• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Panas

2.1.8 Pengukuran Tekanan Panas

Pengukuran tekanan panas dilakukan menggunakan termometer mencakup termometer basah, termometer kering dan termometer bola (globe thermometer),

25

dapat diukur menggunakan Area Heat Stress Monitor yaitu suatu alat digital untuk mengukur tekanan panas dengan parameter indeks suhu bola basah (ISBB).

Alat ini dapat mengukur suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi.

Pengukuran temperatur lingkungan kerja dilakukan dengan memperhatikan beberapa alasan sebagai berikut (Hendra, 2009) :

a. Kajian secara kualitatif mengindikasikan adanya kemungkinan terjadinya tekanan panas karena adanya sumber panas atau terpajan panas.

b. Adanya keluhan subjektif yang terkait dengan kondisi panas di tempat kerja.

c. Pada area tersebut terdapat pekerja yang melaksanakan pekerjaan dan berpotensi mengalami tekanan panas.

d. Apabila terdapat laporan mengenai ketidaknyamanan yang berkaitan dengan tekanan panas di tempat kerja.

A. Indikator Tekanan Panas

Indikator digunakan sebagai metode pengukuran sederhana untuk menyatakan besarnya pengaruh panas lingkungan pada tubuh. Indikator tekanan panas menurut Suma’mur (2009) terdiri dari :

1. Suhu Efektif

Suhu efektif yaitu indeks sensoris tingkat panas (rasa panas) yang dialami oleh seseorang tanpa baju dan bekerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara. Kelemahan penggunaan suhu efektif ialah tidak memperhitungkan panas radiasi dan panas metabolisme tubuh. Untuk penyempurnaan pemakaian suhu efektif dengan memperhatikan panas radiasi, dibuat Skala Suhu Efektif Dikoreksi (Corected Effective Themperature Scale),

namun tetap saja ada kelemahan pada suhu efektif yaitu tidak diperhitungkannya panas hasil metabolisme tubuh.

2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB)

Indeks Suhu Basah dan Bola (Wet Bulb-Globe Temperature Index), yaitu rumus-rumus sebagai berikut :

a) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,2 x suhu bola + 0,1 x suhu kering (untuk bekerja dengan sinar matahari)

b) ISBB = 0,7 x suhu basah + 0,3 x suhu bola (untuk pekerjaan tanpa sinar matahari)

3. Prediksi Kecepatan Keluarnya Keringat Selama 4 Jam

Prediksi kecepatan keluarnya keringat selama 4 jam (Predicted 4 Hour Sweetrate disingkat P4SR), yaitu banyaknya prediksi keringat keluar selama 4 jam sebagai akibat kombinasi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara serta panas radiasi. Nilai prediksi ini dapat pula dikoreksi untuk bekerja dengan berpakaian dan juga menurut tingkat kegiatan dalam melakukan pekerjaan.

4. Indeks Belding-Hacth

Indeks Belding-Hacth yaitu kemampuan berkeringat dari orang standar yaitu orang muda dengan tinggi 170 cm dan berat 154 pond, dalam keadaan sehat dan memiliki kesegaran jasmani, serta beraklimatisasi terhadap iklim kerja panas.

B. Metode Pengukuran

Pengukuran ISBB dilakukan dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor, dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi (Tarwaka dkk, 2004).

27

Cara Kerja :

1. Tombol power ditekan

2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan 3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola

4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah 5. Hasil akan keluar kemudian dicatat

6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan 2.1.9 Standar Iklim Kerja Panas

Standar dan prosedur serta rekomendasi iklim kerja panas di Indonesia ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.

PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja. Nilai ambang batas ini dimaksudkan untuk meminimalisasi risiko terjadinya gangguan kesehatan akibat suhu lingkungan kerja yang terlalu panas.

Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja Pengaturan waktu kerja

Sumber : Lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No Per.13/MEN/X/2011

Catatan :

1. Beban kerja ringan membutuhkan kalori 200 kilokalori/jam

2. Beban kerja sedang membutuhkan kalori lebih dari 200 sampai dengan kurang 350 kilokalori/jam

3. Beban kerja berat membutuhkan kalori lebih dari 350 sampai dengan kurang 500 kilokalori/jam

2.1.10 Pengendalian Tekanan Panas

Risiko gangguan kesehatan akibat bekerja di lingkungan panas yang terlalu tinggi dapat dikurangi dengan cara (Harrianto, 2010) :

1. Pengendalian Administratif

a. Periode aklimatisasi yang cukup sebelum melaksanakan beban kerja yang penuh.

b. Untuk mempersingkat pajanan dibutuhkan jadwal istirahat yang pendek tetapi sering dan rotasi pekerja yang memadai.

c. Ruangan dengan penyejuk rasa (AC) perlu disediakan untuk memberikan efek pendingin pada pekerja waktu istirahat.

d. Penyediaan air minum yang cukup.

2. Pengendalian Teknik

Pengendalian teknik merupakan usaha yang paling efektif untuk mengurangi pajanan lingkungan panas yang berlebihan, yaitu dengan cara :

a. Mengurangi produksi panas metabolik tubuh.

b. Automatisasi dan mekanisasi beban tugas akan meminimalisasi kebutuhan kerja fisik pekerja.

c. Mengurangi penyebaran panas radiasi dari permukaan-permukaan benda yang panas, dengan cara isolasi/penyekat (melapisi permukaan benda-benda yang panas dengan bahan yang memiliki emisi yang rendah seperti aluminium atau cat), perisai (bahan yang dapat memantulkan panas) dan remote control.

29

d. Mengurangi bertambahnya panas konveksi, seperti penggunaan kipas angin untuk meningkatkan kecepatan gerak udara di ruang kerja panas.

e. Mengurangi kelembaban. AC, peralatan penarik kelembaban dan upaya lain untuk mengeliminasi uap panas sehingga dapat mengurangi kelembaban di lingkungan tempat kerja.

3. Alat Pelindung Diri

a. Untuk bekerja di tempat kerja yang panas dan lembab, perlu disediakan baju yang tipis dan berwarna terang hingga pengeluaran panas tubuh dengan proses evaporasi keringat menjadi lebih efisien.

b. Kacamata yang dapat menyerap panas radiasi bila bekerja dekat dengan benda-benda yang sangat panas, misalnya cairan logam atau oven yang panas.

Beberapa teknik pengendalian panas yang disarankan OSHA yang dikutip oleh Iriadiastadi (2016) sebagai berikut :

1. Aklimatisasi, adaptasi secara bertahap di tempat kerja yang panas selama beberapa hari.

2. Cairan, pemberian minuman (dingin, tapi bukan air es) secara berkala, misalnya satu gelas per 20 menit. Dorong pekerja untuk terus-menerus melakukan kebiasaan ini. Minuman cukup beberapa air, tanpa harus mengandung elektrolit tambahan.

3. Engineering, pengendalian dengan ventilasi yang cukup untuk membawa udara segar dari luar ruangan, penggunaan sistem pembuangan udara lokal, penggunaan AC atau Air treatment, penggunaan kipas angin bermanfaat saat

dry bulb temperature tidak lebih dari 35oC, insulasi objek (mesin dan proses) penghasil panas serta lapisan penangkal antara pekerja dan sumber panas.

4. Administratif, pendendalian dengan cara pelatihan kepada pekerja dengan harapan meningkatkan kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan karena paparan panas, pekerja diminta mengenali bahaya, pelatihan kepada pekerja untuk fokus pada kebiasaan yang perlu dilakukan, menurunkan beban kerja melalui modifikasi cara kerja, rotasi kerja, penambahan pekerja, pemberian tempat istirahat yang nyaman dan teduh, pemberian istirahat yang berkala dan terjadwal dan pekerjaan berat dilakukan saat pagi hari atau setelah sore hari.

