keadaan yang membuat mereka tertekan, individu tersebut akan lebih merasakan atau mengalami emosi yang positif. Pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, pengelolaan emosi yang baik sangat diperlukan dalam psychological well-being

nya, karena dengan banyaknya tuntutan dan tanggung jawab yang dihadapi oleh mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tersebut seringkali membuat emosinya cenderung negatif. Dengan adanya pengelolaan emosi yang baik maka akan membuat mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tersebut lebih dapat mengatur emosi negatif yang dihadapinya sehingga mahasiswa tersebut merasakan emosi positif. Dengan kata lain, individu yang dapat mengelola emosinya dengan baik mampu untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat atau keinginan yang merupakan kunci pengetahuan diri dan akan menuntun pada tingkah laku yang tepat untuk menghadapi masalah atau kesulitan dalam menghadapi situasi yang dihadapi. Selain itu, individu yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi lebih memungkinkan untuk sukses dan sejahtera, karena individu ini bisa menghadapi segala hal dalam situasi apapun.

Variabel selanjutnya yang mempengaruhi psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja pada penelitian ini adalah memotivasi diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa memotivasi diri memiliki pengaruh yang signifikan dan secara positif mempengaruhi psychological well-being mahasiswa

yang kuliah sambil bekerja dengan konstribusi sebesar 17,1%. Semakin

mahasiswa yang kuliah sambil bekerja tersebut dapat memotivasi diri sendiri dengan baik maka semakin tinggi psychological well-being-nya. Salami (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi senantiasa akan memiliki kepuasan terhadap dirinya, kebahagiaan, dan jauh dari perasaan depresi. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Goleman

(2005), bahwa individu yang memiliki kemampuan memotivasi diri yang baik, memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta memiliki perasaan motivasi yang positif. Pada mahasiswa yang kuliah sambil bekerja yang mampu memotivasi dirinya untuk tetap optimis dan berusaha untuk menghadapi setiap tuntutan dan tanggung jawab mereka apapun bentuknya, mereka pasti memiliki kepuasan terhadap dirinya dan perasaan bahagia dalam menjalani kehidupan. Seseorang yang mampu memotivasi dirinya dengan baik memiliki kepercayaan diri yang tinggi, optimis dalam menghadapi masalah yang sulit, terampil dan fleksibel dalam menemukan cara untuk mencapai tujuan, mampu menyelesaikan masalah besar menjadi masalah kecil yang mudah diatasi. Seseorang yang memiliki nilai motivasi diri yang tinggi memiliki kepercayaan yang tinggi tentang dirinya. Hal ini biasanya ditandai dengan perilaku menghargai diri sendiri, menerima berbagai kekurangan dan kelebihan yang ia miliki, mampu menentukan segala sesuatu sendiri tanpa bergantung dengan orang lain. Individu tersebut juga fleksibel sehingga mudah beradaptasi dan terus berusaha menemukan cara untuk mencapai tujuannya termasuk mencoba hal baru. Jadi ketika mahasiswa yang kuliah sambil bekerja mampu memotivasi dirinya dengan baik maka mahasiswa tersebut mampu mengarahkan dirinya.

Variabel kecerdasan emosi lain yang berpengaruh secara signifikan terhadap psychological well-being dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan sosial memiliki pengaruh yang signifikan dan secara positif mempengaruhi psychological well-being mahasiswa

keterampilan sosial mahasiswa yang kuliah sambil bekerja maka semakin tinggi psychological well-being-nya. Penelitian lain yang memperkuat hasil tersebut adalah penelitian Wong, Wong dan Chau (2001) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi akan merasakan hubungan yang lebih baik dengan orang lain sehingga individu tersebut merasakan bahwa mereka lebih mampu mengontrol lingkungan. Ini dikarenakan adanya kemampuan untuk mengontrol emosi negatif yang dirasakan sehingga lebih sering mengalami emosi positif yang membuat psychological well-being yang dimiliki lebih baik.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dari kelima dimensi kecerdasan emosi, mengenali emosi diri sendiri dan orang lain tidak mempengaruhi secara signifikan psychological well-being mahasiswa yang kuliah sambil bekerja, akan tetapi walaupun tidak signifikan, kedua variabel ini memberikan pengaruh dan berarah positif. Hasil yang diperoleh ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adeyomo dan Adeleye (2008) yang menyatakan bahwa individu yang memiliki skor tinggi dalam kecerdasan emosi tentunya memiliki psychological well-being yang tinggi pula. Karena individu yang memiliki pengetahuan baik mengenai emosi dapat mengenali emosi diri mereka sendiri dan orang lain, sehingga memiliki adanya kesadaran diri yang sangat penting untuk penerimaan diri yang merupakan salah satu dimensi dari psychological well-being. Hasil yang tidak sesuai dengan penelitian tersebut bisa jadi disebabkan oleh rendahnya pemahaman mereka terhadap emosi diri mereka sendiri dan orang lain. Hal ini bisa dilihat dari hasil kategorisasi tingkat kecerdasan emosi yang ada pada tabel