2.2 Laundri (laundry)

2.2.1 Pengertian dan Persyaratan

Menurut Sabarguna dan Rubaya (2011), Laundry rumah sakit adalah tempat pencucian linen yang dilengkapi dengan sarana penunjangnya berupa mesin cuci, alat dan disinfektan, mesin uap (steam boiler), pengering, serta meja dan mesin setrika. Adapun persyaratan dalam pelaksanaan laundry yaitu :

a. Suhu air panas untuk pencucian 70oC dalam waktu 25 menit atau 95 oC dalam waktu 10 menit.

b. Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian harus yang ramah lingkungan bertujuan agar limbah cair yang dihasilkan mudah terurai oleh lingkungan.

c. Standar kuman bagi linen bersih setelah keluar dari proses tidak mengandung 6×103 spora spesies Bacillus per inci persegi.

31

2.2.2 Tata Laksana

Menurut Sabarguna dan Rubaya (2011), adapun tata laksana dalam laundry adalah sebagai berikut :

1. Di tempat laundry tersedia kran air bersih dengan kualitas dan tekanan aliran yang memadai, air panas untuk desinfeksi dan tersedia desinfektan.

2. Peralatan cuci dipasang permanen dan diletakkan dekat dengan saluran pembuangan air limbah, serta tersedia mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis linen yang berbeda.

3. Tersedia ruangan dan mesin cuci yang terpisah untuk linen infeksius dan non infeksius.

4. Laundry harus dilengkapi saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan pengolahan awal (pre-treatment) sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah.

5. Laundry harus disediakan dalam ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya yaitu ruang linen kotor, ruang linen bersih, ruang untuk perlengkapan kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen, kamar mandi, dan ruang peniris atau pengering untuk alat-alat termasuk linen.

6. Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pencuciannya dapat bekerja sama dengan pihak lain dan pihak lain tersebut harus mengikuti persyaratan dan tata laksana yang telah ditetapkan.

7. Perlakuan terhadap linen

1. Pengumpulan, dilakukan :

a) Pemilahan antara linen infeksius dan noninfeksius dimulai dari sumber dan memasukkan linen ke dalam kantong plastik sesuai jenisnya, serta diberi label.

b) Menghitung dan mencatat linen di ruangan.

2. Penerimaan:

a) Mencatat linen yang diterima dan telah terpilah antara infeksius dan noninfeksius.

b) Linen dipilih berdasarkan tingkat kekotorannya.

3. Pencucian :

a) Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mesin cuci dan kebutuhan deterjen dan desinfektan.

b) Membersihkan linen kotor dari feses, urin, darah dan muntahan kemudian merendamnya dengan menggunakan desinfektan.

c) Mencuci dikelompokkan berdasarkan tingkat kekotorannya.

4. Pengeringan 5. Penyetrikaan 6. Penyimpanan

7. Distribusi, dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas penerima, kemudian petugas menyerahkan linen bersih kepada petugas sesuai kartu tanda terima.

33

8. Pengangkutan:

a) Kantong untuk membungkus linen harus dibedakan dengan kantong yang digunakan untuk membungkus linen kotor.

b) Menggunakan kereta dorong yang berbeda dan tertutup antara linen bersih dan linen kotor, kereta dorong harus dicuci dengan desinfektan setelah digunakan mengangkut linen kotor.

c) Waktu pengangkutan linen bersih dan linen kotor tidak boleh bersamaan.

d) Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda warna.

e) Rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pengangkutannya dari dan ke tempat laundry harus menggunakan mobil.

8. Petugas yang bekerja dalam pengelolaan laundry linen harus menggunakan pakaian kerja khusus, alat pelindung diri, dan dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, serta dianjurkan memperoleh imunisasi hepatitis.

2.3 Kerangka Konsep Variabel Independen

Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Keterangan :

Tidak semua faktor individu diteliti, peneliti hanya mengambil faktor umur, masa kerja, jenis kelamin dan status gizi. Faktor individu lainnya yang tidak diteliti, yaitu :

1. Aklimatisasi, tidak diteliti karena semua pekerja sudah teraklimatisasi dengan tekanan panas dalam masa kerja paling tidak dua minggu bekerja di Instalasi laundry adalah pekerja yang memenuhi kriteria responden, sehingga tidak ada variasi dalam kategori aklimatisasi.

2. Konsumsi alkohol, tidak diteliti karena sangat kecil kemungkinan pekerja di Instalasi laundry RSUD Dr Pirngadi Medan tetap bekerja dalam pengaruh alkohol.

Faktor Individu 1. Umur 2. Masa Kerja 3. Jenis Kelamin 4. Status Gizi

Keluhan Subjektif

Faktor pendukung

1. Konsumsi Air Minum 1. Tekanan Panas

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan cross sectional, yaitu pengukuran variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2012).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi laundry Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Pirngadi Medan dan beralamat di Jalan Prof. H.M Yamin, SH No.47 Medan. Alasan dilakukan penelitian dengan pertimbangan instalasi laundry berisiko menimbulkan gangguan kesehatan akibat tekanan panas dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan subjektif akibat tekanan panas pada pekerja laundry di RSUD Dr Pirngadi Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2018 sampai April 2018.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja laundry RSUD Dr Pirngadi Medan yang berjumlah 20 orang.

3.3.2 Sampel

Seluruh total populasi dijadikan sampel penelitian, yaitu sebanyak 20 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengukuran langsung berupa tekanan panas menggunakan Area Heat Stress Monitor merk Questemp, status gizi dengan menimbang berat badan pekerja menggunakan timbangan dan mengukur tinggi badan pekerja menggunakan meteran serta wawancara dengan menggunakan kuesioner kepada para pekerja laundry untuk mengetahui variabel umur, masa kerja, jenis kelamin, konsumsi air minum dan keluhan subjektif.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pihak RSUD Dr Pirngadi Medan yang berupa data mengenai pekerja di Instalasi laundry dan Profil RSUD Dr Pirngadi Medan.

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi :

1. Variabel bebas (independen variable) adalah faktor yang diduga sebagai faktor yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel bebas dari penelitian ini adalah tekanan panas, umur, masa kerja, jenis kelamin, status gizi dan konsumsi air minum.

37

2. Variabel terikat (dependen variable) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. variabel terikat dari penelitian ini adalah keluhan subjektif.

3.5.2 Definisi Operasional

Definisi operasional yang digunakan pada saat meneliti pekerja laundry di RSUD Dr Medan sebagai berikut:

1. Tekanan panas adalah hasil pengukuran indeks suhu bola dan basah (ISBB) dan diukur dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor merk Questemp. 2. Umur adalah lama hidup (tahun) pekerja terhitung dari lahir sampai waktu

pengambilan data pekerja laundry.

3. Masa kerja adalah lamanya (tahun) pekerja laundry berkerja di Instalasi laundry.

4. Jenis kelamin adalah status pertanda gender pekerja laundry yaitu laki-laki atau perempuan.

5. Status gizi adalah keadaan gizi pekerja dihitung berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) pekerja laundry saat dilakukan penelitian.

6. Konsumsi air minum adalah jumlah air minum putih yang dikonsumsi oleh pekerja laundry selama jam kerja. Diukur dalam 1 gelas (250 ml).

7. Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan secara subjektif akibat tekanan panas oleh pekerja laundry. Dalam hal ini tidak dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh pekerja laundry melainkan hanya gejala-gejala yang dirasakan pekerja laundry akibat tekanan panas selama bekerja seperti banyak mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas.

3.6 Teknik Pengukuran 1. Tekanan Panas

Pengukuran iklim kerja (ISBB) dilakukan dengan menggunakan Area Heat Stress Monitor merk Questtemp. Dimana alat ini dioperasikan secara digital yang meliputi parameter suhu basah, suhu kering, dan suhu radiasi. Pengukuran tekanan panas dilakukan oleh Asisten Laboratorium Teknik Industri yang sudah pernah mengoperasikan alat tersebut sebelumnya. Instalasi laundry terdiri dari 2 area yaitu area linen kotor dan area linen bersih. Pengukuran tekanan panas dilakukan di 2 area instalasi laundry dengan memenuhi alasan untuk dilakukan pengukuran, yaitu adanya sumber panas dari mesin, proses kerja yang menghasilkan tekanan panas, adanya keluhan subjektif pada pekerja dan laporan ketidaknyamanan pekerja. Secara professional judgment menetapkan titik pengukuran area dengan luas 5x5 meter diwakili oleh satu titik pengukuran dan pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali selama 8 jam kerja, yaitu awal, tengah dan akhir shift kerja (Hendra, 2009). Luas instalasi laundry 12 x 8 m terdiri dari area linen kotor dengan luas 12x4 m dan area linen bersih dengan luas 12x4. Maka setiap area linen bersih dan area linen kotor diwakili oleh 2 titik pengukuran kemudian 2 titik pengukuran dari area linen bersih dan area linen kotor diambil rata-ratanya yang menunjukkan suhu setiap area kerja. Pengukuran dilakukan dari pukul 07.30-15.00 WIB dengan tiga kali pengukuran, yaitu pada awal, pertengahan dan akhir waktu kerja. Cara pengukurannya adalah sebagai berikut : 1. Tombol power ditekan