4.7 yang menunjukkan sampel pada variabel mengenali emosi diri sendiri dan orang lain berada pada kategori rendah.

Bukti bahwa rasa syukur mempengaruhi tingkat psychological well-being secara signifikan adalah ditengah ketidakberdayaannya manusia selalu memiliki kesempatan untuk melihat hidup secara lebih positif. Hal ini juga membuktikan bahwa rasa syukur memang suatu hal yang bersifat subjektif, untuk bersyukur tidak perlu menunggu mempunyai banyak harta atau membandingkan apa yang kita dapatkan dengan yang orang lain dapatkan. Beryukur sebagai penghayatan subjektif merupakan salah satu cara yang membawa kesejahteraan. Dengan demikian jika mahasiswa yang kuliah sambil bekerja dapat bersyukur mereka juga memiliki potensi untuk menjadi sejahtera dapat dimiliki.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Emmons, McCullough dan Tsang (2004), dalam menggali dan mengumpulkan data ilmiah tentang sifat, penyebab dan konsekuen rasa syukur terhadap kesehatan dan kesejahteraan manusia. Menurut hasil penelitian tersebut rasa syukur merupakan faktor yang terlupakan dalam penelitian tentang kebahagiaan. Menurut Emmons, McCullough dan Tsang (2004), bersyukur adalah sebentuk manifestasi yang tidak bisa dipisahkan dari standar moral. Bersyukur juga merupakan komponen integral dari kesehatan, pelengkap kekurangan, dan kesejahteraan. Hasil penelitian mereka juga mengatakan bahwa orang yang bersyukur memiliki tingkatan yang lebih tinggi dalam emosi positif, kepuasan hidup, vitalitas, optimisme, dan lebih rendah dalam tingkat depresi atau stres. Rasa syukur memperkaya rasa bahagia dalam tingkatan

yang lebih tinggi daripada turunnya emosi negatif. Syukur lebih membuat bahagia daripada menghilangkan kesedihan.

Penelitian lain juga menyebutkan bahwa bersyukur dapat mencegah emosi yang melemahkan dan mencegah kondisi patologis (Bono, Emmons, & McCullough, dalam Linley & Joseph, 2004). Salah satupenelitian yang menunjukkan hal tersebut adalah penelitianyang dilakukan oleh Fredrickson, Tugade, Waugh, dan Larkin (dalam Liney & Joseph, 2004). Penelitian tersebut bertujuan untuk melihat frekuensi emosi positif dan negatif sebelum dan sesudah peristiwa tragis 11 September 2011 di WTC, Amerika Serikat. Dari 20 emosi, bersyukur ada pada urutan kedua emosi yang paling sering dialami. Ditemukan bahwa emosi positif merupakan karakteristik penting yang dapat membantu mengatasi peristiwa 11 September, dan bersyukur memiliki peran potensial dalam intervensi yang dilakukan.

Dari ketiga variabel rasa syukur, hanya syukur dengan perbuatan yang tidak berpengaruh secara signifikan. Hal ini mungkin saja dikarenakan item yang digunakan untuk mengukur variabel syukur dengan perbuatan terlihat memiliki social desirability yang cukup tinggi. Ini dapat dilihat dari item-item pada variabel tersebut yang cukup banyak di-drop dibandingkan item-item pada variabel lain. Kemudian variabel jenis kelamin juga tidak berpengaruh secara signifikan, hal ini mungkin dikarenaka dikarenakan tidak adanya perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam mempengaruhi psychological well-being.

5.3.Saran

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi kekurangan dan keterbatasan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran teoritis dan saran praktis. Saran tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang akan meneliti variabel dependen yang sama.