2. Tombol °C atau °F ditekan untuk menentukan suhu yang digunakan

39

3. Tombol globe ditekan untuk menentukan suhu bola 4. Tombol wet bulb ditekan untuk mendapatkan suhu basah 5. Hasil akan keluar kemudian dicatat

6. Tombol power ditekan kembali untuk mematikan

Menurut analisa peneliti, pekerja laundry termasuk kedalam kategori waktu kerja 75% - 100% dan dalam beban kerja sedang seperti berdiri, kerja sedang pada mesin, mengangkat dan mendorong beban yang beratnya sedang.

Jadi suhu yang diperkenankan oleh Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja adalah tidak lebih dari 28oC.

Tekanan panas diukur dengan skala nominal dan dikategori sebagai berikut : 1. Tempat kerja memenuhi syarat, yaitu tempat kerja dengan suhu ≤ 28°C 2. Tempat kerja tidak memenuhi syarat yaitu tempat kerja dengan suhu > 28°C 2. Umur

Umur diukur dengan skala ordinal dan dikategorikan berdasarkan Worksafe BC (2007) sebagai berikut:

1. < 40 Tahun 2. ≥ 40 Tahun 3. Masa Kerja

Masa kerja diukur dengan skala ordinal berdasarkan Fajrin (2014) dan dikategorikan menjadi :

1. ≤ 1 Tahun 2. > 1 Tahun

4. Jenis Kelamin

Jenis kelamin diukur dengan skala nominal dan dikategorikan menjadi 2, yaitu :

1. Perempuan 2. Laki-laki 5. Status Gizi

Status gizi diukur secara langsung oleh peneliti dengan menimbang berat badan menggunakan timbangan dan mengukur tinggi badan menggunakan meteran, hasil ukur status gizi dilihat berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dihitung rasio antara berat badan (kg) dan tinggi badan (m) pangkat dua

Status gizi diukur dengan skala ordinal dan dikategorikan sebagai berikut (Suma’mur, 2009) :

1. Kurang : IMT < 18,5 2. Normal : IMT 18,5-24,9 3. Lebih : IMT ≥ 25,0 6. Konsumsi Air Minum

Konsumsi air minum diukur dengan skala ordinal berdasarkan nilai median dan dikategorikan sebagai berikut :

1. ≤ 7 Gelas 2. > 7 Gelas

Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (m)2 IMT =

41

7. Keluhan Subjektif

Untuk mengetahui keluhan subjektif maka diukur dengan kuesioner pada bagian III berisi 10 pertanyaan terkait gejala-gejala yang dirasakan pekerja akibat tekanan panas berdasarkan teori Harrianto (2010), Soedirman dan Suma’mur (2014) serta Kuswana (2016) dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Ada, apabila pekerja mengalami banyak mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas atau apabila pekerja menjawab ya pada kuesioner bagian III nomor 1-3.

2. Tidak ada, apabila pekerja tidak mengalami salah satu dari banyak mengeluarkan keringat, merasa haus dan merasa lemas atau apabila pekerja menjawab tidak pada kuesioner bagian III diantara nomor 1-3.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh, dianalisis melalui proses pengolahan data yang mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2012) :

1. Editing, penyuntingan data dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap kuesioner untuk menghindari kesalahan serta memastikan bahwa data yang diperoleh telah diisi semua dengan relevan dan dibaca dengan baik.

2. Coding, mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi kata data angka atau bilangan. Koding atau pemberian kode sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).

3. Processing, yaitu memproses data yang telah diisi dengan benar agar dapat dianalisa. Proses data dilakukan dengan cara mengentry data hasil kuesioner ke dalam program komputer.

4. Cleaning, yaitu kegiatan pengecekan kembali data-data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak.

3.7.2 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan beberapa analisa data, yaitu :

1. Analisis univariat, bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel yang diteliti dan pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase.

2. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat hubungan variabel independen dan variabel dependen. Pada analisis bivariat ini, peneliti menggunakan uji statistik chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Uji statistik chi-square digunakan dengan alasan variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian ini menggunakan data kategori dan termasuk kedalam uji non parametrik sehingga tepat digunakan untuk penelitian ini yang memiliki sampel sebanyak 20 responden. Syarat uji statistik chi-square adalah jika pada tabel 2x2 dijumpai nilai expected kurang dari 5 maka digunakan uji fisher’s exact dan jika pada tabel lebih dari 2x2 maka digunakan uji pearson chi square (Santoso, 2013). Hasil uji statistik dengan p value < 0,05 artinya ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika p value > 0,05 artinya tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Ringkas RSUD Dr Pingadi Medan

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan beralamat di Jl. Prof. HM Yamin SH No. 47 Medan dengan luas bangunan 73.12,90 m2 merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan di kota Medan yang berstatus milik pemerintah Kota Medan. RSUD Dr. Pirngadi Medan merupakan unit organisasi di lingkungan Departemen Kesehatan dengan salah satu rumah sakit tipe B yang didirikan oleh pemerintah kolonial Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis pada tanggal 11 Agustus 1928. Peletakan batu pertamanya dilakukan seorang bocah berumur 10 tahun bernama Maria Constantia Macky, dimana sebagai pimpinan yang pertama dipegang oleh Dr. W. BAYS.

Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, rumah sakit ini diambil alih oleh Bangsa Jepang dan berganti nama menjadi Syuritsu Byusono Ince dan pimpinannya dipercayakan kepada seorang putra Indonesia yaitu Dr.

Raden Pirngadi Gonggo Putro. Setelah bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 menyatakan kemerdekaannya, pada tahun 1947 rumah sakit ini diambil alih oleh pemerintah Negara bagian Sumatera Timur Republik Indonesia Sementara (RIS) dengan nama “Rumah Sakit Kota Medan”. Dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950 maka Negara bagian (RIS) dihapuskan, rumah sakit kota Medan diambil alih oleh pemerintah pusat/kementerian kesehatan di Jakarta dengan nama “Rumah Sakit Umum

Pusat”. Kemudian pada tahun 1971, rumah sakit ini diserahkan dari pusat ke Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan berganti nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Provinsi Medan. Pada tahun 1979, Rumah Sakit Umum Pusat Provinsi Medan ditabalkan menjadi “Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan”.

Sejalan pelaksanaan otonomi daerah, Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi pada tanggal 27 Desember 2001 diserahkan kepemilikannya dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada Pemerintah Kota Medan dan berganti nama menjadi “Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan”. Pada tanggal 6 September 2002, status kelembagaan Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi ditetapkan menjadi Badan dan berganti nama menjadi “Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Dr Pirngadi Kota Medan”. Sebagai direktur, pada saat itu dipercayakan kepada Dr. H. Sjahrial R. Anas, MHA.

Sejalan pelaksanaan otonomi daerah, Rumah Sakit Umum Dr Pirngadi pada tanggal 27 Desember 2001 diserahkan kepemilikannya dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada Pemerintah Kota Medan dan berganti nama menjadi “Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi Medan”. Pada tanggal 6 September 2002, status kelembagaan Rumah Sakit Umum Daerah Dr Pirngadi ditetapkan menjadi Badan dan berganti nama menjadi “Badan Pelayanan Kesehatan RSUD Dr Pirngadi Kota Medan”. Sebagai direktur, pada saat itu dipercayakan kepada Dr. H. Sjahrial R. Anas, MHA